• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.6 Model Conservation Scout

Model Conservation Scout adalah suatu model pembelajaran berbasis lingkungan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara mengajak siswa untuk memelihara lingkungan (Widodo, 2014: 2). Suseno, (2016: 4) menuliskan model Conservation Scout merupakan model pembelajaran inovatif yang berupa konservasi sederhana untuk memberikan pendidikan lingkungan kepada anak dengan menyenangkan. Melalui model Conservation Scout ini diharapkan menciptakan siswa yang aktif dan kreatif dalam mewujudkan suatu kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan dengan cara memanfaatkan lingkungan yang baik ini (Ritmawanti,

2014: 2). Adapun metode dari model Conservation Scout menurut Suseno (2016: 4) ada empat antara lain:

Bagan 2.1 Metode dalam model Conservation Scout

Dari bagan 2.1 dijelaskan bahwa model Conservation Scout dapat dilaksanakan dengan empat macam metode: Pertama, kebun konservasi yaitu anak-anak dapat memanfaatkan lahan yang sempit atau tidak digunakan sebagai tempat untuk melakukan konservasi sederhana. Kegiatan konservasi sederhana ini dapat dilakukan dengan penanaman macam-macam tanaman dengan menggunakan pot maupun vertikultur. Kedua, area konservasi di dalam ruangan yaitu kegiatan dengan memanfaatkan akuarium atau bahan yang terbuat dari plastik bening untuk memelihara hewan. Ketiga, minitrip atau perjalanan ke alam terbuka yaitu anak dapat diajak untuk mengunjungi area terbuka seperti cagar alam dan konservasi alam.

Keempat, eksperimen sederhana serta kampanye dan peer tutoring yaitu melakukan kegiatan percobaan dan penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Setelah kegiatan eksperimen siswa membuat hasil karya dengan tujuan mengajak teman-teman untuk menjaga lingkungan. Tindak lanjut dari kegiatan ini, siswa

Conservation Scout

Kebun Konservasi

Area konservasi di dalam ruangan

Minitrip (perjalanan menyenangkan ke alam terbuka)

Eksperimen sederhana, kampanye dan peer tutoring

melakukan kampanye lingkungan. Siswa akan menceritakan pengalaman yang telah didapatkan dengan mengajak orang yang ada di sekitarnya untuk peduli lingkungan melalui hasil karya yang telah dibuatnya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model Conservation Scout adalah model pembelajaran yang mengajak siswa memelihara lingkungan dengan melakukan konservasi untuk memberikan pendidikan lingkungan.

Siswa kelas V B SD N Jetis 1 Yogyakarta akan diajak untuk melakukan eksperimen “Uji Amilum” dan kebun konservasi ”Teknik Menanam Vertikultur”. Setiap kelompok akan melakukan kegiatan eksperimen “Uji Amilum” untuk membuktikan bahwa tanaman yang melakukan proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat dapat dilihat dari bagian daun yang tidak ditutup kertas karbon. Caranya dimasukkan ke dalam campuran air panas dan pemberih cat kuku (asseton) hingga daun tersebut layu. Hal ini dilakukan untuk melarutkan klorofil, setelah itu dicuci dengan air, dan ditetesi obat merah (betadine) hingga adanya perubahan warna menjadi biru pekat atau biru kehitaman.

Selain menggunakan daun, juga melakukan eksperimen pada bagian tanaman seperti: buah, akar, batang, bunga, biji, dan daun yang menghasilkan karbohidrat dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber makanan dengan cara memberikan tetesan obat merah (betadine) pada bagian tanaman lalu dipanaskan diatas api hingga adanya perubahan warna menjadi biru pekat atau biru kehitaman. Siswa juga diajak untuk melakukan kegiatan kebun konservasi

“Teknik Menanam Vertikultur” merupakan salah satu teknik bertanam

ditata secara bertingkat dan memanfaatkan lahan sempit yang ada, salah satu tanaman yang ditaman yaitu tanaman dengan menghasilkan karbohidrat yang bermanfaat sebagai sumber makanan bagi manusia, seperti daun bawang, tomat, dan sawi.

Agar metode ini tercapai sesuai dengan tujuan, setiap siswa diajak untuk membuat kata mutiara pentingnya tanaman sebagai sumber makanan bagi manusia. Selain itu juga membuat peraturan mengenai cara merawat tanaman yang sudah mereka tanam sesuai dengan keinginan dan kehendak sesuai prinsip Pendidikan Emansipatoris. Siswa juga diberikan kesempatan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dipelajari dengan menyampaikan hasil kata mutiara dan peraturan yang telah dibuat kepada teman dan orang yang ada di sekitarnya (peer tutoring). Tujuan dari kegiatan peer tutoring untuk mengajak dan membantu orang lain sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Dalam pendidikan ini, bertujuan untuk menanamkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan. Pembelajaran berbasis lingkungan dapat diterapkan dengan berbagai cara sesuai dengan tingkat perkembangan anak (Ritmawanti, 2014: 2). Model Conservation Scout digunakan dalam penelitian dengan berdasarkan pandangan tiga tokoh pendidikan, yaitu:

Pertama pandangan Jean Piaget, menurut Piaget (dalam Crain, 2007, 171) mengatakan bahwa tahapan perkembangan kognitif anak terbagi dalam 4 tahap dijelaskan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Piget

Tahap Usia Karakteristik

Sensorimotor Lahir- 2 tahun Mampu mengorganisasikan skema tindakan fisik seperti menghisap,

memukul, dan menggenggam untuk menghadapi dunia.

Pra-Operasional 2-7 tahun Anak belajar berpikir menggunakan simbol dan pencitraan batiniah, pikirannya belum begitu logis dan masih belum sistematis, menyama rakatakan sesuatu berdasarkan pengalaman bebas.

Operasional Konkret 7-11 tahun Mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, mengacu pada objek dan aktivitas konkret.

Operasional Formal 11 tahun- dewasa Mampu berpikir secara konseptual dan berpikir secara hipotesis.

Dari tabel tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget diatas dapat dilihat bahwa siswa kelas V sekolah dasar dalam tahapan operasional konkret (7-11 tahun). Siswa kelas V sekolah dasar pada umumnya dapat mengembangkan pikiran yang sistematis dengan mengacu pada objek dan aktivitas yang konkret. Siswa tertarik pada aktivitas konkret yang memberikan efek positif terhadap objek yang terdapat di bagian aktivitas.

Pandangan kedua dari Maria Montessori juga digunakan, menurut Montessori, 1936 mengatakan bahwa anak-anak akan belajar dengan cara mereka sendiri dan didorong oleh kedewasaan mereka sendiri. Hal ini sama seperti pendapat Rousseau (dalam Crain, 2007: 99), bahwa anak-anak sering berpikir serta belajar dengan cara mereka sendiri. Montessori memiliki keinginan untuk dapat mengembangkan dalam dunia pendidikan yaitu mempersiapkan guru yang mengajar di dalam kelas untuk melakukan pengamatan dan eksperimen, serta anak diberikan kebebasan dalam belajar sesuai dengan bakat, minat serta kemampuan siswa (Montessori, 2002: 28-30).

Teori montessori ini anak-anak termasuk dalam konsep periode-periode kepekaan (sensitive period). Periode ini anak akan belajar dengan semua daya upayanya agar dapat menguasai kemampuan-kemampuan sampai sempurna. Dan

“ jika anak dicegah untuk dalam memperoleh pengalaman, maka kepekaan yang dimiliki oleh anak akan hilang dan akan mengganggu perkembangan anak (dalam Crain, 2007: 100).

Pandangan menurut Lev Semionovich Vygotsky juga digunakan, Vygotsky berpendapat bahwa teori psikologi yang berlaku saat ini adalah teori yang menghubungkan pengalaman-pengalaman dengan refleks-refleks terkondisi dengan pengaruh lingkungan. Mengenai refleks-refleks terkondisi ini menggunakan pikiran sadar dan perilaku manusia (Schunk, 2012: 223). Kontribusi Vygotsky salah satunya yang penting terhadap pemikiran psikologi yakni memfokuskan perhatian terhadap aktivitas sosial yang memiliki makna sebagai pengaruh terhadap pikiran sadar manusia. Manusia dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keperluan mereka dan pikiran sadar.

Teori Vygotsky menitik beratkan pada interaksi dari faktor interpersonal (sosial), kultual-historis, dan individu sebagai kunci dari perkembangan manusia. Interaksi dengan lingkungan dapat mendorong siswa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif. Siswa kelas V sekolah dasar dapat berinteraksi dengan dunia mereka sendiri dengan lingkungan. Dengan harapan siswa dapat mengubah cara berpikir dan mengambil makna dari pengalaman yang telah didapatkan melalui lingkungan.

Dokumen terkait