• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Fromm (Orang Yang Produktif)

BAB II. KEPRIBADIAN SEHAT

B. Pandangan Para Ahli Psikologi Pertumbuhan

3. Model Fromm (Orang Yang Produktif)

Dalam Schultz (1993: 63), dijelaskan bahwa Fromm melihat kepribadian hanya sebagai suatu produk kebudayaan, karena itu dia percaya bahwa kesehatan jiwa harus didefinisikan menurut bagaimana baiknya individu-individu menyesuaikan diri dengan masyarakat. Yang terpenting adalah bagaimana sebuah masyarakat dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan anggotanya. Masyarakat yang sehat akan menghasilkan manusia-manusia yang sehat, sebaliknya masyarakat yang sakit akan menghasilkan individu-individu yang tidak produktif, tidak sehat dan penuh dengan permusuhan.

Fromm melihat irasionalitas masyarakat ketika terjadi Perang Dunia I. Fromm melihat bagaimana suatu kekuatan yang berlandaskan sosio-ekonomi, politik dan historis-budaya sewaktu Perang Dunia I itu menjadi sebab terjadinya kekejaman antar sesama manusia. Setiap anggota masyarakat yang hidup dalam kekuatan itu mau tidak mau terpengaruh dan menjadi masyarakat penuh dengan kecurigaan, ketidakpercayaan dan permusuhan. Fromm mempelajari hal ini lebih dalam pada ahli- ahli terkemuka dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik seperti Karl Marx, Max Weber dan Hebert Spencer.

Karena kesehatan jiwa seorang individu tergantung dari masyarakat dimana dia berada, maka tentunya definisi kesehatan jiwa ini dapat berbeda-beda pada setiap masyarakat, sesuai dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda. Dalam penelitiannya yang mendalam terhadap sejarah panjang spesies manusia, Fromm mengemukakan banyak tingkah laku yang dianggap sehat pada suatu masa, namun tidak sehat pada masa yang lain.

dasarnya adalah sama, yang berbeda adalah cara bagaimana kebutuhan itu dipuaskan. Kebutuhan-kebutuhan itu misalnya kebutuhan fisiologis dasar, seperti makan, minum seks dan beristirahat. Namun pada manusia ada kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tidak ada atau sedikit dimiliki oleh organisme lain. Dalam Schultz (1993: 66) dijelaskan bahwa orang-orang yang sehat memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif, sementara orang-orang yang sakit memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan cara-cara yang irasional. Produktif disini berarti menggunakan seluruh kemampuan dalam usaha memenuhi kebutuhan psikologis. Mereka menjadi diri mereka sekuat kemampuan mereka untuk menjadi, menggunakan seluruh kapasitas mereka untuk berkembang.

Fromm (dalam Schultz 1993: 66-70) mengemukakan 5 kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan dan keamanan. Dalam 5 kebutuhan ini kita dapat melihat bagaimana cara orang yang sehat memuaskan kebutuhan ini serta bagaimana orang yang sakit memuaskan kebutuhannya.

1. Hubungan (Relatedness)

Yang dimaksud Fromm dengan kebutuhan ‘hubungan’ ini adalah cara kita dalam berhubungan dengan dunia, dengan alam beserta orang-orang di sekitar kita. Cara yang sehat dalam berhubungan dengan dunia ini adalah melalui ‘cinta’ (love). Cinta yang dimaksud Fromm lebih luas dari sekadar cinta asmara antara dua orang muda- mudi, tetapi meliputi juga solidaritas kepada semua orang, mencintai mereka, juga termasuk mencintai diri sendiri. Sedangkan cara yang tidak sehat dalam berhubungan dengan dunia adalah ‘bersikap tunduk’ (submissive) kepada dunia atau dengan bersikap ‘menguasainya’ dengan memaksa orang lain tunduk kepadanya.

2. Transendensi (Transcendence)

Kebutuhan yang kedua ini lahir dari kebutuhan manusia untuk bersikap aktif dalam menyikapi kodrat dirinya sebagai ciptaan, sehingga terdorong untuk mencipta,

menjadi arsitek bagi kehidupannya sendiri. Kebutuhan ini dapat juga diartikan sebagai kebutuhan untuk berkreativitas. Tentu saja cara yang sehat dalam memuaskan kebutuhan ini tidak lain adalah dengan ‘mencipta’. Namun jika manusia tidak mampu untuk berkreativitas, tidak mampu untuk mencipta, maka jalan lain yang tidak sehat adalah ‘destruktivitas’. Ketika orang tidak mampu untuk mencipta sebagai jalan dalam menyikapi kodratnya, mengatasi keadaan pasif, maka dia akan terdorong untuk bersikap merusak atau destruktif.

3. Berakar (Rootedness)

Menurut Fromm manusia telah lama terpisah dengan alam, karena telah mengatasi alam. Akibatnya adalah terputusnya ikatan-ikatan dengan alam, dan tanpa ikatan- ikatan ini manusia menjadi tidak berdaya. Dalam teorinya, Fromm menyebut hakikat keberadaan manusia adalah kesepian dan ketidakberartian (loneliness and insignificance). Oleh karena itu perlu dibangun ikatan-ikatan baru untuk menyatu dengan alam. Cara yang ideal (baca: sehat ) dalam memenuhi kebutuhan ini adalah dengan membangun suatu perasaan ‘persaudaraan’ (brotherliness) dengan sesama umat manusia. Persaudaraan ini adalah persaudaraan semesta yang membangun solidaritas dengan seluruh umat manusia tanpa memandang perbedaan. Ini adalah cara yang sehat dalam berakar, berkoneksi dan berhubungan dengan dunia. Cara yang tidak sehat adalah dengan membangun ‘ikatan-ikatan sumbang’. Ikatan-ikatan sumbang adalah ikatan yang membatasi manusia untuk hanya mencintai beberapa orang atau kelompok tertentu. Rasa nasionalisme dan patriotisme menurut Fromm juga termasuk ikatan-ikatan sumbang yang diciptakan oleh manusia. Selama seseorang masih membatasi perasaan kemanusiaannya hanya untuk orang-orang tetentu atau kelompok tertentu, ia belum mengembangkan seluruh potensinya sebagai manusia.

4. Perasaan Identitas (A sense of Identity)

Meskipun manusia perlu senantiasa berhubungan dengan dunia, namun ia juga membutuhkan perasaan untuk bisa menampilkan dirinya yang unik, yang berbeda, yang bisa mencirikan keberadaannya sebagai individu yang terpisah dengan orang lain dalam hal yang pribadi. Manusia butuh personalitas untuk mengembangkan dirinya. Cara yang sehat dalam memuaskan kebutuhan ini menurut Fromm (dalam Schultz 1993: 69) adalah ‘individualitas’ (individuality), yaitu proses dimana seseorang mencapai suatu perasaaan tertentu tentang identitas dirinya. Lebih lanjut Fromm menjelaskan bahwa cara yang sehat untuk mencapai individualitas ini tidak lain adalah dengan memutuskan ikatan-ikatan sumbang yang ada pada diri individu. Sebaliknya, cara yang tidak sehat dalam mencapai perasaan identitas ini adalah ‘menyesuaikan diri’ dengan sifat-sifat suatu bangsa, ras, agama, atau pekerjaan. Dalam hal ini individu hanya meminjam nilai-nilai dari kelompok, sehingga identitas yang didapat adalah identitas kelompok, bukan identitas diri yang asli.

5.Kerangka orientasi (A Frame of Orientation)

Kerangka orientasi adalah semacam kacamata yang digunakan individu untuk memaknai dan memahami gejala yang ada pada dunia di sekitarnya. Dalam Schultz (1993: 70 ) dikatakan bahwa dasar yang ideal (sehat) untuk kerangka orientasi adalah ‘pikiran’, yakni sarana yang digunakan seseorang untuk mengembangkan suatu gambaran realistis dan objektif tentang dunia. Sedangkan cara yang tidak ideal (tidak sehat) adalah lewat ‘irasionalitas’, yakni orang menggunakan pandangan yang subjektif ketika melihat dunia. Dunia dengan segala macam peristiwa dan gejalanya tidak dilihat sebagaimana adanya karena terdistorsi oleh motif-motif yang ada pada diri individu.

Lebih lanjut Fromm memberikan gambaran yang lebih jelas tentang orang dengan kepribadian yang sehat (Schultz 1993: 71). Mereka adalah orang yang mampu untuk

mencintai sepenuhnya, kreatif, memiliki kemampuan-kemampuan pikiran yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara objektif, memiliki suatu perasaan identitas yang kuat, berhubungan dan berakar di dunia, subjek atau pelaku dari diri dan nasib, dan bebas dari ikatan-ikatan sumbang.

Ada empat segi dalam kepribadian sehat yang ditambahkan oleh Fromm (Schultz 1993: 72-73), yaitu cinta yang produktif, pikiran yang produktif, kebahagiaan, dan suara hati.

Cinta yang produktif adalah cinta yang tidak mengikat, yaitu ketika seorang individu menjalin hubungan dengan sesamanya ia masih dapat mempertahankan identitas dirinya. Melalui cinta ini, individu bisa semakin mengembangkan dirinya dan menjadi lebih terbuka. Menurut Fromm cinta yang produktif tidak mudah untuk dilakukan, karena cinta yang produktif meliputi juga empat sifat yang menantang yaitu: perhatian, tanggung jawab, respek (rasa hormat) dan pengetahuan. Ketika seorang individu benar-benar mau melakukan cinta yang produktif, maka berarti ia mau memberikan perhatian yang penuh terhadap orang lain. Memperhatikan perkembangan mereka dan turut memikul tanggung jawab atas diri mereka, dalam artian siap mendengarkan kebutuhan-kebutuhan mereka. Respek dan pengetahuan berarti menghormati individu yang dicintai serta memiliki pengetahuan akan diri mereka sehingga individu dihormati sesuai dengan individualitas mereka apa adanya.

Pikiran yang produktif tercapai ketika seorang individu mau mencurahkan seluruh kemampuannya untuk melihat objek dan masalah secara menyeluruh, objektif, penuh rasa hormat, penuh pertimbangan, perhatian yang mendalam (ketelitian), serta mampu berpikir secara cerdas.

Fromm menyamakan kebahagiaan dengan kesehatan mental yang baik, tidak seperti ahli lainnya yang umumnya menganggap kebahagiaan hanyalah hasil

sampingan dari kepribadian sehat. Fromm menyatakan bahwa kehidupan produktif akan menghasilkan kebahagiaan.

Suara hati dibedakan menjadi dua, suara hati sehat yang disebut suara hati humanistis dan suara hati tidak sehat yang disebut suara hati otoriter. Suara hati humanistis adalah suara hati yang berasal dari diri internal individu. Suara hati ini akan membimbing individu dalam melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang cocok dengan dirinya. Sebaliknya suara hati otoriter berasal dari kekuatan luar yang kemudian terinternalisasi dalam diri individu. Kekuatan luar itu bisa siapa saja atau apa saja yang punya kekuasaan pada diri individu. Suara hati otoriter ini akan menghambat pertumbuhan yang penuh dari individu karena suara hati ini seringkali tidak cocok dengan keadaan diri individu yang sesungguhnya.

Dokumen terkait