• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Jung (Orang Yang Terindividuasi)

BAB II. KEPRIBADIAN SEHAT

B. Pandangan Para Ahli Psikologi Pertumbuhan

5. Model Jung (Orang Yang Terindividuasi)

Teori kepribadian Jung pada awalnya bermula dari psikoanalisis, karena memang dari aliran psikologi inilah dia pertama kali mengenal psikologi, namun kemudian akhirnya ia berpisah dengan Freud dan psikoanalisis. Meskipun teori kepribadian Jung biasanya dipandang sebagai teori psikoanalitik karena tekanannya pada proses-proses tak sadar (dalam hal ini ia bahkan melebihi psikoanalisis), namun berbeda dalam sejumlah hal penting dengan teori psikoanalisis Freud. Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dalam arti bahwa ia melihat ke masa depan atau ke arah garis perkembangan individu di masa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau.

Ciri khas dari teori Jung ialah tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Kepribadian adalah hasil warisan akumulatif dari generasi terdahulu. Manusia saat ini dibentuk dari pengalaman-pengalaman kumulatif nenek moyangnya yang merentang jauh ke belakang. Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap apa saja yang bisa diungkapnya tentang asal-usul ras dan evolusi kepribadian (Schultz, 1993).

Kepribadian yang sehat menurut Jung adalah individuasi. Individuasi adalah pengintregasian kepribadian yang merupakan hakekat kodrati manusia. Dalam Schultz (1993: 122) dikatakan, kesehatan psikologis menurut Jung adalah bimbingan dan pengarahan secara sadar terhadap kekuatan-kekuatan tak sadar. Alam kesadaran dan ketidaksadaran harus dintegrasikan sehingga kedua sisi bisa berkembang dengan

bebas. Proses ini adalah proses menjadi diri atau realisasi diri, perkembangan diri ke arah kesatuan yang stabil.

Dalam tulisan-tulisannya, Jung tidak menyajikan suatu daftar yang eksplisit tentang orang yang terindividuasi ini, namun gambaran-gambarannya tersebar dalam tulisan-tulisannya. Dalam Schultz (1993: 135-140) disajikan beberapa sifat dan karakteristik yang menyertai proses individuasi pada seseorang. Schultz tidak menyajikan sifat-sifat ini dalam poin-poin yang tersusun rapi, akan tetapi berupa deskripsi yang tersebar dalam paragraf-paragraf. Sejumlah sifat itu adalah sebagai berikut:

1. Menyadari segi-segi diri yang telah diabaikan. Syarat pertama dalam proses individuasi adalah individu menyadari segi-segi dalam dirinya yang telah diabaikan, yaitu kekuatan-kekuatan ketidaksadaran dalam diri kita. Untuk itu kita harus berjuang dalam mengenali ketidaksadaran, menghadapinya dengan terbuka dan tanpa syarat. Dalam Schultz (1993: 136) dijelaskan bahwa kita harus membawa suara ketidaksadaran kepada kesadaran kita, mendengar, menerima, dan mengikuti apa yang dikatakannya kepada kita. Bukan hanya ketidaksadaran, namun kita juga harus menyadari setiap segi kepribadian kita, setiaparchetypus, dan membawanya ke dalam suatu kesimbangan yang harmonis. Bahkan kita juga tidak hidup dengan faktor-faktor yang murni rasional saja, Jung menulis (dalam Schultz, 1993) “kita tidak akan pernah mengidentifikasikan diri kita dengan pikiran karena manusia tidak pernah akan menjadi makhluk pikiran saja” (hal. 136).

2. Sifat yang kedua ini berkaitan erat ataupun dapat dikatakan lanjutan dari sifat yang pertama. Individu yang terindividuasi ini (Jung mengatakan orang-orang ini adalah orang-orang dalam usia setengah baya) harus melepaskan atau tidak lagi terikat dengan tujuan-tujuan material yang pernah dimiliki dalam masa remaja dan dewasanya. Semua segi kepribadian yang menonjol dan dimiliki sebelumnya harus

bisa dilepaskan, karena dalam individuasi tidak ada satu fungsi atau satu sikap pun yang dominan. Semua sisi kepibadian yang pernah ada tidak boleh lagi mendominasi, namun harus di imbangi dengan segi kepribadian yang selama ini diabaikan. Semua segi kepribadian ini dibawa ke dalam suatu keseimbangan yang harmonis.

Perubahan dalam orang-orang yang menuju individuasi itu antara lain berupa perubahan pada kodrat archetypus-archetypus mereka. Ada empat archetypus utama yang diperkenalkan oleh Jung, yaitu persona, bayang-bayang,anima/animus, dan diri. Menurut Jung kita harus menerima semua perubahan pada archetypus kita, dimulai dari pelepasan persona (topeng-topeng) yang selama ini kita pakai. Lalu kita juga harus bisa menerima kekuatan-kekuatan bayang-bayang, baik yang bersifat destruktif maupun yang bersifat konstruktif. Kemudian kita harus menerima biseksualitas kita (anima dan animus). Kedua sisi kepribadian dalam diri kita harus diungkapkan untuk mengganti dominasi yang eksklusif dari salah satu pihak. Dengan pengungkapan ini maka orang-orang yang terindividuasi akan mencapai suatu tingkat pengetahuan diri yang tinggi dalam semua segi kepribadian mereka, baik pada tingkat sadar maupun pada tingkat tidak sadar. Dengan pengetahuan diri, maka orang-orang yang terindividuasi akan mengalami penerimaan diri. Mereka bukannya menyerah pada satu sisi kepribadian mereka yang ditekan selama ini, ataupun menyembunyikannya lebih lama lagi, namun mereka menerimanya apa adanya.

3. Sifat ketiga dalam proses individuasi ini yaitu integrasi diri. Ini juga merupakan kelanjutan dari proses yang kedua. Seperti yang dikatakan diatas, semua segi kepribadian tidak boleh lagi ada yang dominan. Semua segi kepribadian, baik itu kompleks-kompleks, sifat-sifat jenis kelamin, sikap-sikap, fungsi-fungsi psikologis, dalam tingkat sadar maupun tak sadar, semuanya dintegrasikan dan diharmoniskan. (Schultz, 1993).

ungkapan-diri. Semua segi kepribadian yang disadari, diintegrasikan dan diungkapkan haruslah dianggap sebagai suatu ungkapan diri.

Semua proses di atas bukanlah sebuah proses yang mudah. Orang-orang yang terindividuasi ini biasanya adalah orang-orang yang telah berusia setengah baya atau lebih tua dan telah melewati krisis-krisis yang hebat akibat perubahan kodrat kepribadian yang dialaminya.

Ada ciri-ciri tambahan dari orang-orang yang terindividuasi yang merupakan implikasi dari proses yang dilewati mereka saat menuju individuasi (Schultz 1993: 140). Ciri-ciri tersebut yang pertama adalah penerimaan dan toleransi terhadap kodrat manusia. Akibat terbukanya gudang ketidaksadaran kolektif (akumulasi dari semua pengalaman ketidaksadaran manusia), maka mereka akan mempunyai wawasan yang luas terhadap tingkah laku manusia pada umumnya. Mereka dapat memahami mengapa suatu tindakan tertentu diambil oleh orang tertentu. Dengan begitu berarti mereka punya rasa empati yang lebih besar terhadap sesamanya.

Yang kedua adalah bahwa orang-orang yang sehat menerima apa yang tidak diketahui dan misterius. Semua hal yang berada dalam batas-batas pikiran dan logika rasional telah dirasakan oleh mereka. Kini mereka mulai menerima kekuatan- kekuatan ketidaksadaran, mimpi-mimpi, fantasi-fantasi dan segala peristiwa supernatural dan spiritual. Bukan berarti mereka membuang semua logika rasional dan kesadaran mereka, namun mereka menempanya untuk membimbing mereka dalam menerima kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.

Yang ketiga adalah apa yang disebut Jung sebagai suatu kepribadian yang universal. Sifat dari orang dengan kepribadian sehat ini adalah bahwa mereka kehilangan kualitas-kualitas yang dominan pada diri mereka. Hal ini dapat terjadi karena proses individuasi yang telah mereka alami di atas, sehingga keunikan pada individu ini telah hilang. Mereka tidak dapat lagi digolongkan dengan tipe-tipe

kepribadian tertentu. Tidak ada lagi, misalnya, sebutan kepribadian introvert atau ekstrovert pada diri mereka, karena keduanya sama dominannya pada diri mereka.

Dokumen terkait