I.6 Kerangka Teori
I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik
I.6.2.2 Model Implementasi Kebijakan Publik
A. Model Van Meter dan Van Horn
Menurut Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005:99), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.
(2.) Sumber daya
Kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia.
(3.) Hubungan antarorganisasi
Dalam implementasinya, kebijakan perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Keberhasilan suatu kebijakan memerlukan koordinasi dan kerjasama antarinstansi.
(4.) Karakteristik agen pelaksana
Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan.
(5.) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
(6.) Disposisi implementor
a. Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;
b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan
c. Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Gambar 1.1. Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn
Sumber: Riant Nugroho, 2006:128
B. Model George C. Edward III
Dalam mengkaji suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Edward III, pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan: “Apakah prakondisi untuk implementasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk implementasi kebijakan yang sukses?”. Diperlukan suatu model kebijakan
Komunikasi antar organisasi dan kegiatan
pelaksanaan Ciri badan pelaksana Ukuran dan tujuan kebijakan Sikap para pelaksana Sumber-sumber kebijakan Lingkungan: Ekonomi, sosial, dan politik
Prestasi kerja
guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi.
Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:
1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?
2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan? Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Widodo, 2011:96).
Gambar 1.2. Model implementasi kebijakan George C. Edward III
Sumber: Widodo, 2011:107 Communication Resources Implementation Bureucratic Structure Dispositions
(1.) Komunikasi (Communication)
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan (Widodo, 2011:97) berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors).
Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transmission), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.
(2.) Sumber Daya (Resources)
Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III (Widodo, 2011:98) mengemukakan bahwa bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Sumber Daya Manusia (Staff)
Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.
b. Anggaran (Budgetary)
Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan,
sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.
c. Fasilitas (Facility)
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.
d. Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)
Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.
(3.) Disposisi (Disposition)
Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan,
sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik.
(4.) Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
C. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)
Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi, yakni;
(1.) Karakteristik Masalah, terdiri atas;
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang ada
Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk permasalahan sosial yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah sosial yang secara teknis sulit untuk dipecahkan. Sebagai contoh masalah sosial yang termasuk kategori mudah diselesaikan adalah seperti kekurangan persediaan beras di suatu daerah, kekurangan guru dalam suatu sekolah, dan lain-lain. Untuk contoh masalah
sosial yang termasuk kategori sosial yang cukup sulit dipecahkan adalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan masalah-masalah lain yang sejenis.
b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran
Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu kebijakan atau dapat dikatakan masyarakat setempat yang dapat bersifat homogen ataupun heterogen. Kondisi masyarakat yang homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi masyarkat yang lebih heterogen akan lebih menyulitkan ataupun mendapat lebih banyak tantangan dalam pengimplementasiaannya.
c. Prosentase kelompok sasaran terhadap total populasi
Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi itu sendiri.
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan
Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan seperti perda larangan merokok ditempat umum, pemakaian alat kontrasepsi dan Keluarga Berencana, dan lain-lain.
a. Kejelasan isi kebijakan
Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan isi yang jelas akan memudahkan sebuah kebijakan dan akan menghindarkan distorsi atau penyimpangan dalam pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan sudah memiliki isi yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang salah oleh implementor akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang, potensi untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar.
b. Seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis
Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau kebijakan yang dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena konteks dalam pembuatan kebijakan adalah menyangkut masalah sosial yang meski secara umum terlihat sama disetiap daerah, akan tetapi sebanarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda sehingga untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja.
c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut
Hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu kebijakan adalah masalah keuangan/modal. Setiap program tentu memerlukan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan mengelola sumber daya lainnya yang semua itu memerlukan modal.
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana
Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait baik secara vertikal maupun
horizontal.
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana
Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkan kegagalan pengimplementasian.
f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan
Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut.
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan
Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.
(3.) Lingkungan Kebijakan, terdiri atas;
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan suatu masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi sosialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program pembaruan dari masyarakat yang
masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai pembantu untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin mempermudah.
b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan
Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan memberikan insntif ataupun kemudahan, seperti pembuatan KTP gratis, dan lain-lain. Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat disinsentif seperti kenaikan BBM.
c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups)
Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, seperti: 1) Kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah kebijakan; 2) Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor
Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.
Gambar 1.3. Model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier
Sumber: Samodra Wibawa, 1994:26
D. Marilee S. Grindle (1980)
Menurut Grindle (1980), bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).
Daya Dukung Peraturan
1. Kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran 2. Teori kausal yang memadai
3. Sumber keuangan yang mencukupi 4. Integrasi organisasi pelaksana 5. Diskresi pelaksana
6. Rekrutmen dari pejabat pelaksana 7. Akses-formal pelaksana ke organisasi
lain
Variabel Non-Peraturan
1. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah
kebijakan 3. Dukungan publik
4. Sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama
5. Dukungan kewenangan
6. Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana
Proses implementasi
Keluaran Kesesuaian keluaran dampak dampak yang
kebijakan keluaran aktual diperkirakan
dari organisasi kebijakan dengan keluaran
pelaksana kelompok sasaran
kebijakan
perbaikan peraturan
Karakteristik Masalah
1. Ketersediaan teknologi dan teori teoritis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi
(1.) Isi Kebijakan, mencakup:
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan publik;
b. Jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran (target groups); c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan;
d. Apakah letak sebuah program sudah tepat;
e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci;
f. Sumber daya yang disebutkan apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.
(2.) Lingkungan Kebijakan, mencakup:
a. Seberapa besar kekuatan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;
b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Tujuan Kebijakan Tujuan yang ingin dicapai program aksi dan proyek individu yang di desaian dan dibiayai program yang dijalankan seperti direncanakan? mengukur keberhasilan
Gambar 1.4. Model implementasi kebijakan Grindle
Sumber: Riant nugroho, 2006 Melaksanakan kegiatan
dipengaruhi oleh:
(a) Isi Kebijakan
1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. Tipe manfaat
3. Derajat perubahan yang diharapkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program
6. Sumber daya yang dilibatkan
(b)Konteks Kebijakan
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap
Hasil kebijakan a. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok b. Perubahan dan penerimaan oleh masyarakat