• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 20

TAHUN 2011 DALAM PENERBITAN IJIN USAHA MINIMARKET

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana

(S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Administrasi

Negara

Oleh:

Chyntia Wulandari Padang

100903103

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Chyntia Wulandari Padang

NIM : 100903103

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011

Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

Medan, Juli 2014

Ketua Departemen

Dosen Pembimbing Ilmu Administrasi Negara

Drs.M.Ridwan Rangkuti M.Si

NIP.196110041986011001 NIP.196401081991021001 Drs.M.Husni Thamrin Nasutin,M.Si

Dekan FISIP USU

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan anugerah terbesar, semangat dan ketekunan kepada penulis selama masa

penyelesaian skripsi yang berjudul “Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20

Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket”. Adapun penulisan skripsi ini

sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan adanya kritik maupun saran yang

sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan,

semangat dan dorongan, baik itu secara moral maupun secara materil dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih

sedalam-dalamnya kepada pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam

pengerjaan skripsi ini, hanya Tuhan Yesus Kristus yang dapat membalasnya. Skripsi ini

saya dedikasikan untuk semua pihak yang telah banyak membantu, yaitu :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara , Bapak

Prof.Dr.Badaruddin, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution,

M.Si.

3. Kepada Ibu Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi

Negara FISIP USU dan selaku dosen wali yang memberikan bimbingan kepada

saya selama perkuliahan.

4. Kepada Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dari

awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah

(4)

6. Staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, khusus

untuk Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam

urusan administrasi.

7. Untuk Bapak Drs. M. Syahfrudin, M.Si selaku Sekretaris BPPT Kota Medan yang

telah bersedia meluangkan waktu dan banyak memberikan informasi kepada

penulis untuk keperluan penyusunan skripsi ini.

8. Untuk Bapak Drs. Abdul Rahim, M.Si selaku Kepala Seksi Usaha Perdagangan

dan Kemitraan Disperindag Kota Medan yang juga telah banyak memberikan

bantuan dan informasi kepada penulis selama penelitian.

9. Untuk BapakMuhammad Fahmi selaku Kepala Seksi Tata Letak dan Perncanaan

Dinas TRTB Kota Medan yang juga telah banyak memberikan bantuan dan

informasi kepada penulis selama penelitian.

10.Untuk seluruh Pegawai BPPT Kota Medan, Disperindag Kota Medan, dan Dinas

TRTB Kota Medan yang sangat ramah dan berbaik hati dalam memberikan setiap

data dan informasi yang dibutuhkan peneliti.

11.Untuk kedua orang tua saya Bapak S. Padang dan Ibu R. Br Barus, terima kasih

sedalam-dalamnya untuk semua doa, nasehat dan dukungan yang diberikan dalam

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang kalian

berikan untukku, terima kasih untuk pengorbanan kalian yang tiada habisnya.

Doa kalian yang mengantarku ke jalan kesuksesan. Semoga Bapak dan Mamak

selalu diberikan kesehatan dan perlindungan dari Tuhan Yesus Kristus. Amin.

12.Untuk abangku, Andika Surya Dena Padang, adik-adikku Andini Almasari

Padang dan Jherico Barrera Padang, terima kasih untuk dukungan kalian selama

ini dalam hal apapun dan semoga sukses buat kita semua. Amin.

13.Untuk sahabatku Firmadona Rajagukguk, terimakasih buat persahabatan yang

luar biasa dalam Yesus Kristus.

14.Untuk adik-adikku Nathan Christoff: Afrylia Sitorus, Marconi Sitompul, Eny

Sibuea, dan Ananda Tampubolon, terimakasih buat persekutuan dan cinta kasih

di dalam Kristus.

15.Untuk adik-adik PIPAku: Peselia Sagala, Gita Tarigan, dan Indra Simamora,

(5)

16.Untuk sahabat-sahabatku: Hanna Lubis, Windy Sitohang, dan Lasmaida

Panjaitan, terima kasih untuk hari-hari yang telah kita lalui bersama. Kalian yang

mengajarkan aku menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Terima kasih untuk

dukungan, saran dan masukan, semangat, doa, canda tawa, suka duka, terima

kasih untuk setiap permasalahan yang pernah kita alami bersama, yang membuat

kita jadi lebih dewasa. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini, jalan

kesuksesan telah membentang di depan kita.

17.Untuk teman-teman Magang saya di Desa Sei Musam Kendit, Zudika Manullang,

Anya Manurung, Ira Purba, Mariance Hasibuan, Nurhayati, Dewi, Yanan

Silalahi, Dion Sitompul, Fritz, Dedy Sembiring, Imam, dan Farid, terimakasih

buat kebersamaan kita di desa yang luar biasa.

18.Kepada seluruh teman-teman AN 2010 yang selalu menemani penulis dalam masa

perkuliahan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk

kebersamaan kita setiap hari nya, terima kasih untuk semuanya . Sukses buat

stambuk 2010 “AN Satu AN Jaya”.

Medan, Juli 2014

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang...1

I.2 Fokus Masalah...5

I.3 Rumusan Masalah...6

I.4 Tujuan Penelitian ...6

I.5 Manfaat Penelitian...7

I.6 Kerangka Teori...7

I.6.1 Kebijakan Publik...8

I.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik...8

I.6.1.2 Proses Kebijakan Publik...9

I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik...10

I.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik...10

(7)

I.6.3 Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011...25

I.7 Defenisi Konsep...29

I.8 Operasionalisasi Konsep...31

I.9 Sistematika Penulisan...32

BAB II METODE PENELITIAN II.1 Bentuk Penelitian ...34

II.2 Lokasi Penelitian ...34

II.3 Informan Penelitian...35

II.4 Populasi dan Sampel...35

II.5 Teknik Pengumpulan Data...36

II.6 Teknik Analisa Data...37

II.7 Pengujian Keabsahan Data...38

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1 Profil Kota Medan...39

III.2 Gambaran Kondisi Satuan Perangkat Kerja Daerah...44

BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1 Karakteristik Informan...53

(8)

IV.1.2 Identitas Informan Utama...53

IV.2 Penyajian Data Tentang Implementasi Peraturan Walikota

...Medan Nomor 20 Tahun 2011 Khusus Minimarket...55

IV.3 Data Sekunder...67

BAB V ANALISIS DATA

V.1 Gambaran Implementasi Kebijakan Berdasarkan Variabel...71

BAB VI PENUTUP

VI.1.Kesimpulan ...79

VI.2.Saran...81

DAFTAR PUSTAKA...87

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin...54

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn...13

Gambar 1.2. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III...14

Gambar 1.3. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier...23

Gambar 1.4. Model Implementasi Kebijakan Grindle...25

Gambar 2.1. Teknik Pengambilan Data...36

Gambar 3.1. Struktur Organisasi Pemko Medan...42

Gambar 3.2. Struktur Organisasi BPPT Kota Medan...45

Gambar 3.3. Struktur Organisasi Disperindag Kota Medan...47

Gambar 3.4. Struktur Organisasi Dinas TRTB Kota Medan...49

Gambar 4.1. Pojok Informasi...59

Gambar 4.2. Ruang Tunggu...59

Gambar 4.3. Kotak Saran...62

Gambar 4.4. Skematik Proses Perijinan...66

Gambar 4.5. Dua bangunan Minimarket berdiri sangat berdekatan...67

Gambar 4.6. Minimarket...68

Gambar 4.7. Supermarket...68

Gambar 4.8. Hypermarket...69

Gambar 4.9. Department Store...69

Gambar 4.10. Perkulakan...69

(11)

Gambar 4.12. Alfamart...70

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara

Lampiran 2 Daftar Pegawai BPPT Kota Medan

Lampiran 3 Daftar Minimarket yang telah mengurus ijin di Kota Medan

Lampiran 4 Contoh Formulir Ijin Usaha Perdagangan (Minimarket)

Lampiran 5 Contoh Formulir Ijin Gangguan (Ho)

Lampiran 6 Contoh Formulir Permohonan Tanda Daftar Perusahaan

Lampiran 7 Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Lampiran 8 Peraturan Walikota Medan Nomor 23 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan

dan Pembinaan Pasar Trsdisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Lampiran 9 Peraturan Walikota Medan Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun

(13)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 20 TAHUN 2011 DALAM PENERBITAN IJIN USAHA MINIMARKET

Nama : Chyntia Wulandari Padang

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Implementasi kebijakan merupakan wujud dari tahapan dari suatu kebijakan publik yang sudah dirumuskan. Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 merupakan terobosan untuk meningkatkan penataan aspek ekonomi dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.

Di dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif dengan maksud yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Sekretaris BPPT Kota Medan, Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Kemitraan Disperindag Kota Medan, dan Kepala Seksi Tata Letak dan Perencanaan Dinas TRTB Kota Medan, dan Informan utama yaitu 4 orang masyarakat yang mengurus ijin usaha Minimarket di BPPT Kota Medan.

Dari hasil penelitian Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket diperoleh bahwa terdapat kendala utama dalam pelaksanaan kebijakan/peraturan walikota Medan ini, yakni dalam aspek kejelasan isi kebijakan yang dilihat dari ketidaksesuaian Perwal dengan hukum di atasnya yang seharusnya menjadi acuannya (Permendag No. 58/2008). Hal ini dibuktikan dari kaburnya kewenangan dari Disperindag yang seharusnya berperan sebagai dinas yang memberikan rekomendasi hasil analisis kondisi sosial ekonomi sebagai salah satu syarat penerbitan sebuah ijin usaha untuk Minimarket, sekarang tidak dimuat lagi di dalam perubahan Perwal, dan tidak sesuainya surat ijin yang dikeluarkan dengan yang termuat di Perwal dimana disebutkan surat yang dikeluarkan adalah IUTM dan kenyataan di lapangan surat yang dikeluarkan adalah SIUP, Ho, dan TDP, sehingga dibutuhkan perbaikan-perbaikan ke depannya yang mengacu pada ekonomi kerakyatan.

___________________

(14)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 20 TAHUN 2011 DALAM PENERBITAN IJIN USAHA MINIMARKET

Nama : Chyntia Wulandari Padang

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Implementasi kebijakan merupakan wujud dari tahapan dari suatu kebijakan publik yang sudah dirumuskan. Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 merupakan terobosan untuk meningkatkan penataan aspek ekonomi dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.

Di dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif dengan maksud yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Sekretaris BPPT Kota Medan, Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Kemitraan Disperindag Kota Medan, dan Kepala Seksi Tata Letak dan Perencanaan Dinas TRTB Kota Medan, dan Informan utama yaitu 4 orang masyarakat yang mengurus ijin usaha Minimarket di BPPT Kota Medan.

Dari hasil penelitian Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket diperoleh bahwa terdapat kendala utama dalam pelaksanaan kebijakan/peraturan walikota Medan ini, yakni dalam aspek kejelasan isi kebijakan yang dilihat dari ketidaksesuaian Perwal dengan hukum di atasnya yang seharusnya menjadi acuannya (Permendag No. 58/2008). Hal ini dibuktikan dari kaburnya kewenangan dari Disperindag yang seharusnya berperan sebagai dinas yang memberikan rekomendasi hasil analisis kondisi sosial ekonomi sebagai salah satu syarat penerbitan sebuah ijin usaha untuk Minimarket, sekarang tidak dimuat lagi di dalam perubahan Perwal, dan tidak sesuainya surat ijin yang dikeluarkan dengan yang termuat di Perwal dimana disebutkan surat yang dikeluarkan adalah IUTM dan kenyataan di lapangan surat yang dikeluarkan adalah SIUP, Ho, dan TDP, sehingga dibutuhkan perbaikan-perbaikan ke depannya yang mengacu pada ekonomi kerakyatan.

___________________

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang

Medan sebagai sebuah ibukota provinsi yang besar, yakni provinsi Sumatera

Utara, tampak sebagai tempat yang menjanjikan untuk penghidupan yang layak. Sebagai

sebuah kota yang besar dan berlokasi strategis, kota Medan menjadi perlintasan dan

persinggahan dari berbagai suku bangsa untuk melakukan perdagangan. Kondisi yang

demikian menjadi salah satu faktor pendukung kegiatan ekonomi di kota tersebut.

Banyaknya individu maupun kelompok yang bersaing dalam usaha perdagangan

demi mencapai penghidupan yang layak, pada akhirnya membuat individu maupun

kelompok tersebut membuka usaha-usaha kecil tanpa memperhatikan undang-undang

ataupun peraturan-peraturan yang berlaku sehingga sering kali tidak memperhatikan

ekonomi kerakyatan. Hal ini terlihat dari tata ruang kota Medan yang menjadi tidak

teratur akibat lokasi pasar-pasar modern yang telah menjamur di mana-mana. Akibatnya,

terjadi persaingan yang tidak sehat di antara para pengusaha maupun pedagang.

Dalam masyarakat yang serba modern seperti sekarang ini, segala kegiatan

juga dilakukan secara modern. Salah satu yang menjadi ciri kemodernan tersebut yakni

adanya pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern tidak hanya dari segi

mode ataupun fashion, melainkan telah berkembang ke arah yang lebih luas lagi dengan

adanya pusat perbelanjaan untuk keperluan sandang-pangan serta segala kebutuhan

(16)

Berdasarkan prinsipnya, kehadiran pasar modern tentu diizinkan tumbuh dan

berkembang di suatu daerah. Di satu sisi, kehadiran pasar modern sangat membantu

masyarakat memenuhi kebutuhannya dengan mudah dan tidak menyita waktu karena

sebagian besar kebutuhan masyarakat tersedia di pasar-pasar modern tersebut. Akan

tetapi, seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan persaingan ekonomi, kehadiran pasar

modern yang tidak mematuhi kebijakan seperti jumlah yang berlebihan atau melewati

batas maksimum dan menyalahi segala aturan dalam kegiatan ekonomi yang ditetapkan

dianggap telah menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat sehingga mampu

mematikan pasar tradisional dan membuat pedagang kecil lainnya harus lebih dini gulung

tikar.

Beberapa pasar modern yang dikenal oleh masyarakat, seperti Carrefour,

Hypermart, termasuk juga pasar modern dengan sistem waralaba atau franchise, seperti

Indomaret, Alfamart dan Alfa Midi telah berkembang pesat. Dalam pelaksanaan kegiatan

ekonominya, pasar modern dengan sistem franchise, seperti Indomaret dan Alfamart

telah melebihi kapasitasnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya 3 hingga 5 kios pasar

modern dalam satu jalan di beberapa tempat di kota Medan. Akibatnya, pasar modern

tersebut terkesan menekan pedagang ataupun pasar tradisional di sekitarnya.

Menurut Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011, Tentang Penataan

dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang tercantum

pada Pasal 7 ayat 3, bahwa khusus Minimarket diatur jarak minimal 500 meter dari mini

market yang sudah ada, dan 250 meter dari pasar tradisional. Akan tetapi, dalam

Peraturan Walikota Medan Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas

(17)

sehingga keadaannya berbanding terbalik dari Peraturan Walikota Medan Nomor 20

Tahun 2011 tersebut.karena pada kenyataannya pasar modern berdiri secara berdekatan

antara satu dengan yang lainnya. Bahkan ada pasar modern yang bersebelahan dengan

pasar tradisional dan pedagang kecil lainnya.

Dalam peraturan perundang-undangan, Pasar Modern termasuk dalam pengertian

“Toko Modern”. Peraturan mengenai pasar modern diatur dalam Perpres Nomor 112

Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan

Toko Modern. Pengertian Toko Modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres 112/2007

adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara

eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket

ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Setiap toko modern wajib memperhitungkan

kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar serta jarak antara toko modern dengan pasar

tradisional yang telah ada (Pasal 4 ayat (1) Perpres 112/2007). Mengenai jarak

antarminimarket dengan pasar tradisional yang saling berdekatan, hal tersebut berkaitan

dengan masalah perizinan pendirian pasar modern (Minimarket).

Suatu pasar modern harus memiliki izin pendirian yang disebut dengan Izin

Usaha Toko Modern (IUTM) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota, dan khusus untuk

wilayah DKI Jakarta diterbitkan oleh Gubernur (Pasal 12 Perpres

112/2007). Kewenangan untuk menerbitkan IUTM ini dapat didelegasikan kepada

Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang

bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat (Pasal 11

Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan

(18)

53/2008”). Mengenai persyaratan untuk mendapatkan IUTM, Pasal 3 Perpres 112/2007,

disebutkan bahwa luas bangunan untuk minimarket adalah kurang dari 400m2. Lokasi pendirian dari Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota. Oleh sebab itu,

pemerintah perlu bertindak teliti dan tegas dalam pemberian izin usaha toko modern

karena banyak orang yang telah melanggar ketentuan yang telah disebutkan mengenai

usaha toko modern tersebut. Berikut ini adalah kutipannya:

BERITA PEMKO MEDAN

Kamis, 2012-03-15 10:20:00 Wib

54 INDOMARET DIPERINGATKAN

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan mulai bersikap tegas terhadap pengusaha Indomaret yang tidak memiliki izin usaha.

Kami sudah memberikan surat teguran dan pemanggilan secara tertulis, itu sementara. Untuk tindak lanjutnya kami masih menunggu mekanisme selanjutnya, kata Kepala Dinas Perindag Kota Medan Syarizal Arief, kemarin. Diketahui,terdapat 54 Indomaret di kota ini yang beroperasi tanpa izin usaha.

Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan selisih antara izin yang dikeluarkan Disperindag dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Saat ini, terdapat 184 Indomaret yang berdiri di Kota Medan. Namun, Disperindag baru mengeluarkan surat izin untuk 85 unit.Sedangkan BPPT hanya menerbitkan izin untuk sembilan Indomaret.Izin yang diberikan yaitu izin usaha toko modern (IUTM), izin gangguan (Ho), surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan surat tanda daftar perusahaan (TDP).

Menurut Syarizal, pihaknya tidak bisa serta merta langsung menindak dengan membongkar paksa bangunan Indomaret yang tidak berizin tersebut. Karena harus melalui beberapa proses,mulai dari teguran, sanksi administrasi, peringatan hingga akhirnya penindakan.

Kami ada standar operasional prosedur (SOP) kalau mau melakukan penindakan. Jadi, harus diikuti tahapannya dengan melakukan teguran terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan Peraturan Wali Kota (Perwal) No 20/2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, ucapnya.

Mengenai rencana Pemerintah Kota (Pemko) Medan membentuk tim untuk melakukan pengawasan dan penataan Indomaret di bawah pimpinan Asisten Ekonomi Pembangunan, menurut dia, masih tahap proses. Itu merupakan tim gabungan untuk melakukan pembinaan dan penataan terhadap pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Saat ini tim sedang dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait, tutur Syarizal.

(19)

akan mengurus izin sesuai ketentuan. Kemarin kami sudah memberi penjelasan kepada Komisi B DPRD, Disperindag dan BPPT bahwa kami akan mengurus izin secepatnya, katanya.

Di sisi lain, Ketua Komisi C DPRD Kota Medan Jumadi meminta Disperindag tidak memberi kompensasi terhadap usaha yang beroperasi tanpa izin. Disperindag harus menjalankan aturan sesuai dengan tugas dan fungsinya, yakni melakukan pengawasan. Setelah pengawasan dan terbukti ada yang menyalahi aturan tentu harus segera dilakukan penindakan.Tidak bisa usaha dibiarkan beroperasional tanpa izin, ucap Jumadi.

Berdasar Perwal No 20/ 2011, pusat perbelanjaan harus berjarak minimal 500 meter dengan pusat perbelanjaan lainnya. Ketentuan ini berlaku untuk toko modern, termasuk minimarket yang bersifat franchise. Perwal juga mengatur keharusan pusat perbelanjaan minimal berjarak 100 meter dengan sekolah, rumah ibadah serta pasar tradisional.

Sumber: Seputar Indonesia

29-9-13; 10.59 WIB

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa terdapat permasalahan di dalam penataan

dan pembinaan usaha pasar modern sebagaimana yang telah diatur di dalam peraturan

walikota Medan tersebut. Banyak pihak yang mengabaikan peraturan yang telah dibuat

sehingga terjadi permasalahan-permasalahan baik dari aspek sosial maupun ekonomi

dalam masyarakat kota Medan. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik untuk

meneliti bagaimana “Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun

2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket”.

I.2.Fokus Masalah

Penelitian ini memiliki fokus masalah yang menjadi batasan peneliti dalam

melakukan penelitian. Peneliti hanya memfokuskan penelitian mengenai implementasi

“Peraturan Walikota Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern” pada Toko Modern khusus

(20)

Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana proses pelaksanaan atau

implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin

Usaha Minimarket dengan melihat studi pada Kota Medan.

I.3. Rumusan Masalah

Pada dasarnya, penelitian itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data

yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Masalah merupakan bagian pokok

dari suatu kegiatan penelitian dimana peneliti mengajukan pertanyaan terhadap dirinya

tentang hal-hal yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penelitian.

Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang

dapat penulis rumuskan yaitu sebagai berikut:

“Bagaimana proses implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011

Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket?”

I.4. Tujuan Penelitian

Di dalam usulan atau rancangan penelitian, apapun format penelitian yang

digunakan, juga perlu secara jelas merumuskan tujuan penelitian yang hendak dihasilkan.

Tujuan penelitian ini ialah untuk menjawab perumusan masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya, yakni untuk mengetahui bagaimana proses implementasi Peraturan Walikota

(21)

I.5. Manfaat Penelitian

Kebijakan merupakan sarana dari pemerintah untuk mengatasi permasalah yang

dihadapi oleh masyarakat umum. Oleh sebab itu lahirnya sebuah kebijakan tertentu

diharapkan adanya perbaikan di dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini

kebijakan Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin

Usaha Minimarket.

Berdasarkan penjelasan di atas, adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Ilmiah: Menambah pengetahuan bagi penulis sendiri, baik secara teoritis

maupun secara praktis sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan berpikir

ilmiah, sistematis, dan metodologis dalam menyusun berbagai kajian literatur sehingga

menghasilkan suatu wacana baru dalam memperkaya wawasan kepustakaan

pendidikan.

2. Manfaat Praktis: Sebagai bahan masukan bagi dinas yang bersangkutan, dan dapat

dijadikan bahan informasi, acuan, dan pertimbangan bagi dinas dalam melaksanakan

peraturan walikota mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

3. Manfaat Akademik: Sebagai bahan referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu

Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.

I.6.Kerangka Teori

Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu kerangka

(22)

kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti

menyoroti masalah yang telah dipilih.

Menyusun teori diartikan sebagai serangkaian konsep, definisi, proposisi, yang

saling berkaitan dan tujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu

fenomena. Mengacu pada pendapat di atas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan

beberapa teori yang dapat dijadikan titik tolak atau landasan dalam penelitian ini.

I.6.1. Kebijakan Publik

I.6.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Anderson, kebijakan dipandang sebagai suatu tindakan yang mempunyai

tujuan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan

suatu masalah. Selanjutnya, Anderson (Nurcholis, 2007:263) mengklasifikasikan

kebijakan itu menjadi dua, yaitu:

1. Substantif, yaitu apa yang harus dilakukan pemerintah.

2. Prosedural, yaitu siapa dan bagaimana kebijakan itu diselenggarakan.

Menurut Woll (Tangkilisan, 2003:2), kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas

pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun

melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam definisi tersebut,

Woll menyatakan bahwa pengaruh dari tindakan atau aktivitas pemerintah tersebut ialah:

(1.) Adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang

lainnya dengan menggunakan kekuatan publik yang pada akhirnya dapat

(23)

(2.) Ada output kebijakan yakni dengan dibuatnya kebijakan, pemerintah dituntut

membuat peraturan, anggaran, personil, dan regulasi dalam bentuk program yang

akan mempengaruhi kehidupan masyarakat;

(3.) Adanya dampak kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

David Easton menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah adalah kekuasaan

mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan, ini mengandung

konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat.

Sementara menurut Hutington dan J. Nelson (Abidin, 2002:86), dalam masyarakat

modern, masyarakat melihat pemerintah sebagai bagian dari kehidupannya. Kebijakan

pemerintah selalu dirasakan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang

dilakukan pemerintah lewat keputusan bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian

tujuan negara secara utuh dengan cara pemanfaatan yang strategis terhadap sumber

daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.

I.6.1.2. Proses Kebijakan Publik

Holwet dan M. Ramesh (Suharto, 2006:13) berpendapat bahwa proses kebijakan

publik terdiri atas lima tahapan, yaitu:

1. Penyusunan Agenda, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian

dari pemerintah;

2. Formulasi Kebijakan, yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh

(24)

3. Pembuatan Kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan

suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan;

4. Implementasi Kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai

hasil;

5. Evaluasi Kebijakan, yakni proses untuk memonitor dan menilai kinerja atau hasil

kebijakan.

I.6.2. Implementasi Kebijakan Publik

I.6.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi

kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang

telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini

kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi

begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan memiliki arti apa-apa jika tidak dapat

dilaksanakan secara maksimal dan tidak dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat

tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk mengimplementasikan kebijakan

publik, maka ada dua pilihan langka yang ada, yaitu yang pertama langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program-program, atau yang kedua melalui

formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Menurut Pressman dan Wildavsky (Tangkilisan, 2003:9), implementasi kebijakan

(25)

tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara

yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

Menurut Patton dan Sawicki (1993) implementasi kebijakan adalah berbagai

kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan

mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan

yang telah diseleksi.

Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi

kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program

dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan

kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut

usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada

masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu.

Dari beberapa pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi

kebijakan merupakan proses pelaksanaan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk

pencapaian tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan tersebut.

I.6.2.2. Model Implementasi Kebijakan Publik

A. Model Van Meter dan Van Horn

Menurut Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005:99), ada enam variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:

(26)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir.

Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan

mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

(2.) Sumber daya

Kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun

sumber daya non-manusia.

(3.) Hubungan antarorganisasi

Dalam implementasinya, kebijakan perlu dukungan dan koordinasi dengan

instansi lain. Keberhasilan suatu kebijakan memerlukan koordinasi dan kerjasama

antarinstansi.

(4.) Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi,

norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan

mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan.

(5.) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan

dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan

yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan

dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

(6.) Disposisi implementor

(27)

a. Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya

untuk melaksanakan kebijakan;

b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan

c. Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh

implementor.

Gambar 1.1. Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn

Sumber: Riant Nugroho, 2006:128

B. Model George C. Edward III

Dalam mengkaji suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Edward III, pendekatan yang

digunakan terhadap studi implementasi dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan:

“Apakah prakondisi untuk implementasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan

primer untuk implementasi kebijakan yang sukses?”. Diperlukan suatu model kebijakan

(28)

guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Edward

melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat

banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan.

Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh

faktor-faktor tersebut terhadap implementasi.

Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih

dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:

1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?

Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan

penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication,

resources, disposition, dan bureucratic structure (Widodo, 2011:96).

Gambar 1.2. Model implementasi kebijakan George C. Edward III

Sumber: Widodo, 2011:107 Communication

Resources

Implementation

Bureucratic Structure

(29)

(1.) Komunikasi (Communication)

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada

komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan (Widodo, 2011:97) berarti merupakan

proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada

pelaksana kebijakan (policy implementors).

Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada

pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan,

arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat

mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar

proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan

kebijakan itu sendiri.

Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting

yaitu tranformasi informasi (transmission), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi

informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya

disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak

yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah

dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan,

kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan

dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten

sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran

(30)

(2.) Sumber Daya (Resources)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward

III (Widodo, 2011:98) mengemukakan bahwa bagaimanapun jelas dan konsistensinya

ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian

ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang

bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber

daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut

tidak akan efektif.

Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber

daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai

berikut:

a. Sumber Daya Manusia (Staff)

Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber

daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia

berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya,

sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup

untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan

sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.

b. Anggaran (Budgetary)

Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau

(31)

sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan

efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.

c. Fasilitas (Facility)

Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan

peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program

atau kebijakan.

d. Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)

Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama

informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu

kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan

menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.

(3.) Disposisi (Disposition)

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan

penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau

sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya

kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap

berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari

pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas,

wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan

Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi

kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat

(32)

sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana

dengan baik.

(4.) Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi

kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur

birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan

biasanya sudah dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi

setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng

dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur

birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang

selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

C. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variabel yang

mempengaruhi kesuksesan implementasi, yakni;

(1.) Karakteristik Masalah, terdiri atas;

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang ada

Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk

permasalahan sosial yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah

sosial yang secara teknis sulit untuk dipecahkan. Sebagai contoh masalah sosial yang

termasuk kategori mudah diselesaikan adalah seperti kekurangan persediaan beras di

(33)

sosial yang termasuk kategori sosial yang cukup sulit dipecahkan adalah seperti

pengangguran, kemiskinan, dan masalah-masalah lain yang sejenis.

b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran

Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu kebijakan atau dapat

dikatakan masyarakat setempat yang dapat bersifat homogen ataupun heterogen. Kondisi

masyarakat yang homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun

kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi masyarkat yang lebih

heterogen akan lebih menyulitkan ataupun mendapat lebih banyak tantangan dalam

pengimplementasiaannya.

c. Prosentase kelompok sasaran terhadap total populasi

Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah

diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya

sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya

menyangkut seluruh populasi itu sendiri.

d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan

Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari kelompok

sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan

lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan

memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau

perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan seperti perda

larangan merokok ditempat umum, pemakaian alat kontrasepsi dan Keluarga Berencana,

dan lain-lain.

(34)

a. Kejelasan isi kebijakan

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung

konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan isi yang jelas akan memudahkan

sebuah kebijakan dan akan menghindarkan distorsi atau penyimpangan dalam

pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan sudah memiliki isi

yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang salah oleh implementor akan dapat

dihindari dan sebaliknya jika isi suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang,

potensi untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar.

b. Seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis

Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau kebijakan yang

dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena konteks dalam pembuatan kebijakan

adalah menyangkut masalah sosial yang meski secara umum terlihat sama disetiap

daerah, akan tetapi sebanarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda sehingga

untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja.

c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut

Hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu

kebijakan adalah masalah keuangan/modal. Setiap program tentu memerlukan staff untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan

mengelola sumber daya lainnya yang semua itu memerlukan modal.

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi

pelaksana

Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi

(35)

horizontal.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana

Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan

aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkan kegagalan

pengimplementasian.

f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan

Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya

komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup

keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa

berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut.

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam

implementasi kebijakan

Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika

kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut

terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton

tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.

(3.) Lingkungan Kebijakan, terdiri atas;

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi

Kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan suatu

masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi

sosialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka

dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang sudah

(36)

masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai pembantu

untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin

modern tentu akan semakin mempermudah.

b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan

Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan

memberikan insntif ataupun kemudahan, seperti pembuatan KTP gratis, dan lain-lain.

Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat

disinsentif seperti kenaikan BBM.

c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups)

Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi

implementasi kebijakan melalui berbagai cara, seperti: 1) Kelompok pemilih dapat

melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui

berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah kebijakan; 2) Kelompok pemilih

dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak

langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan

membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.

d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor

Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang

dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus

memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan

(37)

Gambar 1.3. Model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier

Sumber: Samodra Wibawa, 1994:26

D. Marilee S. Grindle (1980)

Menurut Grindle (1980), bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik

dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy)

dan lingkungan implementasi (context of implementation). Daya Dukung Peraturan

1. Kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran 2. Teori kausal yang memadai

3. Sumber keuangan yang mencukupi 4. Integrasi organisasi pelaksana 5. Diskresi pelaksana

6. Rekrutmen dari pejabat pelaksana 7. Akses-formal pelaksana ke organisasi

lain

Variabel Non-Peraturan

1. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah

kebijakan 3. Dukungan publik

4. Sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama

5. Dukungan kewenangan

6. Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana

Proses implementasi

Keluaran Kesesuaian keluaran dampak dampak yang

kebijakan keluaran aktual diperkirakan

dari organisasi kebijakan dengan keluaran

pelaksana kelompok sasaran

kebijakan

perbaikan peraturan

Karakteristik Masalah

(38)

(1.) Isi Kebijakan, mencakup:

a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi

kebijakan publik;

b. Jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran (target groups);

c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan;

d. Apakah letak sebuah program sudah tepat;

e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci;

f. Sumber daya yang disebutkan apakah sebuah program didukung oleh sumber daya

yang memadai.

(2.) Lingkungan Kebijakan, mencakup:

a. Seberapa besar kekuatan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor

yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa;

(39)

Tujuan

Gambar 1.4. Model implementasi kebijakan Grindle

Sumber: Riant nugroho, 2006 Melaksanakan kegiatan

dipengaruhi oleh:

(a) Isi Kebijakan

1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. Tipe manfaat

3. Derajat perubahan yang diharapkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program

6. Sumber daya yang dilibatkan

(b)Konteks Kebijakan

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap

(40)

I.6.3. Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin

Usaha Minimarket

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 Tentang

Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko

Modern, yang dimaksud dengan Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha

yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual. Sedangkan

Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis

barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store,

Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.

Berdasarkan luasnya, Toko Modern dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

a. Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);

b. Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter persegi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi);

c. Hypermarket, lebih dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi);

d. Department Store, lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi); dan e. Perkulakan, lebih dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi).

Ketentuan-ketentuan mengenai perizinan usaha pusat perbelanjaan diatur dalam

Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Perpres No. 112/2007”) dan

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang

Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko

Modern (“Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008”). Menurut peraturan-peraturan

(41)

Dalam melaksanakan usaha pusat perbelanjaan tersebut, pemilik atau pengelola pusat

perbelanjaan wajib untuk memiliki izin usaha, yaitu Izin Usaha Pusat Perbelanjaan

(“IUPP”) untuk pertokoan, mall, plaza dan pusat perdagangan.

IUPP diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta. Bupati/Walikota selain Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

melimpahkan kewenangan penerbitan IUPP kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung

jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat.

Prosedur dan Tata Cara Pengajuan Permohonan IUTM:

Persyaratan untuk memohon IUTM Mini Market, dengan melampirkan:

a. Fotocopy KTP;

b. Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan yang berbadan hukum;

c. Fotocopy Surat Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan peruntukan;

d.Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta Usaha Kecil, termasuk koperasi

yang ada di wilayah yang bersangkutan; dan

e. Fotocopy Surat Izin Tempat Usaha dan/atau Surat Izin Gangguan.

Pengurusan permohonan IUPP tersebut tidak dikenakan biaya. Permohonan untuk

IUPP diajukan kepada Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang

perdagangan atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu Setempat dengan mengisi Formulir

Surat Permohonan dengan melampirkan dokumen sesuai persyaratan yang telah

(42)

Permohonan ditandatangani oleh pemilik atau penanggungjawab atau pengelola

perusahaan. Untuk mengajukan permohonan IUPP, perlu dilengkapi dengan studi

kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan terutama aspek sosial budaya

dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat dan rencana kemitraan dengan

usaha kecil.

Bila permohonan yang diajukan benar dan lengkap, maka Pejabat Penerbit Izin

Usaha dapat menerbitkan IUPP paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak

diterimanya Surat Permohonan. Sedangkan bila permohonan dinilai belum benar dan

lengkap, maka Pejabat Penerbit Izin Usaha memberitahukan penolakan secara tertulis

disertai dengan alasannya kepada pemohon paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung

sejak tanggal diterimanya Surat Permohonan. Perusahaan yang ditolak permohonannya

dapat mengajukan kembali surat permohonan izin usahanya disertai kelengkapan

dokumen persyaratan secara benar dan lengkap.

Perusahaan pengelola Pusat Perbelanjaan yang telah memperoleh IUPP tidak

diwajibkan memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Apabila terjadi

pemindahan lokasi usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern,

pengelola/penanggung jawab perusahaan wajib mengajukan permohonan izin baru. IUPP

berlaku selama masih melakukan kegiatan usaha pada lokasi yang sama dan wajib

dilakukan daftar ulang setiap 5 (lima) tahun.

Sedangkan, dalam rangka memperoleh izin usaha bagi Pasar Tradisional atau

Toko Modern yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

(43)

1. Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan;

2. Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga;

3. Kepadatan penduduk;

4. Pertumbuhan penduduk;

5. Kemitraan dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal;

6. Penyerapan tenaga kerja lokal;

7. Ketahanan dan pertumbuhan Pasar Tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal;

8. Keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah ada;

9. Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara Hypermarket

dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya; dan

10. Tanggung jawab soaial perusahaan.

(b.)Salinan IUPP Pusat Perbelanjaan atau bangunan lainnya tempat berdirinya Pasar

Tradisional atau Toko Modern;

(c.) Copy Akte Pendirian Perusahaan dan pengesahannya;

(d.) Surat pernyataan kesanggupan melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang berlaku;

(e.) Rencana kemitraan dengan UMKM untuk Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern.

I.7. Definisi Konsep

Menurut Masri Singarimbun, konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan

untuk menggambarkan kejadian secara abstrak, kelompok individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial. Untuk itu, peneliti menguraikan definisi konsep sebagai berikut:

(44)

Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintah lewat keputusan

bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh dengan cara

pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik yang

dimaksud akan dipakai dalam penelitian ini ialah Peraturan Walikota Medan Nomor

20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.

2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk

merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam

mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

Adapun indikator yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Kejelasan Isi Kebijakan

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung

konten yang jelas dan konsisten.

- Sumber Daya

Kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun

sumber daya non-manusia.

- Disposisi Implementor

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan

penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan

atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan

(45)

- Komunikasi (Communication) dan Koordinasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada

komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses

penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada

pelaksana kebijakan. Sedangkan, koordinasi adalah praktik pelaksanaan kekuasaan

dan kerjasama antarpihak yang mempunyai kewenangan.

- Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung

melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan

kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak

fleksibel.

3. Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011

Merupakan kebijakan pemerintah daerah (dalam hal ini walikota Medan) untuk

mengatur ekonomi daerah yang berbasiskan ekonomi kerakyatan sehingga tidak

mematikan pasar tradisional dan pedagang kecil.

I.8. Operasionalisasi Konsep

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka

mempermudah dalam mengumpulkan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat

penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut:

1. Kejelasan isi kebijakan

a. standar dan sasaran kebijakan

(46)

c. implementor yang jelas

2. Sumber daya

a. kemampuan sumber daya manusia pelaksana kebijakan

b. ketersediaan sumber daya manusia, financial dan peralatan/fasilitas

3. Disposisi implementor

a. persepsi pelaksana terhadap kebijakan

b. respon pelaksana kebijakan

c. tindakan pelaksana kebijakan

4. Komunikasi dan koordinasi

a. kerjasama antarinstansi yang terkait

b. batas-batas kewenangan organisasi/peran setiap agen

5. Struktur birokrasi

a. Standar Operasional Prosedur (SOP)

b. Pengawasan dan kontrol

I.9. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisi data.

(47)

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian dilapangan dan

dokumen-dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitain dan memberikan

interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas masalah yang

(48)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bentuk penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Danin (2002:41), penelitian deskriptif

adalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau

fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan

fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan

sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya

berdasarkan data yang diperoleh.

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3), penelitian kualitatif adalah

tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan

orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

II.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota

Medan Jln. Jend. A. H. Nasution No. 32 Lt. II, Dinas Perindustrian dan Perdagangan

(Disperindag) Kota Medan, dan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota

(49)

II.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil

penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi

dan sampel. Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek

penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin,

2007:76).

Informan penelitian ini ada dua macam, yaitu:

1. Informan kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian,

2. Informan utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial

yang diteliti,

Berdasarkan uraian tersebut, maka informan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri atas:

1. Informan kunci adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan,

Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan, dan Kepala Dinas Tata

Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.

2. Informan utama adalah masyarakat yang mengurus ijin usaha Toko Modern (khusus

Minimarket).

II.4. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (1994:57) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

(50)

data yang diperoleh selama tahun 2012 hingga tahun 2013, jumlah minimarket yang

terdaftar di Kota Medan adalah sebanyak 75 minimarket. Berdasarkan uraian tersebut,

maka populasi dari penelitian ini adalah pengelolaan toko modern di seluruh kecamatan

Kota Medan.

Di dalam Singarimbun (2008:34), sampel diartikan sebagai bagian dari populasi

yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain,

sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi. Adapun teknik penarikan

sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, yakni teknik penarikan sampel

secara sengaja dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Cara pengambilan datanya

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Teknik Pengambilan Data

Sumber: Chyntia, 2014 (diolah sendiri oleh peneliti)

II.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data dan informasi,

keterangan-keterangan yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

Kota Medan

Jumlah Kecamatan 21 kecamatan

(51)

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian

(field research) untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah

yang diteliti. Data primer tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Metode Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelitian ke lokasi

penelitian.

b) Metode Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara

tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan

atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan

kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Data sekunder tersebut dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan

berbagai literatur seperti buku, dokumen, majalah, jurnal, internet dan berbagai

bahan yang berhubungan dengan objek penelitian.

b)Studi Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada dalam

lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan masalah penelitian.

II.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

(52)

dari para informan kunci (key informan). Teknik analisis data ini didasarkan pada

kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data dan informasi, kemudian data yang

diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat

mengungkapkan permasalahan penelitian dan kemudian dapat menarik kesimpulan.

II.7. Pengujian Keabsahan Data

Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan

reliable. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian kualitatif dilakukan upaya validasi data.

Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat reliabilitas dan

validitas data yang diperoleh. Dengan mengacu pada Moleong (2006), untuk pembuktian

dan validitas data ditentukan oleh kredibilitas dan interpretasinya dengan mengupayakan

temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang senyatanya dan

Gambar

Gambar 1.1. Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn
Gambar 1.2. Model implementasi kebijakan George C. Edward III
Gambar 1.3. Model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier
Gambar 1.4. Model implementasi kebijakan Grindle
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan merupakan terobosan untuk meningkatkan penataan pola

Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031. Dalam mengkaji suatu

Tinjauan Yuridis Peraturan Walikota Nomor 85 Tahun 2009 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 89 Tahun 2009 tentang Pembatasan Usaha..

Pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket Di Kota Yogyakarta ...………. Arah Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam

Peraturan Walikota Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket Di Kota Yogyakarta.. 62 Website

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi Peraturan Walikota Semarang Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Penataan Toko Modern Minimarket Kota

Pada saat Peraturan Walikota ini mulai berlaku, maka Peraturan Walikota Surabaya Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Miskin (Berita Daerah Kota