• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR,

A. Kajian Teoretis

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Definisi dan Landasan Teori

Tidak seperti pada pembelajaran konvensional yang memusatkan perhatian pada masalah setelah pemberian instruksi-instruksi dasar pada fakta dan keterampilan, PBL dimulai dengan pengamatan terhadap sebuah masalah, selanjutnya proses pembelajaran dilakukan berkaitan dengan fakta dan keterampilan dalam konteks yang relevan diberikan.

PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.17 PBL menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. PBL memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran konvensional, siswa lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.

Model pembelajaran berbasis masalah membuat siswa bertanggung jawab pada pembelajaran mereka melalui penyelessaian masalah dan melakukan kegiatan inkuiri dalam rangka mengembangkan proses penalaran. Pembelajaran berbasis masalah lebih menempatkan guru sebagai fasilitator dari pada sebagai sumber. Pembelajaran Berbasis Masalah juga mendukung siswa untuk

17

memperoleh struktur pengetahuan yang terintegrasi dalam masalah dunia nyata, masalah yang akan dihadapi siswa dalam dunia kerja atau profesi, komunitas, dan kehidupan pribadi.18

PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pembelajar (siswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended

melalui stimulus dalam belajar.19 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan suatu permasalahan yang selanjutnya akan dicarikan solusinya.

Sebagaimana umumnya model-model pembelajaran lain, PBL memiliki beberapa landasan teori khusus yang membedakannya dengan model pembelajaran lain. Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa PBL mempunyai landasan teori utama konstruktivisme, baik itu konstrukvisme kognitif Piaget maupun konstruktivisme sosial Vygotsky. Namun demikian, di samping konstruktivisme, PBL juga dilandasai oleh beberapa teori pembelajaran yang lain. Beberapa di antaranya adalah teori pembelajaran demokratis Dewey dan pembelajaran penemuan Bruner. Berikut ini adalah penjelasannya. 1. Dewey dan Kelas Demokratis

Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan agar sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan nyata. Dewey juga menganjurkan guru untuk mendorong

18Suchaini, “Pembelajaran Berbasis Masalah,” artikel diakses pada tanggal 23 Januari 2009 dari http://suchaini.wordpress.com/2008/12/15/pembelajaran-berbasis-masalah/

19 I Wayan Dasna dan Sutrisno, “Pembelajaran Berbasis Masalah”, artikel diakses pada tanggal 23 Januari 2009 dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran-berbasis-masalah/

siswa terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual sosial.

Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat daripada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang menarik dan pilihan mereka sendiri. Visi pembelajaran yang berdaya guna atau berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki secara pribadi situasi yang bermakna secara jelas menghubungkan PBL kontemporer dengan filosofi pendidikan dan pedagogi Dewey.

2. Bruner dan Pembelajaran Penemuannya

Jerome Bruner mengajukan sebuah model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu. Hal ini akan menuntut siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. PBL juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Bruner memerikan

scaffolding sebagai suatu proses ketika seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. Konsep scaffolding

ini sama dengan konsep scaffolding yang diajukan Vygotsky pada teorinya tentang konstruktivisme sosial. 20

b. Karakteristik Utama PBL

PBL memiliki karakteristik-karakteristik khusus yang membedakannya dengan model pembelajaran lain. I Nyoman Pasek menyebutkan bahwa karakteristik PBL adalah sebagai berikut.

20

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

PBL dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. PBL mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata dan autentik untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin

Meskipun PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, namun masalah yang dipilih benar-benar nyata. Hal itu dimaksudkan agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

c. Penyelidikan autentik

PBL menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya

PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artifak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang hal yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif terhadap laporan tradisional atau makalah.

e. Kerjasama

PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sama lain. Bentuk kerja sama ini dilakukan paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. 21

Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Warmada mengungkapkan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PBL, yaitu sebagai berikut.

a. Permasalahan atau tugas (triggering problem/question). Permasalahan yang disajikan sebaiknya memenuhi karakteritik sebagai berikut.

1) Tidak mempunyai struktur yang jelas sehingga siswa terdorong untuk membuat sejumlah hipotesis dan mengkaji berbagai kemungkinan penyelesaian masalah. Permasalahan yang kurang berstruktur ini sebaiknya dirancang oleh guru, agar siswa termotivasi dan berkesempatan untuk secara bebas mencari informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumber.

2) Cukup kompleks dan ambigu sehingga siswa terdorong untuk menggunakan strategi-strategi penyelesaian masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti melakukan analisis dan sintesis, evaluasi, dan pembentukan pengetahuan dan pemahaman baru.

3) Bermakna dan berhubungan dengan kehidupan nyata siswa, sehingga mereka termotivasi untuk mengarahkan dirinya sendiri dan menguji pengetahuan dan pemahaman lama mereka dalam menyelesaikan tugas tersebut.

21I Nyoman Pasek, “Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction),” artikel

diakses pada tanggal 23 Januari 2009 dari

b. Karakteristik kelompok. Pembagian kelompok dilakukan dengan acak antara 5 sampai 8 orang. Pembagian kelompok ini juga harus mempertimbangkan heterogenitas. Kelompok yang baik adalah kelompok yang cukup heterogen.

c. Sumber belajar, yaitu bahan bacaan atau informasi dari nara sumber yang dapat dijadikan acuan bagi siswa dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan. Karena bentuk tugas akan memancing beragam pemikiran, maka sumber belajar yang tersedia juga diharapkan cukup bervariasi dan dalam jumlah yang memadai.

d. Waktu kegiatan. Disesuaikan dengan beban kurikulum yang hendak dicapai. Berkaitan dengan hal ini, setiap guru memiliki kebijakan sendiri dalam menyusun waktu kegiatan yang akan dilaksanakan. 22

c. Tahapan Pembelajaran PBL

Tahapan-tahapan yang harus dilakukan pada PBL ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut ini.23

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1 Orientasi siswa

pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubric assesment yang akan digunakan dalam menilai kegiatan atau hasil karya siswa.

22 I Wayan Warmada, “Problem Based Instruction (PBI) Berbasis Teknologi Informasi (ICT): prosidingSeminar “Penumbuhan Inovasi Sistem Pembelajaran: Pendekatan Problem-Based Learning Berbasis ICT (Information and Communication Technology)”, 15 Mei 2004 dan CAFEO-21 (21st Conference of The Asian Federation of Engineering Organization), 22-23 Oktober 2003, h.2-3.

23

I Nyoman Pasek, Op.Cit. dan Diah Mulhayatiah dalam Gelar Dwirahayu, dkk., Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h. 128 -130.

Tahap 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3 Membimbing

penyelidikan individu maupun

kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap 4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction, DI)

Dokumen terkait