• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Kooperatif

Dalam dokumen Post (Halaman 45-52)

MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN A Model Pembelajaran

5. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Konsep Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, Ada empat unsur penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan jelompok; (3) adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa

bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya

pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang didasarkan atas latar belakang kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.

Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waktu dan tempat pelaksanaan, dan lain

45

sebagainya.

Salah satu model dari model pembelajaran kelompok adalah model

pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan.

Slavin (195) mengemukakan dua alas an. Pertama, beberapa hasil oenelitian

membuktikan bahwa pemggunaan pembelajaran kooperatif Japat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan cemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan

Jiri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua,

pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam

belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan

pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mernpunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.

Model pembelajaran ini bisa digunakan manakala :

• Guru menekankan pentingnya usaha kolektif disamping usaha

individual dalam belajar.

• Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar

saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.

• Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman

lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.

• Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan

46

• Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah

tingkat partisipasi mereka.

• Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajarankooperatifberbedadenganmodelpembelajaranyanglain.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.

Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap angota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuankan keberhasilan kelompoknya.

Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara kelompok dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, di mana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperolah keberhasilan.

Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi

untuk menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian,

karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah : a. Pembelajaran secara kelompok

b. Didasarkan pada manajemen kooperatif c. Kemauan untuk bekerja sama

47

c. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan di bawah ini:

1) Prinsip Ketergantungan Positif

Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memeriukan Kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya

2) Tanggung Jawab Perseorangan

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.

3) Interaksi Tatop Muka

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka sating memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerjasama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing- masing.

4) Partisipasi dan Komunikasi

Rembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartistpasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu tnembekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, cara menyatakan ketidaksetuuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak memojokkan; cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.

48

d. Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:

1) Penjelasan Materi

Tahap penjelasan diartikan sebagai proses .penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok. Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan Tanya jawab, bahkan kalau perlu guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat labih menarik siswa.

2) Belajar dalam Kelompok

Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.

3) Penilaian

Penilaian dalam model pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuarv setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok

4) Pengakuan Kelompok

Pengakuan kelompok adalah penetapan kelompok mana yang dianggap paling menonjol atau kelompok paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi kelompok untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivitasi kelompok lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.

49

6.Model Pembelajaran Kontekstual

a. Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk.dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL

menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya mener.ima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan

menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong siswa agar

dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinta CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat rnemahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam kontek CTL, bukan untuk ditumpuk diotak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarung kehidupan nyata.

Sehubungan dengan itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CT :

1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang

akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. 2) Pembelajacan yang kontekstual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).

Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajarai secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.

50

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying

knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya

harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak

perubahan perilakusiswa.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

b. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional

Apa perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran konvensional seperti yang banyak diterapkan sekolah sekarang ini? Di bawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan kedua model tersebut dilihat dari konteks tertentu.

1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan 1 menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif

2) Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok,

seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan member!. Sedanskan dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.

3) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara

riil, sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoretis dan abstrak.

4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan

dalampembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.

5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah

kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah nilai atau angka.

6) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri

sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan

51

atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takit hukuman atau sekadar untuk memp.eroleh angka atau nilai dari guru.

7) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu

berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional ha I ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.

8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam

memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing- masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja

dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.

10)Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek

perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.

Beberapa perbedaan pokok si atas, tnenggambarkan bahwa CTL memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya.

Dalam dokumen Post (Halaman 45-52)