• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Model Pembelajaran Kooperatif

1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pengembangan teknis belajar bersama, saling membantu dan bekerja sebagai sebuah tim (kelompok ). Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu dalam pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

Slavin (2008:4) mendefinisikan bahwa, Model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Para siswa saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Di dalam model pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Setiap kelompok yang heterogen maksudnya terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada kerjasama dalam proses belajar bagi siswa untuk mengkonstruk pengetahuan. Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok biasa.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tertentu, seperti yang dirangkum sebagai berikut : a).Tujuan Kelompok, kebanyakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan kelompok; b).Pertanggungjawaban individu, pertanggungjawaban individu dicapai dengan 2 cara, pertama untuk memperoleh skor kelompok dengan menjumlah skor setiap anggota kelompok. Cara kedua dengan memberikan tugas khusus di-mana setiap siswa diberi tanggung jawab untuk setiap bagian tugas kelompok; c).Kesempatan untuk sukses, keunikan dalam model pembelajaran kooperatif ini yaitu menggunakan metode skoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam tim, d) kompetisi tim, sebagai sarana untuk memotivasi

commit to user

siswa dalam bekerjasama dengan anggota timnya, e) spesialisasi tugas dan f) adaptasi terhadap kebutuhan kelompok. (Slavin , 2008: 26-28).

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif adalah: meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan kesadaran untuk berpikir, menyelesaiakan masalah, mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan, dan mengambangkan hubungan antara siswa. Sedangkan kelemahan pembelajaran kooperatif adalah: memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya, bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk, dan bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya (Slavin, 2008:4-5).

Untuk keberhasilan dalam proses pembelajarn kooperatif, guru disarankan mengikuti langkah-langkah yang benar mulai dari perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan belajar. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa saling bekerja sama satu dengan yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan pengetahuan dan saling mengisi kekurangan anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman dalam satu kelompoknya yang mempunyai kemampuan lebih. Bagi siswa yang mampu, diharapkan bisa lebih berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang mampu.

Menurut Anita Lie dalam bukunya Cooperative Learning bahwa : “model

Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada

unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa : “tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning”, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yang dirangkum sebagai berikut :

a) Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

commit to user

b) Tanggung jawab perseorangan.

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatife, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatife membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dalam kelompok.

c) Tatap muka.

Dalam model pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

d) Komunikasi antar anggota.

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

e) Evaluasi proses kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif (Anita Lie, 2008: 31-37).

Ada enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Tim Instruktur Fisika Jawa Tengah (2003:FIS/LKGI/12) tahapan pembelajaran kooperatif tersebut adalah: Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

commit to user

Fase-fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Fase 2 Menyajikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Fase 4 Membimbing

kelompok bekerja dan belajar. Fase 5 Evaluasi Fase 6 Memberikan penghargaan.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajarinyaatau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individualdan kelompok.

(Agus Suprijono, 2009: 65) Slavin ( 2008:11 ) membedakan model pembelajaran kooperatif dalam beberapa tipe yaitu: “Student Team Achievement Division ( STAD ), Team Games Tournament ( TGT ), Team Assisted Individualization ( TAI ), Cooperative Integrated Reading And Composition ( CIRC ), dan Jigsaw”.

commit to user

a) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif tipe yang paling

sederhana, di mana siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dan pada saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Skor yang didapat hingga mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan yang lain.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pembelajaran ini siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin ( 2008:12 ): “gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru”.

Adapun komponen-komponen dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2008 : 143-160), dapat dirangkum sebagai berikut. 1). Presentasi Kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering

dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajaran dengan presentasi audiovisual. Tetapi bedanya dengan pengajaran biasa adalah pengajaran ini berfokus pada unit STAD. Sehingga siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kerena hal ini akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2). Tim, terdiri atas empat atau lima orang yang heterogen. Fungsi utama dari tim adalah untuk memastikan bahwa semua aggota tim benar-benar belajar, sehingga setiap anggota tim akan siap mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan, yang berupa pembahasan masalah, membandingkan jawaban, dan mengoreksi kesalahan pemahaman antar anggota tim.

commit to user

3). Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu atau dua periode praktikum tim. Para siswa tidak diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk mamahami materinya.

4). Skor Kemajuan Individual. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepada setiap seswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa usaha yang terbaik. Tiap siswa diberika skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

Tabel 2.2 Perbandingan Skor Kuis dan Poin Kemajuan.

Skor Kuis Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 10 – 1 poin di bawah skor awal

Skor awal sampai 10 poin di tas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal

5 10 20 30

5). Rekognisi Tim. Tim mendapat penghargaan jika skor rata-rata mereka dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan. Kelompok dengan skor tertinggi

mendapatkan kriteria Superteam, kelompok dengan skor menengah

commit to user

Skema model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar.2.1. Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

b) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al, teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara” (Anita Lie,2008:69).

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa

dibagi berkelompok dengan anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi

pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi dalam beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok masing-masing ditugaskan untuk membaca sub bab yang yang berbeda-beda sesuai dengan yang ditugasi oleh guru dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu. Kelompok

Pembentukan kelompok secara heterogen (beranggotakan 4-6 orang)

Presentasi Kelas

(guru menyampaikan materi pelajaran)

Kegiatan Kelompok (belajar kelompok dengan LKS)

Kuis oleh masing-masing individu

Skoring individual dan kelompok

commit to user

siswa yang sedang mempelajari sub bab ini disebut sebagai kelompok ahli.

Setelah itu para siswa kembali ke kelompok asal mereka dan bergantian mengajarkan kepada teman sekelompoknya tentang hasil diskusinya di kelompok ahli. Demikian dilakukan oleh semua anggota kelompok atas kajian di kelompok ahli. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub bab lain, selain sub bab yang sudah dipelajari adalah mendengarkan secara sungguh-sungguh terhadap teman satu kelompok mereka. Setelah selesai pertemuan dan diskusi di-kelompok asal, siswa diberikan kuis secara individu tentang materi ajar.

Gambar 2.2. Skema Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Skema pembelajaran tipe Jigsaw adalah seperti yang ditunjukkan oleh gambar di atas. Dimana menggambaran proses pembentukan dan pembagian kelompok.

Menurut Anita lie (2008: 69-70), langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif adalah :

1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat

bagian.

2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.

3) Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

4) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan

siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya.

5) Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka

commit to user

6) Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang

dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

7) Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan

bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

8) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan

pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

Variasi untuk pembelajaran Jigsaw adalah jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk Kelompok Para Ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekan dalam kelompoknya.

Untuk skema pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sepertii yang disampaikan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Tabel Skema Pelaksanaan Pembelajaran Tipe Jigsaw.

7. Keaktifan Siswa

a. Pengertian Keaktifan Siswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:31) bahwa ”aktivitas adalah keaktifan, kegiatan”. Sardiman (2011:100) menyatakan bahwa ”aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”. John Dewey yang

commit to user

dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono (2006:44) mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa untuk dirinya sendiri. Guru hanya sekedar pembimbing dan pengarah. Belajar hanya terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

Dari pengertian tersebut di atas maka keaktifan memiliki arti yang sama dengan arti aktivitas yaitu suatu kegiatan atau kesibukan. Sedangkan keaktifan belajar adalah kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa dalam belajar yang berupa keaktifan fisik dan mental.

b. Pentingnya Keaktifan Siswa

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Orang yang belajar harus aktif, karena tanpa adanya tindakan yang aktif, belajar tidak mungkin berjalan. Sardiman A.M (2011:95) mengatakan bahwa “Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Sehingga terlihat disini bahwa aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut Rousseau yang dikutip oleh Sardiman A.M. (2011:96-97) mengatakan bahwa “ Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani atau teknis”.

Semua cara belajar itu mengandung keaktifan pada siswa, meskipun kadar keaktifannya berbeda-beda. Ada kegiatan belajar yang mempunyai kadar keaktifan yang tinggi dan ada pula yang rendah, tidak mungkin ada titik nol. Jadi disini terlihat bahwa sesungguhnya belajar dapat dicapai melalui proses yang bersifat aktif walaupun dengan kadar yang berbeda.

Jadi dari pandangan dari beberapa ahli di atas, maka jelas dalam pembelajaran anak didik harus aktif berbuat. Atau dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan keaktifan yang bersifat jasmani, fisik, dan mental.

c. Bentuk-Bentuk Keaktifan Siswa

Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan, dan aspirasinya sendiri. Belajar yang dilakukan siswa

commit to user

tidak mungkin dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak mungkin dilimpahkan kepada orang lain. Dimyati dan Mudjiono (2006:44) menemukakan bahawa:

Semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan. Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan ini beraneka ragam bentuknya, mulai dari kegiatan fisik maupun psikis. Keaktifan siswa dalam belajar tersebut dapat muncul dalam berbagai bentuk, misalnya mendengarkan seorang guru yang sedang berceramah, mendiskusikan sesuatu dengan guru atau teman sekelas, dan sebagainya.

Pendapat Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2011:101) membuat suatu daftar yang berisi macam-macam aktivitas siswa yang digolongkan menjadi 8 aktivitas di antaranya :

1) Visual activities

Contohnya : membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, atau pekerjaan orang lain.

2) Oral Activities

Contohnya : menyatakan pendapat

3) Listening activities

Contohnya : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato

4) Writing activities

Contohnya : menulis karangan, cerita, laporan, angket, menyalin

5) Drawing activities

Contohnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram

6) Motor activities

Contohnya : melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi, bermain, berkebun, beternak

7) Mental activities

Contohnya : menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8) Emosional activities

Contohnya : menaruh minat, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tegang.

Dengan klasifikasi di atas menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam kegiatan tersebut harus berusaha diciptakan di dalam kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam belajar.

Belajar bukan hanya sekedar menghafal suatu teori, melainkan juga dihadapkan pada fakta-fakta dan pemecahan berbagai masalah. Siswa dituntut banyak melibatkan diri dalam proses belajar, misalnya: mendengarkan, memperhatikan, dan tanya jawab dengan guru.

commit to user

Nana Sudjana (1996:61) mengemukakan bahwa “ Keaktifan siswa dapat dinilai dengan cara:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

2) Terlibat dalam pemecahan soal

3) Bertanya pada siswa lain atau guru apabila tidak memahami apa yang dihadapinya.

4) Berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

5) Melaksakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

6) Menilai kemampuan dari hasil-hasil yang dipelajari

7) Melatih diri dalam memecahkan masalah yang sejenis.

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian keaktifan siswa dapat dilihat bagaimana siswa berperan aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya dan pemecahan masalahnya. Penilaian lain dapat dilihat dari bagaimana usaha siswa mencari informasi, bekerjasama dengan temannya untuk memecahkan masalah belajar.

8. Kemampuan Kognitif Siswa

Adanya suatu penilaian merupakan salah satu bagian dari kegiatan atau usaha. Melalui kegiatan ini, kita dapat mengetahui sejauh mana hasil dari suatu kegiatan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, hasil yang didapat biasanya disebut dengan kemampuan kognitif yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan memberikan masukan bagi guru untuk mengetahui seberapa banyak siswa mampu menguasai materi yang diterima selama proses pembelajaran tersebut berlangsung.

Cara penalaran (kognitif) seseorang terhadap suatu objek selalu berbeda-beda dengan orang lain. Artinya orang yang sama mungkin akan mendapat penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi karena berbeda, dalam penalaran berbeda pula dalam kepribadian maka terjadilah perbedan individu. Aspek kognitif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang dikembangkan oleh Bloom yang dikutip oleh Aunurrahman (2009: 49), komponen kognitif meliputi:

commit to user

a) Pengetahuan (knowledge) yaitu berhubungan dengan mengingat materi

pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit, seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat diingat saja. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan tingkatan ranah kognitif yang paling sederhana.

b) Pemahaman (comprehension), adalah kemampuan memahami arti

sesuatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada pengetahuan.

c) Penerapan (application), adalah kemampuan menggunakan atau

menafsirkan sesuatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi konkret, seperti menerapkan sesuatu dalil, metode, konsep, atau teori. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pemahaman.

d) Analisis (analysis), adalah kemampuan menguraikan atau menjabarkan

sesuatu ke dalam komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian, serta prinsip yang digunakan dalam organisasi atau susunan materi pelajaran.

e) Sintesis (syntesis), merupakan kemampuan untuk menghimpun bagian

ke dalam suatu keseluruhan, seperti merumuskan tema, rencana atau melibatkan hubungan abstrak dari berbagai informasi atau fakta.

f) Evaluasi (evaluation), berkenaan dengan kemampuan menggunakan

pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau cerita tertentu.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh Bloom tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan kognitif tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan saja, tetapi di dalamnya terdapat jenjang/tingkatan-tingkatan yang berhubungan dengan aspek mengingat dan berpikir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan aktivitas kerja otak.

9. Kalor

Dalam kehidupan sehari-hari dikenal istilah suhu dan kalor. Sebuah oven yang panas dikatakan memiliki suhu tinggi, sebaliknya es dari kulkas dikatakan memiliki suhu rendah. Dalam kehidupan sehari-hari juga terjadi beberapa peristiwa yang diakibatkan adanya pemanasan, gelas pecah karena diberi air terlalu panas atau ban motor meletus karena ditaruh di tempat panas seharian. Hal tersebut dapat dijelaskan secara rinci dalam materi suhu dan kalor.

commit to user

a.Suhu

Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika. Suhu menyatakan tingkat (derajat) panas atau dinginnya suatu zat. Suhu diukur dengan termometer. Berdasarkan zat yang digunakan dalam termometer, ada beberapa macam termometer, antara lain: termometer cairan, termometer gas, pirometer, termostat, dan termokopel.

Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat ( padat, cair, gas) yang mengalami perubahn jika suhunya berubah. Sensitifitas benda terhadap perubahan suhu dinamakan sifat termometrik zat. Perubahan termometrik zat

Dokumen terkait