• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU

DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS

Skripsi Oleh: Suyatmi K2306036

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU

DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS

Oleh: Suyatmi K2306036

Skripsi

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan P. MIPA

Universitas Sebelas Maret

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

v

ABSTRAK

Suyatmi, PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN DI KELAS. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (2) Ada atau tidak adanya pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (3) Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran 2009/2010. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sehingga diperoleh dua kelas, yaitu kelas X.2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.1 sebagai kelas kontrol yang masing-masing sampel terdiri atas 34 siswa. Teknik pengambilan data dengan teknik dokumentasi, angket dan tes. Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data keadaan awal siswa yang diambil dari nilai ulangan harian terakhir. Teknik angket digunakan untuk mendapatkan data skor keaktifan siswa. Teknik tes untuk memperoleh data kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut anava yaitu komparasi ganda dengan metode Scheffe.

(4)

commit to user

vi

3.99). Siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, (2) Ada perbedaan pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (FB

= 22,6538 > F0.05; 1.64 = 3.99). Siswa yang mempunyai keaktifan kategori tinggi

akan mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai keaktifan kategori rendah. , (3) Ada interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (FAB = 7,27727<

F0.05; 1.64 = 3.99).

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh yang lebih baik daripada dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga diharapkan guru mampu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dalam pembelajaran Fisika yang salah satunya dengan model pembelajaran kooperatif. Aktivitas belajar siswa di kelas juga mempunyai pengaruh terhadap Kemampuan kognitif Fisika siswa sehingga diharapkan guru dapat menumbuhkan aktivitas belajar pada diri siswa. Dari penelitian ini diharapkan guru tidak hanya mengoptimalkan usaha-usaha dalam mengembangkan sarana pembelajaran, tetapi juga memperhatikan model pembelajaran dan keaktivan siswa sehingga guru mampu mengembangkan kemampuan kognitif Fisika siswa secara optimal.

(5)

commit to user A. Latar Belakang Masalah………….……….. B. Identifikasi Masalah……….……… C. Pembatasan Masalah ……….……… D. Perumusan Masalah……… E. Tujuan Penelitian ………... F. Manfaat Penelitian………. BAB II. LANDASAN TEORI ………..

A. Tinjauan Pustaka………... 1. Hakikat Belajar……….

a. Pengertian Belajar….……….…... b. Prinsip Belajar……….…... c. Tujuan Belajar………... 2. Hakikat Mengajar ……….

(6)

commit to user

xiii

a. Pengertian Pendekatan Pengajaran... b. Hakikat Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme.... c. Filsafat Konstruktivisme... d. Makna Belajar Konstruktivisme... 6. Pembelajaran Kooperatif ………... 7. Keaktifan Siswa...……...

a. Pengertian Keaktifan Siswa...……….. b. Pentingnya Keaktifan Siswa... c. Bentuk-Bentuk Keaktifan Siswa... 8. Kemampuan Kognitif Fisika Siswa………... 9. Konsep Kalor………...… B. Penelitian yang Relevan ... C. Kerangka Berfikir………..……….. D. Perumusan Hipotesis……… BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………

(7)

commit to user

xiv

G. Teknik Analisis Data ………... 1. Uji Kesamaan Keadaan Awal Siswa……… 2. Uji Prasyarat Analisis………... 2. Uji Hipotesis ... 3. Uji Lanjut Anava... BAB IV. HASIL PENELITIAN ……….

A. Deskripsi Data ……… 1. Data Keadaan Awal Siswa... 2. Data Aktivitas Belajar Siswa... ………. 3. Data Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ……... B. Uji Prasyarat...

1. Uji Normalitas... 2. Uji Homogenitas ……….. 3. Uji t-2 Ekor... C. Analisis Data ………... 1. Uji Prasyarat Analisis………. a. Uji Normalitas……….. b. Uji Homogenitas……….. 2. Pengujian Hipotesis………... a. Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Frekuensi Sel

Tak Sama ……… b. Uji Lanjut Anava……….. D. Pembahasan Hasil Analisis Data ……… BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ………

A. Kesimpulan ……….

B. Implikasi Hasil Penelitaian………...

(8)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir hayat. Pernyataan tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas dari proses belajar sampai kapanpun dan dimanapun, manusia itu berada dan belajar juga menjadi kebutuhan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan. Kepesatan perkembangan Ilmu Pengetahuan mengantarkan masyarakat memasuki era global. Setiap individu di era global dituntut memiliki daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak simpel, melainkan kompleks. Untuk itu keterampilan yang harus dimiliki oleh individu adalah keterampilan intelektual, sosial dan personal.

Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya keterampilan intelektual, sosial, dan personal. Pendidikan harus menumbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Keterampilan intelektual, sosial, dan personal dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral,intuisi dan spiritual. Sekolah sebagai institusi yang pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kebutuhan pada era global.

Namun ada persepsi umum di masyarakat yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidakmya dipandang oleh siswa sebagai maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan, karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi (Anita Lie, 2008: 11).

Dalam hal ini perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar-mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa

(9)

commit to user

bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu alur proses belajar-mengajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa juga dapat saling mengajar dengan sesama siswa lainnya. Bahkan, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer

teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem

pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang tersruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperatif learning.

Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator (Anita Lie, 2008: 11-12).da beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat (Anita Lie, 2008: 12-16).

Fisika merupakan salah satu cabang dari pelajaran IPA yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam semesta secara sistematis, sehingga Fisika bukan hanya merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses menemukan. Pendidikan Fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam disekitarnya, yang di dalamnya ada berbagai pokok bahasan yang memiliki kekhususan karakter masing-masing serta konsep-konsep yang harus dipahami.

Model pembelajaran seperti Cooperative Learning turut menambah

unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Menurut Slavin (2008: 4) “pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya dalam mempelajari materi pelajaran”. Pendapat Johnson &

Johnson yang dikutip oleh Anita Lie (2008 :18) : “Dalam Cooperative Learning

(10)

commit to user

belakangnya, membantu memudahkan menerima materi pelajaran, meningkatkan kemampuan berfikir dalam memecahkan masalah. Dengan adanya komunikasi antar anggota-anggota kelompok dalam menyampaikan pengetahuan serta pengalamannya sehingga dapat menambahkan pengetahuan dan meningkatkan hasil belajar serta hubungan sosial setiap anggota kelompok.

Kegiatan-kegiatan di dalam pembelajaran Fisika merupakan upaya untuk

bagaimana siswa dapat memahami konsep-konsep. Pemahaman yang diperoleh

siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang diukur dengan memberikan tes kepada siswa sehingga perlu diadakan penelitian untuk memilih metode yang efektif digunakan dalam proses belajar di kelas, sehingga dapat memberikan alternatif pendekatan atau metode yang memungkinkan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran Fisika, khususnya pokok bahasan Kalor.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD adalah dua metode dari model pembelajaran kooperatif di mana dibutuhkan kerjasama siswa untuk menguasai materi, dengan metode ini diharapkan siswa mampu bekerjasama untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memahami pelajaran. Jigsaw dan STAD cocok digunakan untuk materi Kalor karena pada materi ini banyak terdapat permasalahan yang bisa diselesaikan bersama sehingga setiap siswa mampu memahami materi ini dengan bantuan siswa lain. Selain itu, Jigsaw dan STAD adalah salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif dimana dalam pelaksanaannya lebih sederhana dibandingkan dengan metode yang lain.

Selain yang telah dikemukakan di atas pembelajaran model kooperatif dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis bermaksud

mengadakan penelitian yang berjudul “PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN

(11)

commit to user

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang dikemukakan, ada beberapa masalah yang muncul. Masalah-masalah tersebut diidentifikasi, dipilih, dan ditetapkan sebagai masalah yang akan diteliti. Adapun masalah dalam latar belakang di atas adalah :

a. Adanya suatu kebiasaan guru yang menyampaikan konsep dan fakta dalam proses belajar-mengajar tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih mengembangkan diri sehingga menyebabkan pencapaian kemampuan kognitif siswa tidak optimal.

b. Belum semua guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran secara

variatif sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan belum dapat tercapai secara optimal.

c. Ketidaksesuaian antara model dalam proses belajar-mengajar dengan materi

pelajaran, menyebabkan materi pelajaran sulit diterima siswa.

d. Adanya tipe-tipe model pembelajaran kooperatif seperti STAD, TGT, TAI, CIRC dan Jigsaw yang akan membantu pemahaman siswa terhadap materi pelajaran melalui interaksi antar siswa dalam kelompok, sehingga keberhasilan kelompok dipengaruhi kerjasama antar anggota kelompok.

e. Adanya sikap individualisme siswa dalam belajar, yaitu siswa yang

berkemampuan tinggi lebih mendominasi kelas dalam belajar, menyebabkan pencapaian keberhasilan belajar tidak merata bagi seluruh siswa.

f. Kemampuan siswa dalam memahami materi untuk masing-masing individu

berbeda.

g. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui pendekatan dan metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif. h. Keberhasilan belajar siswa dapat dicapai apabila ada kerjasama antar anggota

kelompok dan proses interaksi antara individu dalam berfikir bersama untuk memecahkan masalah.

(12)

commit to user

C. Pembatasan Masalah

Masalah yang telah diidentifikasi memerlukan pengkajian lebih mendalam. Agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu meluas, lebih efektif dan efisien, serta untuk menghindari ketidaksesuain, permasalahan perlu dibatasi pada;

a. Belum semua guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran secara

variatif sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan belum dapat tercapai secara optimal.

b. Adanya tipe-tipe model pembelajaran kooperatif seperti STAD, TGT, TAI, CIRC dan Jigsaw yang akan membantu pemahaman siswa terhadap materi pelajaran melalui interaksi antar siswa dalam kelompok, sehingga keberhasilan kelompok dipengaruhi kerjasama antar anggota kelompok. c. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui

pendekatan dan metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif. d. Banyak materi pembelajaran Fisika di SMA yang dalam proses

belajar-mengajar perlu melibatkan keaktifan siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut :

a. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran

koooperatif tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor?

(13)

commit to user

c. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif

dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ;

a. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

b. Ada atau tidak adanya pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

c. Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan model

pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.

F. Manfaat penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

a. Bagi peneliti, menyampaikan informasi tentang pengaruh dari model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika.

b. Bagi guru bidang studi khususnya Fisika dapat menjadikan kedua teknik dari model pembelajaran kooperatif tersebut sebagai salah satu alternatif dalam proses belajar-mengajar.

c. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan

(14)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah istilah yang tidak asing lagi dan sering didengar dalam kehidupan sehari-hari. Kata ini secara efektif sudah dikenal sejak masa kanak-kanak. Kegiatan ini dilakukan semua manusia jika manusia ingin mempertahankan hidup maka manusia harus menempuh kegiatan tersebut, dan mencapai kesuksesan serta meningkatkan kualitas hidup mereka.

Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Pengalaman itu berupa situasi belajar yang disengaja dan diciptakan oleh orang lain atau situasi yang tercipta secara tidak sengaja. Menurut Rini Budiharti (1998:1) "Belajar adalah suatu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa". Perubahan-perubahan itu berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatife lama. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Belajar merupakan peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual. Perubahan-perubahan itu, berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan), serta perubahan itu terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar.

“Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Proses yang diarahkan kepada suatu tujuan. Proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari” (Gino, dkk, 1997: 31).

Berikut ini beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh Agus Suprijono (2009: 2) :

1) Gagne

Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang ssecara langsung.

(15)

commit to user 2) Travers

Belajar adalah proses menghasilkan penyesuian tingkah laku.

3) Cronbach

Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.

(belajar adalah perubahan perilkau sebagai hasil dari pengalaman) 4) Harorld Spears

Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves,

tolisten, to follow direction. (dengan kata lain, bahwa belajar adalah

mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu).

5) Geoch

Learning is change in performance as a result of practice. ( Belajar

adalah perubahan performance sebagai hasil latihan)

6) Morgan

Learning is any relative permanent chage in behavior that is a result of

past experience. ( Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat

permanent sebagai hasil dari pengalaman).

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah keseluruhan aktivitas seseorang dalam berinteraksi secara aktif dengan sumber belajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual yang bersifat kontinue dan bersifat positif, serta bertujuan terjadinya perubahan kearah yang lebih baik pada peserta didik. Perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar.

b. Prinsip belajar

Prinsip Belajar yang dikemukakan oleh Agus Suprijono (2009: 4) adalah mencakup tiga hal, yang pertama prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri :

1) Sebagai hasil tindakan rasionalinstrumental yaitu perubahan yang disadari.

2) Kontinue atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.

3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup. 4) Positif dan berakumulasi.

5) Aktif dan sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.

6) Permanen atau tetap, sebagai mana dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai any relatively permanent chage in an organism’s behavioral

repervire that occurs as a result of experience.

(16)

commit to user

Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. William Burton mengemukakan bahwa A good learning situation consist of rich and veried series of learning experience unified araound a vigorous pupose and carried

on in interaction with a rich varied and propacative environtment.

c. Tujuan Belajar

Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting, karena semua komponen yang dalam sistem pembelajaran dilaksanakan atas dasar pencapaian tujuan belajar. Keberhasilan belajar siswa berarti tercapainya tujuan belajar siswa, dimana siswa melakukan emansipasi diri dalam rangka mewujudkan kemandirian.

Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan atau kondisi belajar yang baik. Sistem lingkungan yang baik itu terdiri dari komponen-komponen pendukung antara lain tujuan belajar yang akan dicapai, bahan pengajaran yang digunakan mencapai tujuan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta memiliki hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan dan sarana atau prasarana yang tersedia. Tiap-tiap tujuan belajar tertentu membutuhkan system lingkungan tertentu yang relevan.

Menurut Sardiman : Tujuan belajar bermacam dan bervariasi, tetapi dapat diklasifikasikan menjadi dua : pertama yang eksplisit diusahakan untuk dicapai tindakan instruksional, lazim dinamakan instruksional efeks

(instructional effects) yang biasanya berbentuk pengetahuan dan

ketrampilan. Sedangkan hasil sampingan yang diperoleh; misalnya : kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. Hasil sampingan ini disebut nurturant effect. (Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, Sutijan, 1997: 18-19)

2. Hakikat Mengajar

a. Pengertian mengajar

(17)

commit to user

mengajari peserta didik; guru menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik dan peserta didik sebagai pihak penerima. Mengajar seperti ini merupakan proses instruktif. Guru bertindak sebagai panglima, guru dianggap paling dominan, dan guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui. Mengajar adalah interaksi

imperative. Mengajar merupakan transplantasi pengetahuan.

Menurut Sardiman (2011:54) mengajar dalam kegiatan belajar-mengajar diterjemahkan secara konseptual, disinkronisasikan dengan pengertian “mendidik”. Oleh karena itu, batasan mengajar adalah menyediakan kondisi yang optimal yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar anak didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai atau sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi.

Sardiman (2011:48) mengungkapkan bahwa : “mengajar merupakan suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa, kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangana anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun metal”.

b. Pembelajaran

Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta didik belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan agar terjadi pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran (Agus Suprijono, 2009: 13).

(18)

commit to user

merupakan perpautan dua pokok pribadi, yaitu pribadi guru dan peserta didik. Pada proses ini diharapkan peserta didik mempunyai sejumlah kepandaian dan kecakapan tertentu yang dapat membentuk pribadi yang cukup terintergrasi.

Belajar dan mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam situasi pendidikan. Dalam pengertian interaksi sudah barang tentu ada unsur memberi dan menerima, baik bagi guru maupun peserta didik. Belajar dan mengajar adalah dua proses yang mempunyai hubungan yang sangat erat dalam dunia pengajaran. Belajar biasanya dititikberatkan kepada peserta didik, sedangkan mengajar lebih kepada guru sekalipun sebenarnya keduanya, baik peserta didik maupun guru, bisa melakukan kedua hal tersebut yaitu belajar maupun mengajar.

3. Kegiatan Belajar

Kegiatan belajar memecahkan masalah merupakan tipe kegiatan belajar dalam usaha mengembangkan kemampuan berfikir. Berfikir adalah aktifitas kognitif tingkat tinggi. Berfikir melibatkan asimilasi dan akomodasi berbagai pengetahuan dan struktur kognitif atau skema kognitif yang dimiliki peserta didik untuk memecahkan persoalan. Dalam legiatan belajar pemecahan masalah peserta didik terlibat dalam berbagai tugas, penentuan tujuan yang ingin dicapai dan kegiatan untuk melaksanakan tugas.

Gagne mengimplifikasikan kegiatan belajar menjadi delapan yang dirangkum sebagai berikut :

a) Signal learning atau kegiatan belajar mengenal tanda. Tipe kegiatan belajar ini

menekankan belajar sebagai usaha merespons tanda-tanda yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.

b) Stimulus-response learning atau kegiatan belajar tindak balas. Tipe ini

berhubungan dengan perilaku peserta didik yang secara sadar melakukan respons tepat terhadap stimulus yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.

c) Chaining learning atau kegiatan belajar melalui rangkaian. Tipe ini berkaitan

(19)

commit to user

d) Verbal association atau kegiatan belajar melalui asosiasi lisan. Tipe ini

berkaitan dengan upaya peserta didik menghubungkan respons dengan stimulus yang disampaikan secara lisan.

e) Multiple discrimiination learning atau kegiatan belajar dengan perbedaan

berganda. Tipe ini berhubungan dengan kegiatan peserta didik membuat berbagai perbedaan respons yang digunakan terhadap stimlus yang beragam, namun berbagai respons dan stimulus itu saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

f) Concept learning atau kegiatan belajar konsep. Tipe ini berkaitan dengan

berbagai respons dalam waktu yang bersamaan terhadap sejumlah stimulus berupa konsep-konsep yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

g) Principle learning atau kegiatan belajar prinsip-prinsip. Tipe ini digunakan

peserta didik menghubungkan beberapa prinsip yang digunakan dalam merespons stimulus.

h) Problem solving laerning atau kegiatan belajar pemecahan masalah. Tipe ini

berhubungan dengan kegiatan peserta didik menghadapi persoalan dan memecahkannya sehingga pada akhirnya peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan baru dala pemecahan masalah (Agus Suprijono, 2009: 10-11).

4. Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan metode berdasar observasi dan tersusun secara sistematis mengenai gejala-gejala alam. IPA membatasi diri dengan membahas gejala-gejala alam yang bisa diamati melalui percobaan dan teoritik. IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam.

Menurut Margono dkk (1998: 21) bahwa Pengertian IPA meliputi tiga hal yaitu produk, proses dan sikap ilmiah, yang ketiganya saling berhubungan.

(20)

commit to user

2) Proses IPA, sering disebut juga proses ilmiah / metode ilmiah. Metode ilmiah adalah gabungan antara penataran dan pengujian secara empiris. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah identifikasi masalah, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, melakukan eksperimen, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.

3) Nilai dan sikap ilmiah

Selama melakukan metode ilmiah melalui proses observasi, eksperimen dan berfikir logis harus digunakan sikap jujur, obyektif dan komunikatif agar dapat mencapai hasil IPA yang benar. Fisika menjadi bagian dari ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam IPA.

Pengajaran Fisika akan lebih cepat dimengerti dan dipahami jika diajarkan sesuai hakikat Fisika. Oleh karena itu, perlu metode pengajaran Fisika yang menyangkut produk, proses dan sikap ilmiah dari Fisika. Adapun metode pengajaran yang menyangkut dan mencakup hakikat pengajaran Fisika antara lain metode demonstrasi, eksperimen, penemuan, discovery-inquiry dan metode lain yang tergabung dengan satu di antara metode tersebut, serta pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Fisika adalah ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang mempelajari tentang kejadian alam yang berkembang didasarkan atas penelitian, percobaan, pengamatan dan pengukuran serta penyajian konsep, teori secara matematis dengan memperlihatkan konsep-konsep ilmu yang mempengaruhinya dan dirumuskan dari gejala-gejala alam yang berhubungan dengan kebendaan yang diperoleh melalui observasi.

5. Pendekatan Pembelajaran

a. PengertianPendekatan Pengajaran

Pengajaran merupakan suatu usaha untuk pembelajaran siswa. Belajar adalah usaha untuk terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa. Dengan adanya interaksi antar siswa dengan lingkungannya diharapkan terjadi perubahan tingkah laku, sedangkan menurut pendapat Rini Budiharti yaitu :

(21)

commit to user

hijau akan menyebabkan dunia kelihatan kehijauan-hijauan, kaca mata berwarna coklat membuat dunia kelihatan kecoklat-coklatan, dan seterusnya. (Rini Budiharti, 1998: 2)

Menurut Syaiful Sagala (2009: 68) menyatakan bahwa ”Pendekatan pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu instruksional tertentu”. Hal ini berarti bahwa pendekatan pembelajaran ialah suatu jalan yang akan ditempuh dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional.

Dari pendapat Rini Budiharti dan Syaiful Sagala dapat disimpulkan bahwa pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian sehingga dapat mengembangkan keaktifan belajar sehingga tujuan pengajaran tercapai.

b. Hakikat Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sehingga guru tidak mungkin lagi mampu menyampaikan sejumlah informasi, konsep dan fakta dari berbagai materi pelajaran sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif mencari dan menyusun, serta mengumpulkan fakta dan konsep.

Tujuan dari pendidikan Fisika dapat dicapai melalui berbagai faktor, salah satunya adalah melalui pendekatan yang digunakan. Pendekatan konstruktivisme menekankan pada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing orang.

Setiap orang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga pengetahuan yang mereka dapat bukan merupakan sesuatu yang sudah jadi melainkan melalui proses yang berkembang secara terus menerus. Dalam proses ini keaktifan dan rasa keingintahuan seseorang memegang peranan yang sangat penting.

(22)

commit to user

mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (1986, p. 873):

knowledge is construsted as the learner strives to organize his or her experience

in terms of preexisting mental strustures”. Dengan demikian, pengetahuan tidak

dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di dalam otaknya sendiri-sendiri.

Menurut Siroj (http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/43/rusdy-a-siroj.htm) ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis adalah :

1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan

yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.

2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.

3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.

4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya

transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.

5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis

sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau belajar.

Dari pendapat Siroj dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis, antara lain menyediakan pengalaman belajar, mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan, memanfaatkan berbagai media pembelajaran, dan melibatkan siswa secara emosional dan sosial.

c. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat pengetahuan adalah bagian dari filsafat yang mempertanyakan soal pengetahuan dan juga bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu. Salah satu filsafat pengetahuan yang banyak mempengaruhi pengajaran perkembangan pendidikan sains dan matematika akhir-akhir ini yaitu filsafat konstruktivisme.

(23)

commit to user

pengetahuan itu terjadi. Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya".

Secara singkat gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan adalah : 1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka

tetapi selalu merupakan konstruksi kegiatan subyek.

2) Subyek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dan berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.( Paul Suparno, 2001 : 21 )

Dari ringkasan tersebut konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau bentukan diri sendiri. Dari sudut pandang konstruktivisme, belajar nampak sebagai modifikasi dari ide-ide siswa yang telah ada atau sebagai pengembangan konsepsi siswa.

d. Makna Belajar Konstruktivisme

Menurut kaum konstruktivis, Belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa semakin berkembang. Menurut Paul Suparno (2001: 6) proses tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain :

1) Belajar berarti membentuk makna-makna ciptaan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami, konstruksi arti ini dipengaruhi oleh pengertian yang ia punyai.

2) Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, kemudian diadakan konstruksi baik secara kuat atau lemah.

3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil pengembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri (Fosrot, 1996).

4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguannya yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. 5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik

(24)

commit to user

6) Hasil belajar seseorang tergantung dari apa yang telah diketahui si pelajar, konsep-konsep, tujuan-tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa bagi konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, di mana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka.

a) Makna Mengajar Konstruktivisme

Kaum konstruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa. Mengajar merupakan kegiatan yang membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Menurut Von Glassersfeld dalam Paul Suparno (2001: 15) menyatakan bahwa : “mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri”. Jadi guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

Secara garis besar menurut Paul Suparno (2007: 15) fungsi mediator dan fasilitator dari guru itu dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut :

1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa

bertanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, melakukan proses belajar, dan membuat penelitian.

2) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang

keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah. (Watt & pope, 1989)

3) Menyediakan sarana yang merangsang berfikir siswa secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik. (Tobin, Tippins, & Gallard. 1994)

4) Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa

berjalan atau tidak. Guru juga membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.

(25)

commit to user

6. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Model Pembelajaran Kooperatif

1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pengembangan teknis belajar bersama, saling membantu dan bekerja sebagai sebuah tim (kelompok ). Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu dalam pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

Slavin (2008:4) mendefinisikan bahwa, Model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Para siswa saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Di dalam model pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Setiap kelompok yang heterogen maksudnya terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada kerjasama dalam proses belajar bagi siswa untuk mengkonstruk pengetahuan. Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok biasa.

(26)

commit to user

siswa dalam bekerjasama dengan anggota timnya, e) spesialisasi tugas dan f) adaptasi terhadap kebutuhan kelompok. (Slavin , 2008: 26-28).

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif adalah: meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan kesadaran untuk berpikir, menyelesaiakan masalah, mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan, dan mengambangkan hubungan antara siswa. Sedangkan kelemahan pembelajaran kooperatif adalah: memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya, bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk, dan bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya (Slavin, 2008:4-5).

Untuk keberhasilan dalam proses pembelajarn kooperatif, guru disarankan mengikuti langkah-langkah yang benar mulai dari perencanaan, pengelolaan dan evaluasi kegiatan belajar. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa saling bekerja sama satu dengan yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan pengetahuan dan saling mengisi kekurangan anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman dalam satu kelompoknya yang mempunyai kemampuan lebih. Bagi siswa yang mampu, diharapkan bisa lebih berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang mampu.

Menurut Anita Lie dalam bukunya Cooperative Learning bahwa : “model

Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada

unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa : “tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning”, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yang dirangkum sebagai berikut :

a) Saling ketergantungan positif.

(27)

commit to user

b) Tanggung jawab perseorangan.

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatife, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatife membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dalam kelompok.

c) Tatap muka.

Dalam model pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

d) Komunikasi antar anggota.

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

e) Evaluasi proses kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif (Anita Lie, 2008: 31-37).

(28)

commit to user

Fase-fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Fase 2

Menyajikan informasi

Fase 3

Mengorganisasikan

siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar.

Fase 4

Membimbing

kelompok bekerja dan belajar.

Fase 5

Evaluasi

Fase 6

Memberikan penghargaan.

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajarinyaatau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individualdan kelompok.

(29)

commit to user

a) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif tipe yang paling

sederhana, di mana siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dan pada saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Skor yang didapat hingga mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan yang lain.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pembelajaran ini siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin ( 2008:12 ): “gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru”.

Adapun komponen-komponen dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2008 : 143-160), dapat dirangkum sebagai berikut. 1). Presentasi Kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering

dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajaran dengan presentasi audiovisual. Tetapi bedanya dengan pengajaran biasa adalah pengajaran ini berfokus pada unit STAD. Sehingga siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kerena hal ini akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

(30)

commit to user

3). Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu atau dua periode praktikum tim. Para siswa tidak diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk mamahami materinya.

4). Skor Kemajuan Individual. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepada setiap seswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa usaha yang terbaik. Tiap siswa diberika skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

Tabel 2.2 Perbandingan Skor Kuis dan Poin Kemajuan.

Skor Kuis Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 10 – 1 poin di bawah skor awal

Skor awal sampai 10 poin di tas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal

5 10 20 30

5). Rekognisi Tim. Tim mendapat penghargaan jika skor rata-rata mereka dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan. Kelompok dengan skor tertinggi

mendapatkan kriteria Superteam, kelompok dengan skor menengah

(31)

commit to user

Skema model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar.2.1. Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

b) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al, teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara” (Anita Lie,2008:69).

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa

dibagi berkelompok dengan anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi

pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi dalam beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok masing-masing ditugaskan untuk membaca sub bab yang yang berbeda-beda sesuai dengan yang ditugasi oleh guru dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu. Kelompok

Pembentukan kelompok secara heterogen (beranggotakan 4-6 orang)

Presentasi Kelas

(guru menyampaikan materi pelajaran)

Kegiatan Kelompok (belajar kelompok dengan LKS)

Kuis oleh masing-masing individu

Skoring individual dan kelompok

(32)

commit to user

siswa yang sedang mempelajari sub bab ini disebut sebagai kelompok ahli.

Setelah itu para siswa kembali ke kelompok asal mereka dan bergantian mengajarkan kepada teman sekelompoknya tentang hasil diskusinya di kelompok ahli. Demikian dilakukan oleh semua anggota kelompok atas kajian di kelompok ahli. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub bab lain, selain sub bab yang sudah dipelajari adalah mendengarkan secara sungguh-sungguh terhadap teman satu kelompok mereka. Setelah selesai pertemuan dan diskusi di-kelompok asal, siswa diberikan kuis secara individu tentang materi ajar.

Gambar 2.2. Skema Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Skema pembelajaran tipe Jigsaw adalah seperti yang ditunjukkan oleh gambar di atas. Dimana menggambaran proses pembentukan dan pembagian kelompok.

Menurut Anita lie (2008: 69-70), langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif adalah :

1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat

bagian.

2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.

3) Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

4) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan

siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya.

5) Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka

(33)

commit to user

6) Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang

dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

7) Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan

bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

8) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan

pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

Variasi untuk pembelajaran Jigsaw adalah jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk Kelompok Para Ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekan dalam kelompoknya.

Untuk skema pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sepertii yang disampaikan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Tabel Skema Pelaksanaan Pembelajaran Tipe Jigsaw.

7. Keaktifan Siswa

a. Pengertian Keaktifan Siswa

(34)

commit to user

dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono (2006:44) mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa untuk dirinya sendiri. Guru hanya sekedar pembimbing dan pengarah. Belajar hanya terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

Dari pengertian tersebut di atas maka keaktifan memiliki arti yang sama dengan arti aktivitas yaitu suatu kegiatan atau kesibukan. Sedangkan keaktifan belajar adalah kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa dalam belajar yang berupa keaktifan fisik dan mental.

b. Pentingnya Keaktifan Siswa

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Orang yang belajar harus aktif, karena tanpa adanya tindakan yang aktif, belajar tidak mungkin berjalan. Sardiman A.M (2011:95) mengatakan bahwa “Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Sehingga terlihat disini bahwa aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut Rousseau yang dikutip oleh Sardiman A.M. (2011:96-97) mengatakan bahwa “ Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani atau teknis”.

Semua cara belajar itu mengandung keaktifan pada siswa, meskipun kadar keaktifannya berbeda-beda. Ada kegiatan belajar yang mempunyai kadar keaktifan yang tinggi dan ada pula yang rendah, tidak mungkin ada titik nol. Jadi disini terlihat bahwa sesungguhnya belajar dapat dicapai melalui proses yang bersifat aktif walaupun dengan kadar yang berbeda.

Jadi dari pandangan dari beberapa ahli di atas, maka jelas dalam pembelajaran anak didik harus aktif berbuat. Atau dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan keaktifan yang bersifat jasmani, fisik, dan mental.

c. Bentuk-Bentuk Keaktifan Siswa

(35)

commit to user

tidak mungkin dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak mungkin dilimpahkan kepada orang lain. Dimyati dan Mudjiono (2006:44) menemukakan bahawa:

Semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan. Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan ini beraneka ragam bentuknya, mulai dari kegiatan fisik maupun psikis. Keaktifan siswa dalam belajar tersebut dapat muncul dalam berbagai bentuk, misalnya mendengarkan seorang guru yang sedang berceramah, mendiskusikan sesuatu dengan guru atau teman sekelas, dan sebagainya.

Pendapat Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2011:101) membuat suatu daftar yang berisi macam-macam aktivitas siswa yang digolongkan menjadi 8 aktivitas di antaranya :

1) Visual activities

Contohnya : membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, atau pekerjaan orang lain.

2) Oral Activities

Contohnya : menyatakan pendapat

3) Listening activities

Contohnya : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato

4) Writing activities

Contohnya : menulis karangan, cerita, laporan, angket, menyalin

5) Drawing activities

Contohnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram

6) Motor activities

Contohnya : melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi, bermain, berkebun, beternak

7) Mental activities

Contohnya : menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8) Emosional activities

Contohnya : menaruh minat, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tegang.

Dengan klasifikasi di atas menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam kegiatan tersebut harus berusaha diciptakan di dalam kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam belajar.

(36)

commit to user

Nana Sudjana (1996:61) mengemukakan bahwa “ Keaktifan siswa dapat dinilai dengan cara:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

2) Terlibat dalam pemecahan soal

3) Bertanya pada siswa lain atau guru apabila tidak memahami apa yang dihadapinya.

4) Berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

5) Melaksakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

6) Menilai kemampuan dari hasil-hasil yang dipelajari

7) Melatih diri dalam memecahkan masalah yang sejenis.

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian keaktifan siswa dapat dilihat bagaimana siswa berperan aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya dan pemecahan masalahnya. Penilaian lain dapat dilihat dari bagaimana usaha siswa mencari informasi, bekerjasama dengan temannya untuk memecahkan masalah belajar.

8. Kemampuan Kognitif Siswa

Adanya suatu penilaian merupakan salah satu bagian dari kegiatan atau usaha. Melalui kegiatan ini, kita dapat mengetahui sejauh mana hasil dari suatu kegiatan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, hasil yang didapat biasanya disebut dengan kemampuan kognitif yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan memberikan masukan bagi guru untuk mengetahui seberapa banyak siswa mampu menguasai materi yang diterima selama proses pembelajaran tersebut berlangsung.

(37)

commit to user

a) Pengetahuan (knowledge) yaitu berhubungan dengan mengingat materi

pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit, seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat diingat saja. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan tingkatan ranah kognitif yang paling sederhana.

b) Pemahaman (comprehension), adalah kemampuan memahami arti

sesuatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada pengetahuan.

c) Penerapan (application), adalah kemampuan menggunakan atau

menafsirkan sesuatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi konkret, seperti menerapkan sesuatu dalil, metode, konsep, atau teori. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pemahaman.

d) Analisis (analysis), adalah kemampuan menguraikan atau menjabarkan

sesuatu ke dalam komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian, serta prinsip yang digunakan dalam organisasi atau susunan materi pelajaran.

e) Sintesis (syntesis), merupakan kemampuan untuk menghimpun bagian

ke dalam suatu keseluruhan, seperti merumuskan tema, rencana atau melibatkan hubungan abstrak dari berbagai informasi atau fakta.

f) Evaluasi (evaluation), berkenaan dengan kemampuan menggunakan

pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau cerita tertentu.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh Bloom tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan kognitif tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan saja, tetapi di dalamnya terdapat jenjang/tingkatan-tingkatan yang berhubungan dengan aspek mengingat dan berpikir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan aktivitas kerja otak.

9. Kalor

(38)

commit to user

a.Suhu

Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika. Suhu menyatakan tingkat (derajat) panas atau dinginnya suatu zat. Suhu diukur dengan termometer. Berdasarkan zat yang digunakan dalam termometer, ada beberapa macam termometer, antara lain: termometer cairan, termometer gas, pirometer, termostat, dan termokopel.

Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat ( padat, cair, gas) yang mengalami perubahn jika suhunya berubah. Sensitifitas benda terhadap perubahan suhu dinamakan sifat termometrik zat. Perubahan termometrik zat antara lain sebagai berikut :

a. Perubahan volume

b. Perubahan wujud

c. Perubahan daya hantar listrik

d. Perubahan warna

1). Skala termometer

Skala pada termometer dibuat dengan menetapkan terlebih dahulu dua titik tetap sebagai pedoman. Titik tetap tersebut diambil pada saat es melebur dan pada saat air mendidih. Pada termometer yang menggunakan skala Celcius, es melebur pada suhu 0 C digunakan sebagai titik tetap bawah dan air mendidih pada suhu 0

C

0

100 ditetapkan sebagai titik tetap atas. Selang antara dua titik tersebut kemudian dibagi menjadi 100 bagian yang sama sehingga tiap bagian menyatakan perubahan suhu sebesar 1 . 0C

(39)

commit to user

(Joko Sumarsono, 2009: 136) Gambar 2.3 : Perbandingan Skala Pada Termometer

Celcius, Kelfin dan Farenheat

a. Celcius : batas bawah 0, batas atas 100 b. Reamur : batas bawah 0, batas atas 80 c. Farenheat : batas bawah 32, batas atas 212

d. Kelvin : untuk titik lebur es 273, dan titik didih air 373

secara umum hubungan antara skala dua termometer dapat dirumuskan dengan :

(40)

commit to user

b. Pemuaian

Perhatikan kabel telepon pada musim dingin dan musim panas. Pada musim dingin kabel terlihat kencang dan pada musim panas kabel terlihat kendor. Gelas yang diisi air panas mendadak dapat pecah. Air yang mendidih kadang akan tumpah dari wadahnya jika terus dipanasi. Beberapa peristiwa di atas merupakan contoh dari pemuaian. Pemuaian merupakan gerakan atom penyusun benda karena mengalami pemanasan. Makin panas suhu suatu benda, makin cepat getaran antar atom yang menyebar ke segala arah. Karena adanya getaran atom inilah yang menjadikan benda tersebut memuai ke segala arah, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 2.4 . Pemuaian dapat dialami zat padat, cair, dan gas.

(Resnick Halliday, 2009: 587) Gambar 2.4 Gambar Struktur Molekul Zat Padat

1) Pemuaian Zat Padat

Pemuaian zat pada dasarnya ke segala arah. Namun, hanya akan dipelajari pemuaian panjang, luas, dan volume. Besar pemuaian yang dialami suatu benda tergantung pada tiga hal, yaitu ukuran awal benda, karakteristik bahan, dan besar perubahan suhu benda. Setiap zat padat mempunyai besaran yang disebut

koefisien muai panjang. Koefisien muai panjang suatu zat adalah angka yang

(41)

commit to user Tabel 2.3 Koefisien Muai Panjang

(Resnick Halliday, 2009. Hal : 588) Sedangkan koefisien muai luas dan volume zat padat, masing-masing adalah

 2 dan  3 . 

a) Pemuaian Panjang

Pada zat padat yang berukuran panjang dengan luas penampang kecil, seperti pada kabel dan rel kereta api. Pemuaian pada luas penampang dapat diabaikan. Pemuaian yang diperhatikan hanya pemuaian pada pertambahan panjangnya. Pertambahan panjang pada zat padat yang dipanaskan relatif kecil sehingga butuh ketelitian untuk mengetahuinya.

Jika sebuah batang mempunyai panjang mula-mula l , koefisien muai 0 panjang , suhu mula-mulaT , lalu dipanaskan sehingga panjangnya menjadi 1

t

l dan suhunya menjadi T ( Gamabar 2.5) , maka akan berlaku persamaan, 2 sebagai berikut.

(42)

commit to user

Untuk pemuaian panjang pada zat padat dapat dirumuskan sebagai berikut : l

l : panjang batang mula-mula (m)

t

l : panjang batang setelah dipanaskan (m) l

 : selisih panjang batang =ltl 0

: koefisien muai panjang (/°C)

1

Untuk benda-benda yang berbentuk lempengan plat (dua dimensi), akan terjadi pemuaian dalam arah panjang dan lebar. Hal ini berarti lempengan tersebut mengalami pertambahan luas atau pemuaian luas. Serupa dengan pertambahan panjang pada kawat, pertambahan luas pada benda dapat dirumuskan sebagai berikut. kecil sehingga dapat diabaikan sehingga diperoleh perumusan sebagai berikut :

(43)

commit to user

Jadi untuk pemuaian luas akan diperoleh perumusan sebagai berikut :

1 T

A

At  0  (2.5)

keterangan:

t

A : luas bidang mula-mula (m ) 2

0

A : luas bidang pada suhu T (m ) 2

 : koefisien muai luas (/°C) T

 : selisih suhu (° C)

c) Pemuaian Volume

Zat padat yang mempunyai tiga dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), seperti bola dan balok, jika dipanaskan akan mengalami muai volume, yakni bertambahnya panjang, lebar, dan tinggi zat padat tersebut, hal ini seeprti ditunjukkan Gambar 2.6. Karena muai volume merupakan penurunan dari muai panjang, maka muai ruang juga tergantung dari jenis zat.

(Resnick Halliday, 2009: 588) Gambar 2.6 Gambar Pemuaian Volum Pada Sebuah Ring

Jika volume benda mula-mulaV , suhu mula-mula 0 T , koefisien muai 1 ruang , maka setelah dipanaskan volumenya menjadi V , dan suhunya menjadi t

2

T sehingga akan berlaku persamaan, sebagai berikut.

0 0 0 0 p l t

V  (2.6)

t t t

t p l t

(44)

commit to user dapat diabaikan, serta nilai 32T2 juga diabaikan karena nilainya sangat kecil juga, sehingga persamaan untuk Volume akhir menjadi :

1 3 T

(45)

commit to user

benda yang semula dingin. Pada kondisi seperti ini terjadi keseimbangan termal dan suhu kedua benda akan sama.

1) Hubungan Antara Kalor dengan Suhu Benda

Sewaktu memasak air, akan membutuhkan kalor untuk menaikkan suhu air hingga mendidihkan air. Nasi yang dingin dapat dihangatkan dengan penghangat nasi. Nasi butuh kalor untuk menaikkan suhunya. Berapa banyak kalor yang diperlukan air dan nasi untuk menaikkan suhu hingga mencapai suhu yang diinginkan? Secara induktif, makin besar kenaikan suhu suatu benda, makin besar pula kalor yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga bergantung massa benda dan bahan penyusun benda. Secara matematis dapat di tulis seperti berikut.

T c m

Q   (2.10)

keterangan:

Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J)

m : massa benda (kg)

c : kalor jenis benda (J/kg°C) T

 : perubahan suhu (° C)

(46)

commit to user Tabel 2.4 Kalor Jenis Berbagai Zat.

(Resnick Halliday, 2009. Hal : 607)

2) Kapasitas Kalor

Air satu panci ketika dimasak hingga mendidih memerlukan kalor tertentu. Kalor yang dibutuhkan oleh air agar suhunya naik 1° C disebut kapasitas kalor. Kapasitas kalor sebenarnya banyaknya energi yang diberikan dalam bentuk kalor untuk menaikkan suhu benda sebesar satu derajat. Pada sistem SI, satuan kapasitas kalor adalah JK1. Namun, karena di Indonesia suhu biasa dinyatakan dalam skala Celsius, maka satuan kapasitas kalor yang dipakai dalam buku ini adalah J/°C. Kapasitas kalor dapat dirumuskan sebagai berikut.

T C

Q   (2.11)

keterangan:

Gambar

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif commit to user
Tabel 2.2 Perbandingan Skor Kuis dan Poin Kemajuan.
Gambar 2.2. Skema Pembelajaran Kooperatif  Tipe Jigsaw
Tabel 2.2 Tabel Skema Pelaksanaan Pembelajaran Tipe Jigsaw.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berpijak dari informasi dan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan melihat pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kinerja usahatani padi yang difokuskan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel komunikasi antar organisasi pelaksana ternyata tidak mempunyai pengaruh terhadap motivasi kerja pegawai

Tindakan yang dilakukan adalah membongkar paksa kotak SDB (Safe Deposit Box) menggunakan dana setoran jaminan yang telah nasabah serahkan pada saat awal pembukaan SDB (Safe

bahwa bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2000

Tujuan dari pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam yang sempurna, yakni memiliki keimanan yang kuat dan kokoh kepada Allah SWT, sehingga dari

Pada penelitian ini penulis mengambil topik mengenai pengendalian rute pada teknik perutean circuit switching , yaitu alternate hierarchical routing (AHR) dan dynamic

 Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967)(MacCrimmon, 1968).  Metode

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga yang tertangkap pada areal tanaman kelapa sawit menghasilkan sebanyak 298 ekor yang terdiri dari 9 ordodan 29 famili..