• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

2.1.2.4.1. Definisi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II

Jigsaw tipe II ini dikembangkan oleh Robert E. Slavin. Jigsaw tipe ini paling efektif untuk materi pelajaran yang berbentuk narasi tertulis seperti pelajaran ilmu sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah, dan bidang-bidang lainnya yang bertujuan lebih kepada penguasaan konsep dari pada penguasaan kemampuan. Sumber belajar atau bahan baku untuk Jigsaw II ini biasanya harus berupa sebuah bab, cerita, biografi atau materi narasi.

Slavin (2008) berpendapat bahwa Jigsaw II yang merupakan adaptasidari

Jigsaw lebih praktis dan mudah dari Jigsaw. Dalam Jigsaw I, pemberian materi diberikan acak kepada salah satu anggota kelompok yang kemudian menjadi

“ahli” pada suatu aspek tertentu dalam materi. Setelah itu, para ahli dari kelompok lain berkumpul untuk mendiskusikan keseluruhan materi yang dipelajari masing-masing ahli tersebut. Setelah itu para ahli kembali ke kelompok asal untuk mengajarkan topik yang sudah mereka kuasai kepada teman sekelompoknya.

Langkah terakhir diberikan tes atau assesment yang mencakup semua bahasan topik (Trianto, 2009:75-76). Jigsaw I ini menekankan setiapkelompok ahli membaca bagian atau materi yang berbeda-beda. Slavin (2008) berpendapat bahwa hal yang paling sulit dalam Jigsaw I adalah setiap bagian atau materi harus ditulis ataupun diringkas agar dengan sendirinya dapat dengan mudah dipahami.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II, menekankan para siswa bekerja dalam tim. Masing-masing anggota diberikan “lembar ahli” yang terdiri

atas topik-topik berbeda dan harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota kelompok. Siswa berkumpul dalam kelompok ahli yang memiliki topik atau bagian materi yang sama.Ketika diskusi telah selesai, maka para ahli tersebut berkumpul ke kelompok awal (asal) mereka untuk mengajari teman satu kelompoknya. Setiap siswa bergantian dalam menjelaskan topik yang sudah mereka diskusikan dalam kelompok ahli sebelumnya. Tahap terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik bahasan, dan skor kuis yang didapatkan menjadi skor kelompok. Penilaian ini sama seperti dalam STAD, skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada kelompoknya didasarkan pada sistem skor perkembangan individual, dan kelompok yang mendapat skor tinggi akan mendapat sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi atau penghargaan. Kunci dari metode ini adalah interdependensi yaitu setiap siswa saling bergantung pada teman satu kelompoknya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik dalam penilaian. (Slavin, 2008)

Perbedaan mendasar dari kedua tipe ini adalah terdapat pada sistem pembagian tugas yaitu para ahli dalam setiap kelompok. Pada Jigsaw I, yang

bertugas menjadi ahli harus berdiskusi dengan para ahli dari kelompok lain untuk membahas topik yang berbeda-beda dan kemudian harus menguasai keseluruhan aspek untuk diajarkan kepada teman satu kelompok asalnya. Pembagian tugas pada Jigsaw tipe II ini lebih menekankan kerjasama kelompok, karena setiapanggota memiliki tugasnya masing-masing dalam memahami materi pelajaran. Setelah itu setiap anggota kelompok berkumpul dengan para ahli dengan materi yang sama. Setelah diskusi, siswa kembali ke kelompok asal kemudian setiap anggota kelompok bergantian mengulas sebagian materi yang menjadi tugas mereka. Perbedaan lain terlihat saat akhir pembelajaran, yaitu adanya penghargaan atau repetisi yang diberikan kepada kelompok yang memilliki skor tertinggi pada modelpembelajaran Jigsaw II, sedangkan pada

Jigsaw I tidak terdapat penghargaan kelompok. Slavin (2008) mengemukakan kelebihan dari pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II adalah bahwa semua anggota kelompok membaca materi yang dibagikan, dan akan membentuk konsep-konsep yang telah disatukan menjadi lebih mudah dipahami. Dapat diartikan bahwa dengan kontribusi siswa dalam mengartikan atau mengerti bagian materi yang sudah menjadi tugasnya, maka akan muncul konsep-konsep yang kemudian mudah disatukan dan mudah untuk dipahami oleh semua anggota kelompok.

2.1.2.4.2. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II

Trianto (2009:75-76) membahas mengenai langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II. Langkah-langkah tersebut antara lain:

a. Orientasi

Kegiatan yang dilakukan dalam orientasi cenderung untuk membuka pembelajaran. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan dan memberikan gambaran tentang metode Jigsaw II yang akan digunakan saat kegiatan belajar. Peserta didik diminta berkerjasama, bertanggung jawab,dan kritis dalam kegiatan belajar.

b. Pengelompokan

Pengelompokan didasarkan atas taraf kemampuan siswa atau dapat dikatakan pembagian kelompok secara heterogen. Pembagian kelompok yang heterogen tersebut bertujuan untuk menyetarakan kemampuan masing-masing kelompok. Masing-masing kelompok dihimpun dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Sebagai contoh pengelompokan dalam satu kelas akan dibagai menjadi 5 kelompok (A-E) dan setiap kelompok berjumlah 4 siswa (apabila jumlah siswa 20). Pembagian kelompok secara heterogen dilakukan dengan memberikan label 1 pada siswa dalam kelompok yang sangat baik, label 2 untuk kelompok baik, label 3 untuk kelompok sedang, dan label 4 untuk kelompok rendah. Dengan catatan pemberian label berdasar atas rangking ataskemampuan siswa yang sudah guru buat sebelumnya. Maka tiap grup akan berisi:

Grup A (A1, A2, A3, A4) Grup B (B1, B2, B3, B4) Grup C (C1, C2, C3, C4)

Grup D (D1, D2, D3, D4)3e Grup E (E1, E2, E3, E4)

c. Pembentukan dan pembinaan kelompok expert (ahli)

Tahap ketiga dalam pelaksanaan Jigsaw IIini, grup/kelompok tersebut dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi dan kemudian dibina supaya menjadi kelompok expert (ahli), berdasarkan indeks/label kemampuannya. Pembagian materi dalam pengelompokan ini didasarkan pada taraf kemampuan siswa. Siswa yang memiliki label 1 atau berkemampuan sangat baik atau tinggi, berkumpul dengan siswa dari kelompok lain yang juga memiliki label 1. Berikut gambaran pembentukan kelompok ahli dalam Jigsaw II:

Kelompok 1 {A1, B1, C1, D1, E1} Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2, E2} Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3, E3} Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4, E4}

Setiap kelompok diberi konsep materi sesuai kemampuannya, misalnya kelompok 1 diberikan materi yang sulit atau membutuhkan kemampuan yang tinngi, dan selanjutnya sampai kelompok 4 diberikan materiyang lebih mudah.

Diharapkan setiap kelompok mampu belajar topik atau materi dengan sebaik-baiknya sebelum mereka kembali ke kelompok awal sebagai tim ahli, dan disini peran pendidik sangat penting dalam membimbing siswa.

d. Diskusi (pemaparan) kelompok ahli dalam grup

Siswa yang sudah berdiskusi sesuai dengan kelompok ahli dapat dinamakan peserta didik ahli (expertist). Pada fase ini, kelima kelompok/grup (A-E) memiliki

ahli dalam masing-masing konsep tertentu. Dalam kelompok asal, masing-masing siswa secara bergantian dipersilahkan untuk mempresentasikan hasil atau keahlian mereka terhadap konsep yang sudah dipelajarinya. Selama proses ini diharapkan akan terjadi pertukaran pengetahuan atau proses saling belajar antar setiap siswa dalam kelompok.

Dalam fase initerdapat aturan-aturan yang diberlakukan untuk seluruh anggota kelompok, yaitu:

a) Setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggota kelompok mempelajari dan mengerti materi yang disampaikan. b) Memperoleh pengetahuan baru adalah tanggung jawab bersama, jadi setiap

anggota harus belajar terus sampai mereka semua menguasai materi yang diberikan.

c) Tanyakan atau sharingkan kepada anggota grupsebelum bertanya kepada pendidik.

d) Pembicaraan dikondisikan dengan baik agar tidak mengganggu grup lain. e) Akhiri diskusi dengan “merayakannya” agar memperoleh kepuasan.

e. Tes (penilaian)

Pada tahap ini guru memberikan tes tulis yang memuat keseluruhan konsep atau materi yang telah didiskusikan. Siswa tidak boleh bekerja sama dengan teman lain karena tes bersifat individu.

f. Pengakuan kelompok

Penilaian pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada skor peningkatan individu, tidak didasarkan pada skor akhir yang diperoleh siswa. Seberapa jauh

skor yang didapat tersebut melampaui rata-rata skor sebelumnya, menjadi dasar penilaian. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompok didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka.

Dokumen terkait