• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token

Proses pembelajaran yang demokratis adalah proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek. Menurut Arends sebagaimana dikutip oleh Huda (2014: 239), strategi pembelajaran time token merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran demokratis di sekolah. Dalam pembelajaran demokratis yang menjadi titik perhatian utama selama proses belajar adalah aktivitas siswa. Dengan kata lain siswa selalu dilibatkan dalam kegiatan belajar secara aktif sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mengajak siswa untuk mencari solusi secara bersama-sama pada setiap permasalahan yang ditemui dalam pembelajaran.

Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif ditandai oleh proses yang demokratis dan peran aktif siswa. Salah satu tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan keterampilan sosial dan kolaborasi kepada siswa. Time token adalah contoh struktur untuk mengajarkan keterampilan sosial. Time token adalah kegiatan khusus yang mengajarkan partisipasi. Bila ada kelompok dalam pembelajaran kooperatif dengan beberapa orang mendominasi pembicaraan dan beberapa orang pemalu dan tidak pernah mengatakan apa-apa, time token dapat membantu mendistribusikan partisipasi dengan lebih merata (Arends, 2008: 15). Model time token digunakan Arends tahun 1998 untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali (Ngalimun, 2014: 178).

Fungsi time token untuk melatih keterampilan sosial siswa juga dijelaskan oleh Suyatno. Model pembelajaran time token digunakan untuk melatih dan

13

mengembangkan keterampilan sosial agar tidak ada siswa yang mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali (Suyatno, 2009: 76). Guru memberikan sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada setiap siswa. Satu kupon digunakan untuk satu kesempatan berbicara. Sebelum berbicara siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu kepada guru. Siswa yang sudah berbicara dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh berbicara lagi sedangkan siswa yang masih memegang kupon harus berbicara sampai semua kuponnya habis.

Pendekatan pembelajaran diperlukan agar siswa dapat belajar secara efektif. Model pembelajaran time token merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berbasis komunikasi (Huda, 2014: 215). Pembelajaran berbasis komunikasi memungkinkan siswa untuk mampu membaca dan menulis dengan baik, belajar dengan orang lain, menggunakan suatu media, dapat menerima informasi, serta menyampaikan informasi.

Sintak dari model pembelajaran Time Token adalah sebagai berikut: 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar.

2. Guru mengondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa.

3. Guru memberi tugas pada masing-masing kelompok.

4. Guru memberi lima kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.

5. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau mengeluarkan pendapat. Satu kupon untuk satu kesempatan berbicara.

Siswa dapat tampil lagi setelah bergantian dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh berbicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus berbicara sampai kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.

6. Guru memberikan nilai dalam pembelajaran (Huda, 2014: 240). Model Time Token memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut: 1. Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi.

2. Menghindari dominasi siswa yang pandai berbicara atau yang tidak berbicara sama sekali.

3. Membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.

4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara). 5. Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat.

6. Menunbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberikan masukan, dan memiliki sikap keterbukaan terhadap kritik . 7. Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain.

8. Mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang dihadapi.

9. Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.

Model Time Token juga memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut: 1. Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja.

15

3. Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dalam pembelajaran karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.

4. Kecenderungan untuk sedikit menekan siswa yang pasif dan membiarkan siswa yang aktif untuk tidak berpartisipasi lebih banyak di kelas.

(Huda, 2014: 241).

2.3 Guided Note Taking

Mencatat merupakan salah satu aktivitas belajar. Mencatat dapat meningkatkan daya ingat siswa. Catatan yang baik dan efektif akan membantu mengingat poin kunci secara detail, memahami konsep-konsep utama, dan melihat kaitannya (Hamid, 2011: 160).

Guided Note Taking merupakan salah satu metode pendukung dari pengembangan metode pembelajaran kooperatif. Metode catatan terbimbing adalah metode pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk membangun stock of knowledge siswa. Metode ini dikembangkan agar membantu guru saat menyampaikan materi untuk mendapatkan perhatian dari siswa (Suprijono, 2012: 105).

Jacobs dalam penelitiannya tentang “A Comparison of Two Note Taking Methods in Secondary English Clasroom” membandingkan dua metode catatan yaitu Guided Notes dan Cornell Notes yang menghasilkan data kenaikan hasil belajar menggunakan Guided Notes lebih besar dibandingkan Cornell Notes yaitu dari 51% menjadi 84%. Selain itu, Guided Notes dapat mengefektifkan

pembelajaran di kelas yang terlihat dari peningkatan nilai pretest dan posttest karena siswa dapat belajar informasi baru yang semakin mudah dipahami.

Penelitian berjudul “Implementing Guided Note Taking To Improve Student

Learning Of Energy Saving Construction Techniques” yang dilakukan oleh LoPiccolo menghasilkan data bahwa kelompok yang menggunakan guided notes daya ingatnya meningkat rata-rata 25,71 % lebih besar dibandingkan kelompok dimana siswa membuat catatan sendiri.

Metode Guided Note Taking mengharuskan guru menyiapkan suatu bagan, skema atau yang lain untuk membantu peserta didik dalam membuat catatan ketika guru menyampaikan materi pelajaran. Ada banyak bentuk atau pola yang dapat dibuat untuk strategi guided note taking, salah satunya dan yang paling sederhana adalah mengisi titik-titik (Zaini, Munthe, & Aryani, 2008: 32).

Pembelajaran diawali dengan memberikan bahan ajar dari materi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Bahan ajar dalam bentuk handout tersebut tidak terisi secara keseluruhan. Terdapat bagian-bagian kosong yang akan diisi oleh peserta didik, yaitu poin-poin penting mengenai materi yang sedang dipelajari. Peserta didik diberi penjelasan bahwa handout yang diberikan secara sengaja terdapat bagian yang dikosongkan agar mereka tetap berkonsentrasi saat melaksanakan proses belajar mengajar. Siswa diminta mengisi bagian-bagian yang kosong dari handout selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pada akhirnya, peserta didik diminta untuk membacakan apa yang telah dituliskan pada bagian yang kosong tersebut.

17

Bagian yang dikosongkan pada handout akan mendorong siswa mencatat selagi guru mengajar. Poin-poin penting yang dikosongkan pada teknik catatan terbimbing akan mendorong peserta didik lebih besar daripada jika handout pengajar yang lengkap diberikan (Silberman, 2007: 108).

Menurut Mutaqien (2009) metode pembelajaran guided note taking memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran ini cocok untuk kelas besar dan kecil.

2. Metode pembelajaran ini dapat digunakan sebelum, selama berlangsung, atau sesuai kegiatan pembelajaran.

3. Metode pembelajaran ini cukup berguna untuk materi pengantar.

4. Metode pembelajaran ini sangat cocok untuk materi-materi yang mengandung fakta-fakta, sila-sila, rukun-rukun atau prinsip-prinsip dan definisi-definisi. 5. Metode pembelajaran ini mudah digunakan ketika peserta didik harus

mempelajari materi yang bersifat menguji pengetahuan kognitif.

6. Metode pembelajaran ini cocok untuk memulai pembelajaran sehingga peserta didik akan terfokus perhatiannya pada istilah dan konsep yang akan dikembangkan dan yang berhubungan dengan mata pelajaran untuk kemudian dikembangkan menjadi konsep atau bagan pemikiran yang lebih ringkas. 7. Metode pembelajaran ini dapat digunakan beberapa kali untuk merangkum

bab-bab yang berbeda.

8. Metode pembelajaran ini cocok untuk menggantikan ringkasan yang bersifat naratif atau tulisan naratif yang panjang.

9. Metode pembelajaran ini dapat dimanfaatkan untuk menilai kecenderungan seseorang terhadap suatu informasi tertentu.

10. Metode pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif, karena memberikan kesempatan mengembangkan diri, fokus pada handout dan materi ceramah serta diharapkan mampu memecahkan masalah sendiri dengan menemukan (discovery) dan bekerja sendiri.

Selain itu juga memiliki kelemahan yaitu sebagai berikut:

1. Jika guided note taking digunakan sebagai metode pembelajaran pada setiap materi pelajaran, maka guru akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

2. Kadang-kadang sulit dalam pelaksanaan karena guru harus mempersiapkan handout atau perencanaan terlebih dahulu, dengan memilah bagian atau materi mana yang harus dikosongkan dan pertimbangan kesesuaian materi dengan kesiapan siswa untuk belajar dengan metode pembelajaran tersebut.

3. Guru-guru yang sudah terlanjur menggunakan metode pembelajaran lama sulit beradaptasi pada metode pembelajaran baru.

4. Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang telah ditetapkan.

2.4 Aktivitas

Psikologi menyatakan bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu, memeiliki kemauan dan keinginan (Daryanto & Rahardjo, 2012: 32). Guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat selama proses belajar mengajar. Jika siswa menjadi partisipasi

19

yang aktif, maka ia akan memiliki ilmu atau pengetahuan yang dipelajarinya dengan baik (Slameto, 2010: 36). Penerimaan pelajaran yang melibatkan aktivitas siswa sendiri akan memberi kesan yang tidak cepat berlalu, tetapi dipikirkan, diolah, kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda.

Rasdi dan Maman (20002: 9) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan, seorang guru harus mampu untuk beralih dari pembelajaran instruksional. Peran guru dalam pembelajaran istruksional yaitu guru memiliki tugas dalam menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas sehingga individu dalam memanfaatkan kemampuan, bakat, dan energinya pada tugas-tugas individual menuju pembelajaran yang bersifat transaksional, yaitu pendidikan yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam pembelajaran. Raka Joni (1990) dalam C. Asri Budiningsih (2005: 55) mengatakan bahwa studen aktive learning yang didalamnya menempatkan siswa sebagai pusat pelaksanaan pembelajaran merupakan landasan yang kokoh dalam mewujudkan manusia dengan karakteristik di masa depan.

Aktivitas dalam proses pembelajarn memiliki banyak manfaat yaitu siswa mencari pengalaman sendiri karena siswa terlibat secara langsung, dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa karena siswa bekerja mandiri, melatih kerjasama antar siswa dalam berkelompok, memupuk disiplin, menumbuhkan suasana belajar yang demokratis, kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat, mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir kritis siswa, serta pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup (Hamalik, 2014: 91).

Aktivitas belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai hasil belajar yang lebih maksimal. Dimyati & Mudjiono (2009: 51) menyatakan bahwa aktivitas belajar meliputi aktivitas fisik, mental, dan emosional. Aktivitas fisik meliputi membaca, mendengarkan, menulis, memperagakan, dan mengukur. Aktifitas mental meliputi mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil percobaan, mengambil keputusan, percaya diri. Aktivitas emosional meliputi menaruh minat, berani, gembira, gugup, tenang, dan lain-lain.

Aktivitas belajar banyak macamnya. Paul D. Dierich sebagaimana dikutip oleh Hamalik (2014: 90-91) membagi aktivitas belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut: (a) aktivitas visual, (b) aktivitas lisan, (c) aktivitas mendengarkan, (d) aktivitas menulis, (e) aktivitas menggambar, (f) aktivitas motorik, (g) aktivitas mental, dan (h) aktivitas emosional.

Aktivitas dalam penelitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Paul D. Dierich yang dikutip oleh Hamalik (2014: 90-91) tetapi disesuaikan dengan penerapan model pembelajaran Time Token berbantu Guided Note Taking. Aktivitas siswa yang diukur selama pembelajaran terdiri dari aktivitas bertanya, mengemukakan pendapat, menulis, berdiskusi, dan presentasi.

Dokumen terkait