• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pembelajaran Role Playing

Dalam dokumen PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (Halaman 32-40)

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

3. Model pembelajaran Role Playing

Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan skenario yang telah disiapkan guru. Murid diberi kebebasan berimprofisasi,namun masih dalam batas-batas skenario dari guru.

Permainan peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh karena merupakan salah satu model yang dapat digunakan dalam pembelajaran dan merupakan kegiatan yang diperankan oleh anak untuk melatih keterampilan berbicaranya mulai dari lafal kata, intonasi kalimat, kosa kata, tata bahasa dan kefasihan berbicara (Hisyam Zaini,dkk, 2004 : 30).

Sudjana S ( 2001 : 67 ) mengemukakan bahwa :

“Bermain peran pada prinsipnya merupakan model untuk menghadirkan peran yang ada dalam dunia nyata kedalam suatu pertunjukan peran didalam kelas yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian”.

Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah praktek/peragaan di depan kelas. Sejumlah murid bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai

pengamat untuk menilai kelebihan dan kelemahan masing-masing peran tersebut dan kemudian memberikan saran.pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut, Model ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan dan kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran misalnya memerankan percakapan tentang tata tertib di sekolah.

a. Fungsi dan Tujuan Role Playing 1) Fungsi Peran

Bermain bagi anak untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungannya dan mempelajari segala sesuatu serta memecahkan masalah yang dihadapinya dan dapat meningkatkan perkembangan sosial anak.

Fungsi bermain tidak saja meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial anak, tetapi juga mengembangkan bahasa dan kreativitas anak (Hamalik Oemar, 1992 : 41). Bermain simbolik biasanya dapat meningkatkan kognitif anak untuk berimajinasi dan berfantasi menuju berfikir abstrak, melalui bermain, perkembangan sosial anak juga terkembangkan misalnya belajar berkomunikasi, mengorganisasi peran dan lebih menghargai orang lain dan melalui bermain anak dapat menyalurkan keinginannya

Bermain peran dapat merangsang kreativitas anak untuk menciptakan angan dan imajinasinya, oleh karena itu para ahli pendidikan modern berpendapat bahwa permainan merupakan alat pendidikan.Dengan bermain, guru mendapatkan gambaran yang lengkap tentang keseluruhan

diri murid misalnya seorang guru menyatakan bahwa prilaku murid pada waktu bermain dapat mengungkapkan sifat-sifat murid yang sebenarnya.

Contoh lain, guru melukiskan seorang anak yang biasanya pendiam dan pasif ternyata dia lebih vokal menjadi dominan ketika terlibat permainan di dalam kelasnya. Murid lebih berprilaku alamiah pada waktu bermain.Hal ini membuat guru dapat lebih mudah menilai kemampuan berbahasa murid yang sesungguhnya dengan lebih akurat di dalam bermain dari pada dalam situasi formal. Dari perspektif ini permainan berpotensi untuk memiliki fungsi diagnostik yang lebih dalam untuk mengembangkan keseluruhan diri murid dan meningkatkan partisipasi anak sehingga pembelajaran lebih efektif. Bermain akan membantu perkembangan otak anak yaitu meningkatkan kemampuan berbahasa dan bersosialisasi. Bermain akan membuat anak lebih mengerti subjek yang dipelajarinya melalui berimajinasi atau bermain peran.

b. Tujuan Pembelajaran dengan Menggunakan Model Role Playing Pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra anak di Sekolah Dasar merupakan wujud nyata mempraktekkan semua teori pengetahuan yang dimiliki. Dalam melaksanakan pembelajaran apresiasi sastra anak, tugas guru hanya sebagai pembimbing fasilitator dan nara sumber dari murid yang sedang belajar. Seorang guru yang berdiri di depan kelas sering ditiru oleh muridnya di rumah dan kadang secara cepat pula prilaku seorang guru dapat mempengaruhi murid di rumah.

Tujuan utama pembelajaran berbicara di Sekolah Dasar adalah melatih murid dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut guru dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca dan menulis kosa kata dan sastra sebagai bahan pembelajaran berbicara misalnya menceritakan cerita yang pernah didengarkan, mengungkapkan pengalaman pribadi dan bermain peran.

Banyak cara untuk melaksanakan pelajaran berbicara di Sekolah Dasar salah satunya bermain peran misalnya memerankan percakapan melalui telepon. Permainan ini untuk kelas rendah, murid secara berpasangan harus mempersiapkan untuk menelpon, baik telepon biasa maupun telepon genggam.Murid harus menelpon temannya menanyakan pekerjaan rumah atau buku pelajaran yang harus dibawa besok hari.Biarkan murid mengembangkan percakapannya sendiri kecuali kalau terhenti guru memberi pancingan berupa pertanyaan kepada murid. Guru memperhatikan cara murid mengungkapkan gagasan dan kalau perlu cara pelafalan yang benar dan permainan untuk melatih berbicara murid di Sekolah Dasar.

Untuk memantau kemajuan murid dalam berbicara guru dapat melakukannya ketika sedang melakukan kegiatan bermain atau diskusi dan sebagainya, pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara dapat direkam dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Faktor-faktor yang diamati adalah:

- Lafal kata

- Intonasi kalimat / Pikskontrol - Kosa kata

- Tata bahasa - Kefasihan bicara

- Pemahaman terhadap materi yang diajarkan.

Adapun tujuan model role playing yaitu:

- Menghayati peranan dan perasaan orang lain yang menimbulkan sikap menghargai orang lain

- Mengembangkan daya imajinasi pada diri murid - Melatih keterampilan berbicara

- Memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip

- Memberikan motivasi belajar karena sangat menarik dan menyenangkan

- Meningkatkan aktivitas belajar dengan melibatkan dirinya dalam mempelajari situasi yang hampir serupa dengan kejadian sebenarnya.

Sedangkan Roestia (1991 : 32) mengemukakan bahwa tujuan model role playing dapat membantu murid mengembangkan kreativitasnya

terhadap materi yang dipelajari serta guru dapat mengetahui sejauh mana taraf pengetahuan dan pemahaman murid dalam menerima materi pelajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar murid merupakan salah satu indikator keberhasilan murid yang diperoleh setelah dia belajar. Ini berarti, pemahaman murid dalam hal ini dapat

dilihat dari hasil belajarnya. Oleh karena itu hasil belajar merupakan salah satu alat ukur sistematis untuk mengetahui bahwa murid telah memiliki pemahaman terhadap materi yang diajarkan.

c. Langkah-Langkah Pembelajaran Role Playing

Bermain merupakan pemicu kreativitas, anak yang banyak bermain dapat meningkat kreativitasnya dan bermain merupakan sarana untuk mengubah potensi-potensi yang ada dalam dirinya.

Istilah role playing dalam metodologi pendidikan dinyatakan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mendramatisasikan tingkah laku yang terkait dalam kehidupan bermasyarakat. Bermain peran merupakan semacam dramatisasi tanpa melakukan latihan terlebih dahulu, tanpa menyuruh anak-anak menghafal sesuatu, suatu masalah sosial yang bertalian dengan hubungan secara spontan berdasarkan beberapa keterangan tertentu. Bermain peran ini tidak selamanya mempunyai teks yang harus dihafal, tidak memerlukan persiapan yang banyak dan hanya berlangsung sampai 3-5 menit saja. Di sini tidak di pentingkan bermaian sandiwara, tetapi kebanyakan bersifat dengan

menggunakan pengalaman anak saja.

Langkah-langkah untuk melaksanakan pembelajaran Role Playing adalah sebagai berikut :

1) Menentukan situasi sosial yang akan diperankan. Pada umumnya guru dapat memberikan penjelasan mengenai peranan yang harus dimainkan

oleh setiap pelaku. Apabila ada suatu masalah yang menimbulkan pendapat yang bertentangan, setiap pelaku akan memainkan pendirian yang berlainan itu.

2) Guru dapat menceritakan lebih dahulu situasi yang mengundang masalah sosial itu hingga titik tertentu. Kemudian anak-anak ditunjuk untuk memainkan peranan tertentu untuk mencapai penjelasaannya menurut konsepsi masing-masing.

3) Guru hendaknya memilih murid yang memahami baik-baik persoalannya, yang mempunyai daya fantasi dan mempunyai kepercayaan akan dirinya.

4) Murid diajak bermain peran yang dimainkan secara berkelompok, (1 kelompok terdiri dari 5 orang murid yang dibagi menajdi 2-3 berpasangan untuk mempermudah pengontrolan dalam melakukan permainan) masing-masing akan bertanya jawab yang dipandu oleh guru.

5) Guru meminta perhatian murid lainnya dengan memisalkan dirinya sebagai pelaku. Murid diminta bertanya kepada dirinya. Andaikan saya memainkan peranannya seperti yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya.

6) Setelah permainan selesai, seluruh murid ingin mengeluarkan pandangannya atau pendapatnya untuk menanggapi penampilan temannya sewaktu bermain peran. Bila ada pendapat yang berbeda

dengan pelaksanaan bermain peran tadi, maka guru dapat memberi kesempatan untuk memainkannya lagi oleh pelaku-pelaku murid.

7) Murid kemudian menjawab pertanyaan sesuai dengan isi materi yang diperankan.

Bermain peran dimaksud sebagai alat pelajaran untuk menyelami perasaan dan pendirian orang lain yang berbeda dengan kata. Apa yang dipelajari dalam bermain peran sangat berguna bagi anak-anak dalam hubungan sosial dengan orang lain, karena itu guru hendaknya memilih masalah-masalah yang banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari misalnya melakukan percakapan melalui telepon dengan menggunakan kalimat yang ringkas.

d. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulfikar pada tahun 2009, dengan judul Peningkatan hasil belajar PKn dengan menggunakan model pembelajaran role playing pada murid kelas III SD Negeri Bawasalo, Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru, menemukan bahwa rata-rata hasil belajar murid meningkat dari 68 sebelum menggunakan model pembelajaran bermain peran meningkat menjadi 70 pada siklus I. dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 80 setelah menggunakan model pembelajaran bermain peran.

Dalam dokumen PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING (Halaman 32-40)

Dokumen terkait