• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGEMBANGAN RANTAI SUPLAI PERIKANAN TUNA, TONGKOL, DAN CAKALANG (TTC)

Pendahuluan

Ikan tuna, tongkol, dan cakalang (ikan TTC) merupakan jenis ikan ekonomis penting Indonesia. Daerah penyebaran ikan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) di Indonesia meliputi Laut Banda, Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi, Laut Hindia, Laut Halmahera, perairan utara Aceh, barat Sumatera, selatan Jawa, utara Sulawesi, Teluk Tomini, Teluk Cendrawasih, dan Laut Arafura. Sedangkan daerah produksi utama ikan TTC ini terdapat di Kawasan Indonesia Timur yang mencakup Laut Banda, Laut Maluku, Laut Sulawesi, Laut Halmahera, Teluk Cendrwasih, dan Laut Arafura. Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong merupakan wilayah basis pengembangan untuk mendukung produksi ikan TTC di Kawasan Indonesia Timur tersebut. Volume produksi TTC cenderung meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing mencapai 910.506 ton dan 974.011 ton.

Keberlanjutan kegiatan perikanan TTC sangat dipengaruhi oleh sistem rantai suplai yang dibangun oleh perantai pasok/pelaku usaha perikanan TTC mulai dari menangkap ikan di laut, diversifikasi produk oleh pengolah atau industri pengolahan, distribusi produk, serta pemasarannya hingga produk TTC sampai ke tangan konsumen lokal maupun luar negeri. Dalam kaitan ini, maka perantai pasok (supply chainers) mulai dari nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, dan eksportir merupakan penyusun rantai suplai perikanan TTC. Menurut Raras (2009), rantai suplai merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual yang melibatkan perantai pasok (supply chainers) terkait pada setiap mata rantai dalam pemasaran produknya. Rantai suplai memberikan wahana mengidentifikasi cara untuk menciptakan diferensiasi melalui pengembangan nilai dan pembagian peran kepada setiap pelaku pada setiap mata rantai.

Terkait dengan itu, maka analisis model rantai suplai perikanan tuna, tongkol dan cakalang (TTC) yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pola interaksi diantara perantai pasok (supply chainers) tersebut serta strategi yang tepat guna meminimalisir hambatan sinergi diantara mereka dalam mendukung pengembangan pemasaran produk TTC. Sedangkan produk TTC yang dijadikan fokus adalah TTC segar, tuna loin, cakalang asap, ikan kayu, tuna TTC beku, tuna kaleng, sashimi, dan tongkol pindang. Aktivitas rantai suplai dikategorikan menjadi dua jenis; yaitu aktvitas primer (produksi, distribusi, dan pemasaran) dan aktivitas pendukung (infrastruktur suplai, manajemen usaha, posisi tawar, dan tingkat peran SDM pelaku). Aktivitas pendukung ini senantiasa akan menyatukan fungsi-fungsi yang melintasi aktivitas primer yang beraneka ragam, dan dalam aplikasinya dimainkan oleh setiap perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC. Tujuan penelitian adalah model mengembangkan rantai suplai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) untuk :

1. Menduga pola interaksi perantai pasok (supply chainers) dalam pengembangan rantai suplai perikanan TTC

2. Merumuskan strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan.

Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan September 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada lokasi terpilih dan menjadi wilayah basis pengembangan perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC), yaitu Bitung, Ternate, Ambon dan Sorong.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan dari 184 orang dari kelompok nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, eskportir, mencakup data kuantitas suplai optimum produk ikan TTC, harga jual yang ditawarkan, dan tingkat peran yang masing-masing dapat diberikan untuk mendukung rantai suplai ikan TTC. Data primer yang dikumpulkan terkait dengan konsumen mencakup tingkat kesetiaan membeli, tingkat konsumsi, dan ketiadaan komplain. Data primer terkait sinergi rantai suplai perikanan TTC terdiri dari kesesuaian tujuan pembangunan perikanan dengan kebutuhan pengembangan wilayah basis, dan data tingkat kesejahteraan nelayan kecil. Jumlah responden data primer diambil 15% dari total populasi masing-masing pelaku usaha di setiap daerah potensi produksi TTC. Data sekunder mencakup data statistik perikanan TTC, data pembinaan perantai pasok/pelaku usaha perikanan TTC, dan lainnya.

Data tersebut dikumpulkan dengan teknis wawancara terhadap responden yang merupakan perwakilan dari nelayan, pengolaha ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, eskportir, dan konsumen/mesayarakat. Jumlah responden sekitar 184 orang mengacu kepada kebutuhan metode estimasi yaitu maximum likelihood, dimana membutuhkan data berkisar antara 100 – 200 responden (Ferdinand, 2002). Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan menelaah pustaka, hasil studi dan laporan kegiatan yang tersedia pada Dinas Perikanan dan Kelautan, Ditjen P2HP, lembaga riset, dan perguruan tinggi.

Metode Analisis

Penyusunan model rantai suplai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) dilakukan dengan menggunakan metode SEM (Structural Equation Modelling). Dalam metode SEM ini, model disusun berdasarkan pola data lapang (jawaban responden) yang didapat selama pengumpulan data. Selama proses penyusunan ini, rancangan model dimodifikasi dan evaluasi terus hingga memenuhi kriteria goodness of fit yang dipersyaratkan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjadikan model menyerupai kondisi nyatanya (diwakili oleh data), sehingga interperatasi model untuk menjelaskan pola interaksi perantai pasok (supply chainers) dalam pengembangan rantai suplai perikanan TTC dan penyusunan strategi untuk minimalisir hambatan sinergi pengembangan rantai suplai perikanan TTC lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan nyata. Secara detail, tahapan yang dilakukan dalam penyusunan model rantai suplai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) dalam penelitian ini adalah :

Kajian model teoritis

Kajian ini dimaksudkan untuk mendapatkan justifikasi terhadap konsep- konsep interaksi perantai pasok (supply chainers) dalam rantai suplai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan mendapat kebenaran secara ilmiah. Dalam kaitan ini, maka telaah pustaka, hasil studi dan laporan kegiatan yang tersedia pada Dinas Perikanan dan Kelautan, Ditjen P2HP, lembaga riset, dan perguruan tinggi menjadi masukan penting untuk penyusunan model teoritis tersebut.

Perancangan pola interaksi path diagram

Perancangan path diagram merupakan kegiatan mendeskripsikan interaksi di antara perantai pasok (supply chainers) dan komponen perikanan lainnya dalam rantai suplai perikanan TTC. Perantai pasok dan komponen perikanan yang dalam interaksinya memegang posisi sentral interaksi menjadi konstruk penelitian, sedangkan komponen yang memperjelas interaksi perantai pasok (supply chainers) menjadi dimensi konstruk. Mengacu kepada lingkup data yang kemudian dijustifikasi dalam kajian teoritis, maka pola interaksi dalam path diagram model dirancang :

a. Konstruk nelayan (NEL), dengan dimensi konstruk mencakup kuantitas suplai optimum produk ikan TTC oleh nelayan (X11), harga jual yang ditawarkan nelayan (X12), dan tingkat peran nelayan (X13).

b. Konstruk pengolah ikan (PENG), dengan dimensi konstruk mencakup kuantitas suplai optimum produk ikan TTC oleh pengolah ikan (X21), harga jual yang ditawarkan pengolah ikan (X22), dan tingkat peran pengolah ikan (X23).

c. Konstruk pedagang eceran (PE), dengan dimensi konstruk mencakup kuantitas suplai optimum produk ikan TTC oleh pedagang eceran (X31), harga jual yang ditawarkan pedagang eceran (X32), dan tingkat peran pedagang eceran (X33).

d. Konstruk pedagang besar/pengumpul (PB), dengan dimensi konstruk mencakup kuantitas suplai optimum produk ikan TTC oleh pedagang besar/pengumpul (X41), harga jual yang ditawarkan pedagang besar/pengumpul (X42), dan tingkat peran pedagang besar/pengumpul (X43). e. Konstruk eksportir (EKS), dengan dimensi konstruk mencakup kuantitas

suplai optimum produk ikan TTC oleh eksportir (X51), harga jual yang ditawarkan eksportir (X52), dan tingkat peran eksportir (X53).

f. Konstruk konsumen (EKS), dengan dimensi konstruk mencakup tingkat kesetiaan membeli (Y1), tingkat konsumsi (Y2), dan ketiadaan komplain (Y3).

Untuk kepentingan analisis sinergi pengembangan rantai suplai, maka konstruk nelayan juga dilengkapi dengan dimensi konstruk kesejahteraan (KSJ) dan ada penambahan dimensi konstruk wilayah basis (WB) pada konstruk kegiatan perikanan (KP).

Perumusan measurement model dan structural equation

Perumusan measurement model dan structural equation merupakan kegiatan penyusunan persamaan matematis yang mewakili interaksi perantai pasok (supply chainers) TTC dan komponen perikanan lainnya yang terlibat

dalamrantai suplai perikanan TTC. Selanjutnya persamaan matematis tersebut digunakan untuk operasi AMOS. Data operasi AMOS sebelumnya telah disiapkan menggunakan program Microsoft Excel, atau program lain yang sesuai.

Evaluasi kriteria goodness of fit dan interpertasi model

Evaluasi kiteria goodness of fit ini merupakan tahapan untuk mengukur kesesuaian model dengan nilai standar yang dipersyaratkan untuk model SEM. Pemenuhan kriteria tersebut menunjukkan bahwa model yang dihasilkan sudah menyerupai kondisi nyatanya. Tabel 16 menyajikan jenis kriteria goodness of fit yang perlu dipenuhi oleh model SEM.

Tabel 16. Kriteria goodness of fit dan nilai standarnya

Kriteria Goodness of fit Nilai Standar (Standard Value)

Chi-Squarey Diusahakan kecil

Significance Probability  0,05 NFI > 0,90 RFI  0,90 IFI  0,90 TLI  0,90 CFI  0,90 Sumber : Ferdinand (2002)

Model yang sudah memenuhi kriteria goodness of fit menjelaskan berbagai maksud nyata yang diharapkan dari penyusunan model. Dalam penelitian ini, model SEM yang memenuhi kriteria goodness of fit digunakan untuk menjelaskan pola interaksi perantai pasok (supply chainers) dalam pengembangan rantai suplai perikanan TTC dan penyusunan strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan kebutuhan nyata.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Pemodelan Rantai Suplai Perikanan Tuan Tongkol Cakalang (TTC) Model rantai suplai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) disusun dengan menformulasikan pola interaksi konstruk dan dimensi konstruk yang dideskripsikan pada metodologi terkait dengan path diagram. Secara teoritis, semua pola interaksi yang dibangun lazim terjadi pada kegiatan distribusi dan pemasaran hasil perikanan, dimana kegiatan nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, dan eksportir tidak lepas dari aktivitas untuk mensuplai produk ikan TTC, melakukan penawaran harga jual, dan melayani pelanggan.

Gambar 8 Model rantai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) 0 NEL 3,17 X11 0; ,32 d111 3,21 X12 0; ,32 d12 1,18 1 3,56 X13 0; ,19 d13 ,98 1 0 PE 3,59 X31 0; ,32 d31 3,68 X32 0; ,93 d32 3,48 X33 0; ,53 d33 1,00 1 1,08 1 1 0 PB 3,72 X41 0; ,10 d41 3,85 X42 0; ,48 d42 3,45 X43 0; 1,25 d43 1,00 1 ,77 1 ,38 1 0 EKS 3,25 X53 0; ,18 d53 3,17 X52 0; ,01 d52 3,20 X51 0; ,13 d51 1,00 1 2,03 1 ,56 1 0 KONS 2,85 Y1 0; ,23 e1 2,76 Y2 0; ,29 e2 2,92 Y3 0; ,22 e3 1,00 1 1,07 1 ,06 1 0 PENG 3,28 X23 0; ,61 d23 4,39 X22 0; ,12 d22 4,25 X21 0; ,06 d21 1,00 1 6,68 1 9,19 1 0 KP 3,28 WB 0; ,18 dt 1,00 1 ,05 Chi-Square = 564,842 P = ,000 NFI = ,957 RFI = ,942 IFI = ,968 TLI = ,958 CFI = ,968 1,28 11,99 10,73 0; ,05 Z6 0; ,04 Z5 1,04 1 0; ,48 z4 1 ,00 0; ,19 z3 0; ,00 z2 ,17 3,53 KSJ 0; ,26 dk 1 ,68 1,00 1 1,05 ,18 1,52 -,50 1 ,03 1 ,02 -,01 0; ,40 z1 1 ,07 58

Sedangkan konsumen sebagai pelaku interaksi paling hilir dalam rantai pemasaran akan memberikan respon dalam kesetiaan membeli, mengkonsumsi, dan melakukan komplain bila terdapat kejanggalan. Hal ini sesuai dengan teori respon konsumen tentang produk yang dilepas kepada pasaran menurut Gaviglio, et. al. (2014). Hasil pemodelan menggunakan SEM terkait rantai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) disajikan pada gambar 8.

Pada model yang tersajikan di dalam gambar 8, NEL, PENG, PE, PB, EKS, dan KONS menyatakan nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pedagang pengumpul, eksportir merupakan pelaku utama interaksi perantai pasok TTC (supply chainers). KP, WB, KONS, KSJ menyatakan kegiatan perikanan, wilayah basis pengembangan perikanan TTC, konsumen, dan dampak kesejahteraan. Simbol X11, X21, X31, X41, dan X51 menyatakan kuantitas suplai optimum produk ikan yang dilakukan berturut-turut oleh nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pedagang pengumpul, dan eksportir. Simbol X12, X22, X32, X42, dan X52 menyatakan harga jual yang ditawarkan berturut-turut oleh nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pedagang pengumpul, dan eksportir. Simbol X13, X23, X33, X43, dan X53 menyatakan tingkat peran yang bisa diberikan nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pedagang pengumpul, dan eksportir dalam mendukung rantai suplai perikanan TTC. Sedangkan Y1, Y2, dan Y3 menyatakan tingkat kesetiaan membeli, tingkat konsumsi, dan ketiadaan komplain dari konsumen. Hasil Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

Untuk mengukur apakah model SEM rantai suplai perikanan TTC yang dibangun sudah fit atau belum, maka dilakukan analisis kesesuaian menggunakan kriteria goodness-of-fit. Pada Tabel 17 disajikan hasil evaluasi kesesuaian model dengan kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan untuk model SEM.

Tabel 17 Hasil evaluasi kesesuaian model persamaan struktural terhadap kriteria goodness-of-fit yang dipersyaratkan

Kriteria goodness-of-fit Standar Value Model Value Keterangan

Chi-square Diusahakan kecil 564,842 Cukup Baik

Probability  0,05 0,000 Kurang Baik

NFI > 0,90 0,957 Baik

RFI  0,90 0,942 Baik

IFI  0,90 0,968 Baik

TLI  0,90 0,958 Baik

CFI  0,90 0,968 Baik

Berdasarkan Tabel 17, nilai chi-square sekitar 564,842 termasuk cukup baik untuk interaksi yang relatif kompleks dengan melibatkan 27 konstruk/dimensi. Selain itu, jika dilihat dari nilai NFI = 0,957, RFI = 0,942, IFI = 0,968, TLI = 0,958, dan CFI = 0,968, maka model yang dibangun sudah memenuhi kriteria goodness of fit yang dipersyaratkan. Oleh karena sebagian besar kriteria telah dipenuhi, maka model tersebut dapat dikatakan sudah masuk jalur kesesuaian (fitting) dan sudah mempunyai keserupaan yang tinggi dengan

sistem nyatanya. Dengan demikian, maka model SEM rantai suplai perikanan TTC pada Gambar 8 dapat diterima dan digunakan untuk menjelaskan pola interaksi perantai pasok (supply chainers) dalam model pengembangan rantai suplai perikanan TTC dan acuan memilih strategi yang tepat untuk meminimalisir hambatan sinergi pengembangan rantai suplai perikanan TTC.

Interaksi Antar Perantai Pasok (Supplay Chainers) [ada Rantai Suplai Perikanan TTC

Interaksi antar perantai pasok (supply chainers) merupakan penentu dari kelangsungan rantai suplai dalam mendukung suplai produk TTC (TTC segar, tuna loin, cakalang asap, ikan kayu, tuna TTC beku, tuna kaleng, sashimi, dan tongkol pindang) dari tempat produksi ke tujuan pasar yang diinginkan. Oleh karena itu, pola interaksi antar pelaku ini menjadi perhatian penting dalam model pengembangan rantai suplai perikanan TTC, terutama di Kawasan Indonesia Timur (Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong) yang menjadi wilayah basis/sentra perikanan TTC nasional.

Tabel 18 Interaksi perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC

Interaksi C.E S.E. C.R. P Label

KP <-- NEL 0,053 0,053 1,009 0,313 par-12 PENG <-- KP 1,278 1,671 0,765 0,444 par-13 PE <-- KP 10,734 10,722 1,001 0,317 par-15 PE <-- PENG 1,053 1,132 0,93 0,352 par-20 PB <-- KP 11,987 11,987 1 0,317 par-14 EKS <-- KP 1,04 1,18 0,881 0,378 par-16 KONS <-- PE 0,179 0,07 2,574 0,01 par-21

KONS <-- PENG -0,503 0,656 -0,768 0,443 par-23 Interaksi yang terjadi diantara nelayan (NEL), pengolah ikan (PENG), pedagang eceran (PE), pedagang besar/pengumpul (PB), eksportir (EKS), dan konsumen (KONS) umumnya bersifat positif (CE > 0). Hal ini menunjukkan setiap perantai pasok (supply chainers) mendukung perantai pasok (supply chainers) lainnya pada setiap mata rantai pemasaran ikan TTC. Dukungan tersebut terlihat jelas dalam bentuk peningkatan nilai produk pada setiap perantai pasok (supply chainers) yang membentuk rantai suplai pemasaran perikanan TTC. Kondisi demikian dapat dilihat dari produk tuna segar dari nelayan ke pedagang besar/pengumpul, pedagang eceran, dan konsumen meningkat nilainya berturut- turut Rp 25.000,-/kg, Rp 28.000,-/kg, Rp 31.000,-/kg, dan Rp 45.000,-/kg (tabel 19). Kondisi tersebut diilustrasikan dengan nilai CE positif oleh hasil analisis model pada tabel 18. Nilai CE tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan produksi ikan di tingkat nelayan selalu berimbas pada peningkatan intensitas kegiatan perikanan (KP) lainnya, seperti kegiatan para pengolah ikan (PENG), pedagang besar/pengumpul (PB), pedagang eceran (PE), dan eksportir (EKS).

Tabel 19. Nilai produk pada setiap mata rantai perikanan TTC

Produk TTC Satuan Nelayan Pengolah Pedagang

Eceran Pedagang Besar/ Pengumpul Eksportir Konsumend Tuna Segar Rp/kg 25.000 31.000 28.000 45.000 31.000 Tongkol Segar Rp/kg 10.000 13.500 13.500 Cakalang Segar Rp/kg 16.500 23.000 19.500 23.000 Tuna Loin Rp/packa 88.113 102.000 120.000 102.000

Cakalang Asap Rp/kg 65.000 75.000 75.000 Ikan Kayu Rp/kg 35.000 37.500 50.000 37.500 Tuna Beku Rp/kg 27.500 33.000 30.000 47.500 33.000 Tongkol Beku Rp/kg 11.500 14.500 14.500 Cakalang Beku Rp/kg 18.500 24.500 21.000 24.500 Tuna Kaleng Rp/kalengb 15.750 18.500 17.000 18.500

Sashimi Rp/packc 21.950 27.000 35.000 27.000

Tongkol Pindang Rp/kg 13.000 15.000 18.000

Keterangan : a1 pack = 2 kg, b1 kaleng = 100 gr, dan c1 pack = 500 gr, dan d = harga beli yang diterima konsumen lokal

Pedagang eceran dan pengolah ikan merupakan dua perantai pasok (supply chainers) yang berinteraksi langsung dengan konsumen, tetapi hanya interaksi pedagang eceran dengan konsumen yang berdampak positif nyata (P < 0,05, yaitu 0,01). Hal ini yang menjadikan harga beli produk oleh konsumen selalu sama dengan nilai produk yang dilepas oleh pedagang eceran (Tabel 19). Interaksi negatif pengolah ikan dengan konsumen memberi indikasi bahwa peningkatan produksi TTC olahan oleh pengolah ikan (PENG) cenderung mengurangi minat konsumen untuk membeli produk TTC olahan tersebut (CE = - 0,503). Kondisi demikian berpeluang mengancam kelangsungan rantai suplai perikanan TTC, terutama yang terkait langsung pada pemasaran produk dari pengolah tradisional.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat kecenderungan pedagang eceran membeli produk TTC dari pedagang besar/pengumpul bila ada kekurangan produk dari pemasok utamanya (nelayan dan pengolah ikan). Fenomena tersebut umumnya terjadi untuk produk tuna segar, cakalang segar, tuna beku, cakalang beku, dan tuna kaleng. Keberadaan pedagang eceran dalam rantai suplai perikanan TTC perlu didukung mengingat perannya yang vital untuk mengantarkan produk ke tujuan akhir/ konsumen (Gambar 8).

Interaksi Internal Setiap Perantai Pasok (Supply Chainers) pada Rantai Suplai Perikanan TTC

Mengacu kepada model rantai suplai yang tersajikan pada gambar 8, pola interaksi nelayan (NEL) dapat dipengaruhi oleh kuantitas suplai optimum produk ikan TTC segar (X11), harga jual yang ditawarkan nelayan (X12), dan tingkat peran nelayan (X13) pada rantai suplai perikanan TTC. Dari ketiga faktor, harga jual yang ditawarkan nelayan (X12) dan tingkat peran yang diberikan nelayan (X13) mendukung secara signifikan posisi nelayan pada rantai suplai perikanan TTC yang ditunjukkan oleh nilai P masing-masing 0,000 (Tabel 20). Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan harga jual produk TTC pada setiap tahapan rantai pemasarannya atau setelah produk diserahkan oleh nelayan kepada perantai pasok lainnya (tabel 21).

Tabel 20 Interaksi internal perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC

Interaksi C.E S.E. C.R. P Label

X11 <-- NEL 1 Fix X12 <-- NEL 1,176 0,117 10,071 0 par-1 X13 <-- NEL 0,982 0,095 10,331 0 par-2 X21 <-- PENG 9,189 7,802 1,178 0,239 par-11 X22 <-- PENG 6,684 5,668 1,179 0,238 par-10 X23 <-- PENG 1 Fix X31 <-- PE 1 Fix X32 <-- PE 1,08 0,16 6,766 0 par-3 X33 <-- PE 1,519 0,166 9,159 0 par-22 X41 <-- PB 1 Fix X42 <-- PB 0,766 0,101 7,556 0 par-4 X43 <-- PB 0,38 0,116 3,286 0,001 par-5 X53 <-- EKS 1 X52 <-- EKS 2,028 0,573 3,536 0 par-6 X51 <-- EKS 0,557 0,172 3,24 0,001 par-7 Y1 <-- KONS 1 Y2 <-- KONS 1,066 0,255 4,188 0 par-8 Y3 <-- KONS 0,056 0,16 0,353 0,724 par-9 WB <-- KP 1 KSJ <-- NEL 0,675 0,083 8,161 0 par-19

Pada pengolah ikan, kuantitas suplai optimum produk ikan TTC olahan (X21), harga jual yang ditawarkan pengolah (X22), dan tingkat peran pengolah ikan (X23) juga memperkuat posisinya dalam rantai suplai perikanan TTC, namun tidak terdapat pengaruh nyata/signifikan (P ketiganya > 0,05). Untuk pedagang eceran (PE), pedagang besar/pengumpul (PB), dan eksportir (EKS), posisi dalam rantai suplai perikanan TTC juga diperkuat oleh kuantitas suplai optimum produk ikan TTC, harga jual yang ditawarkan, dan tingkat peran yang diberikan oleh ketiganya. Dari tiga faktor internal tersebut, dua diantaranya (harga jual yang ditawarkan dan tingkat peran yang diberikan) berpengaruh signifikan bagi penguatan posisi ketiganya dan sekaligus semakin menjamin kelangsungan rantai suplai perikanan TTC di sentra/wilayah basis pengembangannya.

Mengacu kepada Tabel 21, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, dan eksportir mendapat margin cukup baik dari harga jual yang ditawarkannya. Kondisi ini juga menyebabkan mereka bertahan untuk mengambil peran dalam rantai suplai perikanan TTC. Margin yang tinggi untuk pedagang eceren umumnya didapat dari produk TTC olahan seperti tuna loin (Rp 14.000/pack), cakalang asap (Rp 10.000/kg), dan sashimi (Rp 5.050/pack). Sedangkan untuk eksportir, dari semua produk TTC yang dijual mendapat margin yang tinggi. Margin tersebut merupakan selisih harga dari produk TTC didapat dari dalam negeri dengan yang diterima di negara tujuan.

Tabel 21 Keuntungan/Margin yang didapat oleh setiap perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC

Produk TTC Satuan

Nilai Awal Keuntungan (Margin) Nelayan Pengolah Pedagang

Eceran Pedagang Besar/ Pengumpul Eksportir Total Tuna Segar Rp/kg 25.000 3.000 3.000 14.000 20.000 Tongkol Segar Rp/kg 10.000 3.500 3.500 Cakalang Segar Rp/kg 16.500 3.500 3.000 6.500

Tuna Loin Rp/packa 38.000 14.000 18.000 70.000

Cakalang Asap Rp/kg 40.000 10.000 50.000 Ikan Kayu Rp/kg 10.000 2.500 12.500 25.000 Tuna Beku Rp/kg 2.500 3.000 2.500 14.500 22.500 Tongkol Beku Rp/kg 1.500 3.000 4.500 Cakalang Beku Rp/kg 2.000 3.500 2.500 8.000 Tuna Kaleng Rp/kaleng b 13.250 1.500 1.250 16.000 Sashimi Rp/packc 9.450 5.050 12.000 26.500 Tongkol Pindang Rp/kg 3.000 2.000 5.000

Keterangan : a1 pack = 2 kg, b1kaleng = 100 gr, dan c1 pack = 500 gr

Pengembangan produk ikan TTC menurut wilayah basis/potensinya juga berpengaruh positif bagi peningkatan intensitas/kesibukan kegiatan perikanan (KP) di wilayah kajian (Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong), namun belum terasa nyata. Ke depan hal ini perlu ditingkatkan, karena disamping dapat meningkatkan kesejahteraan, juga mendukung tujuan pembangunan perikanan terkait pemerataan dan pemanfaatan sumberdaya ikan sesuai potensinya. Khusus untuk kesejahteraan (KSJ), bila dapat ditingkatkan, maka akan memberi dampak nyata terhadap peningkatan intensitas dan kinerja nelayan (P < 0,05, yatu 0,000). Keuntungan/margin yang dinikmati oleh setiap perantai pasok (supply chainers) TTC saat ini dapat dipacu dan dipertahankan untuk mempercepat peningkatan kesejehateraan tersebut.

Pola interaksi yang positif/saling mendukung antara nelayan (NEL), pengolah ikan (PENG), pedagang eceran (PE), pedagang besar/pengumpul (PB), eksportir (EKS), dan konsumen (KONS) lebih karena mereka saling membutuhkan untuk menjalankan peran masing-masing dalam pemasaran produk perikanan termasuk produk ikan TTC. Ekinci, et. al (2014) menyatakan bahwa setiap perantai pasok (supply chainers) akan menjalankan peran tersendiri pada bisnis perikanan, dimana peran tersebut sangat erat kaitan dengan upaya untuk mempertahankan hidup dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Nilai produk (Tabel 19) yang ditawarkan setiap pelaku TTC pada setiap mata rantai merupakan

upaya untuk mendapatkan penghasilan bagi kehidupan keluarganya. Menurut Makino, et. al (2009), tujuan interaksi pelaku perikanan terbagi menjadi dua, yaitu untuk mendapatkan penghasilan dan untuk mempertahankan eksistensi dalam interaksi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Perantai pasok perikanan TTC skala besar seperti pedagang besar, pengumpul, dan eksportir mungkin mengejar kedua tujuan tersebut, sedangkan kelompok nelayan, pengolah ikan dan pedagang eceran dominan karena untuk mendapatkan penghasilan bagi kehidupan keluarga.

Terlepas dari itu, tujuan dan semangat interaksi tersebut dapat memperkuat rantai suplai perikanan TTC. Nilai CE yang positif pada interaksi antar perantai pasok (supply chainers) merupakan gambaran rantai suplai perikanan TTC yang terbangun sudah baik dan tidak akan terganggu selama interaksi antar nelayan (NEL), pengolah ikan (PENG), pedagang eceran (PE), pedagang besar/pengumpul (PB), eksportir (EKS), dan konsumen (KONS) yang terjadi di masa datang tidak lebih buruk dari yang terjadi saat ini. Selama ini, nelayan menjadi penggerak utama kegiatan perikanan TTC (Gambar 8). Dengan adanya kegiatan nelayan yang menghasilkan produk TTC segar, berkembang kegiatan pedagang eceran, pengolah ikan, pedagang besar, dan eksportir, dimana kegiatan mereka dipengaruhi secara langsung oleh kegiatan perikanan yang digerakkan oleh nelayan. Hal ini harus dipelihara, dan pengakuan terhadap peran nelayan harus diapresiasi pada setiap program dan kebijakan yang diterapkan di sentra perikanan TTC seperti Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong. Menurut DKP Kota Bitung (2013) dan Campling, et. al (2007), program yang pro-nelayan dapat memperkuat pengembangan wilayah basis perikanan dan menjadi daerah suplai penting produk-produk perikanan bernilai ekonomis tinggi. Bentuk apresiasi lain adalah

Dokumen terkait