• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model prediksi kebangkrutan Altman’s Z-score Rumus yang digunakan dalam model Altman

Dalam dokumen LAPORAN ANTARA PENELITIAN INDIVIDUAL (Halaman 22-40)

Jika perusahaan publik Z = 1.2x1 + 1.4x2 + 3.3x3 + 0.6x4 + .999x5

Jika perusahaan swasta Z = 0.717x1 + 0.847x2 + 3.107x3 + 0.420x4 + 0.998x5

Jika perusahaan jasa Z = 6.56x1 + 3.26x2 + 6.72x3 + 1.05x4

Sumber: (Altman, 2000).

23

Sebanyak tiga formula yang digunakan dalam model kebangkrutan Altman seperti yang ditunjukkan diatas. Untuk perusahaan manufaktur formula dibagi menjadi dua yaitu publik dan swasta. Sementara memprediksi kebangkrutan industri jasa seperti industri perbankan Altman memperkenalkan model perusahaan jasa secara terpisah (Altman, 2000).

Model Altman merupakan model linear yang dinilai dengan bobot yang berbeda. Model ini digunakan oleh para peneliti yang berbeda selama periode waktu, Kyriazopoulos et al. (2014) menggunakan model Altman pada industri perbankan Yunani dan menemukan model ini sangat akurat dalam menemukan kesulitan keuangan (Jan dan Marimuthu, 2015.

Chieng (2013) menerapkan model Altman pada bank zona Euro dan melaporkan model 100 persen akurat dalam menemukan kesulitan keuangan.

Sharma et al. (2013) menggunakan Altman Model pada industri perbankan India dan melaporkan keakuratan model dengan 70 persen. Mamo (2010) menerapkan Model Altman pada industri perbankan Kenya dan melaporkan model 90 persen akurat secara keseluruhan (Jan dan Marimuthu, 2015).

1. Altman Model untuk Perusahaan Jasa

Z = 6.56X1 + 3.26X2 + 6.72X3 + 1.05X4 Keterangan:

X1 = Modal Kerja / Total Aset X2 = Laba Ditahan/ Total Aset

X3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset.

24

X4 =Nilai Buku Ekuitas / Nilai Buku Total Kewajiban.

Menurut (Altman, 2000) jika nilai skor z ditemukan lebih besar dari 2,90 perusahaan akan dinilai dalam zona aman, jika nilai Z-score ditemukan kurang dari 1,21 perusahaan akan dinilai dalam zona bangkrut. Namun, jika nilai Z-score berada di antara 1,21 <Z <2,9 perusahaan dikatakan dalam zona abu-abu. Dan teknis zona abu-abu juga disebut aman.

Keempat rasio inilah yang akan digunakan untuk menganalisis laporan keuangan sebuah perusahaan jasa untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Uraian masing-masing rasio tersebut adalah sebagai berikut (Altman, 2000):

a. Modal kerja terhadap total aset digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas adalah aspek yang paling penting dalam menentukan kebangkrutan.

b. Laba ditahan terhadap total aset digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba perusahaan selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasii memungkinkan untuk memperllalncar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan yang masih relative muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.

c. Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total asset digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut

25

mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut.

d. Nilai buku ekuitas terhadap nilai buku dari utang digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar modal biasa dan saham preferen, sedangkan utang mencakup utang lancar dan utang jangka pendek.

Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya (Kamal, 2012). Analisis diskriminan bermanfaat bagi perusahaan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan dan kelanjutan usahanya. Semakin awal suatu perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan perusahaan tersebut.

2. Kelebihan dan Kelemahan Z-score

Pada dasarnya untuk menilai kinerja keuangan perusahaan, dapat digunakan berbagai metode analisis. Analisis Z-score hanya salah satu dari metode-metode yang ada. Karena itu jika dibandingkan dengan metode-metode yang lain maka terdapat kebaikan dan kelemahannya.

Z-score pertama kali dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan dapat digunakan sebagai keseluruhan pengukuran kinerja keuangan perusahaan. Hal yang menarik mengenai Z-score adalah keandalan sebagai alat

26

analisis tanpa memperhatikan bagaimana pengukuran perusahaan. Meskipun perusahaan sangat makmur, jika Z-score turun dengan tajam, lonceng peringatan harus berdering. Atau perusahaan baru saja survive, Z-score bisa digunakan untuk membantu mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan (Sawir, 2001: 24)

Menurut BAPEPAM dalam Kamal (2012), kelebihan dari hasil Z-score antara lain:

a. Menggabungkan berbagai resiko keuangan secara bersama-sama.

b. Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan variabel-variabel independen.

c. Mudah dalam penerapan

Sedangkan kelemahan dari hasil Z-score antara lain:

a. Nilai Z-score bisa direkayasa atau dibisakan melalui perinsip akuntansi yang salah atau rekayasa keuangan lainnya.

b. Formula Z-score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z-score biasanya akan rendah.

c. Perhitungan Z-score secara triwulan pada suatu perusahaan dapat memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang diakhir tahun secara sekaligus.

Analisis Z-score (Altman) merupakan salah satu analisis dengan menggunakan dua variabel atau lebih secara bersama-sama dalam satu persamaan atau bisa disebut juga dengan multivariate. Dimana variabel bebas dalam analisis ini adalah rasio-rasio keuangan yang diperkirakan akan mempengaruhi kesehatan

27

keuangan perusahaan. Sedangkan variabel tidak bebas adalah prediksi kebangkrutan.

Namun kurang adanya literature yang menjelaskan apakah analisis Z-score yang dihitung ataupun perusahaan-perusahaan dengan kategori bangkrut, tidak bangkrut, ataupun kritis ini apakah nilainya akan dipengaruhi oleh beberapa indikator-indikator kebangkrutan perusahaan. Beberapa indikator-indikator kebangkrutan yaitu:

a. Indikator ekonomi umum

Entitas bisnis yang ada di suatu Negara juga kemungkinan bisa terkena dampak. Indikator ekonomi umum dapat berupa inflasi, resesi ekonomi, tingkat pertumbuhan yang rendah atau bahkan negatif, kondisi moneter yang tidak mendukung, devaluasi mata uang dan lain-lain.

b. Indikator kondisi industri

Menunjukkan bahwa industri tertentu sedang mengalami kelesuan, sehingga mungkin berimplikasi pada kegagalan usaha. Indikator industri dapat berupa kondisi pasar yang lesu, tingkat persaingan yang sangat ketat, regulasi industri yang tidak memihak dan penurunan kinerja keuangan rata-rata industri.

c. Indikator kondisi entitas

Menunjukkan bahwa sebenarnya entitas itu secara spesifik bermasalah.

Indikator-indikator kondisi entitas dapat berupa profitabilitas, rasio hutang terhadap ekuitas tinggi, pelapasan aktivitas bisnis dan lain-lain.

28

Selain itu juga Hanafi (2014: 261) menjelaskan secara singkat mengenai indikator kegagalan perusahaan dimana indikator yang bisa dipakai untuk memprediksi kebangkrutan yaitu:

a. Indikator internal

Dimana indikator ini berasal dari perusahaan, strategi perusahaan, laporan keuangan, trend penjualan, kemampuan manajemen. Analisis ini ingin melihat kekuatan perusahaan relative terhadap pesaingnya.

b. Indikator eksternal

Dimana indikator ini berasal dari luar perusahaan. Indikator eksternal diambil dari pasar keuangan, informasi dari pihak berkaitan seperti pemasok, dealer dan konsumen.

Kebaikan analisis Z –score menurut Sawir (2001: 25) adalah dapat mengkombinasikan berbagai rasio menjadi suatu model prediksi yang berarti.

Analisis ini merupakan analisis multivariate yang bisa melihat hubungan rasio tertentu yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Seperti terlihat dari persamaannya, persamaan tersebut menghubungkan antara likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas perusahaan dengan kebangkrutan.

Selain itu, kebaikan dari model ini dapat dipergunakan untuk seluruh perusahaan, baik perusahaan publik, pribadi, manufaktur, ataupun perusahaan jasa dalam berbagai ukuran. Walaupun model ini datangnya dari Amerika, tetapi model ini dapat digunakan di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Kelemahan dari model ini seperti yang diungkapkan oleh Hanafi (2014:

275) adalah tidak ada rentang waktu yang pasti kapan kebangkrutan akan terjadi

29

setelah hasil Z-score diketahui lebih rendah dari standar yang ditetapkan. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Sagho dan Merkusiwati (2015) menyebutkan jangka waktu prediksi Z-score adalah selama 1 tahun. Model ini juga tidak dapat mutlak digunakan karena adakalanya terdapat hasil yang berbeda jika kita menggunakan obyek yang berbeda.

Waktu untuk menyatakan kebangkrutan perusahaan akan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemampuan bank untuk membantu restrukturisasi keuangan, kondisi perusahaan lain, negosiasi dengan pekerja serta kondisi perekonomian secara keseluruhan, sedangkan faktor-faktor ini tidak terdapat dalam model. Model ini juga tidak bisa mutlak digunakan karena adakalanya terdapat hasil yang berbeda jika kita menggunakan model yang berbeda.

Jadi menurut peneliti kelebihan dari analisis Z-score ini adalah bahwa dengan mengetahui nilai Z perusahaan maka perusahaan dapat mengetahui tingkat kesehatan keuangan perusahaannya. Jika nilai Z perusahaan termasuk dalam kategori bangkrut atau kritis, maka perusahaan masih bisa memperbaiki kesehatan keuangan perusahaannya dengan segera. Sehingga dengan mengetahui nilai Z ini maka kondisi keuangan perusahaan semakin kuat dan dapat diantisipasi sedini mungkin sebelum kinerja dan kesehatan keuangan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa indikator-indikator kegagalan perusahaan.

Selain itu kelebihan yang lainnya adalah bahwa model perhitungan diskriminan (altman) ini juga bisa diterapkan untuk perusahaan yang go public atau tidak go public seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kelebihan dari analisis ini juga karena model diskriminan kebangkrutan ini termasuk kedalam analisis

30

multivariate yang variabel-variabel bebas yang diambil dari neraca dan laporan laba/rugi. Artinya bahwa adanya keterkaitan antara variabel-ariabel dari Z-score dengan analisis rasio keuangan juga diambil dari laporan keuangan.

Sehingga sama halnya nilai dari analisis rasio keuangan dan Z-score juga akan berpengaruh pada pengambilan keputusan perusahaan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan khususnya prestasi (performance) serta kesehatan keuangan perusahaan.

Sedangkan untuk kelemahan analisis Z-score ini adalah bahwa ini hanyalah bersifat prediksi atau ramalan keuangan perusahaan, sehingga nilai Z tidak bisa dijadikan tolak ukur dalam penentuan apakah perusahaan tersebut akan benar-benar bangkrut atau tidak bangkrut, karena manajemen harus melihat dari segi indikator-indikator kegagalan perusahaan.

31 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Variabel Peneliti, Tahun, Metode, Sampel

Hasil Penelitian

1 Working capital to total asset, retained earning to total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total asset mampu memperoleh tingkat ketepatan prediksi sebesar 95%

untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan dan 72% untuk data dua tahun sebelum kebangkrutan.

Tabel berlanjut …

32

2 Working capital to total asset, retained earning to total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total Liabilities, dan sales to total asset

Edward I, Altman

Menghasilkan model Z”-score yang dapat digunakan oleh perusahaan manufaktur (Z-score revisi = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5) dan non manufaktur (Z= 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4),

Hasilnya bahwa model Altman’s Z-score dapat memprediksi kebangkrutan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

33 digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan go public di Indonesia

5 CAMEL: Capital, aktiva, management, earning, liquidity

Z-score : working capital/total asset (X1), Retained earnings/total

Terdapat perbedaan dari model CAMEL dan Altman’s Z-score dalam ketepatan memprediksi kebangkrutan bank.

Ketepatan prediksi model Altman’s Z-score lebih baik

dalam memprediksi

kebangkrutan bank umum di

34 of Equity/Book value of

debt

Indonesia dibandingkan model CAMEL.

6 Working capital to total asset ratio (X1), retained earning to total asset ratio (X2), earning before interest and taxes to total asset ratio (X3), market value of equity gejala kebangkrutan bahkan sebaliknya semua bank yang diteliti diprediksi tidak akan mengalami kebangkrutan dalam jangka waktu 1 tahun tidak applicable jika dilakukan pada perbankan. Hal ini dikarenakan karakteristik perbankan sebagai financial intermediatory jauh berbeda dengan karakteristik perusahaan-perusahaan lain.

35

Model prediksi Altman merupakan predictor terbaik di antara ketiga predictor yang di analisa.

9 Working capital/total assets, Retained Earning/total assets, Earning before interest and Taxes/total Assets,

Book value of

Pada indikator kinerja keuangan Likuiditas, Profitabilitas dan insolvensi yang berhubungan dengan kebangkrutan pada 5 negara Bank Islam dengan Aset tertinggi ditemukan terdapat perbedaan secara signifikan.

Pada indikator produktifitas ditemukan tidak terdapat perbedaan. Oleh karena itu

Tabel berlanjut …

36 Sumber: diolah dari berbagai hasil penelitian

Penelitian Edward I Altman (1968) dengan judul Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy, variabel yang digunakan Working capital to total asset, reatirned earning to total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total debts, dan sales to total asset. Sampel yang digunakan adalah 33 peursahaan bangkrut dan 33 perusahaan tidak bangkrut, metode analisis yang digunakan multiple diskriminan analysis (MDA).

Hasil dari penelitian tersebut ditemukan formula diskriminan untuk perusahaan go public (Z= 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5) yang mampu memperoleh tingkat ketepatan prediksi sebesar 95% untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan dan 72% untuk data dua tahun sebelum kebangkrutan.

Penelitian yang selanjutnya juga dilakukan oleh Edward I Altman (2000) dengan judul Predicting Financial Distress of Companies: Revisting the Z-Score and Zeta® Models, variabel yang digunakan Working Capital to total asset, retairned earning to total asset, earning before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total Liabilities, dan sales to total asset.

Sampel yang digunakan 66 Corporation dan 33 Firm, dengan menggunakan terdapat perbedaan pada profil kebangkrutan antara 5 negara tersebut dikarenakan adanya perbedaan pada indikator kinerja keuangan kecuali produktifitas.

37

metode multiple diskriminan analysis (MDA). Hasil dari penelitian ini adalah model Z-Score yang dapat digunakan oleh perusahaan manufaktur dan non manufaktur.

Penelitian Riska Natasari dan Nofiandre (2013) dengan judul Analisis Prediksi Kebangkrutan menggunakan Model Z-Score Altman Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010, variabel dalam penelitian ini Modal Kerja/Total Aset, Laba ditahan/total asset, EBIT/Total Aset, Nilai Pasar Saham/Nilai Buku Hutang, Total Penjualan/Total Aset, sampel yang digunakan adalah 27 Perbankan yang terdaftar di BEI. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa Altman’s Z-Score dapat memprediksi kebangkrutan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Selanjutnya Penelititan yang dilakukan Andi Sanjaya, Lindasari dan Aminah dengan judul Bankruptcy Analisis of Banking Companies in Indonesia Period 2001-2012 (Using the Altman Z-Score Model), dengan variabel Modal Kerja/Total Aset, Laba Ditahan/Total Aset, EBIT/Total Aset, Nilai Pasar/Nilai Buku Hutang, Total Penjualan/Total Aset. Sampel dalam penelitian ini 4 perbankan yang delisting antara periode 2001-2012, metode yang digunakan adalah Wilcoxon signed ranks test. Hasil dari penelitian ini Model Altman’s Z-Score tepat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan go public di Indonesia.

Penelitian Yayu Kusdiana (2014) dengan judul Analisis Model Camel dan Altman’s Z-score dalam Memprediksi Kebangkrutan Bank Umum di Indonesia (Studi pada Bank Umum yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 20017-2011),

38

variabel dalam penelitian ini CAMEL (Capital, Aktiva, Management, Earning, Liquidity) dan Z-Score (Working capital/total asset, Retairned earning/Total asset, EBIT/Total Asset, Book Value of Equity/Book Value of debt. Sampel yang digunakan adalah 21 Bank (3 bank persero, 18 Bank Umum Swasta Nasional Devisa). Metode yang digunakan adalah Regresi Logistik.

Hasil dari penelitian tersebut adalah Terdapat perbedaan dari model CAMEL dan Altman Z-Score dalam memprediksi kebangkrutan bank. Ketepatan prediksi kodel Altman’s Z-Score lebih baik dalam memprediksi kebangkrutan bank umum di Indonesia dibandingkan model CAMEL.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Maria Florida Sagho dan Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati (2015) dengan judul Penggunaan Metode Altman Z-Score Modifikasi untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel dalam penelitian ini adalah Working capital/total asset ratio, Retairned earning/Total asset ratio, EBIT/Total Asset ratio, Market Value of Equity/Total Liabilities ratio, sampel yang digunakan 11 Bank yang melakukan merger dan akuisisi.

Penelitian Sagho tersebut menggunakan metode Altman Z-Score modifikasi sebagai alat analisisnya. Hasil penelitiannya adalah 11 bank tidak terdeteksi adanya gejala kebangkrutan bahkan sebaliknya semua bank yang diteliti diprediksi tidak akan mengalami kebangkrutan dalam jangka waktu 1 tahun.

Penelitian Shofaun Nada dan Muhammad Nadratussaman Hosen (2013) yang berjudul Pengukuran Tingkat Kesehatan dan Gejala Financial Distress Bank Umum Syariah, dengan variabel Capital, Aktiva, Management, Earning, Liquidity,

39

Working capital/total asset, Retairned earning/Total asset, EBIT/Total Asset, Book Value of Equity/Book Value of debt. Sampel dalam penelitian ini adalah Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega Syariah.

Penelitian Nada menggunakan multiple ECR dengan model CAMEL dan Model Altman Z-Score yang diperbandingkan. Hasil dari penelitian penerapan metode MDA ternyata tidak Applicable jika dilakukan pada perbankan. Hal ini dikarenakan karakteristik perbankan sebagai financial intermediatory jauh berbeda dengan karakteristik perusahaan-perusahaan lain.

Penelitian yang dilakukanoleh Syamsul Hadi dan Atika Anngraeni (2008) dengan judul Pemilian Prediktor Delisting Terbaik (Perbandingan antara The Zmjewski Model, The Altman Model dan The Springate Model), variabel yang digunakan adalah The Zmjewski Model, The Altman Model dan The Springate Model denan sampel 42 perusahaan yang terdaftar di BEI. Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Logistik. Hasil dari penelitian menyatakan model prediksi Altman merupakan predictor terbaik di antara ketiga predictor yang di analisa.

Penelitian Selanjutnya yang dilakukan oleh Amin Jan dan Maran Marimuthu (2015) dengan judul Almant Model and Bankruptcy Profile of Islamic Banking Industry: A Comparative Analysis on Financial Performance. Variabel yang digunakan adalah Working capital/total asset, Retairned earning/Total asset, EBIT/Total Asset, Book Value of Equity/Book Value of Total Liabilities, dengan sampel 25 Bank Islam di 5 negara Bank Islam dengan asset tertinggi. Alat analisis

40

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Altman’s Z-Score Modifikasi dan Uji Beda Annova post hoc Sceffe.

Hasil dari penelitan Jan tersebut adalah pada indikator kinerja keuangan seperti Likuiditas, Profitabilisa dan Insolvensi yang berhubungan dengan kebangkrutan pada 5 negara Bank Islam dengan Aset tertinggi ditemukan terdapat perbedaan secara signifikan. Pada indikator produktifitas ditemukan tidak terdapat perbedaan. Oleh karena itu terdapat perbedaan pada profil kebangkrutan antara 5 negara tersebut dikarenakan adanya perbedaan pada indicator kinerja keuangan kecuali produktifitas.

Kemudian penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kali ini yaitu pada seluruh Bank Umum Syariah Devisa dan Non Devisa di Indonesia. Perbedaan dari penelitian terdahulu yaitu pada objek Bank Syariah Devisa dan Non Devisa serta tahun penelitian 2011 – 2015 dan juga penambahan analisis perbandingan kinerja keuangan yang berhubungan dengan kebangkrutan pada model Altman.

Dalam dokumen LAPORAN ANTARA PENELITIAN INDIVIDUAL (Halaman 22-40)

Dokumen terkait