• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1. Analisis Sistem

2.2.2. Model Probabilistik

2.2.2. Model Probabilistik

Di dalam kebanyakan situasi-situasi nyata, lingkungan tidak dapat dianggap deterministik sepenuhnya. Biaya simpan atau biaya pesan mungkin tidak secara mudah dapat dinyatakan. Lead time mungkin tidak dengan mudah dipastikan. Permintaan terhadap produk mungkin tidak mudah diperkirakan. Oleh karena hal-hal tersebut maka faktor-faktor lingkungan yang membentuk parameter-parameter dari model tidak akan dapat ditentukan secara pasti melainkan lebih bersifat probabilistik.

Model dikatakan probabilistik bila salah satu dari permintaan atau lead time atau bahkan keduanya tidak diketahui secara pasti, dimana perilakunya harus diuraikan dengan distribusi probabilitas.

Suatu pertimbangan yang sangat penting dalam model probabilistik adalah adanya kemungkinan kehabisan persediaan. Masalah kehabisan persediaan dapat timbul karena naiknya tingkat pemakaian persediaan yang tidak diharapkan ataupun waktu penerimaan barang yang lebih lama dari lead time yang diharapkan. Oleh karena itu maka dibutuhkan persediaan pengaman atau safety stock.

13

Di dalam model probabilistik yang menjadi pokok perhatian adalah analisis terhadap perilaku permintaan selama lead time. Reorder point adalah saat dimana pesanan harus dibuat, yang mana diharapkan pesanan pada saat tersebut barang akan datang tepat waktu sesuai dengan lamanya periode lead time. Namun karena baik permintaan maupun lead time mengikuti distribusi probabilitas, maka periode waktu setelah pesanan dibuat atau selama lead time akan terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

a. Tingkat permintaan berubah-ubah, lead time konstan. b. Tingkat permintaan konstan, lead time berubah-ubah. c. Tingkat permintaan berubah-ubah, lead time berubah-ubah.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kemungkinan-kemungkinan tersebut di atas, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai konsep safety stock, service level dan distribusi normal (Siswanto, 1985).

a. Safety stock

Pada situasi dimana terdapat variasi tingkat permintaan dan lead time, dengan tingkat permintaan dan lead time yang berubah-ubah, tidak mudah bagi kita untuk mengetahui dengan pasti berapa banyak jumlah barang yang diperlukan untuk memenuhi permintaan selama lead time. Variasi tingkat permintaan dapat terjadi secara tiba-tiba, sehingga tingkat persediaan lebih cepat habis dari waktu yang diharapkan. Untuk mengantisipasi kondisi ketidakpastian tingkat permintaan dan lead time maka perlu diadakan safety stock (persediaan pengaman)

Time LT ROP Q Safety stock Expected demand during lead time Maximum probable demand

during lead time

Gambar 2.1. Safety stock mengurangi resiko kehabisan

persediaan selama lead time

Sumber: Jerry Seinfeld

b. Service Level

Metode service level merupakan suatu pendekatan yang dipakai dalam melakukan persediaan pengaman (safety stock). Service level dapat didefinisikan sebagai probabilitas dimana permintaan tidak akan melebihi persediaan selama lead time, atau dengan kata lain kemungkinan tidak terjadi stock out. Oleh karena itu safety stock perlu diadakan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan perusahaan. Penentuan kebijakan yang rasional yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan dan kelancaran kegiatan penjualan, haruslah ditentukan dan diukur dengan tingkat pelayanan (level of service) yang diberikan oleh adanya safety stock tersebut. Misalnya, service level

15

95% berarti 95% kemungkinan permintaan akan terpenuhi oleh persediaan yang ada. Dan kemungkinan stock out adalah sebesar 5%.

Jumlah safety stock berbeda pada setiap situasi, tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:

a. Rata-rata permintaan dan rata-rata lead time. b. Perubahan permintaan dan lead time.

c. Tingkat service level yang diinginkan.

Dengan adanya service level, semakin besar perubahan tingkat permintaan dan lead time yang terjadi, semakin besar pula jumlah safety stock yang diperlukan untuk mencapai service level tersebut. Hal ini sejalan dengan adanya variasi permintaan dan lead time, penambahan service level akan menghendaki penambahan jumlah safety stock.

c. Distribusi Normal

Normal, poisson dan negatif eksponensial dipergunakan untuk mengambarkan fungsi permintaan. Distribusi normal sering dipergunakan untuk menggambarkan fungsi permintaan pada level pabrik; distribusi poisson pada level retail dan negatif eksponensial pada level retail dan pergudangan. Ketiga distribusi ini tidak otomatis dipergunakan untuk tiap situasi permintaan. Tetapi terlebih dahulu perlu dilakukan test statistik yang akan ditetapkan sebagai dasar standar distribusi.

Ketika permintaan dianggap bersifat terus-menerus, distribusi yang paling sering digunakan adalah distribusi normal (juga disebut Gaussian). Distribusi normal tersusun baik dan mudah digunakan. Distribusi tersebut

didukung oleh dua hal, penyimpangan rata-rata dan standar deviasi. Distribusi normal mempunyai suatu jumlah bentuk simetrikal yang pasti pada angka rata-ratanya, namun dalam permintaannya cenderung untuk berada di atas atau di bawah nilai rata-rata (mean). Bentuk dalam setiap kasus ditentukan oleh standar deviasi. Untuk permintaan rata-rata yang rendah, distribusi normal tidak cukup karena dasar simetrikal akan membawa kemungkinan akan permintaan negatif. Karena permintaan negatif tidak mungkin, distribusi lain seperti Poisson digunakan untuk permintaan tingkat rendah (Tersine, 1994).

2.2.3. Tingkat permintaan berubah-ubah, lead time berubah-ubah.

Pada tingkat permintaan dan lead time berubah-ubah, tingkat safety stock yang disediakan harus lebih besar lagi dibandingkan jika salah satu dari keduanya bernilai konstan.

Jika permintaan dan lead time terdistribusi normal, maka total permintaan selama lead time juga akan mengikuti distribusi normal.

Untuk menghitung reorder point dengan safety stock menurut metode service level dapat diasumsikan bahwa jumlah tiap permintaan per hari selama waktu lead time adalah tidak pasti. Permintaan rata-rata dalam periode lead time adalah jumlah dari rata-rata permintaan harian dengan jumlah hari dalam lead time. Perhitungannya dapat dirumuskan sebagai berikut dengan asumsi menggunakan pola distribusi normal:

17

Dimana:

d = rata-rata permintaan

LT = rata-rata lead time Z = nilai service level

Z σd2LT2LTd2 = safety stock d LT 2 2 LT 2 d

σ = standar deviasi permintaan selama lead time

σd = standar deviasi permintaan

σLT = standar deviasi lead time

σ = standar deviasi

2.3. Economic Order Quantity

Jumlah pemesanan yang dapat meminimumkan total biaya persediaan disebut Ecomonic Order Quantity (EOQ). Konsep dasar EOQ sebenarnya digunakan untuk mencari berapa jumlah barang yang harus dipesan, berapa biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan dan kapan waktu untuk melakukan pemesanan agar total biaya persediaan menjadi minimum. Tujuannya adalah agar:

a. Tidak terjadi investasi berlebihan yang ditanamkan dalam persediaan. b. Tidak mengalami kehabisan persediaan yang akan mengakibatkan

penjualan terhenti, kehilangan pelanggan, kerugian dan lain-lain.

Landasan manajemen untuk mencapai tujuan diatas adalah meminimumkan biaya, yang mana modelnya seperti terdapat pada rumus 3.1 dibawah ini.

Total annual cost = Purchasing cost + Ordering cost + Holding cost Dimana: - Purchasing cost: PR (3.3) - Ordering cost: Q DS ... ..(3.4) - Holding cost: 2 hQ ... ..(3.5) Jadi TC = PR + Q DS + 2 hQ ... . (3.6) Dimana:

D = Jumlah permintaan barang selama satu periode P = purchasing cost

S = Biaya setiap kali pesan

h = Biaya penyimpanan per unit per satuan waktu Q = Jumlah pemesanan per unit

Tujuan dari model ini adalah untuk memilih nilai Q yang mengandung semua biaya diatas serendah-rendahnya. Tetapi yang perlu diperhatikan hanyalah biaya-biaya yang relevan saja. Biaya yang pertama dapat diabaikan karena biaya tersebut akan timbul tanpa tergantung pada frekuensi pemesanan. Sehingga tujuan dari model persediaan menjadi:

Meminimumkan TC = Q DS + 2 hQ ... (3.7)

Model dasar dari EOQ menggunakan pemikiran bahwa biaya total persediaan akan minimum jika biaya pemesanan seimbang dengan biaya

19

penyimpanan. Untuk mengoptimalkan total biaya persediaan (TC) didapat dengan menurunkan TC terhadap Q. persamaan TC diturunkan kemudian disamakan dengan nol. dQ dTC = Q DS 2 + 2 h = 0 ... (3.8) Q DS 2 = 2 h ... (3.9) Q2 = h DS 2 ... (3.10)

Sehingga akan diperoleh jumlah pemesanan optimum (EOQ) sebagai berikut: EOQ = Q* =

h DS 2

... (3.11)

(Sumber : Siswanto, 1985, Persediaan, Model dan analisis) Model economic order quantity tersebut diatas dapat dipergunakan dengan menggunakan asumsi:

a. Kebutuhan akan barang dapat ditentukan, relatif tetap dan terus menerus. b. Tenggang waktu pemesanan relatif tetap.

c. Tidak diperkenankan adanya kekurangan persediaan. Artinya setelah kebutuhan dan tenggang waktu dapat ditentukan secara pasti berarti kekurangan persediaan dapat dihindari.

d. Biaya tidak berubah. Harga per unit barang serta biaya pemesanan sama tanpa memperhatikan jumlah yang dipesan.

e. Kapasitas gudang dan modal cukup untuk menampung dan melakukan pemesanan barang.

Perencanaan dan pengendalian sistem persediaan merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi oleh setiap perusahaan. Penelitian mengenai perencanaan dan pengendalian sistem persediaan baik di dalam proses produksi, distributor maupun retail sampai saat ini telah banyak dilakukan, antara lain penelitian yang berjudul Perencanaan dan pengendalian sistem persediaan yang diteliti oleh Gunawan (2004), yang berjudul “Perencanaan Persediaan Bahan Baku Dengan Metode EOQ probabilistik” yang merupakan studi kasus di PT. Supratik Surya Mas, bertujuan untuk menentukan reorder point dan kuantitas pemesanan bahan baku yang meminimumkan biaya total persediaan, menentukan besarnya biaya total persediaan yang minimum dalam satu bulan serta mengembangkan model EOQ Probabilistik karena adanya dua macam shortage cost. Perencanaan sistem persediaan yang diteliti adalah pada bagian bahan baku. Perencanaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan ini memiliki kecenderungan menimbun, untuk menjaga agar tidak terjadi kekurangan persediaan bahan baku, karena perusahaan tidak mau kehilangan kepercayaan konsumen akibat kekurangan bahan baku. Sedangkan sistem persediaan yang dilakukan masih bersifat manual dengan mengembangkan model EOQ probabilistik. Sedangkan untuk penelitian kali ini adalah merancang sistem kontrol persediaan bagian gudang distributor Insight production dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 dan Ms.Access.

21

Penelitian mengenai sistem persediaan juga diteliti oleh Setiawan (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Perencanaan Persediaan Bahan Baku Ikan Tuna Di PT. Jui Fa International Foods”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persediaan ikan tuna dengan pendekatan sistem dinamis dengan bantuan software Powersim (Power Simulation) tujuannya adalah untuk menentukan kapan periode pemasukan ikan dan berapa jumlah pemasukan ikan yang optimal agar didapatkan total biaya yang minimum.

Dalam penelitian kali ini yang dilakukan di Insight production memiliki tujuan untuk menentukan besarnya jumlah pemesanan yang optimal (order point) yang menghasilkan biaya persediaan yang paling minimum dan menentukan kapan saat yang paling tepat untuk melakukan pemesanan suatu barang (reorder point) dengan menggunakan metode EOQ Probabilistik dan service level dikarenakan jumlah permintaan dan lead time yang tidak tetap (probabilistik). Dan merancang suatu program bantu sistem kontrol persediaan yang bertujuan untuk memudahkan pihak perusahaan dalam melakukan pencatatan barang masuk, barang diterima dan barang keluar.

Dokumen terkait