KELAS I X SEMESTER GENAP
KEMAMPUAN GURU DALAM PENELITIAN TINDAKAN KELAS
D. URAI AN MATERI 1 Konsep Dasar PTK
3. Model PTK
Berikut ini beberapa model PTK yang sering digunakan, yaitu: (1) model Kurt Lewin; (2) Model Kemmis & McTaggart; (3) model Dave Ebbutt; (4) model John Elliot; dan (5) model Hopkins (Depdiknas, 1999: 18). Ditambah dengan model gabungan Sanford dan Kemmis, dalam bukunya Tukiran dkk (2012: 23-29), masing-masing model diuraikan secara ringkas berikut ini:
a. Model Kurt Lew in
Model Kurt Lewin merupakan model pertama dalam PTK yang diperkenalkan pada tahun 1946. Model ini merupakan acuan pokok atau dasar dari berbagai model PTK yang lain. Menurut konsep Lewin bahwa siklus PTK terdiri dari empat langkah, yaitu (1) perencanaan (planning); (2) aksi atau tindakan (acting); (3) observasi (observing); dan (4) refleksi (reflecting).
Model Lewin dapat digambarkan sebagai berikut:
Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012: 23) Gambar 1 PTK Model Lewin
Planning
Acting
observing reflecting
b. Model Kemmis & McTaggart
Model ini dikenal dengan penemunya yaitu Stephen Kemmis dan Robbin McTaggart. Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Kemmis dan McTaggart menjadikan satu kesatuan komponen acting (tindakan) dan observing (pengamatan). Model Kemmis dan McTaggart terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang keempatnya merupakan satu siklus (Depdiknas, 1999: 21).
Model Kemmis dan McTaggart dapat digambarkan sebagai berikut:
Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012: 24) Gambar 2 PTK Model Kemmis & McTaggart
PLAN Reflect
Act & Observe
Act & Observe Reflect
c. Model Dave Ebbutt
Model Ebbut mengembangkan pada ide-ide umum yang menjadi alasan pengambilan tindakan. Model ini bila digambarkan sebagai berikut:
Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012: 27) Gambar 3 PTK Model Dave Ebbutt
GENERAL IDEA AMENDED GENERAL
IDEA
RECONNAISSANCE RECONNAISSANCE
NEW OVERALL PLAN
ACTION 2 etc OVERALL PLAN ACTION 1 REVISED OVERALL PLAN ACTION 2 etc MONITORING & RENNAISSANCE REVISED OVER‐ ALL PLAN OR OR AMEND GENERAL IDEA
d. Model John Elliot
Model John Elliot dikembangkan dari model Kurt Lewin. Perbedaannya, model ini nampak lebih detail dan rinci. Pada model John Elliot dalam satu tindakan (acting) terdiri dari beberapa step atau langkah tindakan, yaitu langkah tindakan 1, langkah tindakan 2 dan langkah tindakan 3 (Depdiknas, 1999: 22).
Model ini jika digambarkan sebagai berikut:
Ide Awal
Temuan dan Analisis
Perencanaan Umum Langkah Tindakan 1,2,3 Implementasi Langkah Tindakan Monitoring Implementasi dan Efeknya Penjelasan Kegagalan Tentang Implementasi Revisi Perencanaan Umum Perbaikan Perencanaan Langkah Tindakan 1,2,3 Implementasi dan Langkah Berikutnya Monitoring Implementasi dan Efeknya Monitoring Implementasi dan Efeknya
Penjelasan Revisi Ide Umum
Perbaikan Perencanaan Langkah
Implementasi dan Langkah Berikutnya
Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012: 25) Gambar 4 PTK Model John Elliot
e. Model Hopkins
Model Hopkins dikembangkan dari model-model sebelumnya yang sudah ada. Model hopkins jika digambarkan adalah sebagai berikut:
Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012: 26) Gambar 4 PTK Model Hopkins
Perencanaan Tindakan, Target, Tugas, Kriteria
Keberhasilan Implementasi Evaluasi Menopang Komitmen Mengatasi Problem Cek Kemajuan Cek Hasil Pengambilan Stok Pelaporan Perencanaan Konstruk Audit Ambil Start
f. Model gabungan Sanford dan Kemmis
Model gabungan Sanford dan Kemmis ini dikembangkan oleh Direktorat Ketenagaan Ditjen Dikti Depdiknas. Dalam model gabungan ini diperoleh batasan penelitian tindakan adalah sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang siklis dan bersifat reflektif mandiri, yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi. Proses siklus kegiatan PTK ini dapat digambarkan sebagai berikut: Siklus 1 Rencana Siklus 2 REFLEKSI Observasi dan Siklus 3 Observasi dan REFLEKSI Pelaksanaan Rencana Tindakan
Pelaksanaan Rencana Tindakan
Pelaksanaan Observasi dan
Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012: 28) Gambar 5 PTK Model Gabungan Sanford dan Kemmis
Berdasarkan model-model PTK di atas, secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Ditambah dengan penjelas tentang siklus-siklus PTK, masing-masing tahap dapat dirinci dalam penjelasan sebagai berikut:
Tahap 1 : Perencanaan
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan itu dilakukan. PTK yang ideal dilakukan secara berpasangan oleh dua pihak, yaitu antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. PTK yang dilakukan secara berpasangan disebut dengan penelitian kolaborasi. Penelitian kolaborasi ini bertujuan untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan.
Dalam tahap menyusun rancangan ini peneliti terlebih dahulu menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati. Setelah itu, peneliti membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga kegiatan dasar, yaitu: (1) identifikasi masalah; (2) merumuskan masalah; dan (3) pemecahan masalah. Pada masing-masing kegiatan, terdapat sub-sub kegiatan yang sebaiknya dilaksanakan untuk menunjang sempurnanya tahap perencanaan. Masing-masing tiga kegiatan dasar di atas akan dijelaskan sebagai berikut:
Kegiatan Dasar 1: I dentifikasi Masalah
Kegiatan dasar pertama adalah identifikasi masalah. I dentifikasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil penelitian. I dentifikasi yang tepat akan mengarahkan hasil penelitian sehingga dapat bermanfaat peningkatan hasil belajar siswa. Sebaliknya, identifikasi masalah yang keliru hanya akan membuat penelitian menjadi sia-sia di samping memboroskan waktu dan biaya.
I dentifikasi masalah menjadi titik tolak bagi perencanaan PTK yang lebih matang. Karena tidak semua masalah belajar siswa dapat diselesaikan dengan PTK, sebagaimana tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan resep dokter. Untuk memenuhi sasaran, penting bagi peneliti untuk memperhatikan empat langkah sebagai berikut:
a. Masalah harus riil. Masalah dalam PTK haruslah masalah yang dapat dilihat, dirasakan, dan didengar secara langsung oleh guru. Misalnya sebagian besar nilai quran hadis siswa kelas X Madrasah Aliyah di bawah standar kelulusan. Masalah ini jelas nyata (riil) karena didukung oleh data empiris berupa dokumen-dokumen ulangan harian maupun ulangan umum.
b. Masalah harus problematik. Masalah dalam PTK haruslah masalah yang dapat dipecahkan oleh guru, mendapat dukungan literatur yang memadai, dan ada kewenangan untuk mengatasinya secara penuh. Misalnya, sebagian besar siswa tidak mampu memahami masalah waris. Masalah ini riil dan problematik, tetapi hanya khusus bagi guru fikih. Sebaliknya masalah tersebut menjadi tidak problematik bagi guru Quran Hadis. Jadi, masalah yang problematik adalah masalah yang dapat diatasi guru dalam kewenangannya, dan mendapat dukungan literatur sesuai mata pelajaran yang diampu.
c. Manfaatnya jelas. Hasil PTK harus dapat dirasakan, bagaikan obat yang menyembuhkan.
d. Masalah harus fleksibel. Masalah dalam PTK harus bisa diatasi dengan mempertimbangkan kemampuan peneliti, waktu, biaya, tenaga, sarana prasarana, dan lain sebagainya.