• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL REGRESI DENGAN KESALAHAN PENGUKURAN PADA KASUS GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR

Teorema 4 Nilai harapan dan ragam dari berturut-turut konvergen ke 0 dan , pada Karena itu adalah penduga yang konsisten bag

4 MODEL REGRESI DENGAN KESALAHAN PENGUKURAN PADA KASUS GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR

Angka penderita gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 2010, jumlahnya mencapai 17.9% terdiri dari 5.4% gizi buruk dan 12.5% gizi kurang. “ Jumlahnya cukup tinggi” dibanding dengan negara tetangga di Asia. Pemerintah berupaya untuk menurunkannya hingga menjadi 15.1% tahun 2015, sesuai dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar diperoleh bahwa tingkat prevalensi gizi buruk yang berada di atas rerata nasional (5.4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Angka penderita gizi buruk pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan 2008 yang berjumlah 41290 anak.

Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, beberapa provinsi tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama terutama di Pulau Jawa, yaitu 14720 kasus dan tingkat prevalensi gizi buruk 4.8 persen (BPPK 2008).

Masalah gizi buruk membutuhkan penanganan yang tepat, karena konsekuensinya dapat menimbulkan penurunan kualitas sumberdaya manusia. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, terhambatnya pertumbuhan, perkembangan anak, serta menurunkan produktivitas.

Berbagai penelitian telah dilakukan berkaitan dengan status gizi balita di Provinsi Jawa Timur. Hayati (2009) melakukan pengelompokan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan status gizi buruk balita dengan analisis diskriminan. Riskiyanti (2010) melakukan pemodelan regresi multivariat berdasarkan faktor- faktor yang mempengaruhi angka harapan hidup, angka kematian bayi dan status gizi buruk di Provinsi Jawa Timur. Rohimah et al. (2011) mendeteksi faktor- faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur dengan model Spasial Otoregresif Poisson. Lestari & Sutikno (2012) mengaplikasikan model RTG untuk mendapatkan faktor penyebab gizi buruk di

Jawa Timur. Kesimpulan yang diperoleh adalah persentase bayi mendapat vitamin A, ibu mendapat Tablet Fe, pemeriksaan neonatus (KN1), pemeriksaan kehamilan, akses air bersih, pemanfaatan pelayanan penyuluhan, pemanfaatan pelayanan imunisasi, bayi berat lahir rendah, dan kemiskinan yang berpengaruh terhadap kejadian balita gizi buruk di Jawa Timur

Dari penelitian yang telah dilakukan pendugaan parameter dari model menggunakan kovariat tanpa kesalahan pengukuran, padahal dalam ilmu kesehatan sering kali terjadi peubah yang diukur mengandung kesalahan pengukuran. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat model kesalahan pengukuran pada kasus gizi buruk di Provinsi Jawa Timur dengan regresi linear global dan RTG.

Data dan Metode

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari data Susenas 2010 pada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Peta wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur disajikan pada Gambar 4.1. Peubah respon yang digunakan adalah persentase penderita gizi buruk pada tiap kabupaten/kota di Jawa Timur, sedangkan kovariat yang diasumsikan mempengaruhi penderita gizi buruk mengandung kesalahan pengukuran adalah persentase penduduk miskin.

Persentase penduduk miskin dikategorikan mengandung kesalahan pengukuran yang timbul dari dua sumber. Pertama, dalam metode pengumpulan data. Data diperoleh dari sampel rumah tangga yang terpilih yang dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan responden. Persentase penduduk miskin dari sampel digunakan sebagai nilai agregrat populasi di dalam satu kabupaten. Kedua, kesalahan bersumber dari responden, yakni pada saat responden tidak mampu merinci (terjadi underestimate atau overestimate) segala jenis pengeluaran baik makanan maupun non-makanan selama satu bulan. Penduduk yang rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK) dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Prosedur analisis yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Melakukan analisis deskriptif kejadian balita gizi buruk di Jawa Timur. 2. Menentukan lebar jendela optimum dan matriks pembobot W.

3. Melakukan eksplorasi data spasial.

4. Menentukan model regresi dan model kesalahan pengukuran, selanjutnya membandingkan kedua model tersebut.

5. Menentukan model RTG dan RTG dengan kesalahan pengukuran, selanjutnya membandingkan kedua model tersebut.

6. Menarik kesimpulan.

Alat analisis yang digunakan adalah perangkat lunak R.3.0.2.

Hasil dan Pembahasan

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa. Batas daerah di sebelah utara berbatasan dengan Pulau Kalimantan Selatan, di sebelah timur berbatasan dengan Pulau Bali, sebelah selatan dengan perairan terbuka yaitu Samudra Indonesia dan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Secara umum wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Selain daratan di Pulau Jawa, Propinsi Jawa Timur memiliki lebih dari 60 pulau, pulau terbesar adalah Pulau Madura. Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 29 Kabupaten, 9 Kota (BAPPEDA 2013). Peta administratif wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur disajikan pada Gambar 4.1.

Deskripsi Kejadian Balita Gizi Buruk

Rata-rata persentase balita penderita gizi buruk di Jawa Timur pada tahun 2010 adalah 4,48 % di mana persentase balita penderita gizi buruk terendah berada pada Kotamadya Madiun yaitu 1% sedangkan persentase balita penderita gizi buruk tertinggi berada pada Kabupaten Sampang yaitu 16,2%. Berdasarkan persebarannya, persentase kejadian balita gizi buruk dan persentase penduduk

miskin di Provinsi Jawa Timur menyebar antar kabupaten/kota, seperti yang disajikan pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

Gambar 4.1 Peta administratif wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur Pada Gambar 4.2 kategori persentase balita penderita gizi buruk sangat tinggi (lebih dari 9 persen) terjadi di Kabupaten Jember dan Sampang. Pada Gambar 4.3 persentase penduduk miskin sangat tinggi (lebih dari 30 persen) terjadi di Kabupaten Bangkalan, Sampang dan Pamekasan. Jika diperhatikan untuk Kabupaten Sampang persentase penduduk miskin berbanding lurus dengan persentase balita penderita gizi buruk.

Malang Jember Blitar Tuban Banyuwangi Kediri Ngawi Bojonegoro Pacitan Lumajang Lamongan Situbondo Gresik Nganjuk Pasuruan Madiun Ponorogo Probolinggo Bondowoso Sampang Bangkalan Sumenep Jombang Trenggalek Mojokerto Tulungagung Sidoarjo Magetan Pamekasan Kota Surabaya Kota Batu Kota Malang Kota Pasuruan 100 0 100 200 Miles SU MEN EP SU RABAYA SIDO AR JO BATU PAMEKASAN MAG ETAN TU LUN GAGU NG MOJO KERTO TR EN GG ALEK BANG KALAN BO ND OW OSO JOMBAN G PR OBOLIN GG O PO NOR OG O SAMPAN G PASU RU AN NGAN JUK GRESIK SITU BO ND O MAD IU N LAMO NGAN BO JON EG OR O PACITAN LU MAJAN G NGAW I KEDIRI BLITAR BANYUW ANG I TU BAN JEMBER MALANG

Keterang an variab el Y(% ) : < 3.9

4-8.9 >9

Perhitungan persentase penduduk miskin berdasarkan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk yang rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK) dikategorikan sebagai penduduk miskin. Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional tahun 2010 Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sampang dan Jember adalah kabupaten yang pengeluaran perkapita sebulan masih jauh di bawah GK, yaitu masing-masing sebesar 0.16 % dan 0.22%.

Gambar 4.3 Persebaran persentase penduduk miskin di Jawa Timur

Lebar Jendela dan Matriks Pembobot

Langkah pertama yang dilakukan dalam model regresi spasial adalah menentukan lokasi pengamatan dalam hal ini letak geografis (longitude dan latitude) tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur (Lampiran 2). Selanjutnya menghitung jarak Euclid berdasarkan letak geografis untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur (Lampiran 3). Suatu lokasi i dapat ditentukan urutan lokasi-lokasi lain yang berdekatan berdasarkan jarak Euclid sehingga akan didapatkan urutan tetangga terdekat untuk seluruh lokasi pengamatan. Berikutnya memilih lebar jendela optimum untuk setiap kabupaten/kota dengan fungsi kernel adaptif normal dan kuadrat ganda menggunakan perangkat lunak R 3.0.2. Perhitungan lebar jendela ini didasarkan pada jarak suatu lokasi dengan tetangga

SU MEN EP SU RABAYA SIDO AR JO BATU PAMEKASAN MAG ETAN TU LUN GAGU NG MOJO KERTO TR EN GG ALEK BANG KALAN BO ND OW OSO JOMBAN G PR OBOLIN GG O PO NOR OG O SAMPAN G PASU RU AN NGAN JUK GRESIK SITU BO ND O MAD IU N LAMO NGAN BO JON EG OR O PACITAN LU MAJAN G NGAW I KEDIRI BLITAR BANYUW ANG I TU BAN JEMBER MALANG Keterang an variab el X (% ) : < 15 15 - 30 > 30

terdekat yang memberikan pengaruh terhadap lokasi tersebut. Nilai lebar jendela dengan fungsi kernel adaptif normal dan kuadrat ganda untuk Provinsi Jawa Timur diperoleh dari hasil iterasi berturut-turut adalah sebagai berikut 0.174 dengan nilai CV = 176,412 dan 0,737 dengan CV = 170,050. Setiap kabupaten/kota memiliki nilai lebar jendela optimum yang berbeda-beda berdasarkan koordinat lokasi pengamatan dengan nilai kriteria CV minimum. Tabel 4.1 merupakan nilai lebar jendela optimum untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan fungsi kernel adaptif kuadrat ganda.

Tabel 4.1 Nilai lebar jendela (bandwidth) optimum untuk setiap kabupaten/kota No Kabupaten lebar jendela

(km) No Kabupaten lebar jendela (km) 1 Pacitan 204.7 20 Magetan 171.3 2 Ponorogo 129.3 21 Ngawi 165.4 3 Trenggalek 172.7 22 Bojonegoro 140.1 4 Tulungagung 161.5 23 Tuban 166.9 5 Blitar 121.8 24 Lamongan 114.9 6 Kediri 105.1 25 Gresik 114.9 7 Malang 120.6 26 Bangkalan 131.7 8 Lumajang 176.4 27 Sampang 161.9 9 Jember 197.8 28 Pamekasan 174.8 10 Banyuwangi 295.6 29 Sumenep 201.9

11 Bondowoso 198.7 30 Kota Kediri 107.3

12 Situbondo 198.7 31 Kota Blitar 122.5

13 Probolinggo 153.6 32 Kota Malang 121.4

14 Pasuruan 132.4 33 Kota Probolinggo 160.1

15 Sidoarjo 124.1 34 Kota Pasuruan 115.1

16 Mojokerto 113.1 35 Kota Mojokerto 114.8

17 Jombang 110.1 36 Kota Madiun 159.3

18 Nganjuk 134.1 37 Kota Surabaya 127.8

19 Madiun 164.0 38 Kota Batu 114.4

Nilai Lebar jendela digunakan untuk membentuk matriks pembobot setiap lokasi ke-i. Misalkan lokasi adalah Kabupaten Pacitan, maka matriks pembobot di lokasi adalah . Berdasarkan jarak Euclid Kabupaten Pacitan ke semua lokasi penelitian, jarak terdekat Pacitan dengan Trenggalek (40.89 km) selanjutnya Tulungagung (52.54 km) dan yang terjauh

dengan Banyuwangi (347.22 km). Lebar jendela optimum Kabupaten Pacitan sebesar 204.69 km. Matriks pembobot untuk Kabupaten Pacitan sebagai berikut:

Besarnya nilai pembobot yang digunakan bergantung pada jarak antar lokasi pengamatan. Semakin dekat jarak antar lokasi maka semakin besar pengaruhnya, sehingga nilai pembobotnya mendekati satu. Sebaliknya, semakin jauh jarak antar lokasi maka semakin kecil pengaruhnya sehingga nilai pembobotnya mendekati nol. Matriks pembobot di atas digunakan untuk menduga parameter di lokasi . Untuk menduga parameter di lokasi perlu dicari terlebih dahulu matriks pembobot , dengan cara yang sama seperti langkah di atas sampai diperoleh matriks pembobot untuk pengamatan terakhir . Pembobot yang dicari dalam penelitian ini sampai pembobot , maka dapat dikatakan ada 38 pembobot yang dihitung berdasarkan pusat yang berbeda yang disajikan pada Lampiran 4.

Perbandingan dugaan model RTG dengan pembobot kernel adaptif normal dan pembobot kernel adaptif kuadrat ganda disajikan pada Tabel 4.2. Berdasarkan tabel tersebut maka dugaan parameter model RTG terbaik diperoleh dengan menggunakan pembobot kernel kuadrat ganda karena mempunyai MSE terkecil, R2 terbesar dan AIC terkecil. Oleh karena itu, model RTG yang dipilih adalah model RTG dengan pembobot kernel adaptif kuadrat ganda.

Tabel 4.2 Perbandingan dugaan RTG

Statistik Pembobot

Normal Kuadrat Ganda KTG 5.06 3.65 R2 47.03 66.18 AIC 168.85 154.63

Eksplorasi Data Spasial

Pola hubungan spasial dalam data geografis terdiri dari dua metode, yaitu global dan lokal. Pola yang sistematis mengindikasikan adanya otokorelasi spasial, yang mencerminkan bahwa persentase balita penderita gizi buruk di suatu

daerah dipengaruhi oleh lokasi-lokasi lain yang berdekatan di sekitarnya. Bila dihasilkan pola acak, mengindikasikan bahwa tidak terdapat otokorelasi. Nilai otokorelasi positif menunjukkan bahwa persentase balita penderita gizi buruk di suatu lokasi ada kemiripan dengan lokasi-lokasi yang berdekatan di sekitarnya, sedangkan nilai otokorelasi negatif menunjukkan tidak adanya kemiripan persentase balita penderita gizi buruk antar lokasi yang berdekatan.

Uji Indeks Moran

Indeks Moran digunakan untuk mengukur otokorelasi spasial global dan mengkuantifikasi kesamaan dari peubah hasil antar lokasi yang didefenisikan sebagai spasial terkait. Pengujian Indeks Moran dilakukan dengan menentukan matriks pembobot terlebih dahulu. Matriks pembobot yang digunakan merupakan matriks pembobot yang berbasis pada kedekatan lokasi pengamatan ke-i dengan lokasi pengamatan lainnya.

Hasil Indeks Moran untuk sisaan model MKT persentase balita penderita gizi buruk sebesar I = 0.2469, dengan nilai- sebesar 0.000 ( < α = 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat otokorelasi spasial pada penyebaran balita penderita gizi buruk. Nilai indeks moran yang lebih besar dari menunjukkan bahwa terdapat otokorelasi positif atau pola yang mengelompok dan memiliki kesamaan karakteristik sisaan pada lokasi yang berdekatan. Hal ini dapat dilihat pula pada nilai koefisien keragamannya yang kecil, yaitu sebesar 0.001.

Otokorelasi positif juga dapat dilihat dari plot pencaran Moran (Moran scatterplot) pada Gambar 4.4 dengan kemiringan garis yang positif dan pencaran titik-titik yang menyebar di kuadran HH dan LL. Pencaran titik-titik amatan pada Gambar 4.4 merupakan kabupaten/kota yang menyebar berdasarkan pengaruhnya terhadap kabupaten/kota yang bersebelahan. Posisi pencaran titik pengamatan menentukan peta tematiknya yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Pengelompokkan kemiripan kabupaten di Jawa Timur berdasarkan balita penderita gizi buruk disajikan pada Tabel 4.3. Kuadran HH dan LL mengindikasikan kesamaan karakteristik antar kabupaten/kota (pola mengelompok) dan kuaran LH dan HL mengindikasikan keragaman karakteristik antar kabupaten/kota.

Gambar 4.4 Plot pencaran Moran balita penderita gizi buruk di Jawa Timur

Gambar 4.5 Kemiripan daerah untuk peubah balita penderita gizi buruk di Jawa Timur berdasarkan plot pencaran Moran

Malang Jember Blitar Tuban Banyuwangi Kediri Ngawi Bojonegoro Pacitan Lumajang Lamongan Situbondo Gresik Nganjuk Pasuruan Madiun Ponorogo Probolinggo Bondowoso Sampang Bangkalan Sumenep Jombang Trenggalek Mojokerto Tulungagung Sidoarjo Magetan Pamekasan Kota Surabaya Kota Batu Kota Malang Kota Pasuruan

Kelom pok Kabupaten HH

HL LH LL

100 0 100 200 Mile s

Tabel 4.3 Pengelompokkan kemiripan kabupaten di Jawa Timur berdasarkan peubah balita penderita gizi buruk

Kelompok Kabupaten/Kota

HH LH LL HL

Situbondo Malang Pacitan Jombang

Probolinggo Bondowoso Ponorogo Ngajuk

Pasuruan Kota Malang Trenggalek Lamongan

Sidoarjo Kota Mojokerto Tulungagung Mojokerto Kota Surabaya Blitar

Bangkalan Kota Batu Kediri

Sampang Lumajang Gresik

Pamekasan Banyuwangi Madiun

Sumenep Magetan

Kota Probolinggo Ngawi

Kota Pasuruan Bojonegoro

Jember Tuban

Kota Kediri Kota Blitar Kota Madiun

Uji LISA (Local Indicator of Spatial Autocorrelation)

Pengujian LISA memberikan hasil yang beragam untuk setiap kabupaten/kota. Hasil perhitungan nilai dan nilai- selengkapnya disajikan pada Tabel 4.4. Hasil plot pencaran Moran dan LISA memberikan informasi bahwa kabupaten/kota yang memiliki otokorelasi positif yang signifikan pada

α=5% adalah Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Jember, Probolinggo, Pasuruan,

Ngawi, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Kota Madiun.

Uji pengganda Lagrange (Lagrange Multiplier/LM) dilakukan untuk mendekteksi ketergantungan spasial yang lebih spesifik yaitu ketergantungan spasial dalam lag respon (SAR) atau spasial galat (SEM). Hasil uji pengganda Lagrange dapat dilihat pada Tabel 4.5. Uji pengganda Lagrange pada model spasial galat memberikan nilai- yang lebih kecil dari α = 0.05 menyimpulkan tolak H0, yang artinya ada ketergantungan spasial galat, sehingga dapat

dilanjutkan pada pembentukan model spasial galat (SEM). Uji pengganda Lagrange pada model spasial lag memberikan nilai- yang lebih kecil dari

α = 0.05 menyimpulkan tolak H0, yang artinya ada ketergantungan spasial lag,

sehingga dapat dilanjutkan pada pembentukan model SAR.

Tabel 4.4 Nilai dan nilai- LISA balita penderita gizi buruk di Jawa Timur No Kab/Kota nilai- No Kab/Kota nilai-

1 Pacitan 6.77 0.001** 20 Magetan 3.086 0.101 2 Ponorogo 2.963 0.107 21 Ngawi 5.370 0.016* 3 Trenggalek 5.678 0.009** 22 Bojonegoro 1.804 0.198 4 Tulungagung 2.721 0.110 23 Tuban 0.788 0.303 5 Blitar 2.975 0.052 24 Lamongan -0.291 0.492 6 Kediri 1.955 0.198 25 Gresik 0.288 0.412 7 Malang 0.476 0.386 26 Bangkalan 0.805 0.342 8 Lumajang -2.007 0.779 27 Sampang 32.317 0.000** 9 Jember 7.382 0.000** 28 Pamekasan 11.228 0.000** 10 Banyuwangi -1.483 0.716 29 Sumenep 10.642 0.000**

11 Bondowoso -0.225 0.481 30 Kota Kediri 3.109 0.099 12 Situbondo 0.298 0.405 31 Kota Blitar 1.979 0.129 13 Probolinggo 7.851 0.002** 32 K. Malang 0.428 0.393 14 Pasuruan 5.287 0.025* 33 K. Probolinggo 1.348 0.270 15 Sidoarjo 0.032 0.444 34 K. Pasuruan 1.237 0.295 16 Mojokerto -0.889 0.562 35 K. Mojokerto 1.331 0.291 17 Jombang -1.838 0.685 36 K. Madiun 7.198 0.003* 18 Nganjuk -0.781 0.563 37 K. Surabaya -1.589 0.649 19 Madiun 0.381 0.394 38 K. Batu 0.859 0.342

Keterangan : * nyata pada α=5%, ** sangat nyata pada α=1%

Berdasarkan hasil uji Breusch-Pagan (BP) untuk model SAR dan SEM masing-masing diperoleh nilai BP untuk model SAR sebesar 4.0164 dengan nilai- 0.04506 dan nilai BP untuk model SEM sebesar 4.6326 dengan nilai- 0.03137. Uji BPpada model SAR dan SEM memberikan nilai- yang lebih kecil

dari α = 0.05 menyimpulkan untuk tolak H0, yang artinya model regresi memiliki

efek keragaman spasial. Metode yang dapat digunakan untuk mengatasi efek keragaman spasial adalah model regresi lokal yaitu RTG.

Tabel 4.5 Uji Pengganda Lagrange

Model Nilai uji LM nilai-

SEM SAR 7.234 9.8671 0.0071* 0.0016*

Model Regresi dan Model Kesalahan Pengukuran Kejadian Balita Gizi Buruk di Jawa Timur

Dari hasil analisis regresi menggunakan metode MKT dengan kovariat persentase penduduk miskin diasumsikan tetap, tidak mengandung kesalahan pengukuran diperoleh model regresi dan nilai Kuadrat Tengah Galat (KTG) sebesar 6,233. Nilai KTG ini digunakan sebagai pendekatan dari nilai ragam galat pengukuran . Jika diasumsikan ragam galat pengukuran yang timbul dari dua sumber di atas diduga sebesar , maka model regresi dengan kesalahan pengukuran yang terbentuk adalah . Model tersebut menjelaskan bahwa balita gizi buruk akan bertambah sebesar 0.198 persen jika peubah rumah tangga miskin bertambah sebesar satu persen dengan syarat peubah yang lain adalah konstan.

Berdasarkan pengujian parameter secara parsial yaitu pada Tabel 4.6 dan analisis ragam yang ditunjukkan pada Tabel 4.7 menggunakan tingkat signifikansi sebesar 1% maka dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga miskin berpengaruh pada persentase balita penderita gizi buruk.

Tabel 4.6 Pendugaan parameter model regresi dengan kesalahan pengukuran Parameter Pendugaan Standar galat -hitung nilai-

0.8289 0.0404 1.06 4.91 0.297 0.000**

Keterangan : **sangat nyata pada α=1%

Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 40,1%, artinya model regresi dengan kesalahan pengukuran mampu menjelaskan keragaman dari persentase balita gizi buruk sebesar 40.1%, sedangkan sisanya (yaitu 59.9%) dijelaskan oleh peubah lain di luar model.

Tabel 4.7 Analisis ragam model regresi dengan kesalahan pengukuran Sumber

Keragaman

derajat Jumlah Rata-rata

Fhit nilai-

bebas Kuadrat Kuadrat

Regresi 133.71 133.71 24.09 0.000**

Galat 199.85 5.55

Total 333.56

Plot dari galat disajikan pada Gambar 4.6. Hasil pengujian asumsi normal didapatkan nilai KS (Kolmogorov-Smirnov) sebesar 0.129 dan nilai- 0.111. Dengan menggunakan α sebesar 1 persen, tidak tolak H0 yang berarti galat dapat

didekati dengan sebaran normal.

Sisaan P e rs e n 5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1

Gambar 4.6 Plot kuantil-kuantil normal dari galat

Plot antara galat dengan dugaan pada Gambar 4.7 tidak berpola/acak. Hal ini mengindikasikan bahwa galat-nya homogen. Asumsi galat yaitu menyebar normal terpenuhi dan telah diperoleh, selanjutnya menduga nilai yang diasumsikan tetap, yaitu sebagai berikut:

Nilai dugaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. galat

11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0 dugaan ga la t

Gambar 4.7 Plot antara dugaan dengan galat

Berdasarkan hasil analisis regresi tanpa dan dengan kesalahan pengukuran diperoleh perbandingan seperti yang disajikan pada Tabel 4.8. Pada model dengan kesalahan pengukuran intersepnya turun dan sebaliknya kemiringan (slope) naik. Model terbaik yang ditunjukkan pada Tabel 4.8 untuk menganalisis data persentase balita gizi buruk di Propinsi Jawa Timur adalah model regresi dengan kesalahan pengukuran yaitu dengan nilai AIC dan KTG terkecil.

Tabel 4.8 Perbandingan model linear dan model kesalahan pengukuran

Model Persamaan Regresi KTG AIC

Model regresi 6.01 179.944 Model regresi dengan

kesalahan pengukuran 5.55* 176.919*

*) Model terbaik

Model RTG dan RTG dengan Kesalahan Pengukuran Kejadian Balita Gizi Buruk di Jawa Timur

Terjadinya kasus heterogenitas spasial pada data persentase balita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur mengindikasikan bahwa parameter model regresi dipengaruhi oleh faktor lokasi pengamatan, dalam hal ini adalah letak geografis

kabupaten/kota. Oleh karena itu dilakukan pemodelan dengan mengakomodasi faktor lokasi yaitu dengan model RTG.

Data gizi buruk dimodelkan sebagai model linear campuran dengan persamaan sebagai berikut:

Dalam hal ini merupakan galat dari kesalahan pengukuran untuk lokasi ke- . Penduga parameter model diperoleh dengan memasukkan pembobot untuk setiap lokasi pengamatan. Hasil pendugaan model RTG dengan menggunakan model linear campuran untuk semua lokasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 5, sedangkan ringkasan statistik nilai dugaan parameter model disajikan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Ringkasan statististik parameter model RTG dengan pembobot fungsi kernel adaptif kuadrat ganda.

Parameter Nilai Koefisien Parameter

Minimum Kuartil 1 Median Kuartil 3 Maksimum

1.145 1.586 2.066 2.256 2.538

0.018 0.071 0.127 0.232 0.248

0.010 0.729 1.919 3.928 8.196 Hasil Penduga parameter model RTG dengan kesalahan pengukuran menggunakan model linear campuran untuk semua lokasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 6, sedangkan ringkasan statistik nilai dugaan parameter model dengan pembobot fungsi kernel adaptif kuadrat ganda untuk setiap lokasi ; 1,2, ... ,38 disajikan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Ringkasan statististik parameter model RTG dengan kesalahan pengukuran dengan pembobot fungsi kernel adaptif kuadrat ganda.

Parameter Nilai Koefisien Parameter

Minimum Kuartil 1 Median Kuartil 3 Maksimum

1.006 1.361 1.907 2.065 2.374

0.027 0.081 0.139 0.238 0.238

0.006 0.651 1.754 4.050 7.799

Perbandingan plot penduga koefisien model RTG tanpa dan dengan kesalahan pengukuran setiap lokasi pengamatan untuk data gizi buruk di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 di bawah ini.

Gambar 4.8 Plot model RTG (■) dan RTG dengan kesalahan pengukuran (■)

Gambar 4.9 Plot model RTG (■) dan RTG dengan kesalahan pengukuran (■)

Berdasarkan Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 terlihat bahwa dan cukup beragam di tiap kabupaten/kota. Dari Gambar 4.9 secara koefisien bertanda positif, artinya banyaknya persentase penderita gizi buruk makin bertambah seiring bertambahnya persentase penduduk miskin. Pertambahan persentase penderita gizi buruk yang cukup tinggi terjadi di Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, probolinggo, pasuruan yaitu berada di sebelah Timur dan Sampang, Pamekasan,Sumenep yang berada di Pulau Madura.

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 kabupaten/kota 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 kabupaten/kota

Pengelompokan lokasi berdasarkan parameter yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian balita gizi buruk dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11. Wilayah yang saling berdekatan cenderung membentuk satu kelompok dalam hal peubah yang signifikan mempengaruhi kejadian balita gizi buruk. Berdasarkan Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 dapat disimpulkan bahwa pendertita gizi buruk di Jawa Timur dipengaruhi oleh aspek kewilayahan

Dokumen terkait