• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teorema 4 Nilai harapan dan ragam dari berturut-turut konvergen ke 0 dan , pada Karena itu adalah penduga yang konsisten bag

5 PEMBAHASAN UMUM

Pada analisis regresi, satu peubah respon dihubungkan dengan kovariat dengan suatu output utama adalah pendugaan parameter. Parameter ini menjelaskan hubungan setiap kovariat dengan peubah respon. Kovariat dari hasil pengamatan biasanya merupakan konstanta tertentu, tidak ada kesalahan pengukuran, namun terkadang juga dijumpai kovariat yang bukan konstanta tertentu tetapi peubah acak atau kovariat diukur dengan kesalahan. Namun hal ini sering diabaikan untuk alasan praktis dan kemudahan perhitungan.

Perbedaan antara model regresi linear dengan model regresi dengan kesalahan pengukuran terletak pada kovariat. Pada model regresi linier kovariat dianggap tetap atau tidak memiliki sebaran tertentu, sedangkan model regresi dengan keslahan pengukuran kovariat tidak diketahui atau merupakan peubah acak yang memiliki sebaran tertentu. Perbedaan antara kedua model tersebut juga ditunjukkan dalam pendugaan parameter serta dalam penggunaan asumsi. Berdasarkan pendugaan parameter, beberapa peneliti menyatakan bahwa kesalahan pengukuran akan berpengaruh terhadap slope dari kurva regresi (Fuller 1987), kesalahan pengukuran dapat menyebabkan bias dan tidak konsisten dalam penduga regresi (Caroll et al. 1995, Chen et al. 2011). Dalam mengatasi masalah tersebut maka digunakan model kesalahan pengukuran

Masalah utama dalam regresi linear ketika diaplikasikan pada data spasial (spatial data), dimana parameter diasumsikan stationer dan berlaku di setiap lokasi geografis (space). Data spasial merupakan data yang memiliki referensi kewilayahan, karena data spasial memuat dua informasi yaitu informasi wilayah dan informasi pengamatan. Kondisi geografis, sosial budaya dan ekonomi akan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya. Namun demikian kondisi di suatu wilayah akan memiliki hubungan yang cukup kuat dengan wilayah lain yang berdekatan. Data spasial yang tidak stasioner (non stationer) dapat diatasi dengan menggunakan model Regresi Terboboti Geografis (RTG). Ide dasar dari model RTG ini adalah dengan mempertimbangkan unsur geografis atau lokasi sebagai pembobot dalam menduga parameter modelnya.

Pada regresi linear, nilai parameter diasumsikan sama untuk semua titik lokasi pengamatan, sehingga penduga parameter yang dihasilkan juga bersifat tunggal dan diberlakukan untuk semua lokasi. Berbeda dengan regresi yang tidak memperhatikan faktor lokasi, dalam RTG sangat memperhatikan lokasi sehingga analisis ini seringkali dilanjutkan dengan pemetaan dan dapat didekati dengan GIS. Penduga parameter model RTG diperoleh dengan menggunakan metode

Weighted Least Square (WLS) yaitu dengan memberikan pembobot (weight) yang berbeda pada setiap lokasi.

Matriks pembobot merupakan komponen yang mendasar dan diperlukan dari model regresi spasial. Matriks pembobot pada dasarnya merupakan matriks yang menggambarkan hubungan antar lokasi. Matriks ini mencerminkan adanya hubungan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya (Arbia 2005). Matriks pembobot spasial pada RTG merupakan matriks pembobot yang berbasis pada kedekatan wilayah pengamatan ke i dengan wilayah pengamatan lainnya (Fotheringham et al. 2002). Pembobot yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kernel adaptif kuadrat ganda. Pembobot kernel adaptif kuadrat ganda dipilih berdasarkan nilai AIC dan MSE yang terkecil serta nilai terbesar (Tabel 4.2).

Model RTG dengan kesalahan pengukuran adalah suatu metode pemodelan yang menggabungkan model regresi global dengan kesalahan pengukuran dengan model regresi yang terboboti. Penduga model RTG dengan kesalahan pengukuran dengan menggunakan metode kuadrat terkecil terboboti memiliki sifat tak bias, ragam minimum, dan konsisten (Hutabarat et al. 2013c). Berdasarkan hasil kajian yang dibahas pada bab 3, diperoleh penduga parameter dan masing-masing pada persamaan (3.8), persamaan (3.9) dan persamaan (3.11) dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum berkendala. Sifat-sifat asimtotik dari pendugaan diperoleh bahwa menyebar normal secara asimtotik, konsisten dan adalah penduga yang konsisten bagi

.

Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gizi buruk di Provinsi Jawa Timur tahun 2010. Perbandingan model regresi dan model dengan kesalahan pengukuran untuk data gizi buruk di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 disajikan pada Tabel 4.8. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh

Hutabarat et al. (2013a) dan Bab 4 dari disertasi ini diperoleh bahwa model yang terbaik untuk menganalisis data persentase balita gizi buruk di Propinsi Jawa Timur adalah model regresi dengan kesalahan pengukuran. Indikator kebaikan model yang digunakan untuk menganalisis data persentase balita gizi buruk di Propinsi Jawa Timur adalah nilai KTG dan AIC. Model kesalahan pengukuran dapat menurunkan nilai KTG dan AIC masing-masing sebesar 0.46 dan 3.025. Dari model yang diperoleh bahwa model dengan kesalahan pengukuran menghasilkan nilai intersep turun dan sebaliknya nilai slope naik.

Perbandingan model regresi lokal dengan model RTG dengan menggunakan pembobot fungsi kernel adaptif kuadrat ganda dilakukan untuk mengetahui model mana yang lebih baik diterapkan untuk persentase kejadian balita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur tahun 2010. Kriteria kebaikan model yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai KTG dan AIC dari kedua model tersebut pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.8. Nilai KTG dari model linear dan model RTG pembobot fungsi kernel adaptif kuadrat ganda masing-masing adalah 6.01 dan 5.06, nilai AIC adalah 179.94 dan 154.632. Model yang terbaik adalah model dengan nilai KTG dan AIC terkecil yaitu model RTG. Dalam hal ini model RTG lebih baik digunakan untuk menganalisis data persentase balita gizi buruk di Propinsi Jawa Timur dibandingkan dengan model regresi global dengan peubah-kovariat yang digunakan dalam penelitian ini. Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya dari Hutabarat et al. (2013b) dalam menganalisis data persentase balita gizi buruk di Propinsi Jawa Timur berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu balita yang mengalami penyakit infeksi, pengeluaran perkapita untuk makanan sebulan, penduduk miskin, jumlah posyandu, persentase balita dalam pemberian ASI eksklusif, dan rumah tangga yang dapat mengakses air bersih.

Perbandingan plot penduga koefisien model RTG tanpa dan dengan kesalahan pengukuran untuk data gizi buruk di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 telah disajikan pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. Berdasarkan kedua gambar tersebut terlihat bahwa dan cukup beragam di tiap kabupaten. Nilai pada model RTG dengan kesalahan pengukuran cenderung lebih kecil dari pada model RTG, sebaliknya Nilai pada model RTG dengan kesalahan pengukuran

cenderung lebih besar dari pada model RTG. Hal ini karena model RTG dengan kesalahan pengukuran memperoleh koreksi sebesar (persamaan 3.6). Pertambahan persentase penderita gizi buruk yang cukup tinggi terjadi jika persentase penduduk bertambah sebesar satu persen yaitu di Kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, probolinggo, pasuruan yaitu berada disebelah Timur dan Kabupaten sampang, pamekasan dan sumenep yang berada di Pulau Madura. Hal ini kemungkinan disebabkan semakin jauhnya akses terhadap ibu kota Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan parameter pada Gambar 4.10 menggunakan model RTG terdapat 16 kabupaten/kota dimana persentase penduduk miskin tidak berpengaruh signifikan terhadap kejadian balita gizi buruk, sedangkan pada Gambar 4.11 menggunakan model RTG dengan kesalahan pengukuran terdapat 12 kabupaten/kota dimana persentase penduduk miskin tidak berpengaruh signifikan terhadap kejadian balita gizi buruk. Perubahan yang terjadi yaitu pada Kabupaten Jombang, Tuban, Kediri dan Kota Kediri.

Berdasarkan indikator kebaikan model yaitu nilai AIC yang ditunjukkan pada Gambar 4.13 diperoleh bahwa pemodelan RTG dengan kesalahan pengukuran lebih baik dibanding dengan model RTG. Model RTG dengan kesalahan pengukuran dapat menurunkan nilai AIC sebesar 0.676.

Dokumen terkait