• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

5.3 Model Spasial Hubungan Fungsional Antara Sumberdaya

5.3.1. Model Spasial Hubungan Fungsional Antara

Dari hasil uji regresi Spatial Durbin Model 7 pengaruh potensi sumberdaya ekonomi wilayah terhadap kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar yang meliputi informasi pendapatan perkapita/pendapatan keluarga budidaya agar dan penurunan tingkat kemiskinan dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut: LnIndIKE_F2_Pdtn= -0.6352 + 0,501618 LnIndSDM_F1_Pdkn + 0,380912 LnIndSDM_F2Pdkn + 0.292353 LnIndIFU_F1Ikn + 0.278458 LnIndSDM_F3Tngkrj + 0.218534 LnIndIFU_F1Wst + 0.638134 Wr_LnIndSDA_F1LU - 0.313405 LnIndIFU_F2Ikn - 0.183140 LnIndIFU_F2Wst - 0.259608 LnIndIFU_ F5SrnPbk Keterangan;

LnIndIKE_F2Pdtn = Ln indeks kinerja pembangunan bidang kesejahteraan,

LnIndSDM_F1Pdkn = Ln indeks pendidikan SMU ke-atas,

LnIndSDM_F2Pdkn = Ln indeks pendidikan SMP ke-bawah,

LnIndIFU_F1Ikn = Ln indeks sarana perahu dan peralatan tangkap ikan,

LnIndSDM_F3Tngkrj = Ln indeks keluarga budidaya agar,

LnIndIFU_F1Wst = Ln indeks obyek wisata bahari,

Wr_LnIndSDA_F1LU = Ln indeks ketetanggaan dengan daerah berlahan pertanian

dan mangrove,

LnIndIFU_F2Ikn = Ln indeks areal tangkap ikan laut dalam/karang,

LnIndIFU_F2Wst = Ln indeks obyek wisata budaya,

LnInd IFU_ F5SrnPbk = Ln indeks keluarga berbahan bakar kayu/minyak.

Hasil regresi di atas memiliki nilai Adjusted R² sebesar 0.89483100, berarti keragaman variabel endogen menggambarkan 89% terhadap variabel eksogen. Uji F menunjukkan tingkat probabilitas (P-value<0000), yang berarti bahwa variabel endogen sangat signifikan menjelaskan variabel eksogen.

Hasil uji regresi dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar daerah menunjukkan bahwa:

1.Meningkatnya 1 nilai indeks tingkat pendidikan penduduk SMU ke-atas di suatu daerah akan meningkatkan nilai kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar di wilayah tersebut sebesar 0,501618. Sedangkan tingkat pendidikan SMP ke- bawah mendorong tingkat kesejahteraan lebih rendah yaitu sebesar 0,380912 pada daerah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia akan sangat menentukan nilai tambah ekonomi

yang akan mendorong kinerja pembangunan bidang kesejateraan masyarakat. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia pada suatu wilayah akan mendorong peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan potensi sumberdaya ekonomi dan penggunaan teknologi sehingga produktivitas masyarakat pada kawasan tersebut akan semakin meningkat. 2.Dengan bertambahnya 1 nilai indeks sarana perahu dan alat tangkap ikan di

suatu daerah akan mendorong meningkatkan nilai kinerja kesejahteraan masyarakat sebesar 0,292353 pada daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sarana perahu dan alat tangkap perikanan adalah sarana ekonomi penting bagi masyarakat kawasan Gugus Pulau Kaledupa. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya laut yang tinggi menyebabkan kebutuhan terhadap sarana perahu dan alat tangkap ikan menjadi tinggi. Sarana perahu selain untuk kegiatan ekonomi juga sebagai sarana transportasi yang umum digunakan dalam menghubungkan antar wilayah dan antar pulau.

3.Bertambahnya 1 nilai indeks keluarga yang bekerja budidaya agar meningkatkan nilai kinerja kesejahteraan daerah sebesar 0,278458. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya agar-agar menjadi peluang kerja masyarakat di Gugus Pulau Kaledupa yang masih potensial dalam memberikan nilai tambah ekonomi lebih tinggi yang dapat mendorong peningkatan kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar masyarakat. Budidaya agar baru dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Gugus Pulau Kaledupa sebagai alternatif mata pencaharian pada awal tahun 1990-an (Mansur, 2008) dan saat ini berkembang dengan pesat dan menjadi kegiatan utama masyarakat khususnya pada wilayah pesisir pantai. Produksi agar menjadi komoditi utama wilayah yang dipasarkan di wilayah lain seperti Kota Bau-Bau dan Kota Kendari.

4.Kawasan yang memiliki wisata bahari dapat mendorong indeks pembangunan bidang kesejahteraan daerah sebesar 0,218534. Hal tersebut menunjukkan bahwa kawasan wisata bahari memiliki potensi ekonomi yang tinggi dan dapat mendorong kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar masyarakat. Wilayah obyek wisata memiliki ekosistem karang dan mangrove yang masih terjaga dengan baik sehingga sangat potensial untuk pengembangan kegiatan wisata, kegiatan budiaya agar maupun kegiatan perikanan. Selain itu,

kawasan tersebut memiliki potensi lahan perkebunan masih dapat dikembangkan untuk kegiatan pertanian.

5.Meningkatnya indeks lahan pertanian/perkebunan dan mangrove akan meningkatkan nilai indeks pembangunan kesejahteraan masyarakat di daerah- daerah tetangga sebesar 0,638134. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan serta lahan mangrove menjadi wilayah akses ekonomi bagi masyarakat di wilayah sekitarnya. Hal ini terkait dengan semakin menurunnya lahan pertanian di wilayah sendiri sehingga keberadaan lahan pertanian di wilayah sekitarnya menjadi penting untuk menunjang kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat wilayah-wilayah sekitarnya. Interaksi antar wilayah di Gugus Pulau Kaledupa masih sangat rendah yang hanya pada kegiatan yang terkait dengan fungsi lahan pertanian/perkebunan dan fungsi hutan mangrove saja. Rendahnya interaksi wilayah-wilayah tersebut salah satu penyebab utama masih rendahnya kinerja pembangunan ekonomi wilayah. 6. Meningkatnya 1 nilai indeks areal tangkap di wilayah laut dalam justru akan

menurunkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut sebesar 0,183140. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi perikanan laut dalam di Gugus Pulau Kaledupa belum optimal dan sebagian besar nelayan memilih aktivitas pada pada wilayah karang. Tidak optimalnya perikanan tangkap laut dalam ini terkait dengan ketersediaan sarana perikanan yang dimiliki nelayan masih minim, sehingga para nelayan tidak dapat menjangkau wilayah yang lebih luas serta aktivitas melaut sangat tergantung pada kondisi cuaca.

7.Meningkatnya 1 nilai indeks obyek wisata budaya akan menurunkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut sebesar 0,259608. Hal tersebut menggambarkan bahwa kawasan wisata budaya adalah kawasan yang memiliki potensi sumberdaya ekonomi relatif rendah sehingga kinerja pembangunan pada wilayah tersebut kurang berkembang. Potensi wisata budaya belum terkelola dengan baik sehingga belum memberikan nilai tambah ekonomi untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

8.Meningkatnya 1 indeks wilayah bahan bakar kayu akan menurunkan indeks pembangunan kesejahteraan wilayah tersebut sebesar 0.259608. Hal tersebut

untuk mendorong nilai tambah ekonomi wilayah sehingga wilayah–wilayah dengan tingkat penggunaan bahan bakar kayu meningkat cenderung semakin menurun tingkat kesejahteraannya. Minimnya ketersediaan energi listrik akan menyebabkan nilai tambah dari aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah tersebut semakin rendah.

5.3.2 Model Spasial Hubungan Fungsional Antara Sumberdaya dengan Kinerja Pembangunan Sektor Jasa, Industri dan Tambang

Dari hasil uji regresi Spatial Durbin Model hubungan fungsional potensi sumberdaya terhadap kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang yang meliputi kinerja pendapatan sektor perdagangan, jasa umum, angkutan, tambang/galian, dan industri dapat dilihat dalam persamaan berikut:

LnIdIKE_F1-Pdtn = -0.665907 + 0.273370 LnIndIFU_F2Wst + 0.358890 LnIndIFU_F1Ikn + 0.435326 LnIndSDA_F2Tnm + 0.265260 LnIndIFU_F3SrnPbk + 0,290158 LnIndIFU_F4SrnPbk + 0.471512 Wr_LnIndSDA_F1LU - 0.733239 LnIndIFU_F1Wst - 0.079567 LnUndIFU_F1SrnPbk keterangan;

LnIndIKE_F1 Pdpt = Ln indeks kinerja pembangunan jasa, industri dan tambang

LnIndIFU_F2Wst = Ln indeks obyek wisata budaya

LnIndIFU_F1_Ikn = Ln indeks sarana perahu dan peralatan tangkap

LnIndSDA_F2Tnm = Ln indeks produktivitas lahan dan diversitas tanaman pertanian LnIndIFU_F3SrnPbk = Ln indeks listrik non PLN dan sumber air danau

LnIndIFU_F4SrnPbk = Ln indeks sumber air sumur dan mata air

Wr_LnIndSDA_F1LU= Ln indeks ketetanggaan terhadap lahan perkebunan dan mangrove

LnIndIFU_F1Wst = Ln indeks obyek wisata bahari

LnIndIFU_F4SrnPbk = Ln indeks rumah permanen dan sumber air PAM

Hasil regresi di atas memiliki nilai Adjusted R² = 0.96391438, yang berarti keragaman variabel indogen menggambarkan 96% terhadap variabel eksogen. Uji F menunjukkan tingkat probabilitas (P-value<0000), yang berarti variabel endogen sangat signifikan menjelaskan variabel eksogen. Hasil uji regresi spasial dengan tujuan meningkatkan kinerja pembangunan sektor jasa, industri dan tambang, menunjukkan bahwa:

1. Meningkatnya 1 nilai indeks ketersediaan sarana perahu dan peralatan tangkap akan meningkatkan pendapatan sektor jasa, perdagangan dan industri sebesar 0.358890, dan indeks produktivitas lahan dan divesitas tanaman pertanian akan mendorong peningkatan pendapatan jasa, industri dan tambang sebesar 0,435326. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan sektor jasa,

industri dan tambang seperti sangat terkait dengan kinerja pembangunan sektor-sektor lain seperti; kelautan dan pertanian. Ketersediaan sarana seperti perahu, alat tangkap dan produktivitas lahan sebagai pendorong kinerja pembangunan bidang kesejahteraan dan budidaya agar juga menjadi pendorong berkembangnya kinerja pembangunan bidang non pertanian seperti meningkatnya pendapatan sektor jasa, perdagangan, dan industri di wilayah tersebut.

2. Meningkatnya 1 nilai indeks obyek wisata budaya akan mendorong meningkatkan pendapatan jasa, perdagangan dan tambang dan industri sebesar 0,273370 di daerah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pendapatan sektor jasa, perdagangan dan industri meningkat pada kawasan wisata budaya. Kawasan wisata budaya relatif kurang memiliki potensi sumberdaya alam, sehingga secara alamiah sebagian besar masyarakat cenderung memilih aktivitas ekonomi non pertanian seperti; tambang, perdagangan, industri kecil dan jasa lainnya.

3. Meningkatnya nilai 1 indeks kawasan sumber penerangan non PLN dan air dari hujan akan mendorong meningkatnya kinerja pendapatan non pertanian sebesar 0,26526. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan dengan sumber energi listrik yang disediakan oleh masyarakat secara mandiri atau bukan dari PLN mampu mendorong kinerja pembangunan dibidang non pertanian seperti kegiatan jasa, perdagangan dan tambang/galian dan industri di wilayah tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasokan energi dari PLN hanya untuk kebutuhan penerangan perumahan pada malam hari sedangkan energi yang disediakan oleh masyarakat adalah selain untuk kebutuhan penerangan juga untuk kebutuhan dalam menunjang aktivitas ekonomi. Namun pada wilayah tersebut ketersediaan air relatif kurang sehingga masih dominan menggunakan air hujan sebagai sumber air utama.

4. Meningkatnya 1 nilai indeks sumber air sumur/mata air akan meningkatkan pendapatan jasa, tambang galian dan industri sebesar 0,290158. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan air sumur masih sangat tinggi sehingga ketersediaan air sumur mampu menggerakkan sektor jasa, tambang/galian dan

salah satu komoditi ekonomi yang banyak dibutuhkan oleh setiap rumah tangga.

5. Meningkatnya indeks lahan kebun dan mangrove akan meningkatkan nilai indeks pendapatan non pertanian sebesar 0.471512 pada daerah sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi wilayah dibidang pertanian dan aktivitas lainnya yang terkait dengan fungsi ekositem mangrove mampu menggerakan jasa transportasi, perdagangan serta non pertanian lainnya. Interaksi wilayah dibidang pertanain akan mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya jasa transportasi.

6. Wilayah yang memiliki kawasan obyek wisata justru berpengaruh negatif terhadap kinerja pembangunan bidang non pertanian. Meningkatnya 1 nilai indeks wisata bahari akan menurunkan nilai indeks pendapatan non pertanian sebesar 0,733239. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan wisata bahari di Gugus Pulau Kaledupa belum mampu meningkatkan nilai tambah dibidang non pertanian wilayah tersebut. Hal ini terkait dengan model pengelolaan obyek wisata yang belum melibatkan masyarakat setempat dan sepenuhnya dikelolah oleh pihak asing. Kegiatan wisata di Gugus Pulau Kaledupa justru telah membatasi wilayah aktivitas masyarakat di wilayah perairan dengan adanya wilayah penyelaman di wilayah tersebut tanpa ada insentif konpensasi lainnya. Pendapatan masyarakat khususnya pendapatan pada sektor pertambangan semakin menurun dengan pelarangan aktivitas tambang (umunya pasir dan batu) pada wilayah tersebut. Selain itu kawasan wisata merupakan wilayah yang relatif terisolir sehingga kinerja pembangunan sektor jasa, perdagangan dan industri relatif tidak berkembang.

7. Kawasan rumah permanen dan sumber air PAM mendorong menurunnya kinerja pembangunan ekonomi bidang non pertanian pada daerah tersebut. Meningkatnya 1 nilai indeks rumah semi permanen dan sumber air PAM akan menurunkan kinerja pembangunan sektor jasa, perdagangan dan tambang dan industri sebesar 0.079567. Hal ini membuktikan bahwa air di wilayah Gugus Pulau Kaledupa merupakan komoditi perdagangan untuk kebutuhan rumah yang mampu meningkatkan kinerja pembangunan sehingga kegiatan jasa, perdagangan dan industri berkembangan pada daerah-daerah sumber air bukan

dari PAM. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan air PAM dan perumahan permanen bukan pada daerah dengan tingkat kinerja pembangunan sektor non pertanian yang tinggi. Kegiatan industri, perdagangan dan jasa umumnya masih pada skala kecil sehingga tidak membutuhkan input air bersih yang besar.

5.3.3 Model Spasial hubungan fungsional Antara Sumberdaya dengan

Dokumen terkait