• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN PENGURUS KOPERASI KARYAWAN KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN BOGOR

Pada penelitian ini, 69 persen responden sudah menunjukkan sikap yang modern terhadap delapan tema sikap kewirausahaan. Kecenderungan tersebut diperoleh dari skor modernitas rata-rata seluruh responden terhadap ke delapan tema sikap kewirausahaan yakni 3,15. Apabila dilihat dari masing-masing tema sikap kewirausahaan, ditemukan tujuh tema yang sudah menunjukkan pandangan yang modern oleh pengurus sedangkan satu tema lainnya belum menunjukkan pandangan yang modern. Tema itu ada pada tema kedua mengenai sikap mental bersedia menanggung resiko dengan skor 2,73 (Tabel 12).

Tabel 12. Sebaran Skor Modernitas Rata-Rata Responden Berdasarkan Tema Sikap Kewirausahaan, di Kecamatan Cibinong (2009)

Tema Sikap Kewirausahaan 1 2 3 4 5 6 7 8 Seluruh Tema Kewirausahaan Skor Modernitas Rata-rata 3,27 2,73 3,25 3,07 3,11 3,35 3,18 3,25 3,15

Bila sikap kewirausahaan responden tersebut dijabarkan ke dalam masing-masing tema maka akan tampak hal-hal sebagai berikut:

1. Sikap Mental Mengutamakan Prioritas (Tema 1)

Dari hasil temuan di lapangan ternyata pandangan modernitas sikap responden dalam menanggapi tema ini menghasilkan skor rata-rata dengan corak pandangan sikap kewirausahaan yang modern. Skor rata-rata modernitas yang diperoleh adalah 3,27. Tema sikap ini diuraikan dalam bentuk 6 buah pertanyaan proyeksi untuk menggali prioritas utama responden dalam memanfaatkan kredit, informasi dan dana. Kecenderungan yang modern terhadap tema sikap ini tidak hanya didasarkan pada keputusan untuk memanfaatkan peluang kredit atau dana secara langsung tetapi didasarkan atas pemahaman tentang prioritas yang diutamakan untuk kepentingan dirinya dan keberhasilan usahanya.

Bila ditelaah lebih lanjut, responden setuju mengenai kecenderungan dalam memanfaatkan peluang kredit untuk menambah modal dan memanfaatkan peluang dana yang ditabung untuk dimanfaatkan di masa mendatang. Responden mengetahui prioritas yang diutamakan untuk keberhasilan usahanya. Bagi mereka informasi menjadi prioritas utama untuk acuan dalam mengambil suatu keputusan. Berkaitan dengan memanfaatkan dana maupun kredit, beberapa responden berpandangan bahwa hal tersebut menjadi prioritas utama untuk melanjutkan usaha dan keuangan. Mengenai hal tersebut seorang responden mengungkapkan demikian:

”Saya sangat senang memanfaatkan peluang untuk keberhasilan usaha di koperasi. Sebagai penanggung jawab pengelola di waserba ini saya harus pintar-pintar mengelola dana dari koperasi. Saya harus memprioritaskan peluang yang cocok untuk keberlansungan usaha di koperasi ini. Salah satunya ketika koperasi memberikan sejumlah dana untuk dipertanggung jawabkan kepada pengurus, maka kami harus hati-hati menggunakan. Mana yang baik dan menguntungkan bagi koperasi akan kami ambil dan kami gunakan seperlunya...” (SW, 49 tahun).

Dengan ungkapan yang demikian, menunjukkan bahwa pengurus memiliki sikap yang modern dalam memahami prioritas utama untuk menggunakan dan memanfaatkan peluang yang ada baik informasi, dana maupun kredit.

2. Sikap Mental Mengambil Resiko (Tema 2)

Dari data yang diperoleh ternyata sebagian dari responden berpandangan tidak modern terhadap sikap kewirausahaan ini dengan skor rata-rata modernitas sikap ini adalah sebesar 2,73. Pandangan sikap pengambilan resiko diuraikan dalam bentuk enam pertanyaan proyeksi untuk menggali pandangan modernitas responden dalam membuat keputusan usaha. Tingkat modernitas sikap pengambilan resiko ditentukan dari keputusan responden dalam memilih jenis resiko usaha, yaitu tidak semata-mata atas faktor keinginan mendapatkan untung yang besar, tetapi juga didasarkan atas pengetahuan dan perhitungan bahwa keahliannya dapat mempengaruhi keberhasilan usaha. Dengan kata lain sikap yang modern tercermin dari jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang memilih ”resiko sedang”.

Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat 62 persen pengurus setuju dengan pernyataan menghindari resiko yang terlalu tinggi dan setuju untuk bersikap tidak terlalu mau ambil resiko dalam berusaha atau dengan kata lain, responden memilih untuk tidak mengambil resiko sama sekali. Kecenderungan responden memilih untuk tidak mengambil resiko adalah karena pada umumnya mereka takut untuk mengalami kerugian dalam berusaha. Hal tersebut juga diperkuat oleh alasan dari salah seorang responden bahwa responden tidak berani mengambil resiko mengingat pekerjaan mereka sebagai karyawan dan bukan hanya sebagai pengurus koperasi saja. Kesibukan pekerjaan responden mendorong sikap mereka untuk tidak mengambil resiko sama sekali karena khawatir akan merugi. Berdasarkan pengakuan tersebut, ada pula beberapa orang responden yang mengungkapkan bahwa tidak mengambil resiko sama sekali adalah jalan terbaik untuk melanjutkan usaha.

Selain itu terdapat beberapa responden dengan kecenderungan memilih resiko yang rendah adalah karena responden khawatir akan mengalami kerugian yang terlalu besar. Meskipun keuntungan yang diperoleh sangat besar akan tetapi sebagian dari responden menganggap bahwa itu adalah keputusan yang terlalu beresiko. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang responden berikut:

”.. saya tidak mau mengambil resiko yang terlalu besar. Salah satunya dari investasi itu. Saya lebih baik menginvestasikan uang semampu saya, dibandingkan jika harus menginvestasikan seluruhnya atau sebagian. Karena bagi saya menginvestasikan semuanya hanya akan merugikan diri saya sendiri, saya tidak mau gagal dan ceroboh..” (ES, 48 tahun)

3. Sikap Mental Keinovatifan (Tema 3)

Terbuka terhadap pembaharuan baru dan perubahan dan kesediaan untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru sesuai dengan pendapat Alex Inkeles, sikap ini merupakan sikap seorang manusia modern. Sikap keinovatifan ini juga merupakan bagian dari peran kewirausahaan, oleh karena itu pandangan seorang pengurus tentang keinovatifan perlu dikaji. Terdapat enam buah pertanyaan untuk menggali pandangan responden terhadap sikap keinovatifan berwirausaha. Pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana minat pengurus serta keberaniannya membuat keputusan dan merencanakan

pengembangan usahanya serta melakukan suatu usaha baru yang lebih menguntungkan dari usaha lamanya tersebut. Minat untuk melakukan suatu usaha baru tersebut juga dimaknai dengan kemauannya untuk mencari informasi untuk menemukan inovasi usahanya.

Responden memiliki kecenderungan sikap yang modern terhadap sikap keinovatifan. Gambaran tersebut terlihat dari skor rata-rata modernitas seluruh responden sebesar 3,25. Sejumlah responden pengurus koperasi karyawan Kecamatan Cibinong bersikap inovatif dalam mengelola koperasinya masing-masing. Kecenderungan pandangan yang modern dari pengurus karena kesadaran untuk lebih mengembangkan usaha yang tidak hanya menguntungkan sebagian pihak atau mengharapkan keuntungan sesaat tetapi juga untuk keberlanjutan usaha koperasi. Hal tersebut diperkuat dari pernyataan salah seorang pengurus koperasi yang mengungkapkan demikian:

”Sebagai pengurus yang dipercayakan oleh anggota, saya ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha koperasi. Walaupun saya memiliki kendali untuk melakukan apa saja yang menguntungkan koperasi dan kesejahteraan anggota, tetapi tetap saja saya san pengurus yang lain harus memikirkan masak-masak resiko atau peluangnya. Karena walaupun kita nantinya akan mendapat keuntungan tetapi kita perlu berhati-hati, cari informasi lebih dulu untuk memulai usaha yang untungnya berlanjut. Walaupun kita punya cara yang lebih inovatif tapi informasi tentang cara itu harus lebih inovatif apalagi ini menyangkut semua pihak” (SW, 49 tahun)

Pernyataan demikian menegaskan bahwa beberapa orang pengurus sadar tentang tanggung jawabnya di koperasi. Selain itu mereka juga lebih memilih untuk berinovasi dengan hati-hati karena mereka ingin mendapatkan keuntungan yang dapat dirasakan semua pihak di koperasi.

4. Sikap Mental yang Mengunggulkan Kerja Keras (Tema 4)

Reponden memiliki kecenderungan sikap yang modern dalam menanggapi tema sikap ini. Kecenderungan tersebut terlihat dari skor rata-rata modernitas sebesar 3,07. Kemauan bekerja keras diuraikan dalam bentuk enam pertanyaan proyeksi. Tingkat modernitas pandangan dinilai dari jawaban yang memandang

mutlak diperlukannya suatu kerja keras dalam setiap melaksanakan kegiatan usaha agar dapat mencapai hasil kerja yang memuaskan.

Pada kenyataannya responden menganggap bahwa kerja keras adalah begitu penting. Dari hasil olahan perhitungan data kuantitatif ditemukan responden kurang setuju dengan pernyataan bahwa ”waktu santai sebanyak mungkin dimanfaatkan”. Beberapa responden menganggap bahwa waktu yang ada akan lebih baik dimanfaatkan untuk melakukan sesuatu yang berguna. Bagi responden dengan kecenderungan setuju untuk memanfaatkan waktu luang, beranggapan bahwa kemampuan dan keahlian yang dimiliki tidak ada salahnya dimanfaatkan untuk bekerja.

Kecenderungan yang sama modernnya tentang pertanyaan mamanfaatkan waktu luang tersebut juga dialami pada pertanyaan mengenai seorang pedagang bakso yang ditangkap petugas dan kemudian berjualan lagi tetapi dengan tidak berjualan di tempat yang sama melainkan berkeliling untuk menghindari petugas ketertiban. Terdapat beberapa responden yang berpandangan setuju dengan sikap modern seorang pedagang bakso. Menurut salah seorang responden beranggapan bahwa:

”...pedagang bakso itu selain seorang pekerja keras tetapi dia juga cermat. Demi menghidupi kebutuhan keluarganya, ia cerdas memilih strategi berjualan untuk menghindari kejadian yang pernah dialaminya dengan petugas ketertiban itu..” (AF, 48 tahun)

5. Sikap Mental Menghargai Waktu (Tema 5)

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, skor modernitas rata-rata keseluruhan responden terhadap sikap menghargai waktu berada pada kelompok modern, yakni sebesar 3,11. Pandangan tentang penghargaan terhadap waktu disajikan dengan pernyataan-pernyataan mengenai bagaimana sebaiknya sikap seseorang terhadap ketepatan janji atau ketepatan waktu yang dijanjikan kepada orang lain. Selain itu, pertanyaan tersebut juga menggali tingkat toleransi seseorang terhadap ketidaktepatan waktu dan ketepatan mengatur waktu untuk melakukan segala aktivitasnya. Pandangan tersebut dianggap sebagai salah satu segi sikap wirausaha yang penting, karena sikap yang terlalu meremehkan waktu

ini hanya akan merugikan diri sendiri dan akan dapat mengurangi kepercayaan orang lain, sehingga akan mempengaruhi keberhasilan usaha seseorang.

Bila dikaji lebih jauh beberapa orang responden menganggap bahwa waktu menjadi satu hal yang penting. Sikap responden yang masih agak longgar terhadap waktu sepertinya tidak dapat dimaklumi lagi. Hal tersebut diperkuat karena responden selain sebagai pengurus koperasi, responden juga adalah seorang karyawan yang dihadapkan pada beragam tugas lainnya di tempat mereka bekerja. Keadaan tersebut memaksa responden untuk bersikap lebih disiplin terhadap waktu dan tepat pada janji. Seperti ungkapan salah seorang responden yang bekerja di kantor kedinasan dan perusahaan, SHS dan SW.

”Saya sangat menyayangkan jika ada orang yang membatalkan janji. Rasanya agak kesal kalau ditunda-tunda terus. Sesibuk apa pun orang membuat janji tapi orang harus tetap menepati janji. Karena bagi saya tidak perlu kita berjanji jika pada kenyataannya kita belum mampu menepatinya. Makanya harus dipikirkan terlebih dahulu. Saya pun begitu, diperusahaan ini banyak sekali orang penting terutama tamu dari luar negeri. Mereka tidak suka kalau ada partnernya yang tidak konsisten terhadap waktu apalagi janji. Malah jika sering terjadi partner kita tidak mau lagi bekerja sama. Dan itu malah merugikan perusahaan ini nantinya.” (SHS, 50 tahun)

”Sangat jengkel rasanya jika seseorang membatalkan janji apalagi ga tepat waktu. Pertama-tama memang tidak apa-apa tapi jika sering terjadi saya tidak setuju dengan hal itu. Saya pernah mengalami ekejengkelan itu yang terpaksa dibatalkan. Kejadiannya waktu itu di koperasi. Saya diminta pengawas koperasi untuk mengecek keuangan koperasi. Dan beliau menjanjikan pada saya untuk dilaporkan dan dibicarakan kembali. Pada hari H, saya minta janjinya tapi beliau belum dapat bertemu karena alasan sibuk. Karena beliau adalah atasan saya, saya pun tidak bisa berkata apa-apa, dan akhirnya saya terpaksa menunggu untuk mengembalikan hasil koreksi itu” (SW, 49 tahun)

Dalam kegiatan kesehariannya di kantor, para responden dituntut untuk bekerja lebih profesional, sehingga untuk membagi waktu dengan tanggung jawabnya sebagai pengurus koperasi cukup kesulitan. Pada akhirnya responden pun dapat menentukan kapan waktu yang tepat untuk fokus pada koperasi. Dengan demikian, situasi kerja mempengaruhi responden yang berpandangan

tidak setuju terhadap keadaan memaklumi orang lain yang kebetulan tidak menepati janji.

6. Sikap Mental Motivasi Berprestasi (Tema 6)

Pandangan motivasi berprestasi yang dimaksud adalah menyangkut keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Motif ini muncul untuk melakukan sesuatu secara sukses dan menjauhi kegagalan. Sikap ini berkaitan dengan sikap seorang wirausaha yang modern berambisi untuk mencapai prestasi, dan berusaha untuk memperbaiki kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menganggap bahwa kegagalan hanya menurunkan prestasi kerja, dan mereka tidak tertarik dengan ambisi untuk mencapai prestasi.

Tanggapan mayoritas pengurus koperasi terhadap sikap motif berprestasi adalah sangat baik. Dengan kata lain berdasarkan hasil skor modernitas rata-rata sikap mengenai motif berprestasi adalah modern yakni sebesar 3,35. Secara keseluruhan tema sikap ini sangat modern dan mengakar di kalangan pengurus koperasi karyawan di kecamatan Cibinong.

Responden memilki motivasi berprestasi yang tinggi. Dari sejumlah pertanyaan proyeksi yang disediakan rata-rata reponden tidak setuju jika bekerja hanyalah untuk mendapatkan pujian dan bukan untuk mencapai prestasi. Beberapa orang responden mengutarakan bahwa bekerja untuk mencapai prestasi yang sebaik mungkin dan untuk mengoptimalkan kualitas diri masing-masing terhadap pekerjaan yang dijalankan.

7. Sikap Mental Percaya Diri (Tema 7)

Dalam menanggapi ke enam pernyataan proyeksi mengenai sikap percaya diri tersebut, mayoritas responden cenderung berada dalam kelompok yang modern dalam menanggapi sikap percaya diri tersebut, yakni dengan keseluruhan skor modernitas rata-rata sebesar 3,18. Sikap percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang menunjukkan sikap percaya kepada kemampuan

sendiri, tidak ragu-ragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala situasi. Sikap ini diuraikan dalam enam buah pernyataan. Seseorang dengan sikap tidak modern tidak memiliki rasa percaya diri, dan pesimis untuk melakukan sesuatu, sedangkan mereka yang memiliki sikap modern optimis dan tidak ragu melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya dan mencapai keberhasilan usaha.

Berdasarkan pertanyaan proyeksi, responden memiliki kecenderungan yang setuju jika seseorang terus berupaya dengan mengoptimalkan hasil usahanya walaupun akan terjadi kegagalan. Dapat digambarkan bahwa responden memiliki perasaan yakin dapat mencapai keberhasilan usaha. Mereka percaya diri dan terlalu optimis, sehingga untuk membangkitkan semangat kerja dan membangkitkan rasa kepercayaan diri ada setiap waktu. Mengenai hal tersebut dituturkan oleh salah seorang responden sebagai berikut :

”Walaupun saya pernah mengalami kegagalan, bukan berarti rasa percaya diri saya ikut berkurang. Saya pernah mengalami keadaan yang sangat terpuruk tetapi saya tetap survive. Saya tidak mau larut dalam kegagalan. Tidak ada artinya jika kita harus berlama-lama mengatasi kesedihan. Masih banyak hari yang harus dilalui. Buat saya kemauan dari diri sendiri adalah modal utama untuk maju.” (HTP, 50 tahun)

Adapun sejumlah responden yang mengungkapkan bahwa dalam suatu usaha tidak perlu melakukan kecurangan untuk kemajuan usaha sendiri. Beberapa responden menganggap bahwa kecurangan yang dilakukan hanya akan membahayakan dirinya. Dengan demikian, responden memiliki kecenderungan yang sangat baik dan modern terhadap tema sikap percaya diri.

8. Sikap Mental Tanggung Jawab Individual (Tema 8)

Tanggung jawab disini adalah tanggung jawab individual dimana si pribadi sendiri yang merasakan dan menerima hasil dari kesuksesan atau akibat dari kegagalannya. Besar keinginannya untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri terutama dalam hal perkembangan usaha. Seorang yang modern memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugasnya, bertanggung jawab terhadap perbuatannya, dan berupaya memperbaiki hasil usahanya. Sedangkan, seseorang yang tidak modern

adalah bersikap masa bodoh terhadap pekerjaannya, dan tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan usahanya.

Namun demikian, dalam penerapannya bukan berarti setiap orang harus menjalankan usahanya sendiri tanpa bantuan orang lain, karena penerapan yang dekmikian justru tidak sesuai dengan prinsip usaha modern. Dengan kata lain tanggung jawab individual di sini dapat diartikan sebagai kemauan seseorang menanggung resiko terhadap segala kemungkinan akibat, apabila ia medelegasikan wewenang atau menyepelekan kepercayaan serta tanggung jawabnya.

Berdasarkan hasil tanggapan yang diberikan responden, ternyata secara keseluruhan responden menunjukkan sikap yang bertanggung jawab. Dengan besarnya skor modernitas rata-rata dari keseluruhan responden adalah 3,25. Bila dikaji lebih jauh, ditemukan bahwa responden memiliki kecenderungan bersedia bertanggung jawab membayar sebagian hutang perusahaan karena rekan kerjanya yang lain kabur. Padahal usaha tersebut adalah hasil usaha bersama dengan rekannya yang lain. Responden menganggap bahwa kesediaan bertanggung jawab merupakan suatu tanggung jawab yang memang harus dijalankan karena usaha tersebut adalah hasil usaha bersama.

Skor modernitas rata-rata antara repsonden di koperasi berhasil dan tidak berhasil menunjukkan kesamaan sikap yang modern terhadap sikap-sikap kewirausahaan. Dimana skor modernitas rata-rata pengurus di koperasi berhasil sebesar 3,12 dan skor modernitas rata-rata pengurus di koperasi tidak berhasil sebesar 3,18. Jika dibandingkan berdasarkan sebaran responden, sikap kewirausahaan responden yang berada pada koperasi berhasil dan koperasi tidak berhasil menunjukkan hal yang menarik. Sikap kewirausahaan responden pada koperasi yang tidak berhasil justru menunjukkan sikap yang modern. Sebaliknya, sikap kewirausahaan responden pada koperasi yang berhasil menunjukkan sikap yang tidak modern. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan tidak ada kaitan antara sikap kewirausahaan pengurus koperasi dengan keberhasilan koperasi (Tabel 13)

Tabel 13. Sebaran Responden menurut Kategori Koperasi dan Kategori Modernitas Pengurus Koperasi di Koperasi Karyawan Kecamatan, Cibinong (dalam absolut dan persentase, 2009)

Kategori Koperasi

Kategori Modernitas Pengurus Koperasi Modern ∑ ( % ) Tidak Modern ∑ ( % ) Berhasil 13 (31) 8 (19) Tidak Berhasil 16 (38) 5 (12)

Dari delapan tema sikap kewirausahaan, bila membandingkan antara responden yang berada di koperasi berhasil dan koperasi tidak berhasil, ternyata sikap-sikap modern responden juga ditunjukkan oleh responden yang menjalankan koperasi hingga berhasil. Sikap tersebut menyangkut sikap tema (1) mengutamakan prioritas; (3) keinovatifan; (4) kerja keras; (5) penghargaan terhadap waktu; (6) motivasi berprestasi; (7) percaya diri; dan (8) tanggung jawab individu. Sedangkan pada tema sikap 2, pengambilan resiko, responden di koperasi berhasil maupun koperasi tidak berhasil belum menunjukkan sikap-sikap yang modern.

Bila dibandingkan per tema sikap kewirausahaan (Gambar 6), ternyata tema (1), mengutamakan prioritas, menunjukkan skor modernitas yang tertinggi (modern) yaitu sebesar 3,47. Sedangkan, tema (2) pengambilan resiko, menunjukkan skor modernitas terendah (tidak modern) yakni sebesar 2,69. Baik sikap tema 1 dan tema 2 yang menunjukkan skor ekstrim tersebut dimiliki oleh responden yang berada di koperasi tidak berhasil. Pada skor modernitas tertinggi responden memiliki sikap yang mengetahui betul prioritas yang diutamakan dalam kegiatannya. Pada tema 2, responden dikategorikan tidak modern karena mereka cenderung tidak mau mengambil resiko sama sekali.

55 Gambar 7. Tingkat Modernitas Pandangan Kewirausahaan pada Pengurus di Koperasi yang Berhasil dan Pengurus di Koperasi yang Tidak

Berhasil, di Kecamatan Cibinong (2009)

Tema Sikap Kewirausahaan KB=3.06 KB=2.77 KB=3.23 KB=3.02 KB=3.18 KB=3.33 KB=3.15 KB=3.21 KTB=3.47 KTB=2.69 KTB=3.28 KTB=3.12 KTB=3.03 KTB=3.37 KTB=3.21 KTB=3.29 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 S k o r R at a-ra ta M o d er n it as Keterangan Gambar :

Koperasi Berhasil (KB) dan Koperasi Tidak Berhasil (KTB)

Garis putus-putus menunjuk pada Pengurus di Koperasi yang Tidak Berhasil Garis tidak putus-putus menunjuk pada Pengurus di Koperasi yang Berhasil

BAB VI

HUBUNGAN MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSASAHAAN PENGURUS