• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Modifikasi Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak yang berasal dari alam mempunyai keterbatasan dalam hal penggunaannya, misalnya minyak nabati mempunyai keterbatasan dalam aplikasi disebabkan komposisinya yang spesifik. Guna memperluas penggunaan minyak nabati dimodifikasi untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan, biasanya dalam hal sifat pencairan, stabilitas terhadap oksidasi, kandungan poly unsaturated fatty acid (PUFA) dan sifat kristalisasi (Silalahi, 2000). Modifikasi minyak/lemak dapat menyebabkan perubahan komposisi dan distribusi asam lemak dalam molekul trigliserida menjadi bentuk dan lemak yang baru sehingga menghasilkan sifat-sifat yang berbeda dengan sifat sebelumnya (Silalahi, 1999).

Modifikasi lemak yang umum digunakan adalah blending yaitu mencampur secara fisik dua jenis minyak atau lebih pada suhu kamar dimana peningkatan titik cair dapat tercapai dengan menambahkan minyak yang mempunyai titik cair tinggi ke dalam campuran minyak (Moussata and Akoh, 1998), fraksinasi digunakan untuk memisahkan fraksi-fraksi yang tidak diinginkan dan juga untuk menghasilkan fraksi untuk tujuan khusus atau untuk pengolahan lebih lanjut dengan beberapa metode lain, hidrogenasi yaitu proses industri yang bertujuan untuk penjenuhan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak, dan interesterifikasi (Willis, et.al, 1998; Silalahi, 1999; Silalahi, 2004; Kellens, 2000; Indris and Mat Dian, 2005; Mat Dian, et.al., 2006).

2.5.1 Interesterifikasi

Interesterifikasi merupakan reaksi suatu ester dengan ester lainnya atau ester interchange. Pengaruh interesterifikasi terhadap minyak atau lemak sangat tergantung komposisi dan distribusi asam lemak. Campuran lemak yang memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi dengan minyak cair akan menurunkan titik lebur melalui penataan ulang secara acak karena asam-asam lemak dari lemak jenuh menjadi terdistribusi secara luas (Silalahi, 2002). Metode ini merupakan salah satu alternatif proses yang dapat digunakan untuk menghindari

20 terbentuknya isomer trans, bahkan menghasilkan lemak zero trans (bebas isomer trans) (Petrauskate, et.al., 1998; Berger and Idris, 2005; Indris and Mat Dian, 2005).

Dalam trigliserida, interesterifikasi dapat berlangsung baik pertukaran intramolekuler maupun intermolekuler. Relokasi asam lemak dalam molekul trigliserida yang sama disebut sebagai intraesterifikasi. Perpindahan secara acak dan pertukaran asam lemak diantara molekul-molekul trigliserida hingga tercapai keseimbangan disebut interesterifikasi (Silalahi, 1999, Lee, et.al., 2008).

Interesterifikasi tidak mempengaruhi derajat kejenuhan asam lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam lemak yang memiliki ikatan ganda. Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi interesterifikasi tidak akan mengubah sifat dan profil asam lemak yang ada, tetapi mengubah profil lemak atau minyak karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda.

Reaksi pertukaran ester melibatkan pertukaran asam radikal dari satu ester yang lainnya. Berkaitan dengan trigliserida, pertukaran ester atau pengaturan kembali dapat menjadi dua tipe yaitu random (acak) dan directed. Dalam penyusunan secara acak, asam lemak bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain dalam triasilgliserol tunggal atau dari satu triasilgliserol yang lain. Berikut ini disajikan bagan reaksi pertukaan ester pada Gambar 2.2 (Husum, et.al., 2007)

Gambar 2.2 Reaksi Pertukaran Ester

Interesterifikasi dapat tejadi dengan adanya katalis kimia (interesterifikasi kimia) atau dengan adanya biokatalis enzim (interesterifikasi enzimatis).

21 a. Interesterifikasi Kimia

Interesterifikasi kimia menghasilkan suatu randomisasi gugus asil dalam trigliserida. Perbedaan dalam reaktifitas asam lemak tertentu dan variasi dalam laju esterifikasi telah digunakan untuk menjelaskan randomisasi yang terjadi (Willis, et.al., 1998).

Interesterifikasi secara kimia telah umum diterapkan. Katalis yang paling baik adalah logam alkali seperti natrium, potassium dan campurannya dan alkoksida natrium metilat atau natrium metoksida. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3. berikut:

Gambar 2.3 Reaksi Interesterifikasi dengan menggunakan Katalis Kimia Pada gambar terlihat pergantian posisi setiap asam lemak terjadi acak yaitu dapat menempati baik posisi 1,2 ataupun 3.

b. Interesterifikasi enzimatis

Lipase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi interesterifikasi. Enzim yang terutama dihasilkan dari bakteri, khamir dan fungi ini mengkatalisis hidrolisis triasilgliserol, diasilgliserol dan monoasilgliserol dan menghasilkan asam lemak bebas. Akumulasi produk hidrolisis berlangsung terus hingga tercapai suatu keseimbangan (Willis, et al., 1998).

22 Interesterifikasi dengan katalis lipase mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis kimia, karena (a) enzim dapat terurai di alam sehingga tidak merusak lingkungan, (b) enzim berfungsi pada kondisi reaksi yang ringan sehingga terhindar dari pembentukan produk samping, (c) reaksinya efisien dan mudah dikontrol dan (d) sifat spesifitas dari lipase terhadap substratnya (Wilis, et al., 1998, Yang, T., et.al., 2003). Reaksi untuk lipase spesifik 1,3 ditunjukkan seperti Gambar 2.2 di atas.

Keuntungan interesterifikasi dengan katalis enzim dibanding katalis kimia juga dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan 2.5 dibawah ini (Greyt, 2004; Husum, et.al., 2007).

Gambar 2.4 Kerja Katalis Kimia

Gambar 2.5. Kerja Katalis Enzim

Dari perbedaan sistem kerja antara katalis kimia dan katalis enzim menunjukkan bahwa dengan katalis enzim biaya yang dikeluarkan lebih rendah karena prosesnya memerlukan empat tahap kerja, dibanding secara kimia dengan lima tahap pengerjaan, interesterifikasi enzimatis lebih spesifik, kondisi reaksi yang lebih sederhana dan hasil sisa yang lebih sedikit dibanding secara interesterifikasi kimia (Undurraga, et.al ., 2001, Mat Dian, et.al., 2006, Husum, et.al., 2007). Perlakuan awal Reaksi katalis NaOCH3 Perlakuan awal Reaksi dgn enzim lipase Nonakti- vasi enzim Deodori- sasi Recovery katalis Pemuca- tan Deodori- sasi

23

2.6 Asam Lemak Trans

Asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam minyak dapat berada dalam dua bentuk yaitu isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh dapat berada alami biasanya berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Jumlah asam lemak trans dapat meningkat di dalam makanan berlemak terutama margarin akibat dari proses pengolahan yang ditetapkan. Struktur cis dan trans asam oleat dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut:

Gambar 2.6 Struktur Cis dan Trans Asam Oleat

Pada prinsipnya sumber asam lemak trans dalam makanan adalah lemak/minyak pada proses hidrogenasi parsial yang digunakan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan campuran dalam masakan seperti dalam penggorengan. Konsumsi lemak hasil hidrogenasi/asam lemak trans memberikan efek pada resiko penyakit kardiovascular atau jantung yang memberikan efek meningkatkan kolesterol jahat (Han, et.al., 2002, Hunter, 2006). Sebelumnya keberadaan asam lemak trans dalam lemak hidrogenasi dalam produk margarin

24 dianggap menguntungkan karena memiliki titik leleh yang lebih tinggi ( sama dengan asam lemak jenuh) dibanding bentuk cis, karena lebih stabil dan lebih tahan terhadap oksidasi. Tetapi pada tahun 1990, penelitian tentang asam lemak trans meningkat karena pengaruh negatif dari asam lemak tersebut yang dapat meningkatkan penyakit jantung koroner (Subbaiah, et.al., 1998; Oomen, et.al., 2001).

Selain proses hidrogenasi asam lemak trans juga terbentuk dalam pengolahan minyak (refinary) dan proses penggorengan (deep frying). Asam lemak trans juga terdapat dalam jumlah yang rendah dalam produk alami seperti daging dan susu sebagai hasil fermentasi dari bakteri pada hewan rumensia (Silalahi, 1999; Silalahi dan Tampubolon, 2002). Perubahan cis menjadi trans terjadi pada suhu 180oC dan akan meningkat dengan kenaikan suhu. Produk donat, biskuit dan produk lainnya yang menggunakan lemak pelembut (shortening) akan menjadi sumber asam lemak trans dalam makanan sehari-hari (Oomen, et.al., 2001, Silalahi dan Tampubolon, 2002; Wardlaw and Kessel, 2002). Sekitar 90% asam lemak trans yang dikonsumsi setiap hari berasal dari tumbuhan produk utama nabati yang digoreng khususnya makanan yang siap saji (fast food) dan sekitar 10% asam lemak trans disumbangkan dari produk susu, daging lembu dan mentega. Amerika serikat sekitar 20% asam lemak trans disumbangkan dari konsumsi margarin, Kanada setiap orang setiap harinya mengkonsumsi sekitar 8.4 g atau sekitar 3.7% asam lemak trans dari total energi (Subbaiah, et.al, 1998).

Dari hasil penelitian Matsuzaki, et.al. (2002) terhadap margarin pada 11 negara dipasaran menunjukkan bahwa kandungan asam lemak trans, positif ada pada semua negara, negara Austria, Hungarya, Swedia, Finlandia menunjukkan kandungan asam lemak trans cukup rendah yaitu 3%, sedangkan Jepang, Polandia dan Norwegia mencapai 20%, begitu juga dengan Amerika mencapai 20%, hal ini didukung data bahwa rendahnya kandungan asam lemak trans ditunjukkan dari komposisi asam lemak jenuh yang cukup tinggi, yang memiliki kestabilan oksidatif yang tinggi pula sedangkan kandungan asam lemak trans yang tinggi ditunjukkan komposisi asam lemak jenuh yang rendah dan komposisi asam lemak

25 tak jenuh ganda yang cukup tinggi, sehingga posisi cis pada asam lemak jenuh ganda dapat berisomerisasi pada proses pengolahan produk.

Keberadaan asam lemak trans di dalam makanan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan yaitu sebagai pemicu penyakit jantung koroner (PJK). Pengaruh negatif asam lemak trans dengan mempengaruhi kadar low density lipoprotein (LDL) yang disebut kolesterol jahat, LDL ini adalah kolesterol yang mengangkut paling banyak kolesterol di dalam darah, kadar LDL yang tinggi akan menyebabkan mengendapnya kolesterol dalam arteri dan high density lipoprotein (HDL) yang dikenal sebagai kolesterol baik, kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit, dapat membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati untuk diproses dan dibuang. Jadi HDL mampu mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi (proteksi) dari aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah). Dengan mengkonsumsi asam lemak trans akan menaikkan kadar LDL dan menurunkan HDL (Idris and Mat Dian, 2005, Hunter, 2006). Mekanisme asam lemak trans menurunkan kadar HDL ialah dengan menghambat aktivitas lechitin cholesterol acyl transferase (LCAT). Rasio LDL/HDL merupakan peramal dan faktor resiko PJK yang relevan dibandingkan dengan faktor resiko lainnya seperti kadar total kolesterol, semakin tinggi rasio LDL/HDL diatas nilai ideal (4), maka semakin tinggi resiko PJK (Silalahi, 2002).

Asupan yang tinggi asam lemak trans juga akan menggangu metabolisme omega-3 yang berfungsi untuk fungsi otak dan penglihatan, untuk ibu hamil akan mempegaruhi metabolisme asam lemak esensial yang akan menggangu janin (Wardlaw and Kessel, 2002). Pengaruh asam lemak trans tergantung pada kadarnya, kadar tinggi (diatas 6% dari total energi) sangat berbahaya, kadar rendah (2%) dan sedang (4.5%) tidak akan berbahaya jika dikonsumsi bersamaan dengan asam lemak tak jenuh ganda, karena efek negatif dari asam lemak trans akan ditiadakan oleh asam lemak tak jenuh ganda tersebut, juga pengaruh negatif asam lemak trans dipengaruhi konsumsi asam linoleat yang rendah karena asam lemak trans ini akan menghambat biosintesis arahidonat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan (Judd, et.al., 1994).

26 Untuk menekan jumlah kolesterol (LDL = kolesterol buruk) pada darah yang bisa memicu penyakit jantung koroner dan stroke para pakar teknologi pangan juga sedang mengembangkan mentega bebas lemak trans (trans-free margarine), upaya ini ditempuh karena margarin yang beredar selama ini mengandung asam lemak trans yang meningkatkan LDL, sekaligus menurunkan kadar HDL.

Para ilmuwan telah membuktikan bahwa konsumsi pangan rendah atau tanpa lemak trans mampu mengurangi resiko penyakit jantung dan stroke. Karena itu, tren konsumsi pangan di negara-negara maju sudah beralih pada jenis bahan yang rendah atau bebas lemak trans ini (Hunter, 2006) dan sejak 1 Januari 2006, negara-negara Eropah telah mencantumkan kandungan asam lemak trans dalam produk makanan mereka, sebelumnya Denmark telah memulainya dengan kadar maksimum dalam makanan hanya 2g/100g (Talbot, et.al., 2007).

Menurut Silalahi dan Tampubolon (2002), setiap peningkatan 5% asupan energi dari asam lemak jenuh akan menaikkan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 17%, sedangkan setiap kenaikkan 2% asupan energi dari asam lemak trans akan meningkatkan resiko 93%, di pihak lain dengan asupan 5% asam lemak tak jenuh akan menurunkan resiko PJK sebesar 42%, sedangkan penggantian 2% asam lemak trans dengan asam lemak cis akan mengurangi 53% resiko PJK.

Pada industri minyak dan lemak dewasa ini, seperti di Eropah, produksi asam lemak trans harus ditekan sekecil mungkin atau tidak ada sama sekali (Michels and Sacks, 1995). Pada mulanya proses pembuatan lemak kakao melalui proses hidrogenasi yang menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dengan adanya hidrogen elementer yang dibantu oleh suatu katalisator logam, biasanya menggunakan nikel. Hasil hidrogenasi parsial ialah a). terjadinya penjenuhan dari asam lemak tak jenuh, b) isomerisasi ikatan rangkap bentuk cis (alami) menjadi bentuk isomer trans, dan c) perubahan posisi ikatan rangkap. Perubahan ini terutama akan menaikkan titik leleh, berarti mengubah minyak cair menjadi lemak setengah padat yang sesuai dengan kebutuhan. Pada awalnya, keberadaan asam lemak trans di dalam lemak terhidrogenasi dianggap menguntungkan karena mempunyai titik leleh yang lebih tinggi (sama dengan titik leleh asam lemak

27 jenuh) daripada bentuk cis, lebih stabil, lebih tahan terhadap pengaruh oksidasi. Akhir-akhir ini ditemukan suatu cara untuk memperoleh lemak margarin dari minyak nabati melalui reaksi interesterifikasi (Petrauskaite, et.al., 1998, Yang T, Xu, X, 2001). Lemak margarin yang dihasilkan tidak mengalami penjenuhan lemak; perubahan titik lebur terjadi semata karena pertukaran posisi asam lemak di dalam molekul trigliserida tanpa perubahan komposisi asam lemak dan tidak mengandung asam lemak trans.

28

Dokumen terkait