• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktek illegal logging yang dilakukan oleh pelaku adalah: a. Cukong, pemilik modal, dan penguasa atau pejabat. b. Masyarakat setempat dan pendatang.

c. Pemilik pabrik moulding atau sawmil.

d. Pemegang izin IUPHHK yang bertindak sebagai pencuri atau penadah. e. Oknum aparat pemerintah.

f. Pengusaha asing.

Hambatan dalam Penanganan Kasus Illegal Logging

Hambatan yang dihadapi pada saat penanganan kasus illegal logging

adalah (Anonim 2009):

1. Komponen Criminal Justice System masih terjadi perbedaan interpretasi terhadap pasal-pasal di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sehingga sering terjadi dan penuntasan kasusnya menjadi bertele-tele dan tidak jelas , sehingga hal ini menjadikan proses penyidikan yang kurang efektif. 2. Luasnya wilayah di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah petugas,

sehingga tidak seluruh hutan dapat dilakukan pengawasan secara maksimal. 3. Banyak masyarakat yang hidup di sekitar hutan yang mata pencahariannya

hanya bergantung pada kegiatan penebangan kayu di hutan, baik secara legal maupun illegal.

4. Penyidikan kasus illegal logging membutuhkan dana yang relatif besar, misalnya biaya untuk pengamanan barang bukti, biaya sewa tempat untuk penyimpanan barang bukti, biaya buruh bongkar dan biaya transportasi atau akomodasi ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).

5. Dalam pengangkutan kayu bulat atau kayu olahan biasanya dilengkapi dengan dokumen SKSHH (FAKB/FAKO) yang lengkap secara administrasi, sehingga untuk membuktikan kayu tersebut bukan berasal dari hasil penebangan yang sah perlu dilakukan lacak balak. Hal ini pelaksanaannya sangat rumit dan memerlukan waktu relatif lama.

Tata Usaha Kayu di IUPHHK

Tata Usaha Kayu atau Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH) adalah kegiatan yang meliputi penatausahaan tentang perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan dan penimbunan, serta pengolahan dan pelaporan. PUHH dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan dibidang kehutanan, sehingga PUHH berjalan dengan tertib dan lancar, serta kelestarian hutan, pendapatan negara, dan pemanfaatan hasil hutan secara optimal dapat tercapai. Pemegang IUPHHK yang akan melakukan penebangan atau pemanenan wajib melaksanakan timber cruising yang akan menghasilkan Laporan Hasil Cruising (LHC) dan rekapitulasinya, yang kemudian harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan Kepala Dinas Kabupaten atau Kota.

Berdasarkan LHC Hutan Alam tersebut, pemegang IUPHHK menyusun dan mengusulkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) kepada Kepala Dinas Provinsi untuk mendapatkan penilaian dan pengesahan, sehingga perusahaan dapat melakukan pemanenan atas hasil hutan kayu. Setelah melakukan pemanenan dan pembagian batang di Tempat Penimbunan Kayu (TPn), perusahaan wajib memberikan nomor pada setiap batang serta melakukan pengukuran atau pengujian sesuai prosedur yang berlaku, sesuai dengan nomor pohon dalam LHC. Pengukuran atau pengujian diatas bertujuan untuk mengetahui jenis, ukuran atau dimensi setiap batang kayu meliputi ukuran diameter ujung dan pangkal, panjang dan volumenya.

Penandaan pada batang berupa pemberian nomor batang, nomor petak tebangan, diameter rata-rata, panjang dan jenis kayu yang dilakukan dengan menerakan pahatan atau tanda yang tidak mudah hilang pada kedua bontos. Setiap pohon yang sudah ditebang, tunggaknya wajib diberi tanda yang tidak mudah hilang atau dengan cara menoreh dengan alat pahat berupa nomor pohon sesuai hasil cruising, jenis pohon, tanggal tebang, nomor petak kerja tebangan atau blok kerja tebangan tahunan dan RKT. Apabila satu pohon dipotong menjadi beberapa bagian, maka penomoran bagian batang sesuai nomor pohon ditambah dengan huruf A, B, C, dan seterusnya dimulai pada potongan bagian pangkal. Bila

potongan tersebut dipotong kembali, maka penomorannya ditambahkan huruf a dibelakang huruf A (misal 100Aa, 100 Ab, dst.). Data hasil pengukuran selanjutnya dicatat setiap hari ke dalam Buku Ukur Kayu Bulat (BUKB) oleh petugas perusahaan. Kayu bulat yang telah dicatat kemudian ditimbun pada tempat yang terpisah dengan kayu bulat yang telah disahkan.

Berdasarkan buku ukur tersebut dibuat Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat (LHP-KB) dan rekapitulasinya oleh petugas pembuat LHP setiap satu periode (15 hari) sehingga sekurang-kurangnya 2 kali dalam satu bulan (pertengahan dan akhir bulan) dan dilakukan di TPn Hutan. LHP-KB dibuat menurut masing-masing blok kerja tebangan, sehingga apabila dalam satu tahun terdapat lebih dari satu blok kerja tebangan, maka LHP-KB dibuat untuk masing- masing blok kerja tebangan yang dibuat secara terpisah.

Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB) adalah dokumen angkutan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, dipergunakan dalam pengangkutan, penguasaan atau pemilikan hasil hutan berupa kayu bulat yang diangkut secara langsung dari areal ijin yang sah pada hutan alam negara dan telah melalui proses verifikasi legalitas, termasuk telah dilunasi Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan atau Dana Reboisasi (DR). Pejabat Pemeriksa Penerimaan Kayu Bulat (P3KB) adalah Pegawai Kehutanan yang memiliki kualifikasi Pengawas Penguji Hasil Hutan dan diangkat serta diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas kayu bulat yang diterima industri primer hasil hutan, TPK antara, atau pelabuhan umum.

Faktur Angkutan Kayu Bulat (FA-KB) adalah dokumen angkutan yang diterbitkan oleh penerbit FA-KB yang merupakan petugas perusahaan, dipergunakan dalam pengangkutan hasil hutan berupa kayu bulat atau kayu bulat kecil (diameter <30 cm) yang berasal dari perizinan yang sah pada hutan alam negara atau hutan tanaman dikawasan hutan produksi, dan untuk pengangkutan lanjutan kayu bulat atau kayu bulat kecil yang berasal dari kawasan hutan negara yang berada di luar kawasan. Berikut bagan kerja dan arus dokumen PUHH pada IUPHHK (Gambar 6).

Gambar 6 Bagan alir Penatausahaan Hasil Hutan di IUPHHK (Hidayat 2009) LHC Buku Ukur SKSKB Pelaporan FA-KB LHP Angkutan tahap I Laporan Bulanan Angkutan tahap II -Surat pengantar -Laporan mutasi KB

-Laporan penggunaan blanko LHP -Daftar realisasi panjang jalan angkutan

-Daftar realisasi produksi -Daftar realisasi luas tebangan -Laporan grade KB

-Laporan penerimaan, penggunaan dan persediaan blanko SKSKB -Laporan penerimaan, penggunaan dan persediaan blanko FAKB -Rekapitulasi LHP Neraca KB SKSKB asal Kayu Bulat -Laporan penebangan yang sudah

disyahkan

-Bukti stor PSDH/ DR kayu yang akan diangkut

-Daftar KB

-Permohonan penerbitan SKSKB -LKMB harian

-Buku Ukur

-Laporan hasil penebangan -Rekapitulasi LHP -Peta kerja

-Berita acara pemeriksaan -Daftar pemeriksan KB -Rekapitulasi hasil pemeriksaan -Permohonan pengesahan LHP -Bukti stor PSDH/ DR

-ULHP untuk penerbitan SPP PSDH/ DR/dana hibah

-Bukti stor PSDH/ DR/dana hibah -Surat pengantar LHP -KB -Laporan pengembangan eksploitasi -Rekapitulasi LHP -KB

Laporan hasil pengukuran di lapangan Laporan Hasil Cruising

Mikrosatelit

DNA mikrosatelit merupakan rangkaian pola nukleotida antara dua sampai enam pasang basa yang berulang secara berurutan. Mikrosatelit biasa digunakan sebagai penanda genetik untuk menguji kemurnian galur, studi filogenetik, lokus pengendali sifat kuantitatif, dan forensik (Ottewell et al. 2005; Novelli et al. 2006; Craft et al. 2007). DNA mikrosatelit diamplifikasi menggunakan teknik PCR dengan sepasang primer mikrosatelit. Hasil PCR dideteksi menggunakan teknik elektroforesis gel poliakrilamida (PAGE) yang dilanjutkan dengan pewarnaan perak nitrat.

Mikrosatelit mempunyai karakteristik sebagai berikut: i) tingkat polimorfisme yang tinggi, ii) bersifat ko-dominan, dan iii) diwariskan mengikuti hukum Mendel. Bila satu primer yang spesifik telah didesain, maka lokus Simple Sequence Repeat (SSR) dapat diamplifikasi dari sedikit contoh DNA dengan PCR (Ujino et al. 1998, diacu dalam Zulfahmi 2007). Mikrosatelit telah diaplikasikan untuk beberapa penelitian, diantaranya adalah: i) identifikasi forensik, ii) diagnosis dan identifikasi penyakit, iii) studi populasi genetik dan efek leher botol (bottlenecks effect,), dan iv) konservasi biologi untuk mengamati perubahan dalam populasi, pengaruh fragmentasi dan interaksi populasi yang berbeda, serta untuk identifikasi populasi yang baru terbentuk.

Ada beberapa permasalahan dalam penggunaan penanda mikrosatelit. Permasalahan ini dapat dikelompokkan kedalam teknis praktis dan data. Permasalahan teknis praktis meliputi: i) pemilihan primer untuk mikrosatelit, banyak jenis primer yang telah didesain untuk analisis mikrosatelit pada tanaman, akan tetapi primer-primer itu perlu discreening dan dioptimasi sebelum diaplikasikan pada jenis tanaman tertentu, karena setiap tanaman mempunyai karakteristik spesifik yang berbeda satu sama lain, ii) slippage selama proses amplifikasi, termopolimerase dapat mengakibatkan slip sehingga menghasilkan produk yang berbeda dalam ukurannya, dan iii) ukuran produk amplifikasi berbeda dari ukuran produk sebenarnya. Ketidakakuratan dalam identifikasi alel mungkin juga disebabkan oleh enzim Taq polimerase yang menyebabkan penambahan nukleotida adenosin sampai ujung 3’.

Homoplasi merupakan salah satu permasalahan pada data. Homoplasi didefinisikan sebagai dua alel dalam keadaan sama, tetapi tidak sama secara keturunan. Homoplasi mungkin menyebabkan masalah dalam analisis studi genetika populasi, dimana dapat mempengaruhi pengukuran keragaman genetika, aliran gen, jarak genetika, ukuran neighbourhood, metode penetapan, dan analisis filogenetika (Estoup et al. 2002).

Dokumen terkait