• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monoklonal antibodi RANK-Ligand

BONE LOSS

4.1 Non Farmakologi

4.2.11 Monoklonal antibodi RANK-Ligand

Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK-RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan : denosumab. Besarnya dosis yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis pada wanita pascamenopause adalah 60 mg subkutan setiap 6 bulan sekali. Kontra indikasi denosumab adalah pada wanita dengan hipokalemia atau hipersensitif terhadap formula denosumab. Obat ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan anak usia  18 tahun. Efek samping, termasuk infeksi kulit, sellulitis dan hipokalsemia.3,28

Table 13. Efikasi anti fraktur dari beberapa agen terapeutik.30

No.

Agen terapeutik Dosis per hari

Peningkatan BMD dalam persen Efikasi anti fraktur dalam persen Vertebra Non vertebra Total tubuh Vertebra Non vertebra 1. Latihan fisik > 5 jam/mgg 2,3 (P) 1-3 (D) 5,3 (P) 1-3 TS TS 2. Calsium dan vitamin D 1-1,5 g 800 IU 1-5 1-5 1-5 TS 30 3. Estrogen (TSH) 0,625 mg 2-4 - - 75 50 4. Kalsitonin 100-200 IU 1,2 - - 36 TS 5. Kalsitriol 0,25 g 1-2 - - TS TS 6. Etidronat 400 mg 4,8 2 - 30-40 30-40 7. Alendronat 10mg/hari 70mg/minggu 10 5 - 50-59 27-63 8. Residronat 2,5 mg /5 mg 10 5 - 60 30 9. Raloksifen 60 mg 2,4 2,4 2 50 40 10. PTH 20-40g 13 3 8 65-69 54 11. Flouride 50-75mg 10,8 - 8 TE TE

4.3 Pembedahan

Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita osteoporosis adalah 3,27

1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah, sebaiknya segera dlakukan. Sehingga dapat menghindari imobilisasi lama dan komplikasi fraktur yang lebih lanjut.

2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga mobilisasi penderita dapat dilakukan sedini mungkin.

3. Asupan kalsium harus tetap diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.

4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa osteoporosis dengan bisfosfonst atau raloksifen atau terapi pengganti hormonal, maupun kalsitonin tetap harus diberikan.

Pada fraktur korpus vertebra, dapat dilakukan vertebroplasti atau kifoplasti. Verteboplasti adalah tindakan penyuntikan semen tulang ke dalam korpus vertebra yang mengalami fraktur, sedangkan kifoplasti adalah tindakan penyuntikan semen tulang ke dalam balon yang sebelumnya sudah dikembangkan di dalam korpus vertebra yang kolaps akibat fraktur. 3,27

44

ditandai oleh menurunnya densitas massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah. Berdasarkan kriteria WHO, osteoporosis adalah nilai BMD berada pada 2,5 standart deviasi (SD) atau di bawah nilai rata-rata dewasa muda yang sehat (T score < -2,5 SD).

Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer dibagi 2, yaitu osteoporosis tipe I (osteoporosis pasca menopause) dan osteoporosis tipe II (osteoporosis senilis).

Sel yang bertanggung jawab untuk formasi tulang disebut osteoblas, sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk resorpsi tulang. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses resorpsi tulang lebih banyak dari pada proses formasi tulang. Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang sehingga terjadi osteoporosis. Pemeriksaan densitometri dengan Dual

Energy X-ray Absorptiometry merupakan gold standard untuk diagnosis

osteoporosis.

Penatalaksanaan osteoporosis meliputi upaya pencegahan dan pengobatan yang berupa pendekatan non farmakologi (edukasi dan latihan/rehabilitasi), farmakologi (bisfosfonat, estrogen dan lain-lain) dan tindakan bedah bila terjadi fraktur. Tujuan pengobatan osteoporosis untuk meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.

vi

IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 1259-73.

2. WHO. Scientific group the assesssment of osteoporosis at primary healht care level. Summary Meeting Report, Brussels, Belgium, 5-7 May 2004. WHO, 2007. 3. PEROSI. Panduan diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Pengurus Besar

Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. 2010.

4. Setiyohadi B. Diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah temu ilmiah reumatologi 2009; 117-24.

5. Rosen C. Chapter 11: The epidemiology and pathogenesis of osteoporosis. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated January 2011. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid11/ parathyroidframe11.htm

6. Manolagas SC, Kousteni S, Jilka RL. Sex steroids and bone. The Endocrine Society 2002.

7. Fuleihan GE, Baddoura R, Awada H, et al. Lebanese guidelines for osteoporosis assessment and treatment. Beirut, Lebanon. 2002.

8. Raef H, Al-Bugami M, Balharith S, et al. Updated recommendations for the diagnosis and management of osteoporosis: a local perspective. Ann Saudi Med [Epub ahead of print] [cited 2011 Mar 18]. Available from: http://www. saudiannals.net/preprintarticle.asp?id=77502

9. Ackerman KE, and Meryl S. LeBoff MS. Chapter 13: Osteoporosis: Prevention and treatment. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated November 2008. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/ parathyroid13/parathyroidframe13.htm

10. Stevenson JC and Marsh MS. An atlas of osteoporosis. Third Edition. Informa UK Ltd, 2007.

vii

12. Setiyohadi B. Peran osteoblas pada remodeling tulang. Dalam: Kumpulan makalah temu ilmiah reumatologi 2010; 32-7.

13. National Osteoporosis Foundation. Clinician’s guide to prevention and treatment of osteoporosis. Washington, DC: National Osteoporosis Foundation; 2010. 14. Waters KM, Rickard DJ, Gebhart JB, et al. Potential roles of estrogen reseptor-

and - in the regulation of human oteoblast functions and gene expression. The menopause at the millenium. The Proceding of the 9th International Menopause Society World Congress on Menopause. 1999 October 17-21; Yokohama, Japan. 15. Monroe DG, Secreto FJ, Spelsberg TC. Overview of estrogen action in

osteoblasts: Role of the ligand the receptor and the co-regulators. J Musculoskel Neuron Interact 2003; 3(4):357-62.

16. Bell, Norman H. RANK ligand and the regulation of skletal remodeling. J Clin Invest 2003;(111):1120-22.

17. Hofbauer LC, Khosla S, Dunstan CR, et al. Estrogen stimulate gene expression and protein production of osteoprotegerin in human osteoblastic cell. Endocrinology 1999;140 (9) : 4367-8.

18. Jilka L. Cell biology of osteoclast and osteoblast and the hormones and cytokines that control their development and activity. The 1st Joint Meeting of the International Bone and Mineral Society and the European Calcified Tissue Society; 2001 June 1-5; Madrid, Spain.

19. Aubin JE, Bonnelye E. Osteoprotegerin and its ligand a new paradigm for regulation of osteogenesis and bone resorption. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/408911.com/content/8/1/201.

20. Manolagas SC. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine Reviews 2000;21(2):115-37.

viii

Available from: http://www.endotext.org/adrenal/adrenal7/adrenalframe7.htm 23. Siki Kawiyana. Interleukin-6 dan RANK-ligand yang tinggi sebagai faktor risiko

terhadap kejadian osteoporosis pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen. Doktoral (Disertasi). Denpasar: Program Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana; 2009.

24. Hamijoyo L. Indikasi dan interpretasi test densitrometri tulang. Dalam: Hot

topic’s on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010:

147-50.

25. Lewiecki EM. Chapter 12: Osteoporosis: clinical evaluation. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated November 2010. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid12/parathyroid frame12.htm

26. Syahrir M. Mieloma multipel dan penyakit gamopati lain. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 739-44.

27. Setiyohadi B. Penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah temu ilmiah reumatologi 2010; 82-9.

28. National Osteoporosis Guideline Group. Osteoporosis clinical guideline for prevention and treatment. Executive summary. Updated July 2010.

29. Suryana BPP. Strategi dan panduan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Hot

topic’s on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010:

137-46.

30. Kansra U. Osteoporosis, medical management. Journal Indian Academy of Clinical Medicine 2002; 3(2): 128-40.

Dokumen terkait