BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
F. Moral Tentang Berbuat Baik Pada Sesama
28
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan struktur dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya. Manusia juga diciptakan sebagi makhluk multidimensional -anima intelektiva-memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena itu manusia disebut makhluk yang unik, yang memiliki kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial29. Karena manusia adalah makhluk social, maka manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial-budaya. Terutama dalam konteks sosial-budaya, manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan fungsi- fungsi sosial satu dengan yang lainnya. Karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia satu akan berguna atau bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena fungsi-fungsi sosial yang diciptakan oleh manusia ditujukan untuk saling berkolaborasi dengan sesama fungsi sosial manusia lainnya. Dengan kata lain, manusia menjadi sangat bermartabat apabila bermanfaat bagi manusia lainnya.
Allah SWT telah menghubungkan kewajiban iman pada diri seseorang masyarakat, dengan dasar-dasar yang sesuai dengan tabiat manusia. Yaitu bahwa manusia itu mempunyai dua macam kepribadian. Pertama, kepribadian individual yang dengannya diberi perintah, beban, ia melaksanakan urusan pribadinya dalam batas-batas hukum Allah dan petunjuk-Nya dan dengannya pula ia ditanya (bertanggung jawab) tentang dirinya sendiri, di mana ia menempatkannya?,
29
Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. h. 25
tentang perbuatannya, apa tujuannya?, tentang hartanya, untuk apa di nafkahkan? Dan tentang umurnya, untuk apa ia dihabiskan?. Kedua, kepribadian sosial, yang dengannya ia menajadi batu bata dalam bangunan masyarakanya. Apabila manusia telah menunaikan
Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri sendiri di dalam berhadapan dengan baik dan buruk. Dengan istilah lain bahwa kesadaran moral atau perasaan untuk berbuat baik merupakan pembawaan manusia sejak lahir30.
Dalam Islam telah di gambarkan proses kejadian manusia yang sejalan dengan hasil penelitian di bidang ilmu pengetahuan modern. Menurut asal kejadiannya manusia itu adalah bersaudara. Semua manusia terdiri dan unsur jasmani dan rohani. Jasmani adalah unsur yang dapat dilihat dan disentuh oleh panca Indera, sedangkan rohani merupakan unsur yang tidak dilihat dan disentuh panca indera. Jamani adalah bagian manusia yang melakukan gerakan fisik seperti : bernafas, makan, minum, berjalan dll. Sedangkan rohani melakukan aktifitas berfikir, yang mendorong manusia membedakan yang baik dan yang buruk. dalam kenyataannya terjadi perbedaan dalam taraf kehidupannya. hal ini disebabkan ada perbedaan dalam kekuatan fisik, kecerdasan, akal, pendidikan, dan juga usahanya. Namun demikian perbedaan yang ada menjadikan mereka itu saling membantu, tolong menolong dalam hal kebaikan .
Kebutuhan hidup manusia secara umum terbagi dua, ada yang bersifat bersifat materiil seperti sandang, pangan, dan papan; dan ada pula yang bersifat
30
nonmateriil seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, kenyamanan, hiburan, dan kebersamaan yang membutuhkan antara satu dan yang lainnya.
Dalam Al-Qur’an manusia menempati kedudukan yang istimewa dalam alam semesta ini untuk menguasainya atau mengusahakan kebutuhannya, manusia dianugrahi oleh Allah Kesempurnaan sebagai khalifah dimuka bumi. Dengan itu manusia dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dan beribadah kepada Allah SWT. Karena kebutuhan hidup itu harus diusahakan, maka berbagai sarana dan prasarana yang mengacu kepada terpenuhinya kebutuhah itu harus diusahakan pula, seperti pendidikan, gedung sekolah, untuk, makanan adalah pabrik makanan, dan sebagainya Manusia31
Berbuat baik kepada orang tua telah dijadikan oleh ayat-ayat itu semua menduduki tingkat kedua setelah iman kepada Allah swt dan mengkhususkan beribadah kepada-Nya dan mensucikan-Nya. Juga telah dijadikan-Nya sebagai syariat-Nya yang umum, yang dikehendaki oelh kemanusiaan di segala masa dan tidak khusus untuk satu risalah (kenabian) saja. Hal itu disebabkan karena berbuat baik itu terdorong olehj perasaan yang fitri tentang kelebihan (keutamaan) kedua orang tua itu di waktu menanggung beban-beban kelahiranmu, perhatiannya kepadamu untuk mendidikmu, menumbuhkan badanmu dan menyiapkan
31
http://meetabied.wordpress.com/2010/02/20/makalah-tentang-makna-berbuat-baik-dalam- kehidupan-manusia/
keutamaanmu, agar supaya kamu di dalam hidup ini menjadi unsure penting dalam kebahagiaan dirimu sendiri dan kebahagiaan ummatmu32.
☺
☺ ⌧
”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”. (S. Al- Baqarah : 83).
Ia telah dijadikan oleh Surat An-Nisaa’ sebagai unsur kedua setelah Tauhid (mengesakan) Allah untuk menmperkuat ikatan masyarakat yang tumbuh dengan adanya keluarga, masyarakat yang dibina atas dasar kekeluargaan itu, kemudian memancarlah cahayanya dan menjadi besar pengaruhnya pada semua hubungan antara manusia, sehingga menjadi kuatlah faktor-faktor kesetiaan, kecintaan dan kerjasama, dan ummat pun merasakan kesatuan yang tidak mengenal perpecahan dan kesetia kawanan yang tidak mengenal putusnya hubungan.
⌧
32
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (S. An-Nisaa’ ayat 36).
BAB III