• Tidak ada hasil yang ditemukan

39

Organ Reproduksi jantan

Testes. Panjang testes diukur dengan cara menempatkan pita meteran pada ujung testes dari salah satu sisi yang lain dengan atau tanpa caput dan cauda epididimis. Diameter testes diukur mengunakan mikrokapiler pada bagian terbesar dari testes, kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Vas deferens. Panjang vas deferens diukur dengan dengan cara menempatkan pita meteran pada akhir cauda epididimis kemudian ditarik hingga mencapai ujung sebelum pembesaran vas deferens menjadi ampula, diameter vas deferens diukur dengan menggunakan mikrokaliper, kemudian dilakukan penimbangan.

Ampula vas deferens. Panjang ampula vas deferens diukur dari awal pembesaran vas deferens hingga bagian yang berbatasan dengan kelenjar vesikularis, diameter ampula diukur pada bagian terbesar selanjutnya ditimbang.

Kelenjar vesikularis. Pengukuran kelenjar vesikularis adalah bagian yang terpanjang, sedangkan bagian yang terpendek dianggap sebagai lebarnya. Pengukuran tebal kelenjar vesikularis menggunakan mikrokaliper selanjutnya kedua kelenjar vesikularis dipisahkan dari organ utama kemudian ditimbang beratnya.

Prostat. Pengukuran terhadap badan prostat sama seperti pengukuran yang dilakukan pada kelenjar vesikularis meliputi panjang, tebal dan selanjutnya ditimbang beratnya.

Bulbourethralis (Cowper). Pengukuran terhadap bulbourethralis sama seperti pengukuran yang dilakukan pada kelenjar vesikularis meliputi panjang, tebal dan selanjutnya ditimbang beratnya

Penis. Pengukuran terhadap panjang total penis dimulai dari pangkal penis atau radix penis hingga ke ujung bebas penis, kemudian pengukuran panjang juga dilakukan terhadap bagian-bagian penis seperti glans penis dan preputium. Diameter penis diukur pada bagian yang terbesar dari penis.

40

Organ Reproduksi Betina

Pengukuran organ reproduksi betina meliputi pengukuran gonad (ovarium), saluran reproduksi tuba Falopii, uterus, cervix dan vagina. Pengukuran ovarium dilakukan terhadap panjang dan lebar serta berat kedua ovarium kiri dan kanan.

Tuba Falopii diukur mengunakan benang dimulai dari corong saluran telur (infundibulum) sampai bagian ujung isthmus berbatasan dengan apex cornua uteri, selanjutnya panjang dari benang hasil pengukuran diukur pada pita meteran kain. Pengukuran dilakukan pada kedua tuba Fallopii.

Uterus diukur pada bagian corpus (badan) dan kedua cornuanya (tanduk). Pengukuran panjang corpus uteri dimulai dari batas akhir cervix internal sampai ke

bifurcatio yang memisahkan cornua uteri kiri dan kanan. Sedangkan pengukuran panjang kedua cornua uteri dilakukan mulai dari bifurcatio hingga ujung akhir apex cornua uteri.

cervix pengukuran yang dilakukan meliputi panjang, diameter bagian luar dan jumlah cincin cervix. Panjang vagina diukur pada bagian vestibulum dan vagina bagian anteriornya (portio vaginalis cervisis). Panjang bagian vestibulum vagina diukur mulai dari vulva sampai muara urethra dan vesica urinaria sampai pada mulut cervix, pengukuran bagian dari vagina ini dilakukan dengan cara membuka lumen vagina.

Data yang diperoleh dari setiap pengukuran ditabulasi, dihitung rataan dan dianalisis secara deskriptif kemudian didokumentasi.

Tingkah Laku Seksual Jantan dan Betina

Kancil Jantan

Pejantan di tempatkan dalam kandang individual bersebelahan dengan kandang betina. Sebelum pengambilan data, dilakukan penelitian pendahuluan untuk memperoleh gambaran tingkah laku yang muncul sebagai dasar pengambilan data selanjutnya. Parameter tingkah laku seksual pejantan yang diamati adalah gelisah (gerakan berpindah tempat), urinasi, defekasi dan flehmen. Pengukuran setiap parameter dilakukan dengan cara menghitung frekwensi

41 pemunculan tingkah laku seksual. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 12 jam mulai pukul 06.00-18.00 WIB selama dua bulan. Selama pengambilan data, pengamat berada di dekat kandang dengan jarak tiga meter (terlindung) agar tidak mengganggu gerakan alamiah hewan. Kancil ditempatkan di dalam kandang khusus untuk jantan dan kandang untuk betina.

Kancil Betina

Penelitian tingkah laku seksual betina dilakukan secara individu. Parameter yang diamati adalah frekwensi gelisah (gerakan berpindah tempat), lama berdiri (jam per hari), urinasi dan defekasi.

Gejala-gejala estrus yang diamati berdasarkan gejala yang sudah ditentukan sebagai parameter, yaitu konsumsi makan (kg/hari), gerakan berpindah (bolak balik/menit), lama berdiri (gerak dan diam) (jam/hari), urinasi dan defekasi (kali/hari). Pengukuran intensitas estrus dilakukan pada saat pengamatan estrus (Tabel 1). Penilaian intensitas estrus berdasarkan kebengkakan, kemerahan dan basah dengan kriteria jelas (+++), sedang (++) dan kurang (+) (Yusuf, 1990).

Tabel 1 Parameter Pengamatan Estrus

No Gejala - gejala Parameter 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Nafsu makan menurun Kg/hari

Gerakan berpindah Bolak-balik/menit Lama berdiri (gerak dan diam) Jam/hari

Urinasi dan Defekasi Kali/hari Vulva merah, bengkak dan basah +++, ++, dan + Dipegang punggung Tidak bergerak (diam)

42

Tingkah Laku Kawin

Kancil jantan dan betina ditempatkan dalam satu kandang. Kancil jantan yang digunakan adalah kancil jantan yang paling dominan hasil seleksi diantara kelompok, sedangkan kancil betina digunakan adalah yang memperlihatkan siklus estrus yang teratur dari kelompoknya. Tingkah laku yang diamati adalah meliputi tingkah laku seksual pada kancil jantan dan betina dari pengamatan pendahuluan.

Tingkah laku kancil jantan dan betina yang estrus dan non estrus dan tingkah laku kawin diamati, ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

Penentuan Siklus Estrus pada Kancil

Penentuan siklus estrus dilakukan melalui dua metode, yakni gambaran sitologi epitel vagina melalui preparat ulas vagina dan profil hormon estrogen dan progesteron melalui pengambilan sample feses dan urin.

Gambaran Sitologik Epitel Vagina

Ulasan vagina diambil setiap hari pada jam 07.00 pagi selama dua bulan. Sampel usapan vagina diambil pada lokasi kira-kira satu cm dari vulva menggunakan kapas (cotton swab) yang dibasahi dengan NaCl fisiologis. Hasil usapan dioleskan pada gelas obyek dan dibiarkan kering di udara terbuka. Preparat diwarnai dengan Giemsa (Rao et al. 1979). Dalam penelitian ini juga dilakukan pewarnaan Papaniculaou sebagai patokan perbandingan terhadap Giemsa. Kriteria siklus estrus berdasarkan gambaran perubahan bentuk sel epitel (Tabel 2). Kriteria fase siklus estrus ditentukan berdasarkan persentase gambaran morfologi sel epitel yang teramati. Fase diestrus ditetapkan bila sel-sel superfisial tidak ditemukan pada usapan vagina. Fase proestrus bila secara progresif persentase sel-sel intermediet/superfisial meningkat. Fase estrus, dimana persentase sel-sel superfisial/kornifikasi mencapai maksimum pada ulasan epitel vagina.

43 Tabel 2 Kriteria penentuan siklus estrus berdasarkan gambaran perubahan

sitologis epitel vagina

No. Sel epitel Bentuk sel Fase 1 Sel Parabasal Sel kecil, bulat dengan inti besar Diestrus 2 Sel Intermediet Sel lebih besar dari pada sel parabasal Diestrus dengan inti lebih kecil proestrus 3 Sel Superfisial Sel besar, bentuk poligonal inti Proestrus yang sangat kecil atau tanpa inti estrus

Evaluasi sel epitel dengan melihat gambaran perubahan sel epitel di bawah mikroskop cahaya listrik dengan pembesaran 450x dihitung sebanyak minimum 200 sel diamati.

Data hasil analisis tipe sel yang teramati dikelompokkan berdasarkan fase siklus estrus dan ditabulasi dalam persentase kemudian dianalisis secara deskriptif. Gambar didokumentasikan menggunakan mikroskop kamera (Nikon FDX-35).

Pofil Metabolit Hormon Progesteron dan estrogen Koleksi Sampel Feses

Koleksi feses dan dilakukan setiap hari selama lebih kurang 2 bulan, antara pukul 07.00-08.00. Pengambilan dilakukan dengan mengambil beberapa butiran antara 5-10 g feses per hari untuk masing-masing hewan percobaan. Feses segar yang dikumpulkan dalam suatu kantong plastik dan langsung dibekukan pada suhu -30oC tanpa penambahan pengawet sampai saatnya dianalisis.

Ekstraksi Steroid Feses

Analisis progesteron dan estrogen steroid dalam sampel feses diestrak menggunakan metode ekstraksi metanol (Kusuda et al. 2007a). Feses yang telah dikering bekukan selama 2-3 hari dan digerus sampai terbentuk tepung. Sebanyak 0.1 g feses selanjutnya diekstraksi dengan methanol 80% sebanyak 3 ml, divortex selama 30 menit. Kemudian langsung disentrifus selama 10 menit dengan 4000 g, selanjutnya supernatan ditempatkan dalam wadah bersih disimpan di dalam freezer

44 -30oC sampai dilakukan asai menggunakan ELISA (Enzime Link Imonosorbent Assay).

Analisis Hormon Metabolit

Analisis metabolit dalam feses dilakukan dengan metode ELISA sesuia buku panduan yang terdapat dalam kit (produk DRG progesterone). Urutan kerjanyan sebagai berikut: sebanyak 225 μl mili Q water dimasukkan ke dalam sumuran blanko, 25 μl ke dalam sumuran zero, larutan standar dan sampel ke dalam sumuran, kemudian diinkubasi selama 5 menit dalam suhu ruang kemudian menambah 200 μl enzim conjugate ke dalam masing-masing sumuran. Selanjutnya dihomogenkan dengan shaker selama 10 menit dan inkubasi selama 60 menit dalam temperatur ruang. Selanjutnya dilakukan pencucian sebanyak 3-4 kali (350-400 μl/sumur), kemudian dikeringkan dengan membalikkan sumuran. Berikutnya dilakukan penambahan 200 μl larutan subtrat ke dalam sumuran, lalu diinkubasi selama 15 menit dalam temperatur ruang. Selanjutnya penambahan 100 μl larutan penyetop (stop solution), kemudian inkubasi selama 15 menit. Selanjutnya sumuran dimasukkan ke dalam ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm.

Analisis Data

Profil hormon yang diperoleh dari feses digunakan untuk mengetahui fase lutal, fase inter-luteal dan perkiraan ovulasi. Fase luteal ditetapkan berdasarkan saat mulainya kenaikan konsentrasi progesteron (di atas garis threshold) sampai saat menurunnya konsentrasi progesteron. Fase interluteal ditetapkan berdasarkan nilai konsentrasi progesteron (di bawah garis threshold) sebelum mengalami kenaikan secara signifikan. Peningkatan konsentrasi progesteron dapat diketahui dengan melihat nilai konsentrasi progesteron lebih besar dari nilai rerata ± 2 SD yang diproleh dari 3-5 nilai sebelumnya. Panjang siklus estrus dapat ditentukan yaitu dengan menghitung jarak antara peningkatan progesteron ke peningkatan progesteron berikutnya (di atas garis threshold). Fase perkiraan ovulasi ditetapkan 2-3 hari sebelum peningkatan konsentrasi progesteron (Engelhardt et al. 2005).

45

Koleksi dan Evaluasi Semen

Koleksi Semen

Pada penelitian ini semen ditampung menggunakan metode

electroejaculator (electric stimulator, Fujihiro Co, Ltd, Japan). Probe

electroejakulator yang digunakan memiliki ukuran panjang 29 cm dengan diameter 0,5 cm dengan elektrode yang melingkar. Penampungan dilakukan pada kancil dalam keadaan teranestesi. Anestesi dilakukan dengan menggunakan kombinasi xylazin dengan dosis 0,1 mg/kg/BB dan ketamin dengan dosis 11 mg/kg/BB yang diinjeksikan secara intarmuskular (im).

Pada kancil dilakukan stimulasi listrik dengan voltase antara 5-15 volt selama 5 detik on/of dan dilakukan secara berulang, sampai didapatkan semen. Semen yang keluar ditampung pada tube ependorf.

Evaluasi Semen

Semen yang baru ditampung dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Penilaian makroskopik meliputi:

Volume semen: diukur menggunakan mikropipet setelah penampungan.

Warna semen: pengamatan warna semen segar segera setelah semen ditampung.

Konsistensi (kekentalan) semen: pengamatan kekentalan semen segar setelah ditampung. Kekentalan digolongkan ke dalam: encer, sedang dan kental.

Derajat keasaman (pH): penentuan pH semen segar menggunakan pH paper. Penilaian mikroskopik meliputi:

Konsentrasi spermatozoa: Jumlah sel spermatozoa dalam satu milliliter semen. Dihitung menggunakan hemositometer atau kamar hitung Neubauer.

Persentase motil spermatozoa: spermatozoa yang bergerak progresif ditentukan secara subyektif pada seluruh lapang pandang yang berbeda. Nilai yang diberikan berkisar antara 0% dan 100% dengan skala 5%.

Persentase spermatozoa hidup: ditentukan dengan menggunakan pewarnaan eosin B 2%, dimana spermatozoa hidup ditandai dengan kepala putih, sedangkan yang mati ditandai dengan kepala berwarna merah (eosinofilik).

46

Persentase abnormalitas spermatozoa: Pengamatan terhadap persentase abnormalitas spermatozoa dilakukan menggunakan pewarna Williams. Persentase abnormalitas spermatozoa dilakukan berdasarkan kelainan mofologi pada bagian kepala dan ekor.

47

Dokumen terkait