• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

2.2.1. Motivasi Internal dan Eksternal (Intrinsik dan Ekstrinsik) 11

Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar pembentukannya terbagi

atas dua jenis, yaitu: (a) motivasi bawaan dan (b) motivasi yang dipelajari. Motivasi

bawaan merupakan motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi ini juga disebut

Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang terjadi karena adanya komunikasi dan

isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia.

Menurut Handoko (2001), jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi

atas: (a) motivasi intrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu

motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah

ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi

yang berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu.

1. Motivasi Internal (Intrinsik)

Berbagai kebutuhan keinginan dan harapan yang terdapat di dalam pribadi

seseorang menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini mempengaruhi

pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan, yang menurut giliran untuk

memimpin tingkah laku dalam situasi yang khusus. Sebagai contoh, seorang

mahasiswa yang menginginkan nilai A dalam suatu kursus akan memperhatikan

bagaimana ia akan memenuhi persyaratan pada tingkatan tersebut. Setelah yang

bersangkutan mengetahuinya, tingkah laku yang bersangkutan mungkin akan

memantulkan (menggambarkan) apa yang ia rasakan dan melalui perasaan demikian

tingkah laku dapat diperbaiki untuk memperoleh nilai A.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi intemal, yaitu: (Hicks, &

Gullet, 2002)

a. Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki, dan menginginkan

b. Kepentingan keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik karena kesemuanya

ditentukan oleh faktor yang membentuk kepribadiannya, penampilan biologis,

psiologis dan psikologisnya.

Kualitas masing-masing individu dan perbedaan kepentingan serta

keinginannya, beberapa kepentingan dan keinginan tertentu berada dalam keadaan

yang sama untuk memungkinkan seseorang menggunakan dan membentuk organisasi

yang umum untuk mencapai kepuasan hatinya. Terdapat beberapa teori yang

menjelaskan kepentingan yang menjadi umum bagi semua individu. Dengan

disadarinya kepentingan umum ini, para manajer dapat berusaha mendorong para

karyawannya agar bekerja untuk menguntungkan perusahaan meskipun terdapat

keunikan pribadi para karyawan dengan berbagai kepentingannya. Suatu pengertian

dengan adanya kepentingan akan memungkinkan para karyawan untuk memenuhi

berbagai kepentingannya itu dalam struktur organisasi. Kedua-duanya, baik

organisasi maupun para anggotanya memperoleh keuntungan dari keberhasilan

memenuhi kepentingan tersebut (Hicks, & Gullet,2002).

Faktor intrinsik disebut juga motif atau pendorong. Jika dua faktor ada yaitu

intrinsik dan extrinsik, maka pekerja dapat mencapai kepuasan kerja tetapi jika tidak

ada bukan berarti kepuasan kerja tidak tercapai. Yang termasuk dalam faktor intrinsik

adalah pencapaian, penguatan, tanggung jawab, peningkatan status tugas itu sendiri

dan kemungkinan berkembang.

Teori motivasi eksternal meliputi kekuatan yang ada di luar diri individu

seperti halnya faktor pengendalian oleh manajer juga meliputi hal-hal yang berkaitan

dengan pekerjaan seperti gaji/upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang

mengandung penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab.

Sejak para karyawan bereaksi baik secara positif maupun negatif terhadap

sesuatu yang dilakukan para manajernya, karenanya dipandang perlu oleh para

manajer untuk memanfaatkan motivasi eksternal yang dapat menurunkan respon dari

karyawan. Seorang manajer dapat menggunakan baik motivasi eksternal yang positif

maupun motivasi eksternal yang negatif. Motivasi eksternal positif dilakukan dengan

menghargai prestasi kerja yang sesuai dengan imbalan dan sebagainya. Sedangkan

motivasi eksternal yang negatif dilaksanakan dengan memberikan sanksi jika prestasi

kerja tidak diperoleh.

2.2.2. Teori Motivasi a. Herzberg Two Theory

Teori dua faktor dikembangkan Frederick Herzberg dengan mengembangkan

teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg yang dilakukan

dengan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan, dimana subjek diminta

menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan

(memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak memberikan

kepuasan. Kemudian, hasil wawancara dianalisis dengan analisis isi (content

ketidakpuasan. Hasilnya diperoleh dua faktor, yaitu faktor pemeliharaan

(maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors). Hasil faktor

pemotivasi (satisfies, motivators, job content, intrinsic factors) yang didapatkan

meliputi dorongan berprestasi, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan maju, dan

kepuasan kerja (Mangkunegara, 2006).

Sejalan dengan Robbin, (2003) yang menjelaskan bahwa faktor intrinsik

seperti kemajuan, prestasi, pengakuan dan tanggung jawab terkait dengan kepuasan

kerja. Seseorang yang merasa senang dengan pekerjaan mereka cenderung

mengaitkan faktor-faktor ini ke diri mereka sendiri. Di pihak lain, bila mereka tidak

puas, mereka cenderung mengaitkan dengan faktor-faktor ekstrinsik seperti misalnya

pengawasan, gaji, kebijakan perusahaan dan kondisi kerja. Data itu mengemukakan

bahwa lawan dari kepuasan bukanlah ketidakpuasan, seperti yang diyakini orang

pada umumnya. Menyingkirkan karakteristik yang tidak memuaskan pada pekerjaan

tertentu tidak serta merta menyebabkan pekerjaan itu jadi memuaskan. Faktor-faktor

yang menyebabkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang

menimbulkan ketidakpuasan kerja.

Jika ingin memotivasi orang pada pekerjaannya, Herzberg menyarankan

untuk menekankan pada hal-hal yang berhubungan dengan kerja itu sendiri atau hasil

yang diakibatkannya, seperti peluang promosi, peluang pertumbuhan personal,

hal yang menguntungkan secara intrinsik (Robbin, 2003).

b. Achievement Theory

McClelland (1961, dikutip oleh Robbin, 2003 & Mangkunegara, 2006), dalam

teori motivasinya mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan

oleh kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasi yang

diinginkannya. Kondisi jiwa tersebut di fokuskan pada 3 (tiga) dorongan kebutuhan,

yaitu: Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi), Need of affiliation

(kebutuhan untuk memperluas pergaulan) dan Need of power (kebutuhan untuk

menguasai sesuatu).

Berdasarkan teori McClelland tersebut dapat diketahui bahwa sangat penting

dibinanya kondisi jiwa yang mendukung dengan cara mengembangkan potensi

mereka melalui lingkungan kerja secara efektif agar terwujudnya produktivitas

perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi. Motivasi

berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk

melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar

mencapai prestasi dengan predikat terpuji.

McClelland (1961, dikutip oleh Mangkunegara, 2006), mengemukakan 6

(enam) karakteristik orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi, yaitu:

1) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi.

2) Berani mengambil dan memikul resiko.

4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan.

5) Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan.

6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Menurut Murray (dalam Mangkunegara 2006), dikutip oleh Mangkunegara,

2006) berpendapat bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi berprestasi

tinggi adalah sebagai berikut:

1) Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.

2) Melakukan sesuatu dengan mencapai kesuksesan.

3) Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha dan keterampilan.

4) Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu.

5) Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan.

6) Mengerjakan sesuatu yang sangat berarti.

7) Melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada orang lain

Berdasarkan pendapat McClelland dan Edward Murray, dapat dikemukakan

bahwa karakteristik individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi antara lain:

memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi memiliki program kerja berdasarkan

rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasikannya, memiliki

kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang

dihadapinya, melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil

yang memuaskan dan mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang

c. Teori Kognitif tentang Motivasi (Apolaxy Theory)

Teori pengharapan dikembangkan oleh Vroom (dikutip oleh Robbin, 2003 &

Mangkunegara, 2006), menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari

bagaimana seseorang menginginkan sesuatu, dan penaksiran seseorang

memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan di atas

berhubungan dengan rumus di bawah ini

Valensi x Harapan x Instrumen = Motivasi

Keterangan:

1. Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu. 2. Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu.

3. Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan tertentu.

Valensi lebih menguatkan pilihan seseorang untuk suatu hasil. Jika seorang

pegawai mempunyai keinginan yang kuat untuk suatu kemajuan, maka berarti valensi

pegawai tersebut tinggi untuk suatu kemajuan. Valensi timbul dari internal pegawai

yang dikondisikan dengan pengalaman.

Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti

dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang

memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. Pengharapan

merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range 0-1. Jika pegawai

merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka harapannya adalah 0. Jika aksinya

berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya bernilai 1. Harapan pegawai

secara normal adalah di antara 0-1. Pelaksanaan teori harapan dapat dilihat dalam

Valence strong Desire of Promotion Valence strong Desire of Promotion Motivation Increased Drive Action - Greater effort - Training courses Primary outcomes - Promotion - Higher pay Secondary outcomes - Haigher status

- Recognition from associates

- Purchase of product and service that the family

Primary outcomes

- Promotion

- Higher pay

Sumber : Keith Davis, (1985, Mangkunegara, 2006) Gambar 2.1.

Berdasarkan gambar 2.1. di atas dapat dijelaskan bahwa produk dari valensi dan

harapan adalah motivasi yang meningkatkan dorongan dalam diri seseorang untuk

melakukan aksi dalam mencapai tujuannya. Aksinya dapat dilakukan pegawai dengan

cara berusaha lebih besar. Hasil yang akan dicapai secara primer adalah promosi

jabatan dan gaji lebih tinggi. Hasil sekundernya antara lain status menjadi lebih tinggi,

Dengan demikian, lebih besar dorongan pegawai dalam mencapai kepuasan.

d. Equity Theory

Teori ini dikembangkan oleh Adam (dikutip oleh Mangkunegara, 2006),

komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan

equity-in-equity. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang

pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi,

jumlah jam kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai,

seperti upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition),

kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.

Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama,

seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam

pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai

merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan

perbandingan input-outcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika

perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan

merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan

dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang

menguntungkan dirinya) dan, sebaliknya, under conpensation inequity

(ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding

atau comparison person).

asumsi dasar, yaitu:

1. Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi

keadilan

2. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan

ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau

menghilangkannya.

3. Makin besar persepsi ketidakadilannya makin besar motivasinnya untuk

bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.

4. Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan

(misalnya, menerima gaji terlalu sedikit)lebih cepat daripaada ketidakadilan

yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji terlalu besar).

e. Goal-Setting Theory

Menurut Mangkunegara, (2006), teori penetapan tujuan ini merupakan teori

motivasi dengan pendekatan kognitif yang dikembangkan oleh Edwin Locke, yang

menjelaskan bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh pada pekerjaan

saja, tetapi juga merangsang karyawan untuk mencari atau menggunakan metode

kerja yang paling efektif. Melibatkan karyawan dalam menetapkan tujuan dapat

menumbuhkan motivasi kerja dan pencapaian prestasi kerja maksimal. Dengan

demikian, penetapan tujuan merupakan strategi pemotivasian yang krusial dalam

mereka untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.

Terkait dengan penetapan tujuan Munandar (2004), menjelaskan bahwa

manajemen berdasarkan sasaran (Management By Objectives = MBO) mengunakan

teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan,

disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk

diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.

Penetapan tujuan dapat ditemukan juga dalam teori motivasi harapan. Individu

menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki

nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.

Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa

sendiri, dapat sendiri seperti pada MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu

kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan

bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki kaitan

(commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan.

Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif pada

saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu

tertentu, dapat terjadi bahwa kaitan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak

terlalu besar.

Dalam penelitian ini variabel motivasi diukur berdasarkan teori dua faktor dari

Hezberg, yaitu motivasi intrinsik : (a) prestasi yang diraih, (b) pengakuan orang lain,

motivasi ekstrinsik, meliputi: (a) kompensasi, (b) keamanan dan keselamatan kerja,

(c) kondisi kerja, (d) prosedur kerja, (e) mutu supervisi teknis, serta (f) hubungan

interpersonal.

Teori Motivasi

Dokumen terkait