• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teori

3. Motivasi Kerja

a. Pengertian Motivasi Kerja

J. Ravianto (1985:18) mendefinisikan motivasi sebagai kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah pada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.

Menurut Sukanto dan Hani Handoko (1982:252), motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan sesuatu perilaku yang diarahkan pada tujua n mencapai sasran kepuasan. Jadi, motivasi bukan sesuatu yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak.

Sedangkan menurut Ranupandolo dan Husnan (1984:197) mendefinisikan motivasi sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu kegiatan yang kita inginkan, atau dalam hal ini dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Motivasi sebagai sesuatu yang dikatakan sangat penting, hal ini dikatakan penting karena peranan pimpinan dalam memberikan motivasi itu sendiri berkaitan langsung dengan bawahan. Tetapi motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit, sebab motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengukur

motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku masing- masing bawahan dengan berbagai teori motivasi yang berbeda satu dengan yang lain.

b. Teori Motivasi.

Setiap pimpinan perlu menanamkan hakikat motivasi yang tepat bagi bawahannya, setiap pimpinan juga perlu memahami teori motivasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Berikut ini akan dijelaskan beberapa teori motivasi (Ranupandojo dan Husnan 1984:197-201).

1. Teori Isi (Content Theory)

Teori isi juga dikenal sebagai teori kebutuhan, teori ini menitikberatkan pada arti penting pemahaman faktor yang ada di dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku atau berperilaku tertentu.

2. Teori Proses (Process Theory)

Pendekatan teori proses menekankan bagaimana dan dengan tujuan apa setiap individu dimotivasi. Dasar dari teori motivasi ini adalah adanya pemahaman yaitu apa yang dipercaya oleh individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka.

3. Teori Pengukuhan (Reinforment Theory)

Teori pengukuhan ini tidak menggunakan konsep atau suatu praktik motivasi. Tetapi teori ini menjelaskan bagaimana

konsekuensi perilaku dimasa lalu mempengaruhi tindakan dimasa mendatang dalam suatu siklus proses belajar.

Menurut teori yang dikemukakan oleh David McCleland beserta rekan–rekannya, setiap orang mempunyai tiga jenis kebutuhan yaitu :

a. Need for Achievement ( nAch )

Bahwa setiap orang ingin dipandang sebagai orang yang berhasil dalam hidupnya. Keberhasilan itu bahkan mencakup seluruh segi kehidupan dan penghidupan seseorang. Dalam kehidupan organisasional, kebutuhan untuk berhasil biasanya tercermin pada adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan mencapai prestasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Penetapan standar itu dapat bersifat intrinsik, akan tetapi dapat pula bersifat ekstrinsik. Artinya, seseorang dapat menentukan bagi dirinya sendiri standar karya yang ingin dicapainya. Apabila seseorang tergolong sebagai insan yang maksimalis, standar yang ditetapkan bagi dirinya adalah standar yang tinggi bahkan mungkin melebihi standar yang ditetapkan secara ekstrinsik, yaitu oleh organisasi. Akan tetapi bila seseorang tergolong sebagai insan yang minimalis, tidak mustahil bahwa standar yang ditetapkannya sebagai pegangan lebih rendah dari standar yang ditetapkan secara ekstrinsik. Berarti dengan nAch yang besar seseorang yang berusaha berbuat sesuatu misalnya dalam penyelesaian tugas yang

dipercayakan kepadanya akan berusaha lebih baik dibandingkan dengan orang–orang lain. Orang demikian biasanya berusaha menemukan situasi di mana ia dapat menunjukkan keunggulannya, seperti dalam pengambilan keputusan dan melakukan sesuatu yang dapat memberikan kepadanya umpan balik dengan segera tentang hasil yang dicapainya di mana ia dapat mengetahui apakah ia meraih kemajuan atau tidak.

b. Need for Power (nPo )

Menurut teori ini, kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri pada keinginan untuk mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini: Pertama, adanya seseorang yang mempunyai kebutuhan berpengaruh pada orang lain. Kedua, orang lain terhadap siapa pengaruh itu digunakan. Ketiga, persepsi ketergantungan antara seseorang dengan orang lain. Meskipun benar bahwa dalam kehidupan organisasional, bawahanlah yang biasanya tergantung pada atasannya, tetapi sesungguhnya ketergantungan itu tidak semata–mata terbatas pada adanya hubungan atasan dengan para bawahannya. Artinya setiap kali seseorang bergantung pada orang lain untuk sesuatu hal, pengaruh orang kepada siapa orang lain menggantungkan dirinya sudah berarti terpenuhinya nPo orang yang bersangkutan. Semakin besar tingkat ketergantungan orang lain pada seseorang, semakin besar pula pengaruh orang tersebut

pada pihak lain itu. Demikian pula halnya dalam kehidupan organisasional. Apabila seorang manajer mempunyai kekuasaan untuk menentukan nasib seorang pekerja, misalnya dalam hal promosi, pemberian penghargaan, atau pengenaan sanksi disiplin yang berupa teguran, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat atau bahkan penurunan pangkat dan jabatan, pekerja tersebut menjadi sangat tergantung pada atasan yang memiliki wewenang tersebut.

c. Need for affiliation ( nAff )

Kebutuhan affiliasi merupakan kebutuhan nyata dari setiap manusia, terlepas dari kedudukan, jabatan dan pekerjaannya. Artinya, kebutuhan tersebut bukan hanya kebutuhan mereka yang menduduki jabatan manajerial, tetapi juga kebutuhan para bawahan yang tanggung jawab utamanya melaksanakan kegiatan operasional. Kenyataan ini berangkat dari sifat manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan akan afiliasi pada umumnya tercermin pada keinginan berada pada situasi yang bersahabat dalam interaksi seseorang dengan orang lain dalam organisasi, apakah orang lain itu teman sekerja yang setingkat atau atasan. Kebutuhan akan afiliasi biasanya diusahakan agar terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain. Meskipun demikian tetap perlu diingat bahwa sampai sejauh mana seseorang bersedia bekerjasama dengan orang lain dalam kehidupan organisasionalnya tetap diwarnai oleh

persepsinya tentang apa yang akan diperolehnya dari usaha kerjasama tersebut (Sondang P.Siagian, 1989:167).

c. Jenis-jenis Motivasi

Ada dua jenis motivasi yang secara proses berbeda dalam mempengaruhi seseorang yaitu:

1) Motivasi Positif

Motivasi positif merupakan proses untuk mempengaruhi seseorang untuk menjalankan sesuatu yang dimaksudkan dengan cara membentuk untuk mendapatkan “hadiah“ yang dapat diwujudkan dengan bonus, uang, penghargaan dan lain sebagainya. Motivasi positif dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Informasi

Pemberian motivasi yang jelas akan sangat berguna untuk menghindari adanya gosip dan desas-desus yang akan menurunkan semangat untuk bekerja.

b. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan

Pemberian penghargaan ini merupakan alat yang sangat berguna apalagi kebanyakan manusia senang dan merasa puas menerima pengakuan terhadap pekerjaan yang dilakukan dengan baik.

c. Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu.

d. Persaingan

Sikap dasar yang bisa dimanfaatkan oleh para pimpina n dengan memberikan rangsangan (motivasi) persaingan yang sehat dalam menjalankan pekerjaan.

e. Partisipasi

Partisipasi digunakan sebagai salah satu bentuk motivasi positif yaitu bisa dikenal sebagai manajemen yang demokratis. Dengan dijalankan partisipasi ini akan diperoleh sebagai manfaat, seperti keputusan-keputusan yang lebih baik karena banyaknya sumber pikiran.

f. Kebanggaan

Rasa bangga bisa timbul bila karyawan mampu menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu yang telah disepakati bersama.

g. Uang

Penggunaan uang sebagai alat memotivasi karyawannya juga berguna untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.

2) Motivasi Negatif

Motivasi negatif adalah proses mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang dinginkan, tetapi teknik dasar atau metodenya yang digunakan adalah lewat kekuatan atau kekerasan dengan paksaan yang menjadikan para karyawannya menjadi ketakutan.

d. Unsur penggerak Motivasi

Menurut Bedjo Siswanto (1985:268), unsur penggerak motivasi adalah :

a. Prestasi, Seseorang mempunyai keinginan untuk berprestasi sebagai suatu kebutuhan yang dapat mendorong untuk mencapai sasaran atau tujuan.

b. Penghargaan, Sebagai pengakuan terhadap prestasi yang telah dicapai seseorang merupakan faktor motivasi yang kuat. Pengakuan atas suatu prestasi, akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah.

c. Tantangan, Adanya tantangan yang dihadapi merupakan motivator yang sangat kuat bagi manusia yang mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi motivator untuk berkembang, bahkan cenderung menjadi kegiatan-kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.

d. Tanggung jawab, Rasa ikut serta memiliki akan menibulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.

e. Pengembangan, Pengembangan kemampuan seseorang dapat menjadi motivator terkuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih

giat. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan prestasi atau produktivitas tenaga kerja.

f. Keterlibatan, Rasa ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dapat dijadikan masukkan bagi manajemen perusahaan. Adanya rasa terlibat bukan saja menciptakan rasa memiliki dan rasa bertanggung jawab, tetapi juga menimbulkan rasa untuk mawas diri untuk bekerja lebih baik, serta mengahsilkan produk yang lebih baik dan bermutu.

g. Kesempatan, dorongan untuk maju dan berkembang dalam bentuk karier yang terbuka akan menjadi motivator bagi tenaga kerja. Bekerja tanpa harapan dan kesempatan untuk meraih kemajuan atau kesuksesan merubah nasib tidak akan merupakan motivator untuk mencapai produktivitas atau bekerja secara produktif.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Karyawan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan (Wahjosumijo,1991:192):

a. Faktor ekstern, yaitu faktor yang melekat pada pengaruh lingkungan pekerjaan dan perusahaan serta dari luar perusahaan. Dalam hal ini yang menjadi faktor ekstern adalah lingkungan kerja, hubungan status sosial, pimpinan dan kepemimpinan.

b. Faktor intern, yaitu faktor yang melekat pada diri setiap orang, yang meliputi pembawaan, tingkat pendidikan, perjalanan masa lalu, keinginan atau harapan masa depan.

Dokumen terkait