• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Motivasi

Menurut Quinn (1995) dalam Notoatmodjo (2005) Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam

mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Didalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sekelompok fenomena yang mempengaruhi sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia.

John Elder (1998) masih dalam Notoatmodjo (2005), mendefenisikan motivasi sebagai: interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku. Defenisi ini lebih menekankan pada hal-hal yang dapat diobservasi dari proses motivasi.

2.4.2 Teori Motivasi

Ada dua aliran teori motivasi, yaitu motivasi yang dikaji dengan mempelajari

kebutuhan-kebutuhan atau contens theory dan ada yang mengkaji dengan

mempelajari prosesnya atau disebut sebagai process theory (Wood et all, 1998 dalam Notoatmodjo, 2005). Teori-teori pada Content theory mengajukan cara untuk menganalisis kebutuhan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku tertentu, sedangkan process theory berusaha memahami proses berfikir yang ada yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu.

Salah satu teori motivasi yang terkenal adalah teori kebutuhan hierarki dari Maslow. Maslow membagi dua kategori besar, yaitu kebutuhan tingkat dasar dan tingkat tinggi. Secara lebih rinci Maslow membagi kebutuhan tersebut menjadi lima tingkatan, yaitu ; 1). Kebutuhan fisiologis seperti misalnya kebutuhan untuk makan dan minum, tidur dan seks, 2). Kebutuhan akan rasa aman, dalam hal ini setiap manusia selalu ingin mendapatkan lingkungan hidup yang aman, kedua kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan primer, 3). Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai,

kebutuhan ini mencerminkan bahwa manusia adalah mahluk sosial, dimana dalam hal ini setiap manusia selalu ingin hidup berkelompok agar dapat mencintai dan dicintai, 4). Kebutuhan untuk dihargai, yaitu kebutuhan untuk diakui oleh lingkungannya, 5). Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling tinggi dan merupakan kebutuhan yang paling sulit untuk dipenuhi (Notoatmodjo, 2005).

2.4.3 Pengukuran Motivasi

Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur. Menurut Notoatmodjo (2005) motivasi dapat diukur melalui berbagai cara yaitu dengan 1). Tes proyektif. Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa yang ada dalam diri kita. Dengan demikian untuk memahami apa yang dipikirkan orang,maka kita beri stimulus yang harus diinpretasikan. Salah satu tehnik proyektif yang banyak dikenal adalah Thematic Apperception Test (TAT). Dalam tes tersebut klien diberikan gambar dan klien diminta untuk membuat cerita dari gambar tersebut. Dalam teori Mc Leland dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu kebutuhan untuk berprestasi(n-ach),kebutuhan untuk power (n-power), kebutuhan untuk berafiliasi (n-aff). Dari isi cerita tersebut kita dapat menelaah motivasi yang mendasari diri klien berdasarkan konsep kebutuhan di atas. 2). Kuesioner. Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner adalah dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing motivasi klien. 3). Observasi perilaku. Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan membuat situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan motivasinya. Misalnya, untuk mengukur keinginan untuk berprestasi,

klien diminta untuk memproduksi origami dengan batas waktu tertentu. Perilaku yang diobservasi adalah apakah klien menggunakan umpan balik yang diberikan, mengambil keputusan yang berisiko dan meningkatkan kualitas daripada kuantitas kerja.

2.4.4 Jenis Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2005) berdasarkan sumber dorongan terhadap perilaku, motivasi dapat dibedakan menjadi dua 1). Motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam kebutuhan sehingga manusia menjadi puas. 2). Motivasi ekstrinsik. Motivasi ektrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan.

Hasibuan (2000) dalam Riduwan (2005) mengatakan bahwa motivasi memiliki 3 sub variabel yaitu motif, harapan dan insentif. Motif adalah sesuatu yang dapat merangsang keinginan dan dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. Insentif adalah pemberian hadiah atau imbalan agar seseorang termotivasi untuk melakukan suatu tindakan.

2.5 Landasan Teori

Perilaku seseorang dapat ditentukan oleh motivasinya. Motivasi dapat menjelaskan tentang alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi merupakan daya pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat maupun tidak berbuat sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan, sehingga dapat disebutkan

dalam hubungannya dengan perilaku pemeliharaan kesehatan motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah individu (ibu hamil) agar mereka mau memelihara dan meningkatkan kesehatan selama kehamilan Sofianti (2002). Motivasi mempunyai sub variabel yaitu motif, harapan (expectancy) dan insentif (incentive) Hasibuan (2000) dalam Riduwan (2009).

Menurut Eryando (2007) pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal, merupakan fungsi dari akses ke pelayanan kesehatan. Aksesibilitas digolongkan menjadi: a) aksesibilitas fisik. Aksesibilitas fisik terkait dengan ketersediaan pelayanan kesehatan, atau jarak ke fasilitas pelayanan. Akses fisik dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak tempuh, jenis transportasi, dan kondisi di pelayanan kesehatan, seperti jenis pelayanan, tenaga kesehatan yang tersedia dan jam buka. b). Aksesibilitas Ekonomi dilihat dari kemampuan finansial responden untuk mengakses pelayanan kesehatan. c) aksesibilitas sosial. Dilihat berdasarkan jenis pekerjaan, pendidikan, sikap dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk mendapatkan pelayanan maternal yang adekuat.

Keputusan untuk melakukan kunjungan antenatal terkait dengan teori Anderson (1974) dalam Notoatmodjo 2010 meliputi karakteristik predisposisi (ciri- ciri demografi, struktur sosial dan manfaat-manfaat kesehatan), karakteristik pendukung (sumberdaya keluarga dan sumberdaya masyarakat) dan karakteristik kebutuhan.

Berdasarkan landasan teori maka disusunlah kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian

2.6 Kerangka Konsep

Berpedoman pada landasan teori, maka disusun kerangka konsep penelitian. Tidak semua variabel yang ada dalam kerangka teori akan diteliti dengan pertimbangan yang logis. Pada variabel aksesibilitas fisik, sub variabel waktu tempuh, jarak tempuh, transportasi tidak diteliti karena Puskesmas mudah dijangkau dari pemukiman penduduk dan terdapat transportasi umum untuk mencapai

Akses Aksesibilitas fisik Waktu tempuh Jarak tempuh Transportasi Ketersediaan petugas Jam buka Aksesibilias ekonomi Kemampuan finansial Aksesibilitas sosial Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Sikap Pengambilan keputusan Motivasi Motif Harapan insentif Pemanfaatan pelayanan kesehatan

Puskesmas. Sub variabel jam buka juga tidak diteliti karena Puskesmas buka selama enam hari kerja dari jam 08.00-18.00 WIB. Aksesibilitas ekonomi juga tidak diteliti karena pelayanan yang diperoleh tidak dipungut biaya.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Akses Aksesibilitas fisik Ketersediaan petugas Aksesibilitas sosial - Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan - Sikap - Pengambilan keputusan Motivasi - Motif - Harapan - Insentif Perilaku Ibu dalam melakukan kunjungan antenatal

Dokumen terkait