• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Akses dan Motivasi Terhadap Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Akses dan Motivasi Terhadap Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH AKSES DAN MOTIVASI TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN KUNJUNGAN ANTENATAL DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMALINGKAR KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

KOTA MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

RISMAHARA LUBIS 107032234/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH AKSES DAN MOTIVASI TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN KUNJUNGAN ANTENATAL DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS SIMALINGKAR KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN

TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RISMAHARA LUBIS 107032234/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis

Nama Mahasiswa

Nomor Induk Mahasiswa Program Studi

Minat Studi

:

: : : :

PENGARUH AKSES DAN MOTIVASI TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN KUNJUNGAN ANTENATAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMALINGKAR

KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN TAHUN 2012

Rismahara Lubis 107032234

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D)

Anggota

(Drs. Tukiman, M.K.M)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 23 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santoso, M.S, Ph.D Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH AKSES DAN MOTIVASI TERHADAP PERILAKU IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN KUNJUNGAN ANTENATAL DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS SIMALINGKAR KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN

TAHUN 2012

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(6)

ABSTRAK

Menurut World Health Organization (WHO) wanita Indonesia memiliki kriteria sangat buruk dalam hal kesehatan, perkawinan, pekerjaan, pendidikan, persamaan dengan kaum pria. Keadaan ini diperkirakan menyebabkan rendahnya akses ibu untuk mencapai pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal sesuai dengan standar asuhan antenatal dapat menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi karena dengan melakukan asuhan antenatal yang teratur dapat mendeteksi secara dini masalah yang terjadi pada ibu selama kehamilan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional

yang bertujuan menganalisis pengaruh akses dan motivasi ibu hamil terhadap perilaku ibu dalam melakukan kunjungan antenatal. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Populasi berjumlah 181 orang dan besar sampel adalah 61 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square,

dan analisis multivariate dengan uji regresilogistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel aksesibilitas fisik yaitu ketersediaan petugas tidak berhubungan (p=0,461) terhadap perilaku ibu dalam melakukan kunjungan antenatal, variabel aksesibilitas sosial yaitu pengetahuan (p=0,005) dan sikap (p=0,023), dan untuk variabel motivasi adalah motif (p=0,005) dan harapan (p=0,019) berpengaruh secara bermakna terhadap perilaku ibu dalam melakukan kunjungan antenatal.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan Kepala Puskesmas Simalingkar untuk melakukan pembinaan kepada petugas khususnya Bidan yang memberikan pelayanan terutama tentang keramah-tamahan dalam memberikan pelayanan dan kepada petugas pelaksana pelayanan lebih meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi sehingga setiap ibu hamil memiliki pemahaman yang baik yang akhirnya dapat menimbulkan sikap yang positif, motif dan harapan yang tinggi yang dapat memengaruhi ibu dalam melakukan kunjungan antenatal yang sesuai standar.

(7)

ABSTRACT

According to World Health Organization, Indonesian women have bad criteria in health, marriage, occupation, education, and equality with men. This condition is predicted to have caused the low access of mother to obtain antenatal service. Antenatal service which is in accordance with the standards of antenatal nursing care can minimize the rate of maternal and infant mortality because doing antenatal nursing care regularly can provide early detection of problem happening to a mother during her pregnancy.

The purpose of this descriptive analytical study with cross-sectional design conducted in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Simalingkar, Medan Tuntungan Subdistrict, the City of Medan, was to analyze the influence of access and motivation of pregnant mother on a mother’s behavior in paying antenatal visit. The population of this study was 181 pregnant mothers and 61 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variable of physical accessibility namely availability of workers (p 0.461) was not related to the behavior of mothers in conducting antenatal visit, the variables of social accessibility including knowledge (p = 0.005) and attitude (p = 0.023), and variable of motivation including motive (p = 0.005) and hope/expectation (p = 0.019) had significant influence on the behavior of mothers in conducting antenatal visit.

Based on the result of study above, the Head of Puskesmas Simalingkar is suggested to upgrade the health workers especially the midwives on the hospitality in service provision and the service implementing staff should improve information communication and education that every pregnant mother can has a good understanding in antenatal service which eventually creates positive attitude, motivation and high expectation that can influence and encourage the pregnant mothers to pay a standard antenatal visit.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan

KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh

Akses dan Motivasi Terhadap Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Kunjungan

Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan

Kota Medan Tahun 2012”.

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan

kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Pembimbing yaitu: Drs. Heru

Santoso, M.S, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Tukiman, M.K.M,

selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam

memberikan bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini,

kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

(9)

5. Seluruh Tim Pembanding yang telah bersedia menguji guna penyempurnaan tesis

ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti

selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Pimpinan dan Staf Puskesmas Simalingkar yang telah memberikan izin tempat

penelitian dan membantu dalam penelitian ini.

8. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi pada penulis dalam

penyusunan tesis ini

9. Seluruh teman-teman yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritik

untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu

kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis

menyerahkan semuanya kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya. Semoga

tesis penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, Juli 2012 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rismahara Lubis dilahirkan di Labuhan Batu pada tanggal

27 Juli 1973, anak dari pasangan Alm Amran Lubis dan Hj. Masnirah Sitompul.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri

114382 Rantau Prapat tahun 1986 tahun 1989 penulis menamatkkan Sekolah

Menengah Pertama Negeri Padang Matinggi Rantau Prapat dan menamatkan Sekolah

Perawat Kesehatan Pemda Labuhan Batu di Rantau Prapat pada tahun 1992. Pada

tahun 1993 Penulis menamatkan Sekolah Program Pendidikan Bidan di SPK Pemda

Labuhan Batu di Rantau Prapat. Pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 penulis

bekerja sebagai Bidan di Desa Kampung Bilah Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten

Labuhan Batu. Pada tahun 2000 penulis menamatkan Diploma III Kebidanan dari

Akademi Kebidanan Depkes Medan dan tahun 2001 menamatkan Diploma IV Bidan

Pendidik dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun

2010 sampai dengan tahun 2012 penulis menempuh pendidikan di Program studi S-2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Saat ini penulis bekerja di Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan sebagai

(11)

DAFTAR ISI

2.1.4 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan ... 20

2.2 Pemeriksaan Kehamilan ... 21

2.2.1 Pengertian Kehamilan ... 21

2.2.2 Pengertian Pemeriksaan Kehamilan ... 22

2.2.3 Tujuan Pemeriksaan Kehamilan ... 24

2.2.4 Pelaksana Pemeriksaan Kehamilan ... 24

2.2.5 Lokasi Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan ... 24

2.2.6 Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan ... 25

2.2.7 Standar Minimal Asuhan Kehamilan ... 26

2.3 Akses dalam Pelayanan Kesehatan ... 29

2.4 Motivasi ... 31

2.4.1 Teori Motivasi ... 31

2.4.2 Pengukuran Motivvasi ... 32

2.4.3 Jenis Motivasi ... 33

2.5 Landasan Teori ... 34

(12)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1 Variabel Independen ... 43

3.7.3 Analisis Multivariat ... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

4.1.1 Letak Geografis Puskesmas Simalingkar ... 50

4.1.2 Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Menurut Kelurahan ... 50

4.1.3 Distribusi Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Menurut Kelurahan ... 52

4.2 Analisis Univariat ... 52

4.2.1 Aksesibilitas Fisik Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 53

4.2.2 Aksesibilitas Sosial Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 53

4.2.3 Motivasi Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 55

4.2.4 Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Kunjungan Antenatal ... 55

(13)

4.3 Tabulasi Silang Aksesibilitas Fisik, Aksesibilitas Sosial dan Motivasi Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 57 4.4 Pengaruh Aksesibilitas Fisik, Aksesibilitas Sosial dan Motivasi

terhadap Perilaku Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 61

BAB 5. PEMBAHASAN ... 64 5.1 Perilaku Ibu dalam Melakukan Kunjungan Antenatal ... 64 5.2 Pengaruh Faktor Aksesibilitas Fisik (Ketersediaan Petugas)

Terhadap Perilaku dalam Melakukan Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 65 5.3 Pengaruh Faktor Aksesibilitas Sosial terhadap Perilaku dalam

Melakukan Kunjungan Antenatal ... 66 5.3.1 Pengaruh Pendidikan terhadap Perilaku dalam Melakukan

Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 66

5.3.2 Pengaruh Pekerjaan Ibu terhadap Perilaku dalam

Melakukan Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 67 5.3.3 Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Perilaku dalam

Melakukan Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 69 5.3.4 Pengaruh Sikap Ibu terhadap Perilaku dalam Melakukan

Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 72 5.3.5 Pengaruh Pengambilan Keputusan terhadap Perilaku dalam

Melakukan Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 75 5.4 Pengaruh Faktor Motivasi terhadap Perilaku dalam Melakukan

Kunjungan Antenatal ... 76 5.4.1 Pengaruh Motif terhadap Perilaku dalam Melakukan

Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 76 5.4.2 Pengaruh Harapan terhadap Perilaku dalam Melakukan

Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 78 5.4.3 Pengaruh Insentif terhadap Perilaku dalam Melakukan

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Proporsi Jumlah Sampel yang Mewakili Setiap Kelurahan di

Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan ... 40

3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel ... 42

4.1. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar

Menurut Kelurahan ... 50

4.2. Distribusi Sarana Kesehatan, Sarana Pendukung, Fasilitas Gedung dan Fasilitas Sumber Daya Manusia di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar ... 51

4.3. Distribusi Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Menurut Kelurahan ... 52

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Aksesibilitas Fisik

(Ketersediaan Petugas) di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar

Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 53

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Aksesibilitas Sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 53

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motivasi di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 55

4.7. Distribusi Perilaku Responden dalam Melakukan Kunjungan

Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan

Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 56

4.8. Distribusi Responden yang Melakukan Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Menurut Usia Kehamilan dalam Trimester ... 56

(16)

Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012 ... 57

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori Penelitian... 36

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 88

2. Output Validitas dan Reabilitas Kuesioner ... 94

3. Master Data Penelitian ... 99

4. Output SPSS Master Data ... 105

(19)

ABSTRAK

Menurut World Health Organization (WHO) wanita Indonesia memiliki kriteria sangat buruk dalam hal kesehatan, perkawinan, pekerjaan, pendidikan, persamaan dengan kaum pria. Keadaan ini diperkirakan menyebabkan rendahnya akses ibu untuk mencapai pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal sesuai dengan standar asuhan antenatal dapat menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi karena dengan melakukan asuhan antenatal yang teratur dapat mendeteksi secara dini masalah yang terjadi pada ibu selama kehamilan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional

yang bertujuan menganalisis pengaruh akses dan motivasi ibu hamil terhadap perilaku ibu dalam melakukan kunjungan antenatal. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Populasi berjumlah 181 orang dan besar sampel adalah 61 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square,

dan analisis multivariate dengan uji regresilogistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel aksesibilitas fisik yaitu ketersediaan petugas tidak berhubungan (p=0,461) terhadap perilaku ibu dalam melakukan kunjungan antenatal, variabel aksesibilitas sosial yaitu pengetahuan (p=0,005) dan sikap (p=0,023), dan untuk variabel motivasi adalah motif (p=0,005) dan harapan (p=0,019) berpengaruh secara bermakna terhadap perilaku ibu dalam melakukan kunjungan antenatal.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan Kepala Puskesmas Simalingkar untuk melakukan pembinaan kepada petugas khususnya Bidan yang memberikan pelayanan terutama tentang keramah-tamahan dalam memberikan pelayanan dan kepada petugas pelaksana pelayanan lebih meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi sehingga setiap ibu hamil memiliki pemahaman yang baik yang akhirnya dapat menimbulkan sikap yang positif, motif dan harapan yang tinggi yang dapat memengaruhi ibu dalam melakukan kunjungan antenatal yang sesuai standar.

(20)

ABSTRACT

According to World Health Organization, Indonesian women have bad criteria in health, marriage, occupation, education, and equality with men. This condition is predicted to have caused the low access of mother to obtain antenatal service. Antenatal service which is in accordance with the standards of antenatal nursing care can minimize the rate of maternal and infant mortality because doing antenatal nursing care regularly can provide early detection of problem happening to a mother during her pregnancy.

The purpose of this descriptive analytical study with cross-sectional design conducted in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Simalingkar, Medan Tuntungan Subdistrict, the City of Medan, was to analyze the influence of access and motivation of pregnant mother on a mother’s behavior in paying antenatal visit. The population of this study was 181 pregnant mothers and 61 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variable of physical accessibility namely availability of workers (p 0.461) was not related to the behavior of mothers in conducting antenatal visit, the variables of social accessibility including knowledge (p = 0.005) and attitude (p = 0.023), and variable of motivation including motive (p = 0.005) and hope/expectation (p = 0.019) had significant influence on the behavior of mothers in conducting antenatal visit.

Based on the result of study above, the Head of Puskesmas Simalingkar is suggested to upgrade the health workers especially the midwives on the hospitality in service provision and the service implementing staff should improve information communication and education that every pregnant mother can has a good understanding in antenatal service which eventually creates positive attitude, motivation and high expectation that can influence and encourage the pregnant mothers to pay a standard antenatal visit.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambaran profil reproduksi di Indonesia tidak begitu menguntungkan

disebabkan oleh besar dan beratnya faktor penghambat yang dihadapi masyarakat dan

Pemerintah. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah penduduk Indonesia yang

besar dan di ikuti oleh pertumbuhan yang relatif tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) wanita Indonesia tergolong kriteria sangat buruk dalam hal kesehatannya, perkawinan, pekerjaan, pendidikan dan persamaannya dengan kaum

pria, kriteria wanita Indonesia adalah menikah dalam usia relatif muda, jumlah anak

relatif banyak, interval waktu kehamilan pendek, masih terdapat kehamilan di atas

usia 35 tahun, asuhan antenatal rendah, penerimaan program KB masih rendah,

konsep masyarakat yang bersifat komunal dan paternalistik dan yang paling utama

dari semuanya adalah situasi masyarakat secara keseluruhan yang diselimuti oleh

rendahnya pendidikan, keadaan sosial dan ekonomi yang menyebabkan

ketidakmampuan menjangkau biaya pelayanan kesehatan modern (Manuaba, dkk,

2011).

Angka kematian dan kesakitan pada ibu dan bayi di Indonesia masih tetap

tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Menurut data hasil Survei

(22)

Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Bayi (AKB)

34 per 1.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals / MDGs,

2000) pada tahun 2015 diharapkan AKI dan AKB menurun sebesar tiga perempatnya

dalam kurun waktu 1990–2015, Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita

menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu

Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000

kelahiran hidup, dan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015

(Depkes, 2009).

Penyebab kematian ibu dibagi menurut penyebab langsung (perdarahan

30-35%, infeksi 20-25%, keracunan kehamilan 10-15%), penyebab antara (profil wanita,

persalinan dukun, cakupan asuhan antenatal rendah, faktor terlambat) dan penyebab

tidak langsung (faktor status wanita, faktor masyarakat, faktor terlambat) (Manuaba,

dkk, 2011).

Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis

“Empat Pilar Safe Motherhood”, dimana salah satunya yaitu akses terhadap

pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus.

Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko

tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seharusnya dapat

mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat

kehamilan yang buruk, dan perdarahan selama kehamilan. Kematian ibu juga

(23)

taraf pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil yang masih rendah, serta melewati

pentingnya pemeriksaan kehamilan atau asuhan antenatal dengan melihat angka

kunjungan pemeriksaan kehamilan (K4) yang masih kurang dari standar acuan

nasional (Prawirohardjo, 2002).

Asuhan antenatal merupakan suatu cara yang dilakukan untuk memonitor dan

mendukung kesehatan ibu hamil serta mendeteksi ibu dengan kehamilan tidak

normal. Adapun tujuannya adalah memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu

maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya dengan ibu,

mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan

kelahiran dan memberikan pendidikan (Hani, dkk, 2011).

Dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 sebanyak

16,79% wanita hamil tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan 22,2%

bersalin tidak dilakukan pada sarana kesehatan. Perkembangan data terbaru dari

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2010 dilaporkan 6% ibu hamil tidak pernah

melakukan pemeriksaan kehamilan dan 3,2% pergi ke dukun. Cakupan nasional

pemeriksaan ibu hamil tanpa memandang umur kehamilan saat kontak pertama kali

dengan petugas kesehatan adalah 92,7%, sedangkan yang memeriksakan kehamilan

dengan petugas kesehatan pada trimester 1 (K1 TM1) atau K1 ideal adalah 72,3%.

Adapun cakupan pemeriksaan kehamilan dengan pola 1-1-2 (K4) adalah 61,4%

(Balitbangkes, 2011).

Berdasarkan hasil survei profil wanita di Jawa Tengah tahun 2011 ditemukan

(24)

oleh dukun, 81,6% ke pelayanan kesehatan (Puskesmas). Alasan mengapa tidak

memeriksakan diri adalah 68,3% acuh, 28,9% karena faktor geografis/ sosioekonomi,

0,2% suami tidak menyetujui, 2,6% tidak jelas (Manuaba, dkk, 2011).

Dari data Riskesdas 2010 (Balitbangkes, 2011) cakupan K1 dan K4 propinsi

Sumatera Utara masih jauh dibawah angka cakupan nasional yaitu, ibu hamil yang

kontak pertama tanpa memandang usia kehamilan sebesar 88%, K1 ideal 71,7% dan

K4 51,5%, sementara berdasarkan data dari profil kesehatan Kota Medan tahun 2010

cakupan kunjungan ibu hamil K1 sebesar 97,69% dan K4 sebesar 93,99%. Cakupan

K1 dan K4 paling rendah untuk kota Medan adalah Puskesmas Simalingkar yaitu K1

78,98% dan K4 75,97%.

Menurut Hamid (2003), ditemukan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan

kehamilan pada triwulan pertama 79,1%, yang melakukan pemeriksaan pada triwulan

kedua sebanyak 82,7% dan terjadi penurunan yang melakukan pemeriksaan pada

triwulan ketiga menjadi 62,7%. Hasil penelitian Deswani (2003) di Kelurahan

Cipinang Besar Utara Jakarta Timur, ditemukan 22,9% ibu hamil yang terlambat

datang ke pelayanan antenatal (pemeriksan pertama dilakukan setelah kehamilan

triwulan pertama). Ibu hamil yang terlambat ke pelayanan antenatal adalah kelompok

dengan masalah sosio-demografi dan psikososial. Sementara Ginting (2001) dalam

Deswani (2003) masih menemukan 40,2% ibu hamil tidak memanfaatkan pelayanan

antenatal sesuai standar bahkan ada 11,4% tidak pernah memanfaatkan pelayanan

(25)

Rendahnya K1 menunjukkan bahwa jangkauan pelayanan antenatal serta

kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat masih perlu ditingkatkan.

Sedangkan K4, kontak minimal 4 kali selama masa kehamilan untuk mendapatkan

pelayanan antenatal, yang terdiri atas minimal 1 kali kontak pada trimester pertama,

satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Cakupan K4 di

bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun)

menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang belum memadai. Rendahnya K4

menunjukkan rendahnya kesempatan untuk menjaring dan menangani risiko tinggi

obstetri (Depkes, 2005).

Menurut Sofianti (2002) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya

cakupan Antenatal Care (ANC) adalah kondisi sosial ekonomi termasuk tingkat pendidikan serta keterbatasan jangkauan pelayanan ANC disebabkan kondisi

geografis, keterbatasan fasilitas pelayanan serta kuantitas tenaga kesehatan,

sementara menurut Yulifah (2009) penyebab ibu tidak melakukan pemeriksaan

kehamilan adalah karena ibu sakit, tidak ada transportasi, tidak ada yang menjaga

anak yang lain, kurangnya motivasi, dan takut atau tidak mau ke pelayanan

kesehatan. Hasil penelitian Rukmini (2005) terbatasnya akses dan rendahnya mutu

layanan kesehatan yang diperoleh ibu hamil disebabkan juga karena rendahnya status

ekonomi dan juga kemampuan yang rendah dalam pengambilan keputusan di dalam

keluarga.

Pengambilan keputusan berhubungan dengan pemahaman tentang gender.

(26)

adalah pemahaman tentang peran gender. Gender sangat berkaitan dengan faktor

sosial budaya, ekonomi, agama dan psikologis. Selama ini perempuan banyak

dirugikan karena faktor-faktor tersebut di atas atau alasan non klinis, akibatnya

perempuan sulit memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Kendala tersebut antara

lain adalah kemiskinan dan pendidikan (Makarao, 2009).

Akses pelayanan kesehatan pada ibu masih sangat rendah, dilihat dari

rendahnya pelayanan antenatal, cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan

masih jauh di bawah target dan banyak persalinan masih dilakukan di rumah

(Rukmini, 2005).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal, merupakan fungsi dari akses ke

pelayanan kesehatan. Aksesibilitas tersebut dilihat dari sisi pelaksana pelayanan dan

pengguna. Sisi pengguna dipengaruhi; a) faktor pemungkin (enabling), b) faktor pendukung (predisposing) dan c) faktor kebutuhan (need) akan pelayanan. Aksesibilitas dari sisi pelayanan kesehatan dilihat dari fungsi jarak ke pengguna

pelayanan, waktu tempuh, kesesuaian dengan kebutuhan, faktor lingkungan secara

fisik dan politik wilayah. Pengertian tersebut secara garis besar mengelompokkan

faktor aksesibilitas ke dalam; a) aksesibilitas fisik; b) aksesibilitas ekonomi; dan c)

aksesibilitas sosial, baik dari sisi pengguna maupun pelaksana pelayanan (Eryando,

2007).

Perilaku seseorang dapat ditentukan oleh motivasinya. Motivasi dapat

menjelaskan tentang alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi

(27)

berbuat sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan, sehingga dapat disebutkan

dalam hubungannya dengan perilaku pemeliharaan kesehatan motivasi

mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah individu (ibu hamil) agar

mereka mau bekerja keras dalam memberikan semua kemampuannya untuk

mewujudkan tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan selama kehamilan

(Sofianti, 2002).

Motivasi merupakan dorongan (misal: ide, emosi, ataupun kebutuhan fisik)

yang menyebabkan seseseorang mengambil suatu tindakan guna mencapai suatu

tujuan (Notoatmodjo, 2003). Motivasi setiap ibu hamil untuk melakukan perawatan

antenatal berbeda-beda dan dipengaruhi oleh daya-daya yang menggerakkan dalam

dirinya. Hasibuan (2000) dalam Riduwan (2005) mengatakan bahwa motivasi

memiliki 3 sub variabel yaitu motif, harapan dan insentif.

Motivasi ibu hamil untuk melakukan ANC dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :

faktor internal yang meliputi usia, pendidikan, paritas, pekerjaan, pengetahuan, dan

sikap ibu hamil. Sedangkan faktor eksternal meliputi sarana/fasilitas, jarak pelayanan,

perilaku petugas, dan dukungan keluarga. Apabila faktor internal dan eksternal

menunjang maka motivasi meningkat sehingga perawatan antenatal selama

kehamilan rutin dilakukan. Namun apabila pengaruh motivasi menurun atau bersifat

menghambat maka perawatan antenatal (ANC) selama kehamilan tidak rutin

dilakukan.

Berdasarkan data survey pendahuluan diperoleh gambaran bahwa Puskesmas

(28)

jumlah sasaran ibu hamil 1499 orang, yang terbagi dalam tiga wilayah kerja yaitu

kelurahan Mangga, Selayang dan Simalingkar B dengan cakupan K1 sebesar 78,98%

dan K4 75,97%. Keadaan ini merupakan pencapaian paling rendah untuk kota Medan

pada tahun 2010. Jumlah ibu hamil risiko tinggi/ komplikasi yang ditangani hanya 41

orang (16,64%) dari 246 kasus (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2011). Dari hasil

survey awal yang diperoleh ditemukan 5 orang dari 8 ibu hamil melakukan

pemeriksaan kehamilan yang pertama setelah usia kehamilan lebih dari 14 minggu

(setelah trimester pertama) dengan alasan 3 orang tidak mengalami masalah (keadaan

ibu baik-baik saja), 2 orang harus mendapat izin suami.

Standar waktu pelayanan antenatal yang ideal (minimal 4 kali kunjungan

selama kehamilan) dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil,

berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi (Depkes

RI, 2009), sehingga apabila ibu tidak melakukan pemeriksaan antenatal sesuai dengan

standar waktu pelayanan antenatal yang ideal kemungkinan komplikasi yang terjadi

tidak dapat diketahui sedini mungkin.

Cakupan K1 dan K4 masih perlu ditingkatkan seoptimal mungkin sehingga

target pelayanan antenatal care dapat tercapai sesuai Standar Pelayanan Minimal

(SPM), yaitu 95% pada Tahun 2015 (Kepmenkes RI No. 828/ Menkes/ SK/ IX/ 2008,

sehingga penulis tertarik untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku

ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal di Puskesmas Simalingkar

(29)

1.2 Permasalahan

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah” Mengapakah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan

Medan Tuntungan tidak melakukan pemeriksaan kehamilan tepat waktu sesuai

dengan jadwal kunjungan antenatal”.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ibu hamil tidak melakukan

pemeriksaan kehamilan tepat waktu sesuai jadwal kunjungan antenatal di wilayah

kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh akses (aksesibilitas fisik, aksesibilitas sosial) dan motivasi

(motif, harapan, insentif) terhadap perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan

antenatal di wilayah kerja Pukesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Dinas Kesehatan; sebagai bahan masukan dan informasi tentang

pengaruh akses dan motivasi terhadap perilaku ibu hamil dalam melakukan

kunjungan antenatal yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun

kebijakan dalam upaya meningkatkan pelayanan antenatal.

1.5.2 Bagi ibu hamil; dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang akses dan

(30)

1.5.3 Manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam penelitian ini adalah memberi masukan

tentang model teoritis pengaruh akses dan motivasi terhadap perilaku ibu

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Perilaku

Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini

berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

menimbulkan reaksi yaitu rangsangan (Ensiklopedi Amerika). Robert Kwick (1974)

dalam Notoatmodjo 2003 menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan

suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2005) merumuskan bahwa perilaku

merupakan hasil hubungan antara stimulus (perangsang) dan respon. Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme tersebut

merespon, maka teori ini disebut juga teori “S-O-R” atau

Stimulus-Organisme-Respon, dimana respon tersebut dibedakan menjadi 2 respon yaitu, 1) Respondent respons/reflexive adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap, misalnya makanan yang lezat menimbulkan

keinginan untuk makan, 2) Operant respon/instrumental response adalah respon yang

timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

(32)

uraian tugasnya) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru),

maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Perilaku tertutup (covert behavior), perilaku ini terjadi bila respons terhadap stimulus masih belum dapat diamati orang lain secara

jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang ada. Contoh: ibu hamil tahu

pentingnya periksa hamil untuk kesehatan bayi dan dirinya (pengetahuan), kemudian

mencari informasi di mana tempat periksa hamil yang dekat (sikap). 2) Perilaku

terbuka (overt behavior), perilaku ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah

berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati orang lain dari luar. Contoh: ibu

hamil memeriksakan kehamilannya.

2.1.2 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005), membagi perilaku

manusia ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni : 1) kognitif (cognitive),

2) afektif (affective), 3) psikomotorik (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), tindakan (practice).

1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

(33)

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2005)

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang paling rendah. Oleh sebab itu tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain,

menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan sebagainya. Contoh :

dapat menyebutkan manfaat dari pemeriksaan kehamilan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut

harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh : menyimpulkan,

meramalkan dan sebagaimana terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

(34)

diartikan atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk yang baru. Dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dan formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Arikunto (2005) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

(35)

jika hasil presentase 76- 100%, pengetahuan cukup jika hasil persentase 56-75%

dan pengetahuan kurang jika hasil persentase <56%.

3 Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2005).

Azwar (2009) mengatakan bahwa sikap juga merupakan evaluasi atau

reaksi perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak

memihak (unfavorable) pada objek tertentu, sementara Sekord dan Backman

dalam Azwar (2009) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal

perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)

seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap yang ditujukan

seseorang merupakan bentuk respon batin dari stimulus yang berupa materi atau

obyek di luar subyek yang menimbulkan pengetahuan berupa subyek yang

selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap

yang diketahuinya itu (Notoatmodjo, 2005).

Azwar (2009) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen

pokok yang saling menunjang yaitu 1. Komponen kognitif, merupakan

representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen ini berisi

(36)

disamakan. 2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut asfek

emosional. 3. Komponen konatif merupakan asfek kecenderungan berperilaku

tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang dan berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara

tertentu. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam Penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

3. Tindakan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas atau sarana dan prasarana. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan

faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2005).

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau tindakan responden.

2.1.3 Determinan Perilaku

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku

dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Green (1980) dalam Notoatmodjo,

2003 mengatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu, a. Faktor

(37)

masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. b. Faktor pemungkin (enabling factor) faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti, Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu,

Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta. Fasilitas ini pada

hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.

c. Faktor penguat (reinforcing factor) faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan, termasuk juga

disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah

yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang

bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja,

melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh

agama dan para petugas terlebih lagi petugas kesehatan. Di samping itu,

undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang

atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan

perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya

perilaku. Seorang ibu hamil yang tidak mau memeriksakan kehamilannya di

Puskesmas disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat

(38)

factors). Tetapi barangkali juga karena rumahnya jauh dari Puskesmas tempat memeriksakan kehamilannya atau peralatan yang tidak lengkap (enabling factors). Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain

disekitarnya tidak pernah memberikan contoh ataupun penyuluhan tentang

pentingnya pemeriksaan kehamilan (reinforcing factors).

Teori Karr dalam Notoatmodjo (2005) mengidentifikasi adanya 5 (lima)

determinan perilaku, yaitu 1) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan obyek atau stimulus di luar dirinya’, 2) Adanya dukungan dari

masyarakat sekitarnya (social support), perilaku seseorang cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau

tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak

“nyaman”, 3) Terjangkaunya informasi (accessibility of information) adalah tersedianya informasi dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang, 4) Adanya

otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk mengambil keputusan. Di Indonesia terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama lagi di

pedesaan. Seorang istri, dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung

kepada suami. Contoh, untuk periksa hamil seorang istri harus mendapat persetujuan

dari suami, 5) adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation).

Untuk bertindak apa pun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat.

(39)

mengukur perilaku dan perubahannya khususnya perilaku kesehatan juga mengacu

kepada 3 domain tersebut.

Menurut Notoatmodjo (2003) Secara rinci perilaku kesehatan dijelaskan

sesuai dengan domain perilaku yaitu, a. Pengetahuan kesehatan (health knowledge). Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang

terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memelihara

kesehatan meliputi: Pengetahuan tentang risiko yang bisa saja terjadi dalam

kehamilan, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi

kesehatan kehamilan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

profesional maupun tradisional, pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik

kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.

Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan kesehatan seperti tersebut diatas adalah

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau

melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan

adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase

kelompok responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau

komponen-komponen kesehatan. b. Sikap terhadap kesehatan. Sikap terhadap kesehatan adalah

pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan

kesehatan, yang mencakup sekurang-kurangnya 4 variabel yaitu : 1) Sikap terhadap

risiko yang bisa saja terjadi selama kehamilan, 2) Sikap tentang faktor-faktor yang

terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan, 3) Sikap tentang fasilitas pelayanan

(40)

kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan

tempat-tempat umum. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. c. Praktik

kesehatan (health practice). Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan. Tindakan

atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4 faktor yaitu : 1) Tindakan atau praktik

sehubungan dengan risiko yang bisa saja terjadi selama kehamilan, 2) Tindakan atau

praktik sehubungan faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan, 3)

Tindakan atau praktik sehubungan fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional

maupun tradisional, 4) Tindakan atau praktik sehubungan untuk menghindari

kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga maupun kecelakaan lalu lintas dan

tempat-tempat umum.

2.1.4 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan

Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) mengembangkan model sistem

kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model) yang didasarkan teori lapangan (field theory) dari Lewin (1994). Dalam model Anderson ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu :

1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristic). Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai

kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan maupun memakai alat

(41)

3 kelompok yaitu: 1. Ciri-ciri demografi meliputi umur, jenis kelamin, status

perkawinan, jumlah anggota keluarga. 2. Struktur sosial meliputi jenis pekerjaan,

status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. 3. Kepercayaan kesehatan

meliputi keyakinan, sikap, pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan, dokter

dan penyakitnya.

2. Karakteristik pendukung (enabling characteristic). Karakteristik ini terdiri dari Sumber daya keluarga yaitu penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa

pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. Sumber daya masyarakat

yaitu jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio

penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana.

3. Karakteristik kebutuhan (need characteristik). Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat

predisposisi dan pendukung itu ada.

2.2 Pemeriksaan Kehamilan 2.2.1 Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang sedang

tumbuh di dalam tubuhnya (yang pada umumnya di dalam rahim). Kehamilan pada

manusia berkisar 40 minggu atau 9 bulan, dihitung dari awal periode menstruasi

terakhir sampai melahirkan (Prawirohardjo, 2002).

Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus,

(42)

janin. Resiko kehamilan ini bersifat dinamis, karena ibu hamil yang pada mulanya

normal, secara tiba-tiba dapat menjadi berisiko tinggi. Faktor resiko pada ibu hamil

seperti umur terlalu muda atau tua, banyak anak, dan beberapa faktor biologis lainnya

adalah keadaan yang secara tidak langsung menambah resiko kesakitan dan kematian

pada ibu hamil. Resiko tinggi adalah keadaan yang berbahaya dan mungkin terjadi

penyebab langsung kematian ibu, misalnya pendarahan melalui jalan lahir, eklamsia,

dan infeksi. Beberapa faktor resiko yang sekaligus terdapat pada seorang ibu dapat

menjadikan kehamilan berisiko tinggi.

2.2.2 Pengertian Pemeriksaan Kehamilan

Menurut Prawiroharjo (2002) Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan

terhadap ibu hamil dengan mempersiapkan sebaik-baiknya fisik dan mental ibu dalam

kehamilan, persalinan dan post partum sehingga selalu dalam keadaan sehat dan

normal.

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk

ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal yang

ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai

standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan) (Depkes,

2009).

Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan

normal selama kehamilan. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau

komplikasi setiap saat. WHO memperkirakan sekitar 15% dari seluruh wanita hamil

(43)

mengancam jiwanya. Asuhan antenatal yang baik sangat penting untuk hasil

kehamilan yang baik karena sebagian besar dari kematian ibu bisa dihindarkan

melalui asuhan antenatal, intranatal dan postnatal yang bermutu tinggi. Asuhan

antenatal dikatakan bermutu apabila asuhan yang diberikan memenuhi standar

minimal asuhan kehamilan yang dikenal dengan istilah 7 T, yaitu timbang berat

badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, imunisasi TT (Tetanus Toxoid),

pemberian tablet besi (minimum 90 tablet selama kehamilan), tes terhadap PMS

(Penyakit Menular Seksual), temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (Hani dkk,

2011).

Kriteria kehamilan normal yaitu ibu sehat, tidak ada riwayat obstetri buruk,

ukuran uterus sama/sesuai usia kehamilan, pemeriksaan fisik dan laboratorium

normal. Sedangkan kehamilan dengan masalah kesehatan seperti hipertensi, anemia

berat, preeklampsi, pertumbuhan janin terhambat, infeksi saluran kemih, penyakit

kelamin, dan kondisi lain yang dapat memburuk selama kehamilan. Oleh karena itu

pelayanan/asuhan pemeriksaan kehamilan merupakan cara penting untuk memonitor

dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi sedini mungkin bila ada

kelainan pada ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau

dokter sedini mungkin semenjak ibu merasa dirinya hamil untuk mendapatkan

(44)

2.2.3 Tujuan Pemeriksaan Kehamilan

Menurut Saifuddin (2005) pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk memantau

kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin,

meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial bayi,

mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi

selama kehamilan, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan

pembedahan, mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,

ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar

masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif, mempersiapkan peran ibu

dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh dan berkembang

secara normal. Sedangkan tujuan utama pelayanan pemeriksaan kehamilan di

indonesia adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.

2.2.4 Pelaksana Pemeriksaan Kehamilan

Sebagai pelaksana dalam pelayanan pemeriksaan kehamilan terdiri atas:

(Depkes RI, 2005).

a. Tenaga medis meliputi dokter umum dan dokter spesialis kebidanan

b. Tenaga perawatan meliputi : Bidan, Perawat, Perawat mahir bidan

2.2.5 Lokasi Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan

Tempat pemberian pelayanan pemeriksaan kehamilan dapat bersifat statis dan

aktif meliputi (Depkes RI, 2005):

a. Puskesmas

(45)

c. Pondok bersalin desa

d. Posyandu

e. Rumah penduduk ( pada kunjungan rumah kegiatan puskesmas )

f. Rumah sakit pemerintah atau swasta

g. Rumah sakit bersalin

h. Tempat praktik swasta (bidan, dokter)

2.2.6 Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan

yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan.

Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang datang ke

fasilitas pelayanan, tetapi dapat juga sebaliknya yaitu ibu hamil yang dikunjungi

petugas kesehatan dirumahnya atau di posyandu. Ibu hamil tersebut harus sering

dikunjungi jika terdapat masalah, dan ia hendaknya disarankan untuk menemui

petugas kesehatan bilamana ia merasakan tanda-tanda bahaya atau jika ia khawatir

(Saifuddin, 2005).

K1 (akses pelayanan antenatal) adalah persentase ibu yang melakukan

pemeriksaan kehamilan yang pertama kali ke petugas kesehatan sesuai standar pada

trimester pertama atau sebelum usia kehamilan 14 minggu. K4 adalah persentase ibu

yang melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar paling sedikit empat kali

selama hamil dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester 2

(46)

Setiap ibu hamil menghadapi risiko komplikasi yang bisa mengancam

jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali

kunjungan selama periode antenatal dengan ketentuan sebagai berikut: Satu kali

kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu), satu kali kunjungan

selama trimester kedua (antara minggu 14-28) dan dua kali kunjungan selama

trimester ketiga (antara minggu 28-36 minggu dan sesudah minggu ke 36) (Depkes

RI, 2009).

2.2.7 Standar Minimal Asuhan Kehamilan

Asuhan antenatal yang baik sangat penting untuk hasil kehamilan yang baik

karena sebagian besar dari kematian ibu bisa dihindarkan melalui asuhan antenatal,

intranatal dan postnatal yang bermutu tinggi. Setiap wanita hamil menghadapi resiko

komplikasi yang bisa mengancam jiwanya.

Menurut Hani, dkk (2011) Standar asuhan kehamilan atau yang dikenal

dengan istilah 7 T adalah sebagai berikut:

1. Timbang Berat Badan

Secara perlahan berat badan ibu hamil akan mengalami kenaikan antara 9-13 kg

selama kehamilan atau sama dengan 0,5 kg per minggu atau 2 kg dalam satu

bulan. Penambahan berat badan (BB) paling banyak terjadi pada trimester II

kehamilan. Suatu pertanda bahaya bila: tubuh ibu sangat kurus atau tidak

bertambah (paling sedikit 9 kg) selama kehamilan, tubuh ibu sangat gemuk atau

bertambah lebih dari 19 kg selama kehamilan, berat badan ibu naik secara

(47)

Penambahan BB ibu selama kehamilan sebagian besar terdiri atas penambahan

BB bayi, plasenta, serta air ketuban dan sebagian lagi berasal dari penambahan

BB ibu sendiri.

2. Ukur Tekanan Darah

Tekanan darah normal antara 90/60 hingga 140/90 mmHg dan tidak banyak

meningkat selama kehamilan. Tekanan darah adalah ukuran kencangnya darah

menekan bagian dalam pembuluh darah (vena dan arteri). Tekanan darah tinggi

dapat menyebabkan banyak masalah dalam kehamilan aliran darah dari plasenta

ke bayi juga mengalami gangguan sehingga penyaluran oksigen serta makanan

terhambat, yang menyebabkan gangguan pertumbuhan (IUFD) dan sebagainya.

3. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Uterus semakin lama semakin membesar seiring dengan penambahan usia

kehamilan,pemeriksaan tinggi fundus uteri dilakukan dengan membandingkan

HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) dan diukur dengan menggunakan palpasi

(metode jari) atau meteran terhadap TFU. Uterus bertumbuh kira-kira 2 jari per

bulan. Suatu temuan dinyatakan sebagai pertanda bahaya bila: bagian atas uterus

tidak sesuai dengan batas tanggal kehamilan dari HPHT, pembesaran uterus lebih

atau kurang dari 2 jari per bulan.

4. Imunisasi TT (Tetanus Toxoid)

Imunisasi TT perlu diberikan pada ibu hamil juga memberikan kekebalan pada

janin terhadap infeksi tetanus (tetanus neonatorum) pada saat persalinan, maupun

(48)

lima kali berarti akan mendapatkan kekebalan seumur hidup (long life) dengan periode waktu tertentu terhadap penyakit tetanus. Menurut WHO, jika seorang

ibu belum pernah mendapatkan imunisasi TT selama hidupnya, maka ibu tersebut

minimal mendapatkan paling sedikit 2 kali injeksi selama kehamilan (pertama

saat kunjungan antenatal pertama dan kedua, empat minggu setelah kunjungan

pertama). Dosis terakhir sebaiknya diberikan sebelum dua minggu persalinan

untuk mendapatkan efektivitas dari obat.

5. Pemberian Tablet Besi

Selama kehamilan seorang ibu hamil minimal harus mendapatkan 90 tablet

tambah darah (Fe), karena sulit untuk mendapatkan zat besi dengan jumlah yang

cukup dari makanan. Untuk mencegah anemia seorang wanita sebaiknya

mengkonsumsi sedikitnya 60 mg zat besi (mengandung FeSO4 320 mg) dan 1 mg

asam folat setiap hari. Akan tetapi, jika ibu tersebut sudah menderita anemia,

maka sebaiknya mengkonsumsi 2 tablet besi dan 1 asam folat per hari. Ingatkan

bahwa zat besi menyebabkan mual, konstipasi, serta perubahan warna pada feses.

Maka saran yang dianjurkan adalah minum tablet besi pada malam hari untuk

menghindari perasaan mual. Tablet besi sebaiknya diberikan saat diketahui ibu

tersebut hamil sampai 1 bulan sesudah persalinan. Zat besi penting untuk

mengompensasi peningkatan volume darah yang terjadi selama kehamilan dan

(49)

6. Tes Terhadap PMS (Penyakit Menular Seksual)

PMS yang terjadi selama kehamilan berlangsung akan menyebabkan kelainan

atau cacat bawaan pada janin dengan segala akibatnya, oleh karena itu tes

terhadap PMS perlu dilakukan agar dapat didiagnosis secara dini dan

mendapatkan pengobatan secara tepat.

7. Temu Wicara dalam Rangka Persiapan Rujukan

Temu wicara mengenai persiapan tentang segala sesuatu yang kemungkinan

terjadi selama kehamilan penting dilakukan. Hal ini penting karena bila terjadi

komplikasi dalam kehamilan, ibu dapat segera mendapat pertolongan secara

tepat, karena kematian ibu sering terjadi karena 3T, yaitu: Terlambat mengenali

bahaya, terlambat mengenali dirujuk, terlambat mendapat pertolongan yang

memadai.

2.3 Akses dalam Pelayanan Kesehatan

Aksesibilitas sebenarnya banyak memiliki aneka macam ragam istilah Frenk

(1992) dalam Ilham (2004), berpendapat bahwa aksesibilitas adalah sinonim dengan

availibilitas (ketersediaan). Sehingga antara akses (aksesibilitas) dan ketersediaan

(availibilitas) sebenarnya tidak dapat dibedakan. Misalnya antara akses terhadap

kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan dengan tersedianya beberapa

(50)

Menurut Achmady (1994) dalam Ilham (2004) Aksesibilitas artinya adalah

pada prinsipnya setiap orang tanpa harus melihat asal usulnya mempunyai

kesempatan dan akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan.

Menurut Mayer (1996) dalam Murniati (2007), mengemukakan bahwa dalam

pelayanan kesehatan yang baik terdapat 4 (empat) elemen pokok diantaranya adalah

aksesibilitas Pelayanan, dimana pelayanan harus dapat digunakan oleh

individu-individu pada tempat dan waktu yang ia butuhkan. Pengguna pelayanan harus

mempunyai akses terhadap berbagai jenis pelayanan, peralatan, obat-obatan dan

lain-lain sesuai dengan kebutuhan pasien.

Eryando (2007) mengatakan bahwa aksesibilitas dapat dilihat dari sisi

pelaksana pelayanan dan pengguna. Sisi pengguna dipengaruhi; a) faktor pemungkin

(enabling), yaitu usia, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, besar keluarga, keberadaan pelayanan; b) faktor pendukung (predisposing), yaitu; sikap dan pengetahuan, kemampuan untuk mencapai (membayar); dan c) faktor

kebutuhan (need) akan pelayanan. Aksesibilitas dari sisi pelayanan kesehatan dilihat dari fungsi jarak ke pengguna pelayanan, waktu tempuh, kesesuaian dengan

kebutuhan, faktor lingkungan secara fisik dan politik wilayah.

Pengertian tersebut secara garis besar mengelompokkan faktor aksesibilitas ke

dalam; a) aksesibilitas fisik; b) aksesibilitas ekonomi; dan c) aksesibilitas sosial, baik

dari sisi pengguna maupun pelaksana pelayanan.

(51)

waktu tempuh, jarak tempuh, jenis transportasi, dan kondisi di pelayanan

kesehatan, seperti jenis pelayanan, tenaga kesehatan yang tersedia dan jam buka.

b). Aksesibilitas ekonomi. Akses ekonomi dapat dilihat dari sisi pelayanan serta sisi

pengguna. Aksesibilitas ekonomi sisi pengguna dilihat dari kemampuan finansial

responden untuk mengakses pelayanan kesehatan, yang terkait dengan demand

ke pelayanan kesehatan.

c). Aksesibilitas sosial. Aksesibilitas sosial adalah kondisi non-fisik dan finansial

yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk ke pelayanan kesehatan.

Aksesibilitas sosial dikelompokkan kedalam kelompok pemungkin (enabling), yaitu; jenis pekerjaan, dan pendidikan, serta faktor pendukung (predisposisi)

yang terkait dengan sikap dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan. Selain itu, pemberdayaan perempuan dan keluarga, yang salah satu

manifestasinya adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan untuk

mendapatkan pelayanan maternal yang adekuat.

Akses pelayanan kesehatan pada ibu masih sangat rendah, dilihat dari

rendahnya pemeriksaan antenatal, penolong pertama persalinan masih didominasi

oleh dukun dan banyak persalinan masih dilakukan di rumah (Rukmini, 2005).

2.4 Motivasi

Menurut Quinn (1995) dalam Notoatmodjo (2005) Motivasi berasal dari

(52)

mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan

tujuan. Didalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sekelompok fenomena

yang mempengaruhi sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia.

John Elder (1998) masih dalam Notoatmodjo (2005), mendefenisikan

motivasi sebagai: interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat

meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku. Defenisi ini lebih

menekankan pada hal-hal yang dapat diobservasi dari proses motivasi.

2.4.2 Teori Motivasi

Ada dua aliran teori motivasi, yaitu motivasi yang dikaji dengan mempelajari

kebutuhan-kebutuhan atau contens theory dan ada yang mengkaji dengan

mempelajari prosesnya atau disebut sebagai process theory (Wood et all, 1998 dalam Notoatmodjo, 2005). Teori-teori pada Content theory mengajukan cara untuk menganalisis kebutuhan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku tertentu,

sedangkan process theory berusaha memahami proses berfikir yang ada yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu.

Salah satu teori motivasi yang terkenal adalah teori kebutuhan hierarki dari

Maslow. Maslow membagi dua kategori besar, yaitu kebutuhan tingkat dasar dan

tingkat tinggi. Secara lebih rinci Maslow membagi kebutuhan tersebut menjadi lima

tingkatan, yaitu ; 1). Kebutuhan fisiologis seperti misalnya kebutuhan untuk makan

dan minum, tidur dan seks, 2). Kebutuhan akan rasa aman, dalam hal ini setiap

manusia selalu ingin mendapatkan lingkungan hidup yang aman, kedua kebutuhan ini

(53)

kebutuhan ini mencerminkan bahwa manusia adalah mahluk sosial, dimana dalam hal

ini setiap manusia selalu ingin hidup berkelompok agar dapat mencintai dan dicintai,

4). Kebutuhan untuk dihargai, yaitu kebutuhan untuk diakui oleh lingkungannya, 5).

Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling tinggi

dan merupakan kebutuhan yang paling sulit untuk dipenuhi (Notoatmodjo, 2005).

2.4.3 Pengukuran Motivasi

Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur.

Menurut Notoatmodjo (2005) motivasi dapat diukur melalui berbagai cara yaitu

dengan 1). Tes proyektif. Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa yang

ada dalam diri kita. Dengan demikian untuk memahami apa yang dipikirkan

orang,maka kita beri stimulus yang harus diinpretasikan. Salah satu tehnik proyektif

yang banyak dikenal adalah Thematic Apperception Test (TAT). Dalam tes tersebut klien diberikan gambar dan klien diminta untuk membuat cerita dari gambar tersebut.

Dalam teori Mc Leland dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu

kebutuhan untuk berprestasi(n-ach),kebutuhan untuk power (n-power), kebutuhan untuk berafiliasi (n-aff). Dari isi cerita tersebut kita dapat menelaah motivasi yang mendasari diri klien berdasarkan konsep kebutuhan di atas. 2). Kuesioner. Salah satu

cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner adalah dengan meminta klien untuk

mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing

motivasi klien. 3). Observasi perilaku. Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan membuat situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.2.  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Proporsi Jumlah Sampel yang Mewakili Setiap Kelurahan di  Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

PA/KPA Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi Lainnya (K/L/D/I), Kecamatan Peranap Alamat, Kecamatan Peranap mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa

Beberapa karakter penting yang digunakan dalam memilih jenis bakteri probiotik yang akan diaplikasikan dilapangan diantaranya adalah: (1) tidak bersifat patogen

The user mobility problem in Ubiquitous Computing has significant challenges in developing Active Office, for example, developing infrastructure with a variety

13.4 In case of Application Document is submitted by mail/courier, the sealed envelope is inserted into the outer envelope bearing the name of the procurement package and

The objective of this study is to investigate anthropometric factors and physical fitness as determinants of futsal dribbling and passing skills of students aged 12-15 years..

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan analisis dua jalur (Anova). Data dan informasi di lapangan memakai hasil tes. Sampel diambil pada kelas VII SMPI

l Programmes need to be shaped by a good understanding of the operations of market systems and how they affect poor people l Programmes should go through a diagnostic process

Bahwa sebagaimana pelaksanaan ketentuan Pasal 6 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun