• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3 Motivasi Kerja

Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip dalam Sule dan Saefullah (2010), motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to

behave in certain ways. Motivasi dimulai ketika seseorang menyadari bahwa dirinya memiliki kebutuhan atau kesenjangan atas kebutuhan tertentu, katakanlah pendapatan yang minim. Akibat dari pendapatan yang minim tersebut, orang tersebut melakukan tindakan pencarian jalan keluar untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, maka seseorang tersebut berpikir untuk mendapatkan pekerjaan alternatif lainnya, ataupun berkerja lebih giat lagi sebagai upaya mendapatkan penghasilan yang lebih memadai.

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam Siswanto (2008:119) mendefenisikan motivasi sebagai all those inner striving conditions variously described as wishes, desires, needs, drives, and the like. Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Secara singkat di satu pihak pasif, motivasi tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi, baik karyawan maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi karyawan agar secara produktif berhasil mencapai tujuan.

Maslow dalam Robbins dan Coulter (2010) seseorang akan termotivasi apabila ada kebutuhan yang belum mampu ia capai. Begitu tingkat ini dipuaskan, individu tersebut tidak akan lagi memotivasi perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan dapat beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih rendah

yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku. Maslow juga menekankan bahwa makin tinggi tingkat kebutuhan, makin tidak penting individu tersebut untuk mempertahankan hidup (survival) dan makin lama pemenuhannya dapat ditunda. Selanjutnya, Maslow mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan seseorang akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik lainnya.

b. Kebutuhan Keamanan (safety needs) yaitu kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlingdungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.

c. Kebutuhan Sosial (social needs) yaitu kebutuhan seseorang akan kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan.

d. Kebutuhan Penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan seseorang akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dam prestasi, seta penghargaan eksternal, seperti status, pengakuan, dan perhatian.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self-actualization needs) yaitu kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri.

Robbins dan Coulter (2010) juga berpendapat bahwa motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan. Defenisi ini memiliki tiga (3) elemen kunci yaitu

energi, arah, dan ketekunan. Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Usaha tingkat tinggi perlu diarahkan pada cara yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya. Karyawan harus terus di dorong dalam memberikan usaha yang mencapai tujuan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa meningkatkan motivasi kerja karyawan menjadi perhatian penting organisasi dan para penyelia agar terus mencari jalan keluar. Berikut ada 10 hal yang harus di perhatikan para penyelia dan organisasi terkait dengan pemberian motivasi kepada karyawan:

a) Mengakui perbedaan individu

Hampir setiap teori kontemporer mengakui bahwa karyawan tidak identik. Mereka berbeda dalam kebutuhan, sikap, kepribadiaan, dan variabel individu penting lainnya.

b) Mencocokkan orang dengan pekerjaan

Penelitian menunjukkan bahwa motivasi mendapat pengaruh dari pekerjaan yang dilakukan seseorang. Perlu diingat bahwa tidak semua orang termotivasi oleh pekerjaan dengan otonomi, variasi, dan tanggung jawab yang tinggi. c) Gunakan tujuan

Para manajer harus memastikan para karyawan memiliki tujuan yang spesifik, serta umpan balik mengenai seberapa baik usaha yang mereka lakukan dalam mencapai tujuan tersebut.

d) Pastikan bahwa tujuan itu diyakini dapat dicapai

Para manajer atau penyelia harus memastikan bahwa para karyawan merasa yakin jika usaha yang meningkat dapat menghasilkan pencapaian tujuan kinerja.

e) Imbalan berdasarkan individu

Para manajer atau penyelia harus mengetahui kondisi karyawan guna membedakan imbalan yang akan dikendalikan, seperti gaji, promosi, bonus, tunjangan, pengakuan, otonomi, dan partisipasi.

f) Kaitkan imbalan dengan kinerja/prestasi kerja

Para manajer atau penyelia harus mencari cara untuk meningkatkan visibilitas imbalan, membuat mereka berpotensi untuk lebih termotivasi.

g) Memeriksa sistem untuk keadilan

Perlu ingat bahwa keadilan seseorang merupakan ketidakadilan seorang lainnya, sehingga sistem imbalan yang ideal sebaiknya mempertimbangkan input secara berbeda untuk mendapatkan imbalan yang tepat untuk setiap pekerjaan.

h) Gunakan pengakuan

Akui kekuatan pengakuan. Itu merupakan imbalan karena sebagian besar karyawan menganggapnya berharga.

i) Tujuan perhatian dan kepedulian terhadap karyawan organisasi

Organisasi terbaik menciptakan lingkungan kerja yang penuh kepedulian. Ketika para manajer peduli terhadap karyawannya, hasil kinerja biasanya membaik.

j) Jangan abaikan uang (materi).

Peningkatan alokasi gaji berbasis kinerja, bonus bagian pekerjaan, dan insentif lain penting dalam menentukan motivasi karyawan.

Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mendesain motivasi dari bentuk tradisional ke bentuk yang lebih modern. Perbedaan yang terdapat antara satu perusahaan dengan perusahaan lain biasanya terletak pada selera, budaya organisasi, tekanan, dan sebagainya. Siswanto (2008) memaparkan ada empat (4) bentuk pemotivasian karyawan yaitu:

1. Kompensasi Bentuk Uang

Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para karyawan memiliki dua pengaruh perilaku. Keanggotaan adalah pengaruh yang paling luas, yaitu memengaruhi karyawan pada semua tingkat pendapatan. Pengaruh kedua adalah negatif, dari sudut pandang perusahaan, dan cenderung terbatas hanya pada karyawan yang pendapatannya tidak lebih dari tingkat standar kehidupan yang layak dan cenderung menganggap kompensasi bentuk uang sebagai tidak seimbang.

2. Pengarahan dan Pengendalian

Pengarahan dimaksudkan menentukan bagi karyawan mengenai apa yang harus mereka kerjakan dan apa yang tidak harus mereka kerjakan. Sedangkan pengendalian dimaksudkan menentukan bahwa karyawan harus mengerjakan hal-hal yang diinstruksikan. Fungsi pengarahan mencakup berbagai proses operasi standar, pedoman, dan buku panduan bahkan manajemen berdasarkan sasaran. Fungsi pengendali mencakup penilaian kinerja, pemeriksaan mutu,

dan pengukuran hasil kerja. Pengarahan dan pengendalian jelas perlu untuk mendapatkan kinerja yang terpercaya dan terkoordinasi. Dengan demikian, tujuan motivasi kerja para karyawan dapat terwujud.

3. Penetapan Pola Kerja yang Efektif

Pada umumnya, reakasi terhadap kebosanan kerja menimbulkan hambatan yang berarti bagi keluaran produktivitas kerja, karena manajemen menyadari bahwa masalahnya bersumber pada cara pengaturan pekerjaan, mereka menanggapinya dengan berbagai teknik yang efektif dan kurang efektif. Pola kerja yang kurang sesuai dengan tindakan dan komposisi diakui sebagai masalah yang berat. Hal ini bisa menjadi lebih negatif karena karyawan makin lama lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi daripada dasawarsa sebelumnya.

4. Kebajikan

Kebajikan dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan yang di ambil dengan sengaja oleh manajemen untuk memengaruhi sikap atau perasaan para karyawan. Dengan kata lain, kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan bahagia. Pada perusahaan yang besar, kebajikan mengambil bentuk yang sesuai dengan kelayakan dan kesopanan yang dihadapkan dari manajemen sumber daya manusia (SDM) dalam hubungan mereka dengan karyawan. Sementara itu kegiatan yang lebih formal seperti seremonial dan berwisata cenderung berkurang.

Menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip Sule dan Saefullah (2010), motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan

perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to behave in certain ways. Motivasi seseorang dimulai ketika seseorang tersebut menyadari bahwa dirinya memiliki kebutuhan atau kesenjangan atas kebutuhan tertentu, katakanlah pendapatan yang minim. Oleh karena itu, orang tersebut berusaha mencari pekerjaan lain ataupun bekerja lebih keras lagi sebagai bentuk perilaku memenuhi kebutuhan akan pendapatan yang memadai.

Beberapa pendekatan mengenai motivasi yang dikemukan Stoner, Freeman, dan Gilbert, sebagaimana dikutip Sule dan Saefullah (2010), paling tidak ada 3 pendekatan yang telah dikenal dalam dunia manajemen yaitu:

a. Pendekatan Tradisional

Pendekatan ini memandang bahwa pada dasarnya manajer memiliki kinerja yang lebih baik dari pekerja, dan para pekerja hanya akan menunjukkan kinerja yang baik sekiranya diiming-imingi dengan kompensasi berupa uang.

b. Pendekatan Relasi Manusia

Pendekatan ini menjelaskan bahwa kontak sosial atau relasi antarmanusia justru akan membantu dan memelihara motivasi para pekerja. Pada intinya, manajer semestinya berkewajiban untuk membantu para pekerja untuk melakukan interaksi sosial di lingkungan pekerjaannya dan membuat mereka merasa diperlukan dan penting bagi perusahaan, sehingga mereka menunjukkan kinerja yang terbaik bagi perusahaan.

c. Pendekatan Sumber Daya Manusia

Menurut pendekatan ini, manajer perlu menyadari bahwa pada dasarnya manusia dapat dikategorikan dalam 2 (dua) karakter yaitu tipe X dan tipe Y. Sumber daya tipe X memiliki kecenderungan sebagai orang yang malas untuk bekerja dan hanya akan bekerja jika dipaksa untuk bekerja. Para manajer harus memaksa dan menyuruh para pekerja tipe X ini agar mau bekerja. Paksaan ini dapat berupa aturan yang ketat, pemberian insentif, dan sebagainya. Sumber daya tipe Y memiliki kecenderungan yang bertolak belakang dengan pekerja tipe X. Pekerja tipe Y cenderung menyukai pekerjaan dan bersifat aktif dalam setiap pekerjaan. Para pekerja tipe Y ini akan sangat berinisiatif, kreatif, dan sangat menyukai berbagai tantangan dalam pekerjaan. Para manajer perlu menciptakan suasana atau iklim kerja yang baik agar setiap pekerja dapat bekembang.

Dengan adanya teori-teori pendukung di atas, maka penulis menarik suatu hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

H2 : Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Rumah Sakit Bhayangkara Tk.II Medan.

Dokumen terkait