• Tidak ada hasil yang ditemukan

Munculnya Dekonstruktivisme

Dalam dokumen 2. LANDASAN TEORI Asal Mula Tipografi (Halaman 45-49)

Sejak adanya kritik sastra dekonstruktivisme di pertengahan tahun 1980, kata ‘dekonstruksi’ langsung melekat pada label arsitektur, desain grafis, produk-produk, dan pakaian. Menurut Ellen Lupton dan J. Abbott Miller (1994), kata dekonstruksi bergantung pada history (sejarah) dan theory (teori). Dekonstruktivisme seolah-olah tertanam pada visual terbaru dan budaya akademis, namun dekonstruksi menjelaskan tentang strategi pembentukan bentuk kritis yang dimunculkan melintasi jarak dari artifacts dan practices (praktis), histori dan kontemporer. Maksudnya adalah dekonstruksi merupakan suatu terobosan teori filsafat dan prakteknya, setelah itu dekonstruksi menjadi salah satu perkembangan yang signifikan pada bidang kritik filsafat abad 20 ini (J. Douglas

Kenale, 1997).

Menurut Derrida dalam Of Grammatology (1977), dekonstruksi menolak projek dari kritik modern; untuk membuka pengertian dari pekerjaan sastra/literatur dengan belajar cara untuk membentuk dan mengkomunikasikan pesan humanistik yang penting. Dekonstruksi seolah-olah seperti strategi kritik yang berdasar pada Marxisme, feminisme, semiotika, dan antropologi yang berfokus tidak pada tema dan gambar atau obyek tetapi lebih ke arah lingustik dan sistem institusional dari kerangka/bingkai dalam memproduksi teks.

Dekonstruksi mengambil porsi dalam oposisi dengan nenunjukkan bagaimana untuk mengembangkan konsep kosong tinggal di dalamnya dan bermakna positif. Yang di luar (the outside) mendiami yang di dalam (the inside).

Contohnya yaitu oposisi antara alam dan kebudayaan. Ide dari ‘alam’ bergantung pada ide dari ‘kebudayaan’ dan segera ‘kebudayaan’ menjadi bagian dari ‘alam’; dan faktanya manusia telah memproduksi sebuah konsep ‘alam’ dalam oposisi ‘kebudayaan’.

Tatanan teratur yang telah diusahakan oleh modernisme ingin dikembalikan ke dalam bentuk-bentuk jamak. Dekonstruksi ingin memilah-milah tananan tersebut, apabila ada sesuatu yang tertutup (closer) maka harus ada yang terbuka (discloser).

Label dekonstruksi dikukuhkan dalam “International Symposium on

Deconstruction” oleh Academy Group di Tate Gallery, London pada tanggal 18

April 1988. Dari hasil simposium ini disepakati bahwa ‘dekonstruksi’ bukanlah sebuah gerakan yang tunggal. Dekonstruksi lebih merupakan sikap, suatu metode krisis yang majemuk, dan tidak memiliki ideologi atau tujuan formal, kecuali semangat untuk membongkar kemapanan dan kebakuan.

Derrida memaparkan bahwa dekonstruksi adalah metode membaca teks dengan

teliti, sehingga premis-premis yang melandasinya dapat digunakan untuk meruntuhkan argumentasi yang disusun atas premis tersebut. Derrida mengkaitkan metode dekonstruksi dengan kritik terhadap metaphysics of

presence. Kritik itu kemudian menjadi asumsi dasar bagai filosof tradisional. Derrida menolak gagasan bahwa ada yang disebut present dalam pengertian

suatu ‘saat’ yang terdefinisikan sebagai sekarang/now. (Freddy H.Istanto, 2003: 54)

.

Dalam Jurnal Nirmana Vol. 5 No.1 tahun 2003 artikel Freddy H. Istanto dipaparkan mengenai prinsip-prinsip Derrida dalam dekonstruksi menurut

Jonathan Culler (dalam Benedikt, 1991) sebagai berikut:

a) Différance

Différance berarti suatu ‘kata dalam kata’ dalam bahasa Prancis,

yang dibentuk sendiri oleh Derrida. Dalam bahasa Inggris, difference berarti perbedaan. Kata differer ini mempunyai dua arti, yang pertama sebagai kata kerja intransitif, dan yang kedua sebagai kata kerja transitif yang artinya menunda, menangguhkan dan mengundurkan waktu (Bertens 1985: 500). Kata différance menggabungkan kedua arti tersebut sehingga memiliki makna yang mengacu sebagai perbedaan dan penangguhan

waktu. Jadi différance berarti ‘berbeda’ dan ‘menunda’ pada saat yang bersamaan.

Tiga pengertian différance secara harafiah, yaitu: a.1) The universal system of differences: berbeda a.2) The process of deferral: menunda, meneruskan a.3) The sense of differing: berbeda pendapat/tidak setuju

Dengan konsep différance proses dekonstruksi merupakan proses mendeferensiasikan yang merupakan syarat timbulnya setiap makna pada sistim struktur.

Dekonstruksi mengandung dimensi waktu (temporization) dan antara (spacing) (Sumaryono, 1993: 115, Setiawan, 1994: 17). Arti kata

differance hampir sama dengan ‘Ma’ (bahasa Jepang) yang berarti interval

jarak (interval in space) dan interval waktu (interval in time). Maksud interval waktu adalah peristiwa, tempat, kejadian dalam suatu waktu.

Dalam bahasa Jepang, ‘Ma’ diartikan sebagai:

- Celah diantara batu pijakan, pada saat manusia melangkah dengan tenangnya

- Ketenangan antara otot-otot suatu lagu ketika irama legato dinyanyikan

- Suatu posisi dimana pendulum mencapai puncaknya dan berhenti ‘tanpa berhenti’ atau ‘stop without stopping’.

Untuk memahami différance harus ada dua ide yang saling melengkapi/ tanda yang sama namun dipindahkan menuju konteks yang berbeda karena ada perbedaan fundamental dan universal. Misalnya adalah perbedaan antara presence dan absence. Disini memang ada perbedaan yang mencolok seperti warna hitam dan putih, namun disini juga ada ketergantungannya, seperti tidak ada naik kalau tanpa turun, tidak ada baik kalau tanpa buruk, dan lainnya. Demikian juga presence tidak memiliki makna tanpa adanya absence.

b) Pembalikan Hirarkhi

Derrida mengikuti pemikiran Heiddeger mengenai pemikiran tentang

‘ada’. Konsep ‘ada’ dari sudut pandang metafisika barat memiliki dua masalah yaitu:

b.1) ‘Ada’ tidak sesederhana yang dibayangkan, bahkan merupakan sesuatu yang kompleks. Derrida menolak konsep ‘suatu saat’ yang selalu diartikan sebagai ‘sekarang’.

b.2) Idealisasi ‘ada’ menyebabkan semua sistim kategori menjadi saling mendominasi satu dengan yang lain. Jadi ‘ada’ lebih baik daripada ‘tidak ada’ karena dibutuhkan. Dalam hal ini dekonstruksi bertujuan untuk mengidentifikasi apa yang biasanya disepelekan sehingga hierarkhi yang terjadi dapat dibatalkan atau diproses mundur.

c) Pusat dan Marjinal

Pusat seringkali diartikan sebagai inti, yaitu hal-hal penting, sedangkan marjinal dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting (nomor 2). Pusat dan marjinal sebenarnya hanyalah masalah posisi dalam geometrika saja. Untuk memberikan arti pada keduanya, dekonstruksi dapat mempertentangkan atau menyembunyikannya bahkan merubah tempatnya. d) Pengulangan (Iterabilitas) dan Makna

Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses berulang pada konteks yang berbeda, dimana secara konotatif maupun denotatif artinya akan memperoleh struktur yang stabil.

Derrida, 1967 menyampaikan suatu pengertian bahwa selalu ada alteritas yang bersembunyi di belakang tanda; selalu ada yang tersembunyi di balik apa yang hadir, hal ini dikemukakan juga oleh Spivak:

Untuk melokasikan teks marginal yang diharapkan, untuk menyingkap momen yang tidak dapat dipastikan, untuk membongkar kelonggarannya dengan pengungkit penanda yang positif, untuk membalikkan hierarkhi yang tetap, hanya dengan menggantinya; membongkarnya agar dibangun kembali apa yang sudah senantiasa ditulis.

Dalam penerapan dekonstruksi, Derrida sering menitikberatkan pada hal yang kecil. Tujuannya adalah melokasikan saat-saat kunci, pertentangan kunci. (Ritzer, 2003: 205). Dalam menerapkan cara ini dalam teks sesuatu (dan ada) yang disembunyikan, ditutup. Tetapi dekonstruksi tidak diorientasikan untuk memastikan kebenaran. Derrida mendekonstruksi agar dapat mendekonstruksi lagi dan terus-menerus; bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk menemukan kebenaran.

Proses dari dekonstruksi berbasis pada arti tanda yang tidak ditemukan pada arti yang sesungguhnya dengan melihat apa yang muncul secara fisik. Sarup menggambar pada perspektif dekonstruksi untuk menjelaskan bahwa ‘arti’ tidak akan pernah ditemukan hanya dengan melihat satu tanda saja, tetapi dengan melihat penanda-penanda yang lain yang akan membantu menjelaskan ‘kehadiran’ dan ‘ketidakhadiran’ itu.

Dalam dokumen 2. LANDASAN TEORI Asal Mula Tipografi (Halaman 45-49)

Dokumen terkait