• Tidak ada hasil yang ditemukan

Munculnya Kembali Semangat Orde Baru

Makalah ini diharapkan mampu menarik minat pembaca untuk mempelajari tentang sejarah Indonesia kontemporer, khususnya mengenai Tragedi

NARASI TRAGEDI 1965 PASCA ORDE BARU

B. Munculnya Kembali Semangat Orde Baru

Orde Baru sudah runtuh di Mei 1998, namun sisa-sisa semangatnya seolah masih tetap ada hingga sekarang. Dimasa reformasi seperti ini seharusnya arus informasi dibuka selebar-lebarnya, dalam konteks ini adalah informasi tentang Tragedi 1965. Reformasi belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh dunia “sejarah”, masih banyak pihak-pihak tertentu yang berusaha menutup-nutupi apa

48

yang sesungguhnya terjadi diseputaran Tragedi 1965, mulai dari apa yang terjadi pra-penjemputan paksa para jendral, hingga pembantaian massal anggota dan simpatisan PKI.

Sesungguhnya, para survivor tidak menuntut banyak kepada negara atas apa yang terjadi kepada mereka, seperti yang dikatakan oleh beberapa survivor ketika penulis berbincang dengan para survivor dikala mereka melakukan pertemuan dan

sharing pengalaman. Permintaan mereka hanya untuk membersihkan nama baik mereka dan negara diminta untuk meminta maaf atas kesalahan yang negara lakukan di masa lalu. Sekaligus menulis ulang sejarah bangsa yang menurut mereka banyak dibelokkan. Penulisan tentang narasi-narasi seputar tragedi 1965 masih harus terus kita dorong untuk memperkaya wawasan kita dan memperkaya perspektif kita. “...Sebagai sebuah peristiwa masa lalu, Tragedi 1965 boleh saja sudah selesai, tetapi dampak dan pola-polanya tetap berpengaruh pada kita hingga hari ini, baik pada tataran sosial maupun pada tataran individual...”49

Narasi tentang Tragedi 1965 yang disuguhkan Orde Baru yang semula “meredup” perlahan muncul kembali. Kurikulum 2004 yang semula dipakai untuk mengganti kurikulum 1994 dibatalkan. Peredaran buku sejarah yang tidak lagi mencantumkan PKI pada G30S dinilai tidak jujur pada pengungkapan sejarah. Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang penghentian ujicoba ”kurikulum 2004” untuk mata pelajaran sejarah dan larangan penggunaan buku teks mata pelajaran sejarah yang disusun

49

37

berdasarkan standar kompetensi ”kurikulum 2004”. Peraturan pemerintah itu berbunyi :

a. bahwa dalam rangka kejujuran pengungkapan fakta sejarah, kurikulum dan penulisan buku teks pelajaran sejarah perlu diselaraskan sesuai dengan fakta sejarah;

b. bahwa forum rapat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat tanggal 23 Juni 2005 telah memutuskan agar Pemerintah melarang penggunaan standar kompetensi dan buku teks mata pelajaran sejarah yang mengacu pada ”Kurikulum 2004” yang kurang selaras dengan fakta sejarah; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan huruf a, dan huruf b, perlu

menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penghentian Ujicoba ”Kurikulum 2004” untuk Mata Pelajaran Sejarah dan Larangan Penggunaan Buku Teks Mata Pelajaran Sejarah yang Disusun Berdasarkan Standar Kompetensi ”Kurikulum 2004”.50

Berdasarkan peraturan menteri ini maka, penarikan buku-buku sejarah yang mengikuti kurikulum 2004 ditarik dari peredaran. Tanggal 21 Mei 2007

Tempo menulis: Kejaksaan Agung menyatakan, penarikan buku sejarah kurikulum 2004 yang tidak mencantumkan kata PKI akan selesai tahun ini51,

antara news.commenulis : Pihak Kejaksaan Negeri Banda Aceh terus melakukan operasi ke sejumlah toko dan sekolah untuk menarik kembali sejumlah judul buku tekspelajaran sejarah yang dinilai menyimpang dari kebenaran peristiwa sejarah di Indonesia.

Setiap rezim otoriter/totaliter senantiasa memandang memori sebagai ancaman serius. Sebab, memori yang diartikulasikan secara publik bisa embuat segala bentuk mkekerasan politik yang dilakukan rezim itu menjadi tampak telanjang. Itulah sebabnya rezim yang demikian senantiasa berusaha membungkam atau memutar balikkan memori tentang kejahatan atas

50

Peraturan Menteri Pendidikan ditetapkan tanggal 1 Juli 2005 51

http://www.tempo.co/read/news/2007/05/21/055100323/Penarikan-Buku-Sejarah-Kurikulum-2004-Selesai-Tahun-Ini. diakses tanggal 2 Juni 2013

kemanusiaan. Dengan teknik pengendalian ingatan semacam ini, penguasa melakukan normalisasi kebohongan, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga kebohongan itu diterima sebagai “kebenaran”.52

52

Budiawan,Sejarah dan Emansipasi Politik, Jakarta, Kompas, 2004 via I Ngurah Suryawan,

39

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam penelitian mengenai “Narasi Tragedi Kemanusiaan 1965 Pada Masa Orde Baru dan Pasca Orde Baru” dibahas dua permasalahan, yaitu; (1) Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru, dan (2) Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru. Dari uraian BAB II dan BAB III, maka dibuat kesimpulan sebagai berikut.

Narasi-narasi tentang tragedi 1965 yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah, PKI dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya tragedy kemanusiaan di tahun 1965 hingga 1966. Narasi tentang tragedi tersebut ada yang bersifat umum dan berkembang di masyarakat, yang penyebarannya dari mulut ke mulut, ada juga yang dinarasikan melalui buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Selain kedua cara tersebut, narasi lain tentang tragedi 1965 disampaikan melalui film “Pengkhianatan G30S/PKI” yang isinya menunjukkan betapa mengerikannya peristiwa penjemputan paksa para jendral sampai penyiksaan yang dilakukan oleh PKI. Hal lain yang dilakukan pemerintah dalam penyampaian narasi tentang tragedi 1965 adalah lewat indoktrinasi penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Narasi yang beredar umum di masyarakat tidak dapat kita pisahkan dengan informasi yang beredar lewat surat kabar (koran) dan radio pada saat itu. Berdasarkan informasi yang diterima lewat media massa tersebut, maka

pada umumnya masyarakat memandang bahwa peristiwa 1 Oktober tersebut adalah peristiwa di mana orang-orang PKI menculik dan membunuh 7 Jendral Angkatan Darat dengan kejam dengan menyiksa terlebih dahulu para Jendral tersebut sebelum mereka dibunuh. Tentu saja isu ini menyulut kemarahan masyarakat terhadap PKI dan simpatisannya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu cara pemerintah Orde Baru menyampaikan narasi tentang tragedi 1965 adalah melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemikiran tentang PKI adalah musuh negara telah ditanamkan pada generasi muda sejak dini. Film tentang tragedi 1965 yang sangat dikenal di masyarakat adalah film “Pengkhianatan G30S/PKI”. Film yang dibuat pada tahun 1984 ini, menggambarkan secara gamblang adegan penyiksaan yang dilakukan Gerwani dan Pemuda Rakyat terhadap para jendral di Lubang Buaya.

Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI untuk menayangkan film itu setiap tanggal 30 September. Murid-murid sekolah juga diwajibkan menonton film tersebut. Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan namaEkaprasatya Pancakarsaatau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan

Undang-41

undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dilengkapi dengan propaganda tentang musuh utama ideologi Pancasila, yang diperkuat dengan pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI, sehingga ancaman paling nyata terhadap ideologi Pancasila adalah seperti yang tervisualisaikan lewat film tersebut.

Narasi-narasi tentang tragedi 1965 pada masa pasca Orde Baru lebih beragam, narasi tentang tragedi tersebut tidak hanya berdasarkan pada narasi yang ditawarkan dan berkembang pada masa Orde Baru yang menempatkan PKI sebagai penyebab tunggal pertistiwa G30S, tetapi juga melihat sisi lain dari peristiwa tersebut, yakni begitu banyak korban masyarakat Indonesia yang di-cap PKI. Buku-buku yang bersifat kritis akademis banyak diterbitkan, forum-forum publik tentang Tragedi 1965 pun banyak diselenggarakan. Angin reformasi juga membuat para survivor bisa memberikan narasi Tragedi 1965 menurut versinya, apa yang mereka lihat dan apa yang mereka ketahui tentang Tragedi tersebut, yang kebanyakan berbeda dengan narasi yang disampaikan pemerintah Orde Baru. Pasca Orde Baru runtuh, penarasian Tragedi 1965 ataupun penggalan-penggalan peristiwa seputar Tragedi 1965 banyak divisualisasikan pula lewatfilm. Beberapa film yang cukup dikenal antara lain: film Shadow Play,film40 Years of Silence dan film The Act of Killing (Jagal). Meski bangsa Indonesia masih terpecah dalam dua pendapat antara percaya atau tidak kepada anggapan bahwa PKI lah yang paling bertanggung jawab atas Tragedi kemanusiaan tersebut namun munculnya film-film diatas (dan beberapa film lain) berjasa memberikan

narasi-narasi lain dengan sudut pandang lain mengenai tragedi kemanusiaan yang selama masa Orde Baru ditabukan oleh negara. Harus diakui bahwa belum semua warga masyarakat Indonesia bisa terbuka terhadap narasi-narasi non-pemerintah mengenai tragedi 1965, padahal narasi-narasi itu penting untuk (1) bisa memahami sejarah Indonesia secara lebih terbuka dan obyektif; (2) mendorong para siswa dan mahasiswa mampu berpikir secara kritis dalam melihat sebuah peristiwa dalam sejarah bangsanya terutama tragedi 1965. Oleh karena itu, setiap upaya untuk menulis dan mengajarkan sejarah Indonesia secara kritis dan terbuka, khususnya berkaitan dengan tragedi 1965, perlu terus didorong dan diusahakan.

43

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen terkait