• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASYID PONDOK PESANTREN RAUDHATUL HASANAH

4.1 Musik Islam

4.1.1 Pengertian Seni Musik

Banyak pengertian seni yang ditulis oleh para ahli dalam buku- bukunya sebagaimana pada dasarnya manusia yang menyukai segala sesuatu yang indah dan menyenangkan, maka seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan.57 Seni juga merupakan manifestasi dari pada budaya.

Menurut Sidi Gazalba (1998) seni adalah bahasa latin yang berasal dari kata ars berarti sesuai dengan etimologi, kata ars tersebut yaitu membuat barang-barang atau mengerjakan sesuatu, maka seni dalam pengertian yang paling dasar berarti kemahiran atau kemampuan.58Seni adalah fitrah manusia seperti juga makan dan minum bergaul mencari pengetahuan mengarah kepada kebenaran yang berhubungan dengan manusia.

Sedangkan menurut Quraisy Shihab (1996), seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya menusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia di dorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis

57

Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dengan Seni Budaya Karya M anusia, (Jakart a: Bulan Bint ang 1988), hlm. 81

58

106

keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia ataupun fitrah yang di anugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.59

Seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologi atas manusia lain yang melihatnya. Jadi seni adalah penjelmaan keindahan yang terdapat dalam jiwa manusia sebagai fitrahnya, yang merupakan manifestasi cipta, rasa, karsa, intuisi dan karya manusia yang memenuhi syarat estetika yang dapat menimbulkan efek psikologis bagi orang lain yang merasakannya.

Sedangkan musik ialah cetusan ekspresi isi hati, yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bahasa bunyi (lagu). Apabila letusan isi hati tersebut dikeluarkan melalui mulut disebut vokal, dan dikeluarkan dengan alat-alat musik, maka disebut instrumental. Dari pengertian di atas dapat di katakana bahwa seni musik adalah seni menyusun nada suara yang dibunyikan sedemikian rupa, sehingga mengandung irama, lagu dan memiliki nilai estetika yang harmonis.

Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa musik adalah ilmu dan seni mengkombinasikan irama dan nada, baik vokal maupun instrumental, yang didalamnya termasuk rangkaian nada (melodi) dan paduan nada (harmoni) untuk mengungkapkan perasaan.

Sugeng Basuki (dalam bukunya Sidi Gazalba) mengemukakan seni musik berasal dari bahasa Yunani “muse” yang berarti dewa. Oleh bangsa Yunani kuno, apabila akan menggunakan nama-nama para dewa

59

M . Quraisy shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir M audhu’I atas perbagai persoalan Umar, (Bandung: M izan, 1996), hlm. 385

107

seperti dewa Zeus, Apdo dan lainnya, maka mereka harus mempersembahkan bunyi-bunyian kepada dewa Orsis. Karena menurut mereka musik dalam arti sejarahnya adalah suara bentuk kesenian yang dapat mengeluarkan bermacam-macam perasaan dan jiwa dengan menggunakan nada sesuai dengan penyajiannya. Musik ada tiga macam, yaitu:

1) Musik vocal

Vokal berasal dari perkataan vokal (Belanda), voca (Itali), volx (Prancis), voice (Inggris) yang artinya suara. Yang di maksud disini adalah semua suara manusia. Musik vokal itu hanya mempergunakan suara manusia atau nyanyian saja, tanpa di iringi alat music. Mereka yang mendendangkan musik vokal disebut vokalis.

2) Musik instrumental

Instrumental berasal dari perkataan instrumen (Itali) yang berarti alat, yang dimaksud disini adalah alat musik seperti biola, terompet dan lain-lain. Musik instrumental penyajiannya hanya menggunakan alat- alat musik saja, tanpa ada nyanyian. permainan musik instrumental disebut instrumentalia, sedangkan yang memainkannya disebut instrumentalis.

3) Musik campuran

Musik campuran adalah musik vokal dan musik instrumental yang di sajikan bersama-sama. Tapi pada umumnya yang dipentingkan adalah vokalnya, sedang instrumentalnya adalah pengiring saja. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh banyak orang.

108

Jadi seni musik adalah ekspresi perasaan dan jiwa manusia sebagai fitrahnya terhadap keindahan yang diungkapkan lewat nada dan irama baik vokal maupun instrumen yang tersusun dalam melodi dan harmoni dan dapat memberikan efek-efek secara psikologis kepada yang melihat dan mendengarkannya.

Dalam menjelaskan unsur-unsur pokok dalam musik, para ahli berbeda pendapat. Al-Shofa misalnya, musik adalah yang mengandung lagu (lahn), nada (naghm) dan lengkok (iqa’at). Sementara Al Farabi, musik adalah lagu (al-Alhan), yaitu kumpulan ritme yang disusun dengan urutan dan ketentuan tertentu.

Lain halnya dengan Joseph Macholis, menerangkan kalau unsur- unsur penting dalam musik ada lima pokok, Musical line, pergantian nada-nada yang ada dalam musik, Musical space, (harmoni) yang menurut phythagoras, harmoni terletak pada nada-nada yang serasi, Musical time, ritme yang merupakan ketentuan perpindahan musik dalam waktu, yang mengontrol jarak antara nada satu dengan nada berikutnya. Musical pace, yaitu tempo, ketentuan kecepatan sebuah musik. Yang kelima Musical color, yaitu (warna nada). Nada yang sama menghasilkan suara yang berbeda ketika nada tersebut disuarakan melalui berbagai macam alat. Perbedaan ini terlihat pada sifat warna nada atau timbre yang dimiliki oleh setiap instrumen. Timbre ini berfungsi untuk memfokuskan impresi musik yang kita dengar, warna

109

nada ini mengarahkan imajinasi gaya suara kepada karakter khusus yang dimiliki oleh musik tersebut.60

Sementara aksi panggung dalam sebuah pertunjukan musik, tidaklah harus dengan gerakan lincah ataupun super aktif. Karena dalam penyampaian pesan dalam musik adalah melalui expresi nada dan iramanya, bukan gerakannya. Karena gerakan yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif dan apabila efek negatif itu ditiru banyak orang maka kita yang akan menanggung dosanya, seperti hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah.

“Barang siapa menciptakan kebiasaan yang baik, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka ia mendapat pahala. Dan barang siapa menciptakan kebiasaan buruk, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka dia yang menanggung dosanya”.

Oleh karena itu ajaran Islam harus menyertai kita dimanapun dan kapanpun kita berada. Sekalipun pada saat menyanyi, menyempurnakan pesan dakwah lewat musik.61

Dalam sejarah agama Islam, seni musik bukan tergolong hal yang baru. Pada masa Rosulullah dan para sahabat, secara teori, seni musik belum dikenal masyarakat Islam, walaupun pada saat itu dalam prakteknya seni sudah lebih dulu di kenal.

Hal ini terlihat dari betapa merdu dan indahnya suara adzan yang dilantunkan oleh Bilal. Betapa Umar bin Khotob seorang panglima

60

Abdul M uhayya, Bersufi M elalui M usik : Sebuah Pembelaan M usik Oleh Ahmad Al Ghozali, (Yogyakart a : Gramedia, 2003), hlm. 28.

61

110

perang yang gagah berani hatinya luluh ketika mendengarkan kemerduan dan keindahan seni bacaan al-Qur’an. Jadi secara tidak di sadari seni sudah ada dalam sejarah perkembangan agama Islam.

Perkembangan Tamadun dalam pengertian perkembangan terhadap kebudayaan yang tinggi berlangsung di zaman daulah atau khalifah Abbasiyah. Terjadi peralihan dari kehidupan desa yang sederhana kepada kehidupan kota yang mewah, dari masyarakat tertutup kepada masyarakat terbuka, dari menjauhi dunia kepada pendekatan dunia. Pantulan perubahan itu kelihatan pada seniman yang menyertai masyarakat dalam perkembangan cita rasanya, menemukan diri dalam perkembangan karya. Dunia seni mengalami revolusi.

Kekayaan kebendaan dan kemewahan melanda kehidupan, sehingga sering terjadi kerusakan perimbangan antara dunia dan akhirat, ketika aktivitas dunia dari kawalan agama. Dalam kesenian hal ini menyatakan diri pada karya-karya yang tidak lagi memperpadukan nilai estetika dan nilai etika Islam. Walaupun demikian dunia seni umat Islam mengalami perkembangan luar biasa sejalan dengan perkembangan luar biasa tamaddunnya.62

Satu abad lamanya tamaddun Islam menyalin kitab-kitab Yunani, Persi dan India. Diantara kitab-kitab yang disalin itu adalah kitab-kitab ilmu musik. Setelah mereka pelajari kitab musik Yunani dan India, ahli- ahli Islam menciptakan kitab-kitab musik baru dengan jalan memperbaharui, menambah dan menyempurnakan alat, system dan

62

111

teknik musik. Maka seni musik menjadi ilmu tersendiri dalam tamaddun Islam.

Perhatian kepada pendidikan musik telah diberikan semenjak akhir zaman Muawiyah. Dalam zaman Abasiyah perhatian yang amat besar untuk perkembangan pendidikan musik di berikan oleh para khalifah dan pembesar. Sekolah musik tingkat menengah dan tinggi di didirikan di berbagai kota. Faktor yang menggalakan pendirian sekolah-sekolah musik ialah keahlian bernyanyi dan bermusik merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan pekerjaan.63

Umat Islam yang merupakan pelopor yang mendirikan kilang alat musik. Pembuatan alat alat itu menjadi suatu cabang seni halus. Pusat kilang pembuatan alat-alat musik yang amat terkenal ialah Sevilla di Andalusia. Alat-alat yang di keluarkan oleh kilang ini ialah mizbar (kecapi klasik), ad qodim (kecapi lama), ud kamil (kecapi lengkap), syahrud (kecapi lengkung), marabba’ (semacam gitar), gitara (gitar), kamanja’(semacam rebab), ghisyak (semacam rebab).64

4.1.2 Sejarah Musik Islam

Dalam masyarakat Islam, tampaknya musik tidak pernah menjadi topik maupun bagian dari studi-studi religius Islami. Dengan demikian analisis terhadap musik di dunia Islam hanya mungkin dilakukan dari pendekatan-pendekatan di luar studi tersebut. Sehubungan dengan itu analisis tersebut tampaknya hanya dapat dilakukan secara lebih

63

Ibid., hlm. 165

64

112

mendalam melalui pendekatan ilmu-ilmu umum. Di antara berbagai ilmu umum yang telah memberikan perhatian khusus terhadap musik di dunia Islam ialah bidang studi seni musik yang secara umum kajian- kajiannya berada dalam lingkup pembahasan musikologi maupun etnomusikologi. Hampir semua sumber referensi musikologi yang populer di masyarakat hingga saat ini menggunakan pendekatan sejarah. Sebagai contoh ialah Beard dan Gloag (2005) yang menyertakan lima konsep yang terkait dengan sejarah, yaitu: Historical musicology, historicism, historigraphy, dan history, dari 90 konsep musikologi yang dipetakannya. Hubungan musikologi dengan sejarah bukanlah hal yang mengherankan karena musikologi pada dasarnya ialah studi ilmiah tentang musik yang mencakup kajian-kajian yang luas, khususnya meliputi berbagai studi historis, komparatif, dan juga sistematis (Randel, 1978: 327).

Di antara beberapa musikolog Barat yang tertarik untuk menggali sejarah music Islam ialah Amnon Shiloah (1995). Ia berpendapat bahwa sumber-sumber literatur sejarah musik Islam tertua diperkirakan berasal dari abad ke-9, atau kira-kira 250 tahun setelah kelahiran Islam. Walaupun akurasi penelusurannya tidak dapat dijamin sepenuhnya.

Musik Islam, baik dari jenis-jenis religius, tradisional maupun klasik, memang lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan mencapai puncaknya hingga akhir abad ke-15, yaitu ketika berakhirnya masa keemasan Islam saat itu. Namun demikian, keberadaanya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari akar budaya Arab sehingga pengupasan

113

sejarah musik Islam tidak akan lengkap tanpa melihat juga budaya musik pra-Islam.

Penelusuran sejarah musik Islam yang pernah dilakukan hingga saat ini senantiasa menyertakan musik Arab sebelum masa Islam. Hal tersebut dapat dimaklumi karena ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW pada dasarnya tidak menghapus budaya Arab atau meninggalkan sepenuhnya nilai-nilai budaya lama yang melatar belakanginya, melainkan merevisinya sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan kemudian mengembangkannya sebagai seni Islami yang berkualitas tinggi. Lebih jauh lagi, Islam pada dasarnya menghargai capaian-capaian artistik bangsa Arab Jahiliyah di bidang seni, khususnya sastra. Karena perkembangan musik Islami berakar dari seni sastra Arab, maka dapat dimaklumi jika secara musikologis musik Islamis memiliki hubungan dengan karakteristik seni praIslam. Puisi Arab pra-Islam dihormati karena kepersisannya, serta kekayaan kosakata, struktur-struktur yang rumit, sistem-sistem syair, dan sikuen tematiknya, yang telah benar-benar berkembang.

Sebagai contoh bentuk-bentuk pra-Islam yang kini dikenal sebagai bentuk-bentuk sastra Islami, diantaranya ialah: Qasidah, Madh, dan Mu’allaqat. Seiring dengan itu, Islam sendiri pada dasarnya juga bukan suatu agama yang sama sekali baru namun merupakan puncak penyempurnaan berbagai keyakinan samawi yang telah terlebih dahulu ada (Shiloah, 1995:3 jo Fariq, 1997:38).

114

Kenyataan di atas membuktikan bahwa keberadaan musik Islam memiliki latar belakang yang jauh, yaitu kebudayaan Arab pra-Islam. Itulah sebabnya walaupun bersifat universal, kebudayaan Islam sendiri tidak bisa lepas dari aspek-aspek kearaban atau ‘urubah. Dengan demikian bukanlah hal yang mengada-ada jika karakteristik musikal berbagai bentuk seni vocal Islamis yang kita kenal selama ini sesungguhnya berakar dari budaya yang telah ada sebelumnya, yaitu Arab pra-Islam: (Faruqi, I, 1991:19, 7778).

Sebelum masa Islam, musik adalah bagian dari kehidupan harian masyarakat padang pasir yang berfungsi sebagai pelengkap pertemuan- pertemuan umum untuk menyambut para peziarah rumah suci Ka’bah, dan pemberi motivasi serta semangat para pejuang dan musafir. Di antara jenis lagu-lagu pertama yang populer saat itu ialah Hudâ’, yang darinya kemudian diturunkan Ghinâ, kemudian, Nashb, Sanad, Rukbaanî, dan lagu-lagu tarian yang dikenal dengan istilah Hazâj. Sumber tertua yg dapat memberikan gambarkan musik pra-Islam, ialah Kitâb allahw Wa’lMalâhî (Buku tentang distraksi dan alat-alat musik) oleh Abû’l Qasim ‘Ubaydallah ibn Khurradâdhbih (wafat tahun 911), seorang ahli geografi.

Di antara bentuk-bentuk yang telah berkembang secara musikal ialah lagu-lagu dan tarian-tarian komunal yang mampu meningkatkan kehangatan perayaan-perayaan keluarga dan mengiringi perjalanan haji ke Tanah Suci maupun penyambutan kepulangannya. Disamping itu juga berkembang musik-musik fungsional untuk pertemuan-pertemuan

115

sosial dimalam hari. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan di pemukiman para musyafir oleh para musisi penyair, baik laki-laki maupun perempuan, dalam kelompoknya masing-masing. Mereka menerapkan teknik pengucapan yang menghasilkan bunyi menghidung dalam melagukan ayat-ayat sederhana secara spontan dan improvisasi. Lagu- lagu tersebut menggunakan bentuk-bentuk yang saling merespon, atau bersahut-sahutan, terkait dengan fungsi sosialnya. Melalui bentuk tersebut, audiens dapat turut berpartisipasi pada saat-saat tertentu, yaitu dengan menyanyi, menari, bertepuk tangan, dan bermain rebana. Jika dibandingkan dengan teksnya yang seringkali ditambahkan, penambahan melodi atau lagu baru sangat terbatas. Para pengamat memperkirakan bahwa bentuk-bentuk lain yang menggunakan istilah- istilah asing, masih memiliki kaitan dengan jenis-jenis musik Arab kuno tersebut; misalnya: Nashb, Sanad Thaqîl, Sanad Khafîf, dan Ahzâdj (Shiloah, 1995:6).

Musik Arab pra-Islam juga pernah mengalami periode musik yang lebih memperhatikan aspek-aspek artistik dan hiburan dengan pencapaian teknis dan musikal yang tinggi, daripada sekedar fungsional. Pada saat itu kompetisi puisi dan pentas-pentas musikal yang diselenggarakan di pasar-pasar Arab, khususnya Ukaz di Arab Barat, telah menarik perhatian hampir semua sastrawan musisi dari wilayah Arab dan sekitarnya. Musiknya yang lebih rumit dari musik harian para musafir, umumnya dibawakan oleh Qaynat, gadis-gadis penyanyi istana yang juga menyanyi di rumah-rumah pembantu

116

bangsawan dan hotel-hotel. Saat itu seni sastra dan musik merupakan satu kesatuan kompetensi karena pembacaan berbagai bentuk syair dilakukan dengan cara dinyanyikan dan beberapa di antaranya diiringi oleh rebana (Shiloah, 1995:6).

4.1.2.1 Musik Pada Masa Permulaan Islam

Pada beberapa hadis, sebagai sumber utama Islam kedua setelah Al Qur’an, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW membolehkan musik, khususnya yang memiliki fungsi sosial dan religius tertentu, di antaranya seperti lagu-lagu penyemangat perang, lantunan-lantunan ziarah haji, dan lagu-lagu perayaan pernikahan atau hari-hari besar, baik untuk didengar perorangan maupun umum (Baghdadi, 1991:1518).

Pada sekitar tahun 622-623 Masehi, Nabi merekomendasikan lantunan azan yang berfungsi sebagai pemberitahuan waktu-waktu shalat dan ajakan untuk datang salat berjamaah di masjid. Azan yang dapat dikatakan merupakan salah satu dari jenis-jenis musik religius Islam yang penting dalam rangkaian peribadatan Islam, pertama kali dikumandangkan oleh Bilal, seorang penyanyi Abisinia, yang kemudian menjadi acuan para pengumandang azan (Muazin) di seluruh dunia Islam. Seiring dengan persebaran Islam ke negara- negara lain di luar tanah Arab dan pertemuan budaya Islam

117

dengan kebudayaan lain, azan, dan musik religius Islam lainnya pun mengalami penyesuaian dengan budaya-budaya lokal (Shiloah 1997: 169).

Dalam waktu 12 tahun sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam tersebar ke Syria, Iraq, Persia, Armenia, Mesir dan Cyrenaica (bagian dari Libya saat ini). Kontak budaya dengan negeri-negeri tersebut dengan sendirinya berdampak pada perkembangan budaya musikal bangsa Arab. Rezim Empat Kalifah ortodoks (532-660) yang sangat tegas saat itu tidak banyak berpengaruh pada dominasi kesenangan dan antusiasme terhadap kenikmatan hidup di Mekah dan Madinah. Periode empat khalifah pertama merupakan the golden age of Islam, yang dikenal juga sebagai masa Khulafa Rasyidin atau The Pious Caliphs, yaitu masa empat kepemimpinan Islam pertama yang terdiri dari Abu Bakr as-Siddiq (tahun 632-634), ‘Umar Ibn al-Khattab (tahun 634-643), ‘Utsman Ibn ‘Affan (tahun 644- 656), dan ‘Ali Ibn Abi Thalib (tahun 656-661) (Khan, 2001:ix x). Keluarga-keluarga kaya, menyewa budak-budak yang berbakat dalam musik, yang kemudian dibebaskan setelah kontraknya habis. Para musisi tersebut kemudian menjadi pilar- pilar kehidupan musik Arab. Kompetisi di antara para pemusik terekspresikan melalui konser-konser di rumah keluarga dan di

118

salon-salon65 dan pememberian hadiah pada musisi-musisi

terbaik (Shiloah, 1995: 12).

Walaupun kini musik dipertunjukkan di gedung-gedung konser, namun pada mulanya musik kamar diadakan di rumah atau di dalam ruangan yang tidak terlalu besar dengan jumlah audiens yang terbatas. Pada saat itu pertunjukan musik kamar dihadiri oleh audiens khusus seperti kenalan-kenalan dan para ahli musik (connoisseurs). Dari tradisi musikal Mekah dan Madinah, terbentuklah generasi musik Islami selanjutnya. Proses pendidikan dimulai dari pendekatan tradisional, kemudian meningkat pada audisi reguler dari musik-musik terbaik para virtuoso. Melalui ambisi dan usaha keras dari musik mereka, para musisi negara-negara Islam yang baru di luar Arab telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan teknik-teknik, instrumen-instrumen, dan elaborasi bentuk- bentuk musikal baru. Salah satu capaian musik Islam saat itu ialah pengembangan sistem penalaan ‘Ûd Arab. Talaan Lute Persia diterapkan pada ‘Ûd Arab dan pengaturan sistem modal pada berbagai melodi serta ritmenya disesuaikan dengan musik Arab serta diberi kodifikasi baru. Talaan ‘Ûd Arab berdawai 4 yang asli dari dawai teratas hingga terbawah ialah: agdc. Disebabkan oleh pengaruh Persia, talaan tersebut menjadi lebih

65

ist ilah “ salon” berkait an dengan bent uk musik pada abad ke-17, dan abad ke-18. Berkait an dengan istilah chamber music, karakterist ik bentuk pert unjukan pada jaman Klasik dengan jumlah pemain yang sedikit , t erdiri dari dua hingga 18 orang.

119

teratur dengan mengganti talaan dawai teratas dan terbawah yang masing-masing berjarak kwint dari kedua senar berurutan di antaranya. Dengan demikian dari dawai ke dawai berjarak kwint, yaitu: A E G D A (Spring, 2001:26; Gushee dan Hiley, 2002:2728).

Di antara musisi wanita yang terkenal saat itu ialah Azza al- Mayla yang trampil membawakan gaya menyanyi al-Ghinâ’ ar- Raqîq, atau nyanyian lembut (gentle song). Rumahnya berfungsi sebagai sebuah salon yang paling terkenal di kota Madinah, dan hampir kebanyakan musisi terkenal di kota tersebut tampil di salon tersebut atas sponsor darinya. Di samping Azza al-Mayla, musisi terkenal wanita lainnya ialah Jamila, yang di sekitarnya dikelilingi para musisi, penyair dan para selebriti. Sementara itu musisi pria yang terkenal saat itu di antaranya ialah Thuways, yang tertarik pada gaya musikal melodi-melodi nyanyian yang dibawakan oleh budak-budak yang berasal dari Persia. Ia kemudian mengimitasi melodi-melodi tersebut dan mengembangkannya. Penyanyi pria lain yang juga tidak kalah populernya saat itu adalah Sha’ib Khathir, anak seorang budak Persia yang sangat berbakat. Lagu-lagu yang dibawakan mereka umumnya diiringi oleh instrumen-instrumen khas Arab seperti Lute (‘Ud), Rebana (Duff), dan tongkat perkusi atau disebut Qadlib (Shiloah dalam EB, 2006).

120

Kehidupan musik di Mekah dan Madinah memiliki kesesuaian dengan beberapa keterangan dari hadis-hadis Rasulullah SAW yang mengklarifikasi bahwa Madinah bahkan pernah menjadi pusat musik (nyanyian) sejak jaman Jahiliyah. Hal tersebut karena dibandingkan dengan Mekah, penduduk kota tersebut memang lebih menyukai nyanyian. Tersirat pada beberapa hadis bahwa Rasulullah SAW pernah memperkenalkan seorang penyanyi dan mempertunjukkan bakat penyanyi tersebut kepada Aisyah, istri beliau. Beliau juga pernah mengirimkan Arnab, seorang penyanyi cantik yang dijuluki “Jamilah sang penyanyi” sebagai hadiah pertunjukan untuk suatu pesta pernikahan pengantin suku Anshar. Abu Bakar pernah menjumpai dua orang penyanyi sedang mempertunjukkan kebolehannya di hadapan Aisyah. Rasulullah SAW bersama beberapa sahabat pernah menyaksikan pertunjukan menyanyi oleh hamba sahaya di sebuah pekarangan yang diselenggarakan atas sponsor Hasan, dan diakhir pertunjukan beliau mengekspresikan ketidakberatannya (Qardawi, 2002:194-196).

4.1.2.2 Musik Klasik di Dunia Islam

Gaya musik Islam klasik mengalami perkembangan yang signifikan pada masa Kekhalifahan Ummayah (661-750 M). Istana-istana di kawasan ibu kota kekhalifahan yang saat itu dipindahkan ke Damaskus, Syria, diramaikan oleh para musisi,

121

baik pria maupun wanita. Walaupun elemen-elemen asing non- Arab memainkan peranan yang sangat penting dalam musik mereka, namun sebagian besar musisi terkenal saat itu memiliki latar belakang kelahiran dan kebudayaan Arab. Dengan demikian latar belakang kebangsaan telah memberikan kontribusi terhadap khasanah karakteristik musik di suatu wilayah kebudayaan.

Musisi periode Ummayah pertama yang paling terkenal ialah

Dalam dokumen STUDI DESKRIPTIF NASYID PADA PONDOK PESANTREN (Halaman 106-154)