• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Musik Tradisional Batak Toba

Musik adalah hasil karya seni berupa bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui elemen-elemen musik (Jamalus, 1988). Djohan (2005) juga mengungkapkan musik adalah suara-suara terorganisir yang dirangkai dengan menggunakan elemen-elemen musik.

2. Musik Tradisional Batak Toba

Musik tradisional Batak Toba adalah musik yang berasal dari suku Batak Toba yang mengekpresikan keragaman bahasa, agama, kondisi geografi, sosial, sistem ekonomi, nilai, keyakinan, dan pandangan hidup suku Batak Toba, kemudian diwujudkan dalam karakteristik instrumen, performansi, melodi, dan pola irama masing-masing (Kamien; dalam Siregar, 2008). Walker (dalam Djohan, 2005) berpendapat bahwa musik pada setiap budaya bergantung pada lingkungan, teknologi, pola pikir, serta keunikan-keunikan lainnya yang hanya ada pada budaya tersebut.

Merriam (dalam Djohan, 2010) mengklasifikasikan sepuluh fungsi musik tradisional pada budaya tertentu, yaitu (1) respons fisik, (2) sarana komunikasi, (3) ekspresi emosi, (4) representasi simbolik, (5) penguatan konformtas terhadap

norma sosial, (6) validasi instituisi sosial dan ritual keagamaan, (7) kontribusi terhadap kontinuitas dan stabilitas budaya, (8) kontribusi terhadap integrasi masyarakat, (9) kesenangan terhadap keindahan, dan (10) hiburan.

Musik tradisional suku Batak Toba disebut gondang, yang berarti seperangkat alat musik, ensambel musik, dan komposisi lagu (Irfan, 2004). Berdasarkan pengertian ensambel, gondang dalam suku Batak Toba dibagi atas dua jenis, yaitu

gondang sabangunan dan gondang hasapi (Simangungsong, 2013). Dalimunthe

(2012) membedakan gondang sabangunan dan gondang hasapi berdasarkan pola permainan. Gondang sabangunan membawa pola ritmis, sedangkan gondang

hasapi membawa pola melodi.

a. Gondang Sabangunan

Sebutan lain untuk gondang sabangunan ialah parhohas na ualu atau perkakas delapan (Irfan, 2004). Menurut keyakinan suku Batak Toba, apabila

gondang sabangunan dimainkan maka suaranya akan terdengar sampai ke

langit dan semua penari mengikuti gondang tersebut akan melompat seperti kesurupan (na tondol di tano). Purba (2002) menyatakan bahwa gondang

sabangunan merupakan praktik kultural dari leluhur suku Batak Toba untuk

mengiringi permohonan berkat kepada dewa melalui pemberian sesajian, doa, dan pelaksanaan upacara.

Gondang sabangunan memiliki delapan alat musik di dalamnya

(Simangungsong, 2005), yaitu : a.1. Sebuah sarune bolon.

Sarune bolon merupakan alat musik aerofon (ditiup) oleh pemain. Sarune

bolon berasal dari batang kayu mahoni panjang yang berbentuk kon

berukuran 60-70cm dan terdapat lima lubang jari di bagian depan serta satu lubang jari di bagian belakang batang. Sarune bolon memainkan melodi gondang.

a.2. Taganing.

Taganing atau tataganing terdiri dari lima drum yang disusun dalam satu

baris pada satu rangka kayu, dengan drum yang paling kecil berada di bagian kiri hingga drum paling besar di bagian kanan. Taganing terbuat dari kayu seperti hau ni pinasa (Artocarpus integer), hau ingul (Cedrella

toona), dan hau joring (Phite colobium) (Purba, dalam Simangungsong,

2005). Drum tersebut memiliki kulit di bagian atas untuk ditabuh yang terbuat dari kulit kerbau, kulit kambing, atau kulit lembu dengan ukuran 35-50cm dan panjang 17-22cm. Kelima drum ini dipukul oleh satu orang dengan menggunakan pemukul kayu yaitu palu-palu. Taganing memainkan melodi dan/atau irama. Jika memainkan melodi/pola irama, maka tangan kanan pemain memainkan melodi sedangkan tangan kiri memainkan pola irama.

a.3. Gordang.

Gordang ialah drum yang mempunyai bentuk yang sama dengan

taganing namun berukuran lebih besar dengan panjang 100-110cm dan

lebar 23-27cm. Gordang memainkan pola irama. a.4. Empat Ogung

Ogung yang digunakan dalam gondang sabangunan adalah empat buah

ogung (ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung doal).

Ogung oloan dan ogung ihutan memiliki ukuran lebih besar dan lebih

panjang sekitar 40-50cm, sedangkan ogung panggora dan ogung doal berukuran 30-37cm. Keempat ogung dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul yang berbalut dan dimainkan satu orang, namun terkadang ogung oloan dan ogung ihutan dimainkan satu orang. Terdapat tiga cara yang berbeda untuk memainkan keempat ogung. Ogung oloan

dan ogung ihutan digantung tegak pada satu rak kayu dan tidak diredam

untuk menghasilkan bunyi bergaung. Ogung panggora boleh digantung atau diletak di atas paha pemain dengan meredam bunyinya. Ogung doal dipeluk oleh pemain sehingga tidak menghasilkan bunyi bergaung sedikit pun, namun sekarang ogung doal digantung.

a.5. Hesek.

Hesek adalah alat musik idiofon (alat gesek) yang terbuat dari besi atau

botol bir kosong kemudian dipalu dengan sebantang besi atau kayu.

Hesek berfungsi sebagai penanda tempo di sepanjang lagu dan dimainkan

satu orang.

b. Gondang Hasapi

Sebelum dikenal dengan sebutan gondang hasapi, gondang ini disebut

uning-uningan (Irfan, 2004). Gondang hasapi disajikan pada saat acara-acara

yang bersifat hiburan, misalnya opera Batak (Simon, 1985). Simon (1985) menguraikan alat musik yang dipakai dalam gondang hasapi, yaitu :

b.1. Sarune na metmet/etek (oboe)

Sarune etek termasuk kelompok aerofon (ditiup) oleh pemain yang

ukurannya lebih kecil dari sarune bolon. b.2. Sulim

Sulim dimainkan dengan cara ditiup yang terbuat dari bambu seperti

suling atau seruling. Sulim memiliki enam lubang nada yang jarak antas satu lubang berdasarkan pengukuran-pengukuran tradisional. Sulim berfungsi sebagai pembawa melodi.

b.3. Dua hasapi.

Hasapi adalah alat musik dawai/senar, yang dapat disebut kecapi Batak.

b.4. Garantung.

Garantung merupakan klasifikasi alat musik xylofon (suara berasal dari

kayu) yang terdiri dari lima bilah kayu bernada (Naiborhu, 2006). b.5. Hesek

Sudah dijelaskan sebelumnya.

3. Aspek-aspek Musik

Musik adalah bunyi yang diorganisir ke dalam pola irama yang berhubungan dengan pitch ke dalam melodi dan harmoni (Djohan, 2010). Suara yang terorganisir menimbulkan respons pada manusia. Berikut empat elemen dasar pembentuk musik menurut Djohan (2010) :

a. Pitch

Tinggi atau rendahnya bunyi yang didengar manusia dan bersifat relatif (Kamien, 2004). Tinggi rendahnya bunyi tersebut tergantung dari

frekuensi getaran bunyi yang dihantar oleh udara. Semakin cepat getaran bunyi maka pitch yang dihasilkan semakin tinggi. Bunyi yang memiliki

pitch yang tetap disebut dengan nada. Apabila nada-nada disusun

sedemikian rupa secara vertikal akan menjadi rangkaian melodi. Bila disusun secara horizontal, simultan, dan dibunyikan bersamaan akan membentuk harmoni.

b. Timbre

Walaupun sulit mendefinisikan timbre, namun timbre diartikan sebagai warna suara yang berasal dari sumber suara. Suara yang didengar dari sumber suara tersebut diterima oleh indera pendengaran dan sistem auditori manusia melabel suara tersebut yang diasosiasikan dengan karakteristik gelombang tertentu. Kamien (2004) menyatakan bahwa

timbre lembut biasanya pada lagu-lagu tentang kesedihan.

c. Dinamika

Dinamika adalah elemen musik yang berhubungan dengan tingkat kekerasan bunyi. Dinamika mengarahkan pada suara yang dihasilkan. Tanda-tanda dinamika yang umum digunakan adalah pianissiomo (sangat lembut), piano (lembut), mezzo-piano (agak lembut), mezzo-forte (agak nyaring), forte (nyaring), dan fortissimo (sangat nyaring).

d. Irama

Irama menunjukkan aliran musik (Kamien, 2004). Djohan (2010) mendefinisikan irama sebagai pola gerakan dalam hitungan waktu. Secara luas, irama meliputi semua aspek gerakan musik dalam hitungan waktu,

sedangkan secara sempit, irama berhubungan dengan pitch dan tempo sehingga irama memiliki pola tertentu. Kamien (2004) mengelompokkan

beat, meter, accent, syncopator dan tempo ke dalam irama. Tempo yang

cepat memberikan energi, dorongan, sedangkan tempo yang lambat mengarahkan pada rasa khidmat, tenang.

C. PENGARUH MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA TERHADAP

Dokumen terkait