• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 MUTU UMBI TALAS KERING

Kadar air rata-rata umbi talas kering adalah ±7%, sehingga dapat digunakan untuk pembuatan tepung, dimana kadar air tepung talas berkisar antara 5.80-7.59% (Yuliani et al. 2009). Berdasarkan kondisi fisik hasil umbi talas kering, Perlakuan I mengalami keretakan atau membentuk belahan, sedangkan kondisi fisik pada Perlakuan II, III dan IV masih tetap dalam kondisi utuh. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 41 dan Gambar 42. Selama proses pengeringan berlangsung, fenomena tersebut terjadi pada menit ke-240 (suhu 75 oC) dan ke-360 (suhu 55 oC).

Pada Perlakuan III dan IV, kondisi fisik umbi talas kering mengalami pengerasan terutama pada bagian luarnya, dimana saat proses pengeringan berlangsung kandungan air dalam umbi talas menjadi terhambat dan mengakibatkan terjadinya case hardening. Kondisi tersebut diduga akibat pengaruh natrium klorida.

38 Gambar 41. Sebelum (a) dan sesudah (b) pengeringan irisan umbi talas ketan (suhu dehidrator 55 oC)

Gambar 42 . Sebelum (a) dan sesudah (b) pengeringan irisan umbi talas ketan (suhu dehidrator 75 oC)

4.3.1 Kadar Pati

Kandungan mutu yang paling penting pada umbi talas kering yaitu kadar pati. Hasil pengeringan irisan umbi talas pada Perlakuan I, II, III dan IV baik yang menggunakan suhu 55 oC maupun 75 oC tidak mempengaruhi kadar pati, karena kadar pati yang diperoleh mendekati kisaran lebih dari 60 %, kecuali Perlakuan III yang menggunakan suhu 55 oC dimana kadar patinya kurang dari 60 %. Berdasarkan SNI No. 01-2905-1992, kadar pati hasil penelitian umbi talas kering memiliki mutu yang beragam seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil pengujian kadar pati3 umbi talas kering beserta mutunya

Perlakuan Kadar pati (%) Mutu

55 (oC) 75(oC) 55 (oC) 75(oC)

I 72.60 71.30 Mutu super Mutu super

II 73.60 72.70 Mutu super Mutu super

III 55.30 67.30 Mutu III Mutu II

IV 69.30 69.50 Mutu I Mutu I

3

Hasil pengujian Laboratorium Balai Besar Industri Agro

4.3.2 Kadar Abu

Berdasarkan analisis sidik ragam, pengaruh penanganan awal (perlakuan) terhadap kadar abu umbi talas kering menunjukkan nilai P (<0.0001) kurang dari alfa (5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar abu umbi talas kering berbeda nyata terhadap perlakuan I, II, III dan IV. Kadar abu

39 tertinggi diperoleh pada perlakuan III, sedangkan kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan II. Kadar abu umbi talas kering pada Perlakuan III diduga akibat pengaruh NaCl, sedangkan penggunaan level suhu rendah maupun tinggi (suhu dehidrator) tidak berpengaruh terhadap kadar abu. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 terutama perbedaan kadar abu umbi talas kering antara Perlakuan III dan IV, dimana salah satu proses penanganan awal pada Perlakuan IV melalui perendaman dalam larutan NaCl yang kemudian berlanjut ke proses perlakuan blansir dengan media larutan natrium metabisulfit, sedangkan proses penanganan awal pada Perlakuan III hanya sampai ke proses perendaman umbi talas dalam larutan NaCl.

Tabel 10. Hasil pengujian kadar abu4 rata-rata(%) umbi talas kering

Perlakuan Suhu dehidrator (

o C) 55 75 I 2.25±0.01e 2.25±0.01e II 1.19±0.00f 0.81±0.01g III 19.08±0.17a 17.82±0.12b IV 6.60±0.39d 8.80±0.07c 4

Hasil pengujian Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi

4.3.3 Kadar Kalsium Oksalat

Berdasarkan analisis sidik ragam, pengaruh penanganan awal (perlakuan) terhadap reduksi kadar oksalat pada umbi talas menunjukkan nilai P (<0.0001) kurang dari alfa (5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa reduksi kadar oksalat berbeda nyata terhadap Perlakuan I, II, III dan IV. Faktor reduksi kadar oksalat dipengaruhi oleh penerapan metode reduksi kadar oksalat secara kontinyu yaitu pengupasan, pencucian dan perendaman (Kumoro 2012); perlakuan blansir (Hang et al. 2011); perendaman dalam larutan NaCl (Yuliani et al. 2009); perlakuan kombinasi antara perendaman dalam larutan garam dan perlakuan blansir (Novita 2011); serta proses pengeringan (Widarso 2009 dan Yuliani et al. 2009).Dampak pengurangan kadar kalsium oksalat dengan cara memasak umbi talas dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan konsumen, karena dapat meningkatkan penyerapan mineral dalam tubuh dan mengurangi resiko batu ginjal (Ayele 2009 diacu dalam Maulina

et al. 2012).

Proses pengeringan dapat menurunkan kadar oksalat hingga 42%, karena suhu yang tidak terlalu tinggi pada proses pemanasan dapat menurunkan kadar oksalat, dimana penjemuran dapat menurunkan kadar oksalat (Yuliani et al. 2009), sedangkan pengurangan kadar oksalat yang dipengaruhi oleh suhu pemanasan yang semakin tinggi (Ayele 2009 diacu dalam Maulina et al. 2012) akan mengakibatkan kalsium oksalat terdekomposisi menjadi kalsium karbonat dan gas karbon monoksida (Schempf et al. 1965 diacu dalam Maulina et al. 2012). Berikut ini adalah hasil survei degradasi termal kalsium oksalat oleh Schempf et al. (1965) diacu dalam Kumoro (2012):

CaC2O4.nH2O(s)→ CaC2O4(s) + nH2O(g) (Schempf et al. 1965 diacu dalam Kumoro 2012)

CaC2O4(s) + panas → CaCO3(s) + CO(g) (Schempf et al. 1965 diacu dalam Kumoro 2012)

CaCO3(s)→ CaO(s) + CO2(g) (Schempf et al. 1965 diacu dalam Kumoro 2012)

Berdasarkan hasil penelitian Yuliani et al. (2009), umbi talas bogor yang masih segar memiliki kadar oksalat sebesar 8,578.28 ppm. Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa hasil pengujian reduksi kadar oksalat tertinggi yaitu pada Perlakuan III yang mencapai 80.43-81.43% dari kadar oksalat umbi talas

40 yang masih segar, sedangkan reduksi kadar oksalat terendah yaitu pada Perlakuan I yang mencapai 53.83-53.93% dari kadar oksalat umbi talas yang masih segar. Perlakuan blansir dan perendaman dalam larutan garam cenderung mereduksi kadar oksalat dalam umbi talas.

Tabel 11. Hasil pengujian reduksi kadar oksalat4 rata-rata (%) pada umbi talas kering

Perlakuan Suhu dehidrator (

o C) 55 75 I 53.93±4.57c 53.83±0.13c II 67.16±0.59b 64.02±2.50b III 81.11±0.16a 80.43±0.54a IV 77.96±1.53a 79.76±0.44a 4

Hasil pengujian Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi

4.3.4 Derajat Putih

Berdasarkan analisis sidik ragam, pengaruh suhu dehidrator terhadap derajat putih awal umbi talas segar menunjukkan nilai P (0.0241) kurang dari alfa (5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat putih awal untuk umbi talas segar berbeda nyata terhadap level suhu dehidrator 55 oC dan 75

o

C, dan derajat putih awal untuk umbi talas segar tidak berbeda nyata terhadap Perlakuan I, II, III, dan IV. Secara keseluruhan, warna kecerahan umbi talas kering menjadi semakin gelap daripada warna kecerahan umbi talas sebelum dikeringkan. Sesuai dengan pernyataan dari Rachmawan (2001), bahwa zat warna suatu bahan pangan menjadi rusak atau berkurang akibat proses pengeringan. Berdasarkan analisis sidik ragam, pengaruh penanganan awal (perlakuan) terhadap derajat putih akhir umbi talas kering menunjukkan nilai P (0.0002) kurang dari alfa (5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat putih umbi talas kering berbeda nyata terhadap perlakuan I, II, III dan IV. Hasil pengolahan data derajat putih dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 43. Grafik perbandingan derajat putih umbi talas segar dan umbi talas kering

4.3.5 Residu Sulfit

Tujuan dari proses perlakuan blansir dengan media larutan natrium metabisulfit (Perlakuan IV) adalah mempertahankan derajat putih irisan umbi talas. Selama proses pengeringan irisan umbi talas,

41 penggunaan suhu dehidrator 55 oC dan 75 oC sama-sama dapat menurunkan 2000 ppm larutan natrium metabisulfit menjadi ±65 ppm (residu sulfit umbi talas kering). Selama proses pengeringan berlangsung, kadar natrium metabisulfit pada umbi talas semakin berkurang dan akan semakin hilang (Esti dan Sediadi 2000), karena semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin tinggi residu sulfit pada irisan umbi talas, artinya semakin tinggi suhu pengeringan dan semakin rendah kandungan air di dalam umbi talas, maka kadar residu sulfit per berat total semakin tinggi (Rahman 2007). Selain itu, berkurangnya kadar natrium metabisulfit pada pengeringan umbi talas dikarenakan oleh adanya getah atau lendir yang terdapat di bagian lapisan luar umbi talas, sehingga kadar natrium metabisulfit yang dapat diserap umbi talas akan sangat sedikit melewati pori-pori irisan umbi talas.

Tabel 12. Hasil pengujian kadar residu sulfit4 rata-rata (ppm) umbi talas kering

Perlakuan Suhu dehidrator (

o

C)

55 75

IV 64.55 65.33

4

42

Dokumen terkait