• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

2.4 Kota Medan sebagai Kota Perkebunan

3.2.1 Nama Jalan Belanda

Pada masa pemerintahan Belanda perkembangan kota Medan berpusat di pertemuan sungai Deli dengan Sungai Babura. Hal ini merupakan dampak dari peranan sungai yang sangat penting sebagai sarana trasportasi pada waktu itu sangat tinggi. Pembangunan-pembangunan gedung penting milik pemerintah kolonial maupun milik pengusaha perkebunan sebagian besar dibangun di sekitar kawasan itu. Dengan kata lain, perkembangan kota Medan pada waktu itu berpusat dari pertemuan kedua Sungai tersebut. Dalam perkembagannya, sungai Deli yang terletak memanjang dan membelah kota Medan menjadi

27

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

sangat penting peranannya karena hampir di sepanjang jalur sungai inilah banyak dibangun bangunan-bangunan fisik kota serta terkonsentrasinya lokasi pemukiman orang-orang Eropa.

Di bagian timur kota Medan yang dibelah oleh Sungai Deli adalah kawasan yang paling berkembang, karna pada kawasan inilah tempat yang paling ramai dan paling sibuk pada saat itu. Karena wilayah Kota Medan yang termasuk juga didalamnya Tanah Deli, selain untuk kawasan perkantoran, hampir sebagian besar luas wilayahnya, dari 288 hektar28

Secara umum, kalau kita lihat peta kota Medan tahun 1912, maka akan tampak beberapa lokasi-lokasi penting

pada tahun 1874, digunakan sebagai pemukiman orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.

29

28

Tengku Luckman Sinar, Op. Cit. hal. 44. 29

Geographical Section General Staff No. 4498, Published by War Office II/1945, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) No. 2018/103. Lihat juga, M A Loderichs, et, al, Op Cit. hal. 98.

. Pertama, pusat kota di kawasan Medan Puteri (Wisma Benteng dan Lippo Land sekarang) dimana terdapat bangunan kantor Deli Maatschappij, Esplanade (lapangan merdeka sekarang), bangunan hotel, bank, bangunan stasiun kereta api, percetakan dan lainnya. Kedua di sebelah utara Kota Medan terdapat bangunan penting seperti rumah sakit Deli Mij Hospital yang terletak di jalan Laboratorium Weg (Jalan Putri Hijau sekarang), sedangkan kearah timur merupakan wilayah perniagaan dan pertokoan seperti pajak ikan lama yang terletak di jalan Peking Straat ( jalan Palangkaraya sekarang), pusat pasar (sentral), kedai panjang di jalan kesawan (

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

jalan Ahmad Yani sekarang), serta daerah pertokoan lainnya di jalan Canton

Straat (jalan surabaya sekarang).

Sedangkan di sebelah selatan khususnya daerah yang diapit oleh sungai Deli dan Sungai Babura merupakan daerah pemukiman orang-orang Eropa, seperti perumahan opsir-opsir Belanda yang terletak di jalan Dommein Weg (jalan Raden Saleh yang sekarang) dan perumahan golongan elite Eropa di kawasan Polonia. Sedangkan di bagian Barat kota terdapat berbagai bangunan lain seperti sekolah-sekolah Belanda.

Bentuk kota yang tidak kompak dan terserak merupakan ciri utama dari kota Medan, yaitu dengan banyaknya bangunan-bangunan dan jalan-jalan yang di buat bukan berdasarkan perencanaan. Kota Medan merupakan sebuah kota yang dikelilingi oleh perkebunan-perkebunan asing, sehingga pembangunan sarana dan prasarana dibuat berdasarkan kebutuhan dari pengusaha perkebunan tersebut, begitu juga dengan pemerintah kolonial dan penguasa setempat (sultan-sultan Melayu) juga melakukan pembangunan untuk kepentingan mereka sendiri.

Pola jalan di dalam kota merupakan salah satu unsur yang mewarnai struktur keruangan dari sebuah kota, karena pola jalan yang ada merupakan salah satu komponen yang paling nyata manifestasinya dalam menentukan periodesasi suatu kota.30

30

Hadi Sabari Yunus, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2006, hal.142.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dikelompokkan ke dalam tiga pola. Pertama, pola jalan yang tidak direncanakan yang biasanya timbul dari akibat kegiatan ekonomi dan hubungan sosial penduduknya. Kota-kota pada awal pertumbuhannya selalu ditandai dengan sistem ini. Hal ini menunjukkan tidak adanya peraturan atau undang-undang perencanaan untuk menertibkan struktur tata ruang kota. 31

Sebelah timur ke arah pusat pasar dihuni oleh orang-orang Cina, dengan jalan-jalan utamanya adalah Hakka Straat, timoer Straat, Kwanteebio Straat,

Bali Straat, Tjong Jong Hian Straat, Tongking Straat, Yien Sin Straat, dan

jalan lainnya.

Pada sistem ini terlihat adanya ketidakteraturan sistem jalan yang baik serta terlihat pada pola jalannya yang melingkar-lingkar, lebarnya bervariasi, dan dengan cabang-cabang yang banyak di setiap jalannya. Di sepanjang alur Sungai Deli ke arah Utara, Barat, dan Timur Laut dihuni oleh orang-orang Eropa. Wilayah ini adalah tempat pemukiman orang-orang Eropa, gedung pemerintahan dan bangunan milik pengusaha perkebunan. Jalan-jalan utama di daerah ini adalah

Kampements Weg, Cremer Weg, Demmeni Weg, Beatrix Laan, Boolweg, Padang Boelan Weg, Mangga Laan, Andrae Weg, dan lain-lain.

Di sebelah selatan alur Sungai Deli dihuni oleh orang-orang Melayu. Jalan-jalan utamanya adalah Paleis Weg, Djalan Amalioen, Djalan Oetama, Djalan Radja, Djalan Poeri, Djalan Mahkomah, Djalan Kenanga, dan lain sebagainya.

31 Ibid.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Serta sebelah barat daya pusat kota dihuni oleh orang-orang Tamil dengan jalan utamanya adalah Bombay Straat, Calcutta Straat, Hindoe Straat,

Madras Straat, Napatnam Straat dan lain sebagainya.

Pola jalan yang kedua adalah yang terletak di antara daerah kesultanan dengan daerah kota Medan. Pada masa eksploitasi pemerintah kolonial Belanda di Sumatera Timur terdapat dua kawasan yang letaknya berdekatan akan tetapi mempunyai perbedaan status kependudukan. Salah satu garis pembatas antara keduanya adalah terletak di Jalan Antara (Jalan Sutrisno yang sekarang), yaitu kawasan yang kita sebut sebagai Kota Medan dengan daerah kesultanan. Dengan adanya garis pemisah itu maka sebagian penduduk kampung-kampung yang terdapat di Medan mendapat status sebagai penduduk Gemente dan sebagian lagi mendapat status sebagai penduduk kerajaan yang merupakan kaula dari Kesultanan Deli. Jaringan jalan ini antara lain adalah

Sultan Weg, Max Havelaar Laan, Wilhelmina Straat, Djalan Javaris, Maleisches Straat, dan jalan lainnya.

Pola jalan yang ketiga adalah daerah yang menghubungkan Kota Medan dengan daerah luar kota atau daerah perkebunan serta yang menghubungkan Medan dengan pelabuhan. Jaringan jalan di kawasan ini sengaja direncanakan untuk kepentingan orang-orang Eropa, yaitu untuk memudahkan mereka membawa hasil-hasil perkebunan ke Medan Untuk diperdagangkan ke pelabuhan. Jaringan jalan ini biasanya terhubung dengan jalan raya yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Seperti jalan raya Medan-Belawan yang dibuat pada

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

tahun 1912. beberapa jalan utama yang menghubungkan kawasan ini adalah Jalan Paleis Weg, Djalan Radja yang menghubungkan Medan dengan daerah Tebing Tinggi dan Kota Pinang Baroe. Salak Straat, Maasdam Straat, Serdang Weg yang menghubungkan Medan dengan daerah Tebing Tinggi dan Tanjung Balai. Padang Boelan weg, Sultan Weg yang menghubungkan Medan dengan daerah Brastagi dan Pematang Siantar. Skip Weg, Gloegoer Weg yang menghubungkan Medan dengan daerah Binjai dan Pangkalan Susu, serta jalan yang menghubungkan Medan dengan kawasan pelabuhan Belawan yaitu

Pakhuis Weg, dan BoolWeg.

Proses penamaan jalan-jalan di kota Medan sebagian besar adalah menggunakan nama-nama Belanda. Kalau dilihat dari peta kota Medan pada masa kolonial Belanda, maka akan dapat dilihat bahwa nama-nama jalan sampai pada saat itu banyak menggunakan nama-nama khas Belanda. Nama jalan yang menggunakan nama Belanda biasanya terdapat di kawasan elite, yaitu daerah perumahan orang-orang Belanda dan lokasi-lokasi yang menjadi pusat pemerintahan kolonial serta kantor-kantor perkebunan, kawasan pelabuhan, dan daerah pedalaman.

Pada masa kolonial, penamaan jalan biasanya diikuti dengan istilah

Laan, Straat, dan Weg. Hal yang sama yang dilakukan di Medan, dimana

penamaan jalan yang demikian menunjukkan status kawasan itu. Itilah Laan dipakai untuk kawasan pemukiman elite Belanda, administratur perkebunan dan pejabat pemerintah. Jalan dikawasan ini terlihat asri, dilengkapi drainase yang

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

baik, di sisi kiri dan kanan diteduhi oleh rimbunan pepohonan Akasia atau Angsana. Akses keluar masuk kawasan ini terbatas pada penghuninya sehingga selalu terlihat sepi. Sedankan nama jalan yang jalan yang diikuti dengan istilah

Straat dan Weg adalah kawasan di tengah kota yang ramai, secara umum

hampir tidak ada perbedaannya. 32

Selain itu penamaan jalan pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Medan juga diambil dari nama orang yang pernah berjasa bagi negeri Belanda, seperti Nienhuys Weg yang diambil dari nama Jacobus Nienhuys, seorang

Nama jalan Belanda ini biasanya diambil dari nama-nama yang berhubungan dengan negeri Belanda seperti Arnhemia Straat, Idenburg Straat,

Petersburg Straat dan lain sebagainya yang merupakan nama daerah yang

terdapat di Negeri Belanda.

Ada juga nama jalan yang diberikan dari nama-nama yang terdapat dilokasi jalan tersebut, seperti Avros Laan, diambil dari singkatan Algemeene

Vereeniging van Rubber Planters ter Ooskust van Sumatera yaitu perkumpulan

organisasi pengusaha-pengusaha asing yang memiliki perkebunan karet di Sumatera Timur yang dibentuk pada tahun 1910. selain itu ada juga nama

Controleur Straat, River laan, Lotos Laan yang merupakan nama-nama Belanda

berdasarkan lokasi yang ada di sekitar jalan tersebut.

32

Nasrul Hamdani, Morfologi, “Sisi Keras” dan Orang Medan: Sejarah Kota (1930-1950), Medan: Buletin Historisme edisi Sejarah Kota No. 22/Tahun XI/Agustus 2006, hal 15-16. Lihat juga S. Wojowasito, dalam Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, hal 359, 641 dan 792.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Belanda yang bertugas sebagai staf perusahaan tembakau Pieter van den Arend.33

Nama jalan Janssen Laan yang diambil dari nama seorang pemrakarsa pembangunan Deli Proof Station, sebuah lembaga pusat penelitian pertanian (perkebunan) serta laboratorium Phatologi yang berfungsi sebagai pusat penelitian penyakit-penyakit tropis serta kesehatan bersama dengan van

Vollenhoven.

Di Sumatera Timur ia adalah seorang perintis pembukaan perkebunan tembakau, yang kemudian berkembang sangat pesat dan memberikan keuntungan besar yang tidak henti-hentinya bagi orang-orang Belanda dan negeri Belanda.

34

Nama Jalan Cremer Weg, dari nama seorang Belanda J. T Cremer, pengganti J. Nienhuys di Maskapai Deli. Ia mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan Sumatera Timur, dan seorang tokoh yang terkemuka dikalangan pengusaha Onderneming. Cremer menjadi administratur di Sumatera Timur atau manajer Maskapai Deli sejak tahun 1871 sampai tahun 1873. Ia juga pernah menjadi menteri jajahan di negeri Belanda dari tahun 1888 sampai 1923. salah satu usaha yang dilakukan Cremer dalam mengembangkan perkebunan asing di Sumatera Timur adalah dengan memprakarsai pembentukan Persatuan Pengusaha Perkebunan Deli (Deli Planters Vereeniging) yang berdiri pada tanggal 23 April 1879 untuk mewakili pengusaha-pengusaha tembakau

33

Karl J. Pelzer, Op. Cit. hlm. 51. 34

Tim Pengumpul, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah tingkat II Medan, Loc. Cit. Hal. 101.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Sumatera Timur dalam hubungan-hubungan mereka baik dengan penguasa-penguasa swantara (Zelfbestuurders) maupun dengan pemerintah Hindia Belanda. Persatuan ini juga mengurusi masalah-masalah agraria, peraturan-peraturan perburuhan dan pengimporan buruh. 35

Dokumen terkait