• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pergantian Nama Jalan di Kota Medan

PERUBAHAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN

4.1 Proses Pergantian Nama Jalan di Kota Medan

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dilakukan tindakan-tindakan untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan serta kedaulatan negara. Salah satunya adalah dengan melupakan dan menghapus kenangan-kenangan dan memori pahit yang telah lama dirasakan sewaktu masih dijajah oleh Belanda. Semua bentuk susunan kekuasaan yang dibuat pada masa kolonial diganti dengan bentuk pemerintahan yang cocok dengan Negara Republik Indonesia. Walaupun ada beberapa warisan jaman Belanda yang masih dipertahankan dan diperbaharui, seperti peninggalan arsitektur Belanda dan beberapa undang-undang pemerintahan jaman Belanda.

Usaha untuk menghapus kenangan pahit semasa pendudukan Belanda agak terbantu dengan masuknya tentara Jepang ke Nusantara, yaitu melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pada masa pendudukan negeri matahari terbit tersebut yang menghapus segala hal yang berhubungan dengan Belanda, walaupun pada masa tersebut posisi Indonesia sama saja sebagai negara yang dijajah.

Salah satu usaha nyata yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menasionalisasikan aset-aset Belanda yang ada di Indonesia. Gedung-gedung milik pemerintahan kolonial diambil alih dan difungsikan oleh pemerintah

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dengan fungsi yang sama atau berbeda sesuai dengan kebutuhan negara pada waktu itu.

Semangat nasionalisasi yang tinggi pada saat itu menimbulkan keinginan yang kuat pada diri pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pengambilalihan, pergantian, dan penghapusan aset-aset milik pemerintah kolonial Belanda, tak terkecuali terhadap nama jalan.

Pegantian Nama Jalan Berbahasa Belanda

Setelah melalui masa-masa sulit pada saat penjajahan dalam bentuk eksploitasi perkebunan masa kolonial dan kesengsaraan pada masa pendudukan Jepang, maka setelah kemerdekaan diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia melalui tokoh-tokoh terpelajar dan para pejuang kemerdekaan mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan apabila kemerdekaan yang telah di dapat diambil alih lagi oleh para negeri penjajah. Oleh karena itu dilakukan berbagai upaya dalam mengisi kemerdekaan yaitu dengan membentuk suatu pemerintahan yang berdaulat dan mengatasi segala bentuk permasalahan yang ada sepeninggalan Belanda dan Jepang. Apalagi dengan adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh Belanda untuk kembali menguasai dan mengambil alih bekas wilayah kekuasaannya dari tentara Jepang. Pemerintah Belanda yang berada dibelakang tentara sekutu mulai melakukan usaha-usahanya melalui agresi militer. Pada masa inilah dituntut kerjasama para tokoh pejuang di bidang apapun mereka berada seperti agama, pendidikan, pers,

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

kaum intelektual dan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Apalagi berita proklamasi kemerdekaan Indonesia agak tersendat-sendat sampai kedaerah-daerah lain di kawasan indonesia, dikarenakan sarana komunikasi yang masih sangat sulit pada waktu itu, tak terkecuali di Kota Medan.

Di Kota Medan dengan adanya issue-issue tentang berita proklamasi kemerdekaan tersebut tanpa disusul berita yang resmi, maka sebagian besar tokoh-tokoh pejuang beserta masyarakat tidak ada inisiatif untuk menanggapinya. Barulah satu bulan setelah proklamasi tepatnya bulan September, mulailah masyarakat dan tokoh pejuang melakukan tindakan untuk mempertahankan kemerdekaan sampai masa pengakuan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949.

Setelah adanya pengakuan kedaulatan terhadap negara Indonesia, maka pemerintah mulai melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan rasa sakit hati semasa pemerintahan kolonial Belanda.51 Semangat nasionalisasi dan Indonesiaisasi sanagt tinggi pada waktu awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia.52

51

Wawancara dengan D A Buiskool, 27 Mei 2009. 52

Nasionalisasi adalah proses dimana negara mengambil alih kepemilikan suatu perusahaan milik swasta atau asing. Apabila suatu perusahaan dinasionalisasi maka negara yang bertindak sebagai pembuat keputusan dan para pegawainya menjadi pegawai negeri, Undang-Undang Darurat Republik Indonesia tentang Nasionalisasi.

Sentimen anti Belanda mulai hidup di masyarakat. Mulai dari nasionalisasi perusahaan-peruahaan dan gedung-gedung pemerintahan milik perkebunan asing dan Belanda. Semangat indonesiaisasi sangat tinggi yang

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk menghilangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan Belanda.53

Hal yang sama juga terjadi terhadap nama-nama jalan di Kota Medan yang telah ada dan diberinama pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Nama-nama jalan menjadi semacam kenangan sosial kolektif karena nama jalan di perkotaan memadukan ruang dan waktu yang membeku di dalam kota, ia adalah bayangan etos kota serta melambangkan hakekatnya.

54

Nama jalan Dommenie Weg yang diberi nama pada masa kolonial Belanda diganti menjadi jalan Raden Saleh, seorang pelukis kenamaan dari Jawa dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pendidikan melukis secara modern.

Nama-nama jalan berbahasa Belanda akan mengingatkan kembali kepada kita masa kesengsaraan dan penghinaan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Nama-nama jalan yang dianggap memiliki kenangan kolektif tersebut diganti menjadi nama-nama Indonesia seperti nama-nama pejuang baik dalam skala nasional maupun lokal, nama-nama tempat dan kota-kota yang ada di Indonesia, nama-nama tokoh-tokoh pers, intelektual, pendidikan, nama-nama tumbuhan, hewan, buah dan lain sebagainya. 55 53 Loc.Cit. 54

Peter J. M Nas, Tatanan Simbolik Jakarta: dari Kosmos ke Kondomonium. Op. Cit. hal. 64.

Raden Saleh sering berkeliling Indonesia dan menggambar tipe-tipe

55

Raden Saleh merupakan anak seorang Bupati, dengan nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman. Secara kebetulan ia ditemukan oleh A. A. J Payen, pelukis Belgia yang sudah bertahun-tahun diperbantukan kepada profesor Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

orang-orang Indonesia yang disinggahinya. Selain melukis Raden Saleh juga menaruh perhatian yang sangat besar terhadap perjuangan rakyat Indonesia untuk melawan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Walaupun telah mendapatkan posisi sebagai juru sungging (pelukis) di istana Kerajaan Belanda, ia selalu dicurigai oleh pemerintah Hindia Belanda dapat menanamkan pengaruh pergerakan melawan penjajah kepada masyarakat. Oleh karena itu pemerintah kolonial lalu menempatkannya di sebuah daerah terpencil sebagai mantri ukur tanah.56

Claessens Laan nama jalan pada masa Belanda, kemudian berganti

nama menjadi nama Indonesia, yaitu jalan Amir Hamzah.

Atas jasa-jasanya pemerintah lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara anumerta menyerahkan Piagam Anugerah Seni sebagai perintis seni lukis di Indonesia, selain itu nama Raden Saleh juga diabadikan sebagai nama jalan di Kota Medan.

57

Nama Amir Hamzah merupakan salah nama lokal yang menjadi nama jalan di Kota Medan. Amir Hamzah adalah seorang penyair besar pada jaman pujangga baru.58

Direktur Pertanian, Kesenian, dan ilmu pengetahuan untuk Jawa dan pupau-pulau sekitarnya. Ensiklopedi Indonesia,….. hal. 346

56 Ibid. 57

Dengan nama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putra, yang lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, pada 28 Februari 1911. ia adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan pujangga baru dan lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan melayu (Kesultanan Langkat) serta banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu. Amir Hamzah terbunuh dalam revolusi Sosial Sumatera Timur yang melanda pesisir Sumatera bagian timur di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Ia wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi, Tanjung Pura Langkat serta diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia. Ibid. hal. 351.

58

Ibid. hal. 351.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Melayu-Indonesia hingga sekarang. Di tangannya Bahasa Melayu mendapatkan suara dan lagu yang unik yang terus dihargai hingga jaman sekarang.

Bontekoelaan yang berganti nama menjadi jalan H. Agus Salim. Tokoh

pergerakan Indonesia yang berprofesi sebagai Seorang jurnalis yang kemudian terjun kedalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam. Peranan Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sangat besar. Diantaranya adalah sebagai anggota Volksraad (1921-1924), anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945, Menteri Muda Luar Negeri kabinet Sjahrir II tahun 1946 dan 1947, pembuka hubungan Indonesia dengan negara-negara Arab, Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin dan Hatta.59

Banckert Laan yang berganti nama menjadi jalan Mongonsidi. Nama ini diambil dari nama seorang pahlawan nasional Indonesia Robert Wolter Mongonsidi.60

59

Ibid. hal. 349 60

Mongonsidi dilahirkan di desa Malalayang, Sulawesi Utara. Anak seorang petani kelapa sederhana tetapi mempunyai cita-cita yang tinggi. Pemmimpin pasukan pelajar untuk mengusir Belanda yang diboncengi oleh NICA datang ke Sulawesi. Wafat pada 5 September 1949 karena dihukum tembak oleh Belanda. Ibid. hal. 359.

Ia adalah pendiri LAPRIS (Laskar Pemberontak Yakyat Indonesia Sulawesi) yang merupakan gabungan dari laskar-laskar bersenjata di Sulawesi Selatan. Setiap pasukan yang pemberontak yang dipimpimnya selalu mendatangkan kerugian yang besar bagi Belanda.

Cremer Weg menjadi jalan Balai Kota pemberian nama jalan ini di

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Pergantian nama-nama jalan yang berbahasa Belanda dilakukan sekitar tahun 1950-an, dimana pada tahun-tahun setelah kemerdekaan sampai tahun 1950-an tersebut nasionalisme-ultra sangat kuat berkembang di setiap lapisan masyarakat Indonesia.61 Pergantian nama jalan berbahasa Belanda terus terjadi sampai pada tahun 1960-an, seperti jalan Cremer Weg yang berganti nama menjadi jalan Balai Kota (sampai sekarang) pada tanggal 17 Januari 1950. Jalan Japaris yang berganti nama menjadi jalan Rachmadsjah (sampai sekarang) pada tanggal 17 November 1964. Jalan Kesawan yang berganti nama menjadi jalan Jenderal Ahmad yani pada tanggal 1 Maret 1966.62

Pada masa pemerintahan kolonial terdapat sekitar 100-an nama jalan yang menggunakan nama Belanda. Nama-nama jalan ini sering kita jumpai pada peta Kota Medan pada tahun 1912 sampai pada tahun 1950-an serta dalam daftar nama jalan pada tahun 1947.

63

Berikut daftar nama jalan berbahasa Belanda dan perubahannya

64

61

Wawancara dengan Tengku Luckman Sinar, pada hari Jum’at 5 Juni 2009. 62

Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, Penerbit: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, 1976, hal. 787.

12.63 Geographical Section General Staff No. 4498, Published by War Office II/1945, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) No. 2018/103. Lihat juga, M A Loderichs, et, al, Loc. Cit. hal. 98.

64

Geographical Section General Staff No. 4498, Published by War Office II/1945, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) No. 2018/103. Lihat juga, M A Loderichs, et, al, Loc. Cit. hal. 98. Buku Tahunan Kota Besar Medan tahun 1954, hal. 211-218. Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengis Proklamasi, diterbitkan oleh: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, tahun 1976, hal. 787. Op.Cit.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

TAHUN

No. 1912-1947 1950-1970

1. Andrea Weg Jl. Getah

2. Bontekoelaan Jl. Haji Agus Salim

3. Ballotstraat Jl. Delhi

4. Bothstraat Jl. Mojopahit

5. Boolweg Jl. Komodor Laut Yos Sudarso

6. Claessens Laan Jl. Amir Hamzah

7. Cremer Weg Jl. Balai Kota

8. Coenstraat Jl. Gajah Mada

9. Demmenie Weg Jl. Raden Salaeh

10. Daendels Straat Jl. Hayam Wuruk

11. Evertsen Laan Jl. Gerilla

12. Juliana Straat Jl. Asia

13. Havelaar Laan Jl. Multatuli

14. Krugerstraat Jl. Bedagai

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Selain nama jalan yang berbahasa Belanda, nama-nama jalan lokal yang telah ada pada masa kolonial Belanda juga mengalami perubahan nama. Seperti jalan Serdang yang berganti nama menjadi jalan Prof. H. M. Yamin,65 Seorang penyair yang kemudian terjun kedalam bidang politik. Karir polotiknya dimulai pada saat Muhammad Yamin giat dalam gerakan-gerakan nasionalis.66 Melalui organisasi Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya bahasa Indonesia dijadikan asas untuk sebuah bahasa bangsa. Semasa pendudukan Jepang, Yamin bertugas dengan Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Sebuah oraganisasi nasionalis yang di sokong oleh pemerintah Jepang.67

Salah satu hal yang menarik dari pergantian nama jalan yang telah ada pada masa kolonial adalah masih dipertahankannya beberapa nama jalan yang bersifat tempat seperti sungai, kota dan gang.

Pada saat Soekarno menjabat sebagai presiden, Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.

68

65

Muhammad Yamin, lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 24 Agustus 1903. beliu merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia, serta pencipta mitos yang utama kepada Presiden Soekarno. Wafat di Jakarta, 17 Oktober 1962 dan seorang pahlawan nasional Indonesia. Ensiklopedi Nasional Indonesia, Loc. Cit. hal. 396.

66 Ibid. 67

Ibid. 68

Wawancara dengan Tengku Luckman Sinar, Loc. Cit.

Nama-nama jalan ini pada masa kolonial Belanda diberi nama oleh orang-orang Indonesia. Pergantian nama jalan ini dilakukan pada tahun-tahun berikutnya, yaitu pada masa Orde Baru.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Pergantian Nama Jalan Berbahasa Cina

Selain nama jalan berbahasa Belanda, nama jalan berbahasa Cina juga mengalami penghapusan. Nama-nama Cina yang masih dapat dijumpai dalam peta tahun 1912, 1947 dan tahun 1954, mulai jarang terlihat sejak pertengahan tahun 1960-an. Hal ini dikarenakan adanya upaya untuk menghapus semua nama jalan yang berbahasa Cina. Hal ini sedikit banyaknya ditimbulkan dari rasa tidak suka masyarakat pribumi pada masa itu terhadap kegiatan dan tindakan orang-orang Cina, terutama didalam bidang ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa mulai pada masa pemerintahan kolonial Belanda, yaitu saat eksploitasi perkebunan besar-besaran sampai kepada masa kemerdekaan orang-orang Cina menempati suatu posisi yang sangat penting dan strategis dalam perkembangan perekonomian di Sumatera Timur. Kedudukan mereka seakan-akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat pribumi, karena selain sebagai buruh perkebunan mereka juga diberikan kebebasan untuk melakukan usaha lain seperti menjadi pedagang dalam mendistribusikan bahan-bahan kebutuhan pokok sehari-hari bagi penduduk Sumatera Timur. Oleh karena itu, sebagian orang-orang Cina pada waktu itu mempunyai penghasilan yang tinggi dan bahkan menjadi orang kaya baru dan mempunyai pengaruh di dalam lingkungan perkebunan, yaitu sebagai mitra para tuan-tuan kebun dalam bidang perekonomian khususnya kebutuhan pokok. Tidak jarang kaum pribumi melihat kelompok etnis Cina ini dapat memperoleh fasilitas-fasilitas tertentu sebagai

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

pedagang perantara.69 Selain itu berdasarkan berbagai pertimbangan baik yang bersifat ekonomis dan politis, pemerintah kolonial Belanda menganggap etnis Cina inilah yang paling layak untuk melaksanakan usaha-usaha dagang tersebut. Hal ini didukung dari sifat yang lebih militan untuk memperjuangkan hidupnya dan umumnya mereka memang selalu berhasil.70 Sifat lain yang dimiliki oleh etnis Cina yang tidak disukai oleh penduduk pribumi adalah tingkah laku mereka yang masih sangat kental dalam mempertahankan budaya-budaya leluhurnya, walaupun mereka berada didaerah perantauan dan telah beberapa generasi berada di Kota Medan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka masih tetap mempertahankan bahasa ‘ibunya’ dalam berkomunikasi sesama mereka.71 Salah satu hal lagi yang selalu menimbulkan rasa sakit hati bagi penduduk pribumi adalah kelompok etnis Cina ini selalu mempergunakan istilah wanna untuk menyebut penduduk pribumi dalam dalam percakapan mereka sehari-hari.72

69

Kelompok etnis cina yang umumnya berprofesi sebagai pedagang selalu mengambil sikap politik ‘pucuk eru’ atau sikap loyal terhadap pihak yang sedang berkuasa dalam setiap periode transisi kekuasaan. Hal ini dilakukan agar kepentingannya dan kehidupannya tidak terganggu, Tim Pengumpul, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah tingkat II Medan, Op. Cit. Hal. 179

70

Hal yang berbeda dialami oleh kelompok etnis Cina di Kota Medan pada masa pendudukan tentara Jepang. Karena penguasa Jepang pada saat itu sesuai dengan kebijaksanaan politik yang dijalankannya, tidak banyak memberikan kesempatan terhadap aktifitas dalam bidang perdagangan dan pertanian. Ditambah lagi sikap kurang simpatik para penguasa Jepang terhadap etnis Cina karena permasalahan perang Tiongkok diantara kedua bangsa yang masih berkecamuk pada waktu itu. Ibid.

71

.Ibid. Hal. 178. 72

Istilah “ wanna’’ ungkapan yang diberikan kelompok etnis Cina untuk menyebut penduduk pribumi yang mempunyai pengertian primitif atau orang-orang yang terbelakang. Ibid.

Sikap dan tingkah laku yang seperti inilah yang selalu menimbulkan rasa sentimen yang tinggi kaum pribumi terhadap etnis Cina.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Sangat kontras dengan kehidupan masyarakat pribumi yang hanya hampir seluruhnya bekerja sebagai buruh di perkebunan asing tersebut dengan penghasilan yang sangat rendah. Sehingga dalam pandangan penduduk pribumi, kelompok etnis Cina tersebut tidak sepantasnya bertindak secara eksklusif mengingat mereka adalah kaum pendatang dan telah tinggal beberapa generasi di Kota Medan.

Hal inilah yang menimbilkan rasa iri dan tidak senang pada diri masyarakat pribumi. Apalagi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, kaum pribumi kembali merasa sebagai tuan rumah di negerinya sendiri. Mereka berusaha untuk membatasi ruang gerak orang-orang Cina dalam mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, dalam perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia banyak kaum partisan pejuang yang melampiaskan rasa sakit hatinya terhadap kelompok etnis Cina tersebut.73

73

Sering terjadi aksi perkelahian yang dilakukan oleh beberapa kelompok kaum pribumi dengan Kelompok etnis Cina, baik secara individu maupun secara massal. Wawancara dengan D A Buiskool, Loc. Cit.

Rasa benci ini semakin lama bertambah tinggi, dan puncaknya adalah pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah pada tahun 1959 yang mengatur tentang larangan orang asing berusaha untuk berdagang di bidang eceran mulai dari tingkat kabupaten ke bawah. Dalam aturan ini juga dijelaskan bahwa sebagai pengganti pedagang-pedagang di bidang eceran tersebut diambil alih oleh warga

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

negara Indonesia.74 Hal ini merupakan wujud dari perjanjian persetujuan yang ditanda tangani oleh pemerintah Belanda dengan Indonesia dalam konferensi Meja Bundar, berisi tentang kewenagan pemerintah indonesia untuk mengeluarkan peraturan yang melindungi kepentingan nasional dan golongan ekonomi lemah. Pemerintah Indonesia meyakini bahwa setelah kemerdekaan penduduk pribumi tidak akan mungkin dapat bersaing dengan pedagang etnis Cina, karena sangat sedikit sekali terdapat orang-orang Indonesia yang berpengalaman dan dan mempunyai keahlian yang terlatih, ditambah lagi kaum pribumi pun tidak memiliki modal yang kuat dan nyaris tidak mungkin bersaing dengan perusahaan asing dan Tionghoa.75

Dampak lain dari kecemburuan ini adalah terjadinya sentimen etnis yang mengakibatkan banyak orang-orang Cina yang dianiaya, barang-barang milik mereka diambil secara paksa dan bahkan di bunuh.

76

Hal yang sama juga dilakukan terhadap nama-nama jalan yang menggunakan nama Cina. Semua nama jalan yang berbahasa Cina diganti menjadi nama Indonesia. Dari sekitar 20 nama jalan berbahasa Cina yang

74

Peraturan Presiden Republik Indonesia No.10 Tentang Larangan bagi Usaha Perdagangan Kecil dan Eceran yang Bersifat Asing Diluar Ibukota Daerah Swatantra Tingkat I dan II serta Keresidenan, Penerbitan Khusus,81, Djakarta : Departemen Penerangan Republik Indonesia, tahun 1959.

75

Nasionalisme Berakhir Buntung, Majalah Tempo edisi 13-19 Agustus 2007, hal.88-89.

76

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

terdapat di Kota Medan pada tahun 1912 77

Berikut dafar nama-nama jalan berbahasa Cina dan perubahannya

diganti menjadi nama-nama yang berbau Indonesia seperti nama-nama tempat dan nama-nama kota yang terdapat di Indonesia.

78

TAHUN

:

No. Tahun 1912-1947 1957-sekarang

1. Amoy Straat Jl. Natal

2. Annam Straat Jl. Panjang

3. Canton Straat Jl. Surabaya

4. Hakka Straat Jl. Letjend M.T Haryono

5. Hankou Straat Jl. Sambas

6. Hokkian Straat Jl. Andalas

7. Hongkong Straat Jl. Cirebon

8. Jang Kin Hian Straat Jl. Sidempuan

9. Kiautsjau Straat Jl. Banjarmasin

77

Geographical Section General Staff No. 4498, Published by War Office II/1945, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) No. 2018/103. Lihat juga, M A Loderichs, et, al,Op. Cit. hal. 98.

78

Geographical Section General Staff No. 4498, Published by War Office II/1945, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) No. 2018/103. Lihat juga, M A Loderichs, et, al, Loc. Cit. hal. 98. Buku Tahunan Kota Besar Medan tahun 1954, hal. 211-218. Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengis Proklamasi, diterbitkan oleh: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, tahun 1976, hal. 787. Op.Cit.

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

10. Macau Straat Jl. Garut

11. Nangking Straat Jl. Amuntai

12. Peking Straat Jl. Palangkaraya

13. Shanghai Straat Jl. Semarang

14. Tepekong Straat Jl. A. Yani 5

15. Tientsin Straat Jl. Samarinda

16. Tjong A Fie Weg Jl. Cakra

17. Tjong Jong Hian Straat Jl. Bogor

18. Tongkong Straat Jl. Kapuas Dalam

19. Yankin Straat -

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Dokumen terkait