• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O l e h

NAMA : Deni Ardian Ginting

NIM : 040706018

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)

SKRIPSI SARJANA

OLEH

NAMA : Deni Ardian Gining

NIM : 040706018

Pembimbing,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U.

Nip. 131 284 309

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)

Yang diajukan oleh :

NAMA : Deni Ardian Ginting

NIM : 040706018

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh :

Pembimbing,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U. tanggal……….

Ketua Departemen Sejarah,

Dra. Fitriaty Harahap, SU tanggal……….

NIP. 131 284 309

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

KEHIDUPAN BURUH PERKEBUNAN DELI MAATSCHAPPIJ 1920-1942

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

l

e

h

NAMA : Deni Ardian Ginting

NIM : 040706018

Pembimbing,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U.

Nip. 131 284 309

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(5)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Lembar Persetujuan Ketua Jurusan

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen,

Dra. Fitriaty Harahap, SU

NIP. 131 284 309

(6)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Lembar pengesahan skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

Diterima oleh.

Panitia Ujian Fakultas Sastra Uneversitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan.

Pada :

Hari :

Tanggal :

Fakultas Sastra USU

Dekan

Drs. Syaifuddin, M.A,. Ph.D

Nip 132 098 531

Panitia Ujian.

No. Nama Tanda Tangan

1. ………. (……….)

2. ………. (……….)

3. ………... (……….)

4. ………. (……….)

(7)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

ABSTRAK

SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang penetapan nama jalan di Kota Medan dan untuk mengetahui latar belakang pergantian nama jalan tersebut serta alasan pergantiannya.

Dalam memperoleh data penulis menggunakan metode penelitian lapangan. Dimana penulis melakukan wawancara dan di dukung oleh studi kepustakaan. Penulisan ini merekonstruksikan masa lampau tentang pergantian nama jalan dari nama Belanda menjadi nama Indonesia. Pada masa pemerintah kolonial Belanda penamaan jalan berdasarkan nama-nama orang-orang Belanda, nama tempat yang terdapat di negeri Belanda dan dari nama perkebunan milik pengusaha asing.

(8)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

UCAPAN TERIMAKASIH

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penulisan

skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan karena adanya keterbatasan.

Namun penulis merasa bersyukur karena masih dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua saya yang tercinta, Jhoni Ginting/Maryam Br. Tarigan

untuk doa, kasih sayang dan cintanya yang begitu besar. Atas

pengorbanan dan kesempatan yang telah diberikan kepada saya,

membesarkan hingga membiayai saya sampai dapat menikmati

pendidikan ke Perguruan Tinggi. Segala nasehat dan petuah yang telah

ayahanda dan ibunda berikan senantiasa akan selalu saya ingat. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan kesehatan, kebahagiaan dan

lindungan dariNYA.

2. Bapak Drs. Syaifuddin, MA.Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra USU,

Pembantu Dekan beserta seluruh staf pegawai.

3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U selaku Ketua Departemen Sejarah serta

Dra. Nurhabsyah M.Si sebagai Sekretaris Departemen Sejarah yang telah

(9)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

4. Dosen Pembimbing Skripsi Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U yang telah

memberikan nasihat, didikan, kritik, saran, dan perhatiannya yang begitu

besar kepada saya selama penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Nina Karina, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik,

terima kasih saya ucapkan atas segala perhatian dan nasihatnya yang

telah diberikan kepada saya selama menjadi mahasiswa.

6. Kepada seluruh staf Dinas Pemerintahan, dan Arsip Daerah Sumatera

Utara serta seluruh informan yang telah banyak memberikan bantuan

daa selama penelitian.

7. Adik-adik saya Astina Wati Br Ginting, Okta Beri Pardian Ginting, Eva

Popiana Br. Ginting, Aldi Irman Ginting, Alexandro Tarigan,

terimakasih atas dukungan yang telah diberikan kepada saya hingga saya

dapat menyelesaikan Skripsi ini. Khusus kepada keponakan saya Ronald

Yuda Aprianta Tarigan yang telah memberikan keceriaan kepada saya

terutama dalam masa sulit saat penulisan skripsi. Tuhan memberkati

kalian semua.

8. Untuk keluarga besar Ginting dan Tarigan, saya ucapkan terima kasih

atas masukan, nasihat dan dukungan yang diberikan kepada saya selama

menjadi mahasiswa.

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa sejarah, alumni, senior, serta adik-adik

sejurusan terima kasih saya ucapkan atas dukungan dan perhatian yang

(10)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Ganda, Jhon, Jernita, Oriza, Oddo, Piolina, nandho, Sabet, jefri, serta

Ciplex’03, Biz_bass dan kawan-kawanku yang lain terima kasih atas

dukungan yang selama ini kalian berikan, smoga persahabatan kita akan

terus terjaga selamanya….maju terus pantang mundur…Bravo

sejarah…….

10.Sahabat-sahabatku muda/i ‘Arih Ersada’ terima kasih atas pengertian dan

kerjasama yang kalian berikan kepada saya selama menjadi mahasiswa…

11.Ija’s Familiy, bu’ Ijah, om’olo, Icha, Budi, a’an, aka terima kasih atas

dukungan dan keceriaan yang selama ini kalian berikan, smoga Tuhan

memberkati kita Semua. Amin...

Akhirnya untuk semua orang-orang yang telah saya sebutkan diatas maupun

yang tidak saya sebutkan, saya ucapkan banyak terima kasih. Saya doakan

semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan dan karuniaNYA kepada

kalian semua. Semoga skripsi ini berguna bagi kepentingan masyarakat serta

bagi perkembangan penulisan sejarah. Amin’

Medan , Juli 2009

Penulis

(11)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

DAFTAR ISI

PRAKATA……….i

ABSTRAK……….ii

UCAPAN TERIMA KASIH……….iii

DAFTAR ISI………V BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………....1

1.2 Rumusan Masalah………..7

1.3 Tujuan dan Manfaat………..10

1.4 Tinjauan Pustaka………11

1.5 Metode Penelitian………..12

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN Kondisi Geografis………..15

Keadaan Penduduk………18

Latar Belakang Historis………22

Kota Medan Sebagai Kota Perkebunan………..24

BAB III PERKEMBANGAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN 3.1 Perkembangan Sarana Transfortasi Darat di Kota Medan………...30

3.2 Penetapan Nama Jalan Pada masa Belanda 3.2.1 Nama Belanda……….32

3.2.2 Nama Indonesia………..40

(12)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

3.3 Penetapan Nama Jalan Pada Masa Jepang………...47

BAB IV PERUBAHAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN

Proses Pergantian Nama Jalan di Kota Medan……….49

Alasan Pergantian Nama Jalan di Kota Medan………64

BAB V KESIMPULAN ………..67

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

(13)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembentukan suatu kota tidak akan terlepas dari tindakan ataupun

aktivitas yang dilakukan oleh manusia, karena pembentukan dan perkembangan

suatu kota merupakan cerminan dari kreasi penduduk kota yang bersangkutan.

Ciri suatu kota pada umumnya berawal dari suatu pemukiman penduduk yang

kecil, akan tetapi mempunyai lokasi yang strategis, baik itu sebagai pusat

kegiatan pemerintahan, perdagangan, pertanian, maupun pusat industri,

mengakibatkan kota tersebut mengalami perkembangan yang pesat. Selain itu

ciri lain yang dapat dilihat dari perkembangan suatu kota adalah perkembangan

populasi penduduk yang cepat, bertambah banyaknya bagunan-bangunan seperti

gedung pemerintahan, pemukiman penduduk, bangunan perkantoran, serta

pembangunan fasilitas kota seperti sarana dan prasarana kota. Pada umumnya

pembangunan prasarana kota-kota yang ada di Indonesia dimulai pada masa

pemerintahan kolonial Belanda, di mana pembangunannya lebih banyak ditujukan

pada bagian kota yang didiami oleh bangsa Eropa dan daerah perdagangan.

Kota-kota di Indonesia pada awalnya terbentuk dari usaha-usaha

kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda, yang kemudian memberikan warna

dan ciri yang baru bagi daerah-daerah yang dikuasai oleh Belanda. Salah

(14)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

umumnya dalam melakukan politik kolonialisasinya. Sebelum memasuki dan

melakukan ekspansi kesuatu daerah Belanda biasanya terlebih dahulu berusaha

menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada ataupun yang sedang berkuasa di

wilayah tersebut, karena akan lebih mudah menguasai suatu wilayah apabila

penguasa yang ada telah ditaklukkan. Oleh karena itu dalam melakukan

penjajahan di Nusantara, Belanda memang mempunyai kebiasan untuk mulai

mengembangkan kekuasaannya di suatu kawasan dengan terlebih dahulu

membangun loji atau benteng sebagai basis kekuatan dan pusat pertahannya 1

Dilihat dari perkembangannya, sebelum datangnya pemerintah kolonial

Belanda ke wilayah Sumatera Timur, khususnya ke Tanah Deli, Medan

hanyalah sebuah perkampungan kecil yang lokasinya terletak disekitar dan sering sekali di sekitar benteng kemudian muncul dan berkembang sebagai

pusat kota. Sebagai contoh, perkembangan kota Batavia yang pada awalnya

merupakan usaha dari Jan Piterszoon Coon untuk menguasai Sunda Kelapa

dengan terlebih dahulu membagun sebuah benteng sebagai pusat kekuatan dan

pertahanannya.

Akan tetapi hal yang berbeda dilakukan oleh Belanda di Sumatera

Timur, dimana penguasaan wilayah dilakukan secara tidak sengaja yaitu diawali

oleh pedagang-pedagang Belanda yang membuka perkebunan dan mengalami

keberhasilan dan kesuksesan diwilayah tersebut.

1

(15)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

pertemuan Sungai Babura dengan Sungai Deli dan merupakan salah satu

wilayah kekuasaan Kesultanan Deli. Masuknya pengaruh pemerintah kolonial ke

Sumatera Timur diawali oleh kedatangan Jacobus Nienhuys ke Tanah Deli

pada awal tahun 1860-an, kedatangan Nienhuys membawa perubahan yang

sangat besar di wilayah Sumatera Timur. Dengan perkebunan tembakau yang

semakin luas dan berkembang perlahan Medan berubah menjadi sebuah kota

yang penting dan besar di bidang perdagangan. Ada beberapa faktor pendukung

berkembangnya Medan menjadi sebuah kota yaitu :

1. Dibukanya perkebunan tembakau di Deli oleh Jacobus Nienshuys

pada tahun 1863, yang kemudian di ikuti oleh banyaknya pemodal

asing yang masuk ke Sumatera Timur untuk membuka perkebunan.

2. Adanya pembangunan bangunan penting yang dilakukan oleh

pemerintah kolonial di sekitar kampung Medan, seperti bangunan

benteng Belanda di dekat pertemuan Sungai Babura dengan Sungai

Deli tahun 1864, pembangunan gedung Deli Maatschappij pada

tahun 1870, serta pembangunan sarana perniagaan seperti bangunan

pertokoan dan kedai-kedai, pusat perbelanjan, perumahan, fasilitas

hiburan dan lain sebagainya.

3. Pesatnya perkembangan populasi penduduk di Medan sebagai

dampak dari pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, yaitu dari

(16)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dari migrasi penduduk pribumi yang datang mengadu nasib ke

Sumatera timur.

Pada waktu Belanda mulai melakukan penjajahan, dalam hal ini adalah

pengeksploitasian tanah menjadi lahan perkebunan di Sumatera Timur, di

sekitar kawasan Medan sudah lebih dahulu terdapat beberapa perkampungan

penduduk yang ditempati oleh penduduk suku Bangsa Melayu dan Karo, yaitu

Kampung Aei (hilir), Kampung Tengah, Kampung Besar, Rantau Belimbing,

Martubung, Kota Bangun, Cikupan Mabar, Rengas Kupan, Pulau Brayan,

Gelugur, Medan Puteri, Kesawan, Tebing Tinggi, Kampung Sungai Mati,

Kampung Baru, Kota Maksun, dan Kampung Sungai Kerah. 2

Sebagai kota perkebunan, di Medan banyak dibangun sarana dan

prasarana untuk mendukung politik pemerintahan kolonial terutama untuk Kota Medan adalah pusat pemerintahan kolonial di wilayah Sumatera

Timur, letaknya yang strategis kemudian membuatnya tumbuh menjadi salah

satu kota baru dan menjadi sentral dari wilayah di Sumatera Timur. Selain

sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda, Medan juga menjadi pusat

administrasi perkebunan yang ada di Sumatera Timur. Hal ini semakin jelas

setelah Sumatera Timur menjadi Residensi tersendiri yang tunduk kepada

wewenang Residen yang ada di Bengkalis pada tahun 1873 dan pada tahun

1887 Medan yang ada di wilayah Kesultanan Deli dijadikan sebagai tempat

kedudukan residen di Sumatera Timur.

2

(17)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

mendukung perkembangan di sektor perkebunan. Selain pembangunan

gedung-gedung pemerintahan, perumahan, dan kantor-kantor administrasi perkebunan,

salah satu pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial adalah

pembangunan prasarana seperti jaringan jalan raya. Karena fasilitas jalan raya,

baik yang menghubungkan suatu kota dengan kota lain atau daerah sekitarnya

maupun jaringan jalan yang menghubungkan antar bagian kota, memegang

peranan yang sangat penting bagi kelancaran aktivitas penduduk dan

perkembangan kota itu sendiri sekaligus sebagai kerangka dasar yang

membentuk struktur kota. 3

Pembangunan jalan dipusat kota yang meliputi daerah kesulatanan dibuat

untuk memudahkan hubungan pemerintah kolonial dengan kaum bangsawan

pribumi di kesultanan tersebut, yaitu dalam melakukan konsesi tanah dan

memudahkan mereka mengontrol kehidupan para sultan-sultan melayu. Selain jalan-jalan yang telah ada jauh sebelum kedatangan Belanda ke

Sumatera Timur, banyak pula di bangun jaringan-jaringan jalan yang baru di

kota Medan. Secara umum pembangunan jalan di Kota Medan dapat dibagi

menjadi tiga yaitu, pertama pembangunan jalan di pusat kota yang meliputi

daerah kesultanan, perumahan-perumahan orang-orang Blenda dan ropa, serta

daerah perkantoran. Kedua, jalan yang menghubungkan daerah perkebunan

dengan pusat kota, dan yang ketiga adalah jalan yang menghubungkan Kota

Medan dengan daerah luar.

3

(18)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Demikian halnya juga dengan jalan yang dibangun di daerah perumahan

pegawai-pegawai Belanda dan orang Eropa lainnya.

Pembangunan jalan yang menghubungkan daerah perkebunan dengan

pusat kota dilakukan untuk mempermudah pihak perkebunan dalam melakukan

kegiatan administrasi dan penyetoran pajak perkebunan. Disisi lain jalan yang

dibangun untuk menghubungkan kota Medan dengan daerah luar dilakukan

untuk mempermudah pihak perkebunan dalam melakukan pengangkutan barang

yang akan dibawa ke pelabuhan untuk dijual. Selain itu pembangunan jalan ini

ditujukan juga untuk menghubungkan pusat kota dengan daerah perkebunan

yang berada jauh dari Kota Medan karena banyak perkebunan yang terletak di

luar Kota Medan.

Penamaan jalan pada masa Belanda dibuat berdasarkan nama-nama

Belanda seperti cremerweg, Coenstraat, Boloweg, dan lain sebagainya.

Disamping itu, ada juga beberapa nama jalan yang menggunakan nama lokal,

di antaranya adalah Djalan Rakyat atau sering disebut dengan Djalan Radja,

Djalan Mahkomah, Mangga Laan, Baboera Weg, Kartini Laan, Padang Boelan

Weg, Serdang Weg, Djalan Kenanga, Sultan Weg, Djalan Antara, dan beberapa

jalan lokal lainnya. Di samping itu ada juga nama jalan yang menggunakan

nama Timur asing dan biasanya nama jalan ini terdapat di daerah pemukiman

orang Cina dan Tamil. Di antara nama jalan yang berbahasa Cina, adalah

Canton Straat, Hakka Straat, Hongkong Straat, dan lain sebagainya, dan nama

(19)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Pada masa pendudukan Jepang hampir tidak ada pembangunan jaringan

jalan yang baru, demikian pula dengan penamaan jalan. Jepang tidak begitu

mempersoalkan jalan yang menggunakan nama-nama Belanda sekalipun

pemerintahan Jepang berusaha untuk menghapuskan semua hal-hal yang

berhubungan dengan Belanda. Hanya terdapat beberapa nama jalan yang diberi

nama Jepang, salah satunya adalah jalan Fuzi Dori atau jalan Imam Bonjol

sekarang. karena Jika di lihat pada masa pendudukan Jepang mereka lebih

fokus untuk memobilisasi massa untuk membantu dalam perang menghadapi

Sekutu.

Pada masa Indonesia merdeka baru terjadi pergantian nama-nama jalan

yang berbahasa Belanda dan beberapa nama yang berhubungan dengan

pemerintah kolonial Belanda, dengan kata lain nama jalan yang dibuat pada

masa pemerintahan kolonial Belanda serta Pendudukan Jepang. Pergantian

nama jalan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perjalanan sejarah

Kota Medan, karena pergantian nama jalan mempunyai arti dan makna bagi

masyarkat Medan. Nama-nama jalan menjadi semacam kenyataan sosial kolektif

karena nama jalan di perkotaan memadukan ruang dan waktu. Nama jalan

adalah waktu yang membeku di dalam kota, ia adalah bayangan dan etos kota

serta melambangkan hakekatnya4

4

Peter J. M Nas, “ Tatanan Simbolik Jakarta: dari Kosmos ke Kondomonium “ dalam JHS Nomor 4, Tahun 1993. Hal. 64.

. Nama-nama jalan berbahasa Belanda dianggap

(20)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dilakukan oleh pemerintah kolonial. Jalan yang menggunakan nama Belanda

diganti dengan nama-nama Indonesia. Biasanya nama jalan yang dianggap

memiliki kenangan-kenangan kolektif tersebut diganti dengan nama-nama

pejuang baik dalam skala nasional maupun lokal, nama daerah dan nama-nama

Indonesia lainnya. Benteng Weg misalnya yang kemudian diganti menjadi Jalan

Kapten Maulana Lubis, Serdang Weg menjadi Jalan Prof. h. M Yamin S.H,

Canton Straat menjadi Jalan Cirebon, dan lain sebagainya.

Nama jalan yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini

adalah nama-nama jalan besar pada waktu itu atau jalan vital, yang merupakan

dalah satu faktor dalam perkembangan perkebunan asing. Beberapa nama jalan

yang mengalami perubahan diantaranya adalah Jalan Cremer Weg yang berubah

menjadi Jalan Balai Kota, Jalan Bolweg berubah menjadi Jalan komodor Laut

Yos Sudarso, dan Jalan Javaris yang berubah nama menjadi Jalan

Rachmadsjah.

Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah kota Medan

sebagai salah satu wilayah pemerintahan kolonial Belanda di Keresidenan

Sumatera Timur. Penelitian ini ingin melihat bagaimana pergantian nama jalan

yaitu pergantian dari nama jalan pada masa pemerintahan kolonial Belanda,

masa pendudukan Jepang menjadi nama jalan pada saat Indonesia merdeka.

Selain itu penulisan tentang perubahan nama jalan di Indonesia khususnya di

Kota Medan masih sangat sedikit dan bahkan belum pernah diungkapkan ke

(21)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

bagian dari proses sejarah kota yang penting untuk diungkapkan. Dari

penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana keterikatan perubahan nama

jalan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan masyarakat Sumatera

Utara, khususnya Kota Medan, merupakan pusat pembauran sosiokultur sjak

masa pemerintahan kolonial Belanda. Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan

ekonomi perkebunan yang tumbuh di Sumatera Timur dengan produksi

tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan Kota Medan sebagai pusat

kegiatan ekonomi baru sehingga memberikan daya tarik yang luar biasa bagi

kaum pendatang untuk mengadu nasib. Selain itu karena pesatnya

perkembangan perkebunan tembakau di Deli sejak awal tahun 1860-an maka

banyak didatangkan buruh dari luar Sumatera untuk bekerja

diperkebunan-perkebunan tersebut, akibatnya berbagai macam kelompok etnik yang datang

berbaur di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Periode yang diambil dalam penelitian ini adalah selama 70 tahun,

dimulai dari tahun 1900 sampai dengan tahun 1970. dimulai dari tahun 1900

karena pada masa inilah puncak eksploitasi perkebunan yang dilakukan oleh

pemerintah kolonial Belanda di Sumatera Timur. Adapun tahun 1970 diambil

sebagai batasan dari penelitian ini adalah karena pada masa ini merupakan

(22)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

baru. Tahun ini juga sebelum dilakukannya pemekaran daerah di kota Medan 5

1. Apa latar belakang penetapan nama jalan di Kota Medan?

dan tentunya pada periode ini telah bnayk dilakukan pergantian nama jalan di

Kota Medan. Agar pneliatian lebih terarah, perumusan masalah disusun sebagai

berikut:

2. Apa alasan dan dasar pergantian nama jalan di Kota Medan?

3. Mengapa terjadi pergantian nama jalan di Kota Medan?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

masalah-masalah yang antara lain bertujuan:

1. Untuk mengetahui latar belakang penetapan nama jalan di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui latar belakang pergantian nama jalan di Kota medan.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang yang mempengaruhi

pergantian nama jalan di Kota Medan.

Sedang manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

2. Sebagai tambahan referensi bagi masyarakat umum untuk mengetahui

sejarah pergantian nama jalan khususnya di Kota Medan.

5

(23)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

3. Diharapkan juga dari penelitian ini dapat menambah invetarisasi sumber

sejarah kota khususnya Kota Medan.

1.4 Tinjauan Pustaka

Literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi

kepustakan, yaitu berupa buku dan makalah yang berkaitan dengan masalah

yang akan diteliti dan dapat membantu dalam penelitian ini.

Tulisan Sarkawi B. Husein, tentang makna dan perebutan simbol nama

jalan di kota Surabaya, merupakan sumber yang sangat penting dalam

penelitian ini, karena di dalam tulisan itu diterangkan bagaimana penamaan

jalan di Surabaya banyak sekali diselubungi oleh kepentingan politik pejabat

pemerintahannya. Dalam tulisan ini juga diterangkan bagaimana proses

pergantian nama jalan di Kota Surabaya yang mendapat penolakan dari

masyarakat, oleh karena itu melalui tulisan ini sedikit banyaknya dapat

memberikan bahan perbandingan dengan proses penamaan jalan di Kota

Medan.

Buku yang berjudul Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-kota di

Indonesia, yang disusun oleh freek Colombijn, dkk, yang merupakan hasil dari

sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh jurusan sejarah Fakultas Sastra

Universitas Airlangga. Buku ini mengungkapkan tentang sejarah perkotaan di

(24)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dalam hal pemberian informasi mengenai sejarah perkotaan di Indonesia, seperti

hal-hal yang terjadi di kota-kota Indonesia baik itu sejarah, sosial budaya, dan

perkembangan kota-kota tersebut sejak masa kolonial Belanda sampai pada

masa Indonesia merdeka.

Kemudian buku yang ditulis oleh Raldi Hendro Koestoro, dkk, yang

berjudul Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus, membahas dengan

lengkap bagaimana dinamika pembangunan, perkembangan dan pertumbuhan

suatu kota di Indonesia. Dalam buku ini dijelaskan faktor-faktor apa saja yang

mendorong terbentuk dan berkembangnya suatu kota dan

permasalahan-permasalahan yang timbul didalamnya, dengan memberikan teori-teori dan

contoh studi kasus yang terdapat di beberapa kota-kota di Indonesia. Salah

satu permasalahan yang terdapat dalam buku tersebut adalah tentang prasarana

kota yang sangat penting sebagai pendukung utama kehidupan masyarakat kota

yang diantaranya adalah kebutuhan akan fasilitas jalan yang sangat penting

bagi kelancaran aktivitas penduduk dan kota itu sendiri.

1.5 Metode Penelitian

Metode sejarah adalah cara-cara yang digunakan untuk menguraikan dan

menghadapi dokumen-dokumen sejarah 6

6

Louis Gotschalk, Understanding Histori, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, 1985, Jakarta: UI Press, Hal. 32.

. Dalam metode sejarah akan diberikan

(25)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dan sumber-sumber sejarah. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan

adalah pengumpulan sumber atau heuristik yang sesuai dengan objek

permasalahan yang dikaji. Penulis meyakini bahwa sumber sangat penting

karena memberikan informasi tentang masa lampau, dan untuk mengumpulkan

jejak-jejak masa lampau tersebut penulis menggunakan metode kepustakaan dan

studi lapangan. Metode kepustakaan dalam hal ini adalah pengumpulan sumber

tertulis seperti buku, arsip, dokumen, dan fakta-fakta tertilus lainnya seperti

buku harian, surat-surat penting, surat kabar dan lain sebagainya. Sedangkan

studi lapangan adalah dengan melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh yang

masih hidup dan pernah terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam proses

perubahan nama jalan seperti orang-orang dari pemerintahan atau masyarakat

setempat.

Kedua, adalah dengan melakukan kritik sumber yaitu untuk menyeleksi

dan mengkritik data atau sumber yang sudah kita dapat, baik itu kritik yang

bersifat intern maupun kritik yang bersifat ekstern, yang tujuannya adalah

untuk keabsahan sumber. Katiga, adalah interpretasi data yang sudah kita

seleksi agar kita dapat menyusun sebuah inti sari dan menafsirkan sumber

yang telah kita kumpulkan tersebut agar menjadi fakta yang valid. Terakhir

adalah melakukan historiografi yaitu proses mensintesakan, menyusun dan

menceritakan rangkaian fakta-fakta dalam suatu bentuk tulisan dengan

menggunakan bahasa dan istilah-istilah yang baik agar penulisan menjadi

(26)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

Keberadaan Kota Medan, yang menjadi pusat wilayah pemerintahan

daerah tingkat I propinsi Sumatera Utara sekarang merupakan suatu kota yang

unik. Kota Medan, sejak menjadi pusat kehidupan masyarakat berupa kampung,

pernah menjadi pusat kerajaan tradisional, pernah menjadi pusat keresidenan

pada masa pendudukan Belanda, pada masa kemerdekaan pernah menjadi pusat

Kabupaten, pusat pemerintahan Gubenur Sumatera, yang kemudian menjadi

pusat pemerintahan propinsi Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

Selain itu Kota Medan juga pernah menjadi pusat wilayah pembangunan utama

kepada wilayah-wilayah yang ada di sekitarnya7

Kalau dilihat dari kependudukannya, Kota Medan mempunyai keunikan

sendiri. Kota Medan merupakan pusat sosio-kultural sejak masa pemerintahan

kolonial Belanda. Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan ekonomi perkebunan

yang tumbuh di Sumatera Utara, yang pada masa itu adalah Sumatera Timur

dengan produksi tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan Kota Medan

sebagai pusat kegiatan ekonomi baru sehingga memberikan daya tarik yang . Kota Medan terletak pada

willayah yang sangat strategis, yaitu merupakan salah satu kota yang terletak

langsung pada pintu gerbang dengan dunia luar.

7

(27)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib ke wilayah ini.

Heterogenitas masyarakat yang terdapat di Sumatera Utara sedikit banyaknya

mempengaruhi kondisi politik yang terjadi di wilayah tersebut.

2.1 Kondisi Geografis

Secara geigrafis, Kota Medan terletak antara 2 29’ LU-2 30’ LU dan 2

47’ BT-2 30” BT dengan ketinggian 0-40 meter di atas permukaan laut.8

Temperatur udara rata-rata di Medan berkisar 23,70°C-25,10°C pada

pagi hari, 29,20°C-32,90°C pada siang hari, dan 26°C-30,8°C pada malam hari.

Dalam bulan-bulan paling kering di musim kemarau, curah hujan masih

mencapai kira-kira 100mm/bulan. Biasanya curah hujan paling tinggi terjadi

pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember tiap-tiap tahun. Sedangkan

pada bulan April sampai dengan bulan Mei setiap tahun biasanya curah hujan

Letaknya yang tidak jauh dari Selat Malaka menyebabkan suhu Kota Medan

pada pagi hari berkisar 23,70 ºC-25,10 ºC, siang hari berkisar 29,20 ºC-32,90 ºC,

dan pada malam hari berkisar 26 ºC-30,8 ºC. sedangkan kelembaban udara

berkisar antara 68 % sampai 93 %. Sebagian wilayah Medan sangat dekat

dengan wilayah laut yaitu pantai Barat Belawan, dan daerah pedalaman yang

tergolong dataaran tinggi, seperti Kabupaten Karo. Akibatnya suhu di Medan

menjadi tergolong panas.

8

(28)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

lebih sedikit. Angin yang umumnya berhembus melintasi kawasan Medan

adalah angin laut dari Selat Malaka dan angin gunung dari dataran tinggi

Karo. Pada jaman dahulu disekitar kawasan Medan, yaitu disekitar tanah Deli

sering ada angin puting beliung yang berhembus dari dataran tinggi Karo

melalui sungai Wampu dan berputar-putar di kawasan Bahorok yang dikenal

dengan angin Bahorok. Biasanya angin tersebut bertiup pada musim kemarau

dan sering menimbulkan kerusakan.

Kota Medan pada jaman kolonial Belanda merupakan bagian dari

keresidenan Sumatera Timur, yang terkenal dengan perkebunan tembakaunya.

Keadaan tanah yang subur menghasilkan produksi tembakau yang bernilai jual

tinggi menjadikan tanah Deli dan Kota Medan sebagai salah satu primadona

perkebunan bagi para pedagang, pendatang dan para pemilik perkebunan. Pada

masa pemerintah kolonial menguasai wilayah ini, telah dilakukan beberapa

penelitian tentang keadaan tanah di kawasan tanah Deli atau Sumatera Timur

umumnya. Penelitian itu dilakukan oleh para pakar atau ilmuan untuk

kepentingan perusahaan perkebunan tambakau milik Belanda. Salah satu ilmuan

yang melakukan penelitian tentang tanah di Sumatera Timur adalah Van

Hissing pada tahun 1900, dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa tanah di

Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah

cokelat, dan tanah merah. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui letak

(29)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Kota Medan sewaktu menjadi ibukota Keresidenan Sumatera Timur

wilayahnya mencakup empat buah kampung asli Deli yaitu :

1. Kampung Petisah Hulu

2. Kampung Petisah Hilir

3. Kampung Kesawan

4. Kampung Sungai Rengas 9

Selain itu Medan dikelilingi oleh kampung-kampung lain seperti Kampung

Kota Maksun, Glugur, Kampung Sungai Mati, Sungai Agul dan lain-lain yang

kesemuanya termasuk bagian dari wilayah kekuasaan teritorial Kerajaan Deli.

Namun seiring dengan perkembangannya Kota Medan berbatasan dengan

daerah-daerah yang masih tergolong sebagai teritorial Sumatera Utara. Adapun

batas-batas tersebut adalah :

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu

Kecamatan Percut Sei Tuan, dan Tanjung Morawa.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu

Kecamatan Sunggal.

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.

5. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu

Kecamatan Pancur Batu dan Deli Tua.10

9

(30)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Luas Kota Medan sebelum dilakukannya perluasan wilayah hanya seluas

1.150 Ha, tetapi sejak tahun 1943 sampai tahun 1971 luas Kota Medan

mencapai 5.130 Ha, kemudian tahun 1973 luas Kota Medan mengalami

pertambahan lagi yaitu menjadi 26.510 Ha.11

2.2 Keadaan Penduduk

Kota Medan yang pada masa kolonial adalah bagian dari wilayah

Sumatera Timur adalah kampung halamannya etnis Karo, Melayu, dan

Simalungun. Etnis Karo dan Simalungun menempati wilayah di sekitar dataran

tinggi dan orang-orang Melayu menempati wilayah pesisir. Akan tetapi setelah

masuknya pengaruh kolonial Belanda, yang ditandai dengan pembukaan

lahan-lahan menjadi lokasi perkebunan, maka terjadi perubahan yang sangat besar

dalam susunan masyarakat di Sumatera Timur tidak terkecuali kota Medan.

Pesatnya perkembangan perkebuanan pada waktu itu menyebabkan jumlah

penduduk di kawasan Sumatera Timur cepat bertambah, terutama karena

banyaknya didatangkan buruh-buruh dari luar untuk bekerja di

perkebunan-perkebunan tembakau tersebut.

Kota Medan adalah salah satu kota yang memiliki pola masyarakat

yang heterogen di Indonesia. Heterogenitas penduduk Kota Medan muncul

10

Nurhamidah, dkk, Integrasi Masyarakat Etnik Cina di Kota Madya Medan (Studi Kasus di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Barat), Medan : Lembaga Penelitian USU, tidak diterbitkan, 1992, hal. 8

11

(31)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

karena faktor urbanisasi, yang erat kaitannya dengan usaha-usaha perkebunan

yang banyak membutuhkan tenaga-tenaga kerja. Masyarakat yang didatangkan

dari luar Medan, pada dasarnya dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan.

Menurut Tengku Luckman Sinar, dalam tahun 1905 penduduk kota Medan

berjumlah sekitar 14.250 orang. Pada tahun 1918 jumlah itu bertambah menjadi

43.826 orang, jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920 menjadi 45.248

orang, serta jumlah penduduk kota Medan tahun 1930 menjadi 74.976 orang,

dengan perincian sebagai berikut:

Penduduk Kota Medan Tahun 1918 12

Kelompok Etnik Jumlah %

Indonesia (berbagai suku

bangsa) 35.009 orang 79,88

Cina 8.629 orang 18,87

Eropa 409 orang 0,93

Timur Asing 139 orang 0,32

Jumlah 43.826 orang 100 %

Sumber : Sinar S. H. (1991: 58)

Setelah dibentuknya Gemente Medan pada tahun 1909, maka terjadi

perubahan status pada penduduk Medan. Pertama, penduduk yang berada

12

(32)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dibawah pemerintahan kerajaan Deli dan yang kedua adalah penduduk yang

berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Perbedaan status ini lebih nyata

terlihat dalam kewajiban penduduk dalam membayar pajak. Dalam

perkembangan selanjutnya pemerintah kolonial menciptakan tiga macm

lingkungan pemukimam penduduk yang diskriminatif di Medan, yaitu :

1. Eropeese Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang khusus ditempati

oleh penduduk golongan Eropa. Penduduk pribumi dan golonga

non-Eropa lainnya tidak diijinkan untuk bertempat tinggal dalam

lingkungan ini.

2. Chinesee Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang ditempati oleh

orang-orang Cina. Selain sebagai tempat pemukiman orang Cina,

juga berfungsi sebagai tempat kegiatan jual beli (perdagangan),

karena dalam lingkungan terssebut terdapat banyak toko-toko

kepunyaan orang Cina.

3. Lingkungan pemukiman (perkampungan) yang khusus ditempati

oleh penduduk pribumi. Lingkungan tersebut pada umumnya

berlokasi di pinggiran kota Medan dan sebagian kecil berada dekat

lingkungan pemukiman orang-orang Cina. 13

13

(33)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Komposisi Suku-Suku Bumiputera

Di Kota Medan Tahun 193014

Kategori Suku Jumlah %

Jawa 19.067 46,31

Minangkabau 5.590 13,54

Melayu 5.408 13,10

Mandailing 4.688 11,46

Sunda 1.209 2,93

Batavia/Betawi 1.118 2,71

Toba 882 1,99

Angkola 236 0,56

Karo 145 0,34

Batak lainnya 1.189 2.88

Indonesia lainnya 1.798 4,38

Jumlah 41.270 100,00

Hingga masa akhir pendudukan pemerintahan kolonial Belanda jumlah

penduduk Kota Medan tidak banyak bertambah hanya berjumlah kira-kira

76.000 orang. Pada masa pendudukan Jepang terjadi peningkatan jumlah

penduduk kota Medan, yaitu berjumlah kira-kira 93.000 orang.

14

(34)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

2.3 Latar Belakang Historis

Medan pada awalnya adalah sebuah kampung kecil, yang lokasinya

terletak di sekitar pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli serta merupakan

salah satu wilayah kekuasaan dari Kesultanan Deli. Catatan tentang Kampung

Medan dan masyarakatnya tidak banyak diketahui sebelum dilakukannya

penelitian oleh John Anderson pada tahun 1823.15 Menurut Anderson Medan

merupakan sebuah kampung kecil yang penduduknya sekitar 200 orang dan

hidup cukup makmur sebagai petani lada dan tembakau. Dari hasil penelahaan

yang dilakukan oleh tim sejarah rekonstruksi Kota Medan, menghasilkan

sejumlah kesimpulan tentang latar belakang historis. Kota Medan didirikan oleh

Guru Patimpus yang berasal dari dataran tinggi Karo. Setelah melakukan

beberapa pertimbangan tentang bersirinya Kota Medan, dapat disimpulkan

bahwa kota Medan berdiri tanggal 1 Juli 1590.16 Dengan kata lain Medan

telah ada jauh sebelum Belanda memasuki wilayah ini. Belanda sendiri masuk

ke kawasan Medan sekitar pertengahan abad ke-19, yaitu pada waktu

kedatangan Jacobus Nienhuys ke tanah Deli pada awal tahun 1860-an.17

Sejarah perkembangan kota Medan sendiri tidak bisa terlepas dari

keadan dan kondisi di wilayah sekitarnya, yaitu dengan Kesultanan Deli yang

15

John Anderson adalah seorang sekretaris Gubernur Inggeris di Pulau Pinang yang melakukan perjalanan ke Sumatera Timur pada tahun 1823.

16

Ibid, hlm. 34. 17

(35)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

didirikan oleh Gocah Pahlawan, seorang panglima perang dari Kesultanan

Aceh. Ia menetap dan mendirikan pemukiman baru yang merupakan cikal

bakal dari Kesultanan Deli. Selain kesultanan Deli, di sekitar kawasan Medan

juga terdapat beberapa Kesultanan Melayu lainnya seperti Kesultanan Serdang,

Kesultanan Langkat, Kesultanan Siak dan beberapa kerajaan kecil lainnya. Jadi,

Medan yang awalnya adalah sebuah perkampungan kecil banyak mendapat

pengaruh dari kesultanan-kesultanan Melayu tersebut, baik itu dalam agama

maupun dalam bidang kebudayaan.

Setelah masuknya pengaruh kolonial Belanda yang ditandai dengan

pembukaan perkebunan tembakau di wilayah Deli, kota Medan semakin

berkembang dengan pesat. Selain karena semakin banyaknya pembukaan

perkebuanan di Kawasan Sumatera Timur, pemerintah kolonial Belanda juga

telah mulai melakukan pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan

maupun sarana untuk mendukung perkembangan industri perkebunan di wilayah

ini. Seperti pembangunan gedung Deli Maatschappij pada tahun 1870, yang

pembangunannya dipusatkan di Medan. Pemerintahan kolonial juga mulai

menempatkan wakil-wakil pemerintahannya di Medan, untuk mengawasi

perkebunan-perkebunan swasta tersebut. Lambat laun berkembang menjadi

sebuah kota yang penting bagi pemerintah kolonial, karena Medan telah

menjadi pusat administrasi perkebunan dan pemerintahan di Sumatera Timur.

Hal ini semakin jelas kelihatan sejak dijadikannya Sumatera Timur sebagai

(36)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Bengkalis pada tahun 1873, yang dalam perkembangannya Medan yang ada di

wilayah Kesultanan Deli dijadikan sebagai tempat kedudukan Residen di

Sumatera Timur pada tahun 1887.

Pengaruh perkebunan juga menjadi daya tarik bagi kaum pendatang

untuk merantau ke tanah Deli, yaitu untuk bekerja di perkebunan tersebut.

Ditambah dengan buruh-buruh yang didatangkan oleh pihak perkebunan, baik

itu buruh pribumi maupun buruh yang didatangkan dari luar membuat pesatnya

perkembangan populasi penduduk di Medan, sehingga menjadikan Medan

sebagai kota tempat pembauran berbagai kelompok etnik.

2.4 Kota Medan sebagai Kota Perkebunan

Perkembangan kota Medan tidak terlepas dari munculnya industri

perkebunan di Sumatera Timur, yang di perkenalkan untuk pertama kalinya

oleh Jacobus Nienhuys pada pertengahan abad ke-19. Sejak kedatangan

Nienhuys industri tembakau mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Tercatat sejak tahun 1863 sampai tahun 1888 terdapat 148 jumlah perkebunan

tembakau, hampir setiap tahun terlihat kehadiran penguasa-penguasa

onderneming baru. Dengan kata lain hanya dalam waktu 25 tahun daerah

Sumatera Timur telah berubah menjadi kawasan perkebunan besar.

Pada awalnya tanaman yang menjadi primadona setiap perkebunan

adalah tembakau yaitu sejak dekade 1870-an sampai 1880-an, akan tetapi

(37)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

perkebunan berpikir dua kali untuk menanam jenis tanaman yang serupa pada

lahan baru yang akan dibuka. Setelah mengalami penurunan kualitas dari

tembakau yang dialami oleh sebagian besar pengusaha perkebunan, maka

mereka mengalihkan penanaman tembakau kepada jenis tanaman lain yaitu,

kopi, karet, teh dan kelapa sawit. Setelah masa penanaman industri tembakau

selesai maka beberapa onderneming bersaha untuk mencari tanaman pengganti

untuk kembali mengambil kembali lahan tersebut, seperti onderneming

Marendal dekat Medan dan Rimbun melakukan percobaan penanaman karet

atau Hevea Brasiliensis pada awal 1885. 18

Pada masa-masa selanjutnya pelaksanaan pemerintahan kolonial Belanda

dan pengusahaan perkebunan-perkebunan milik pengusaha onderneming secara

besar-besaran oleh orang Belanda di Deli berjalan seiring dan saling menopang.

Keadaan yang demikian itu pada gilirannya cepat menumbuhkan kekuatan besar Begitu juga dengan beberapa

onderneming lain yang mendapat hasil yang kurang maksimal dari industri

tembakau mulai mencari tanaman alternatif lainnya.

Dengan banyaknya pembukaan lahan perkebunan yang baru

menyebabkan membengkaknya kepentingan kegiatan peekonomian Belanda,

salah satu dampaknya adalah menjadikan Medan sebagai pusat perdagangan

dan pusat administrasi pemerintah kolonial. Oleh karena itu dilakukan

pengembangan pembangunan fasilitas kota seperti, pembangunan jembatan,

penerangan, dan fasilitas jalan-jalan baru.

18

(38)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

yang mendukung keberhasilan penjajahan Belanda di Sumatera Timur

umumnya, dan keadaan yang demikian itu pula sekaligus menimbulkan banyak

perubahan yang sangat cepat terhadap perkembangan kampung Medan menjadi

kota setelah dasawarsa tahun 1860-an.

Perkembangan kota yang semakin pesat, maka pada tahun 1887 Medan

diresmikan menjadi pusat Residen di wilayah Simatera Timur.19

Beberapa pembangunan fasilitas kota yang terdapat di Medan yang

menjadikan kota Medan sebagai kota industri perkebunan, Yaitu pembangunan

sebuah kamar dagang Cina bernama Chineesche Handelsvereeninging oleh

seorang mayor Cina, Chong Yong Hian pada tahun 1910.

Sejak saat itu

Medan menjadi pusat segala aktivitas yang ada di Sumatera Timur, baik pusat

pemerintahan, perdagangan, maupun pusat pemukiman penduduk

20

19

Mahadi, Hari Djadi dan Garis-garis perkembangan Sosiologi Kota Medan, Medan : Fakultas Hukum USU, 1967, hlm. 69.

20

Ibid. hlm.62

Dua tahun

kemudian menyusul berdiri perkumpulan kamar dagang Belanda. Selain

perkumpulan dalam bidang perdagangan, pada tahun itu juga berdiri

perkumpulan para pengusaha perkebunan se- Sumatera Timur. Perkumpulan itu

dinamakan Algemeene Vereeneging van Rubber Planters Oostkust van Sumatera

atau disingkat dengan AVROS. Pada tahun 1911 diresmikan Dinas Pekerjaan

Umum Kota Medan atau Gemente Warken. Dalam bidang pemerintahan tahun

1912 dilakukan untuk pertamakalinya pemilihan untuk keanggotaan Dewan kota

(39)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

orang yang bertugas mengatur segala kepentingan kota dan mengawasi jalannya

pembangunan, termasuk didalamnya pembuatan parit, taman kota, dan jalan

raya. 21 pada tahun itu juga kota Medan telah memiliki pasukan polisi kota

tersendiri. Pada tahun yang sama diresmikan jalan Medan-Belawan oleh

Pemerintah Kolonial Belanda.22

Pada tahun 1914 bus umum yang pertama ke Tanah Karo diresmikan

oleh Belanda, sehingga memudahkan bagi masyarakat Karo untuk melakukan

perjalanan ke Medan. Tahun 1916 di Medan telah ada surat kabar dan

majalah, seperti Sarikat Islam, Budi Utomo, Benih Merdeka dan lain

sebagainya,

. Dengan peresmian jalan ini menunjukkan

bahwa perkembangan jaringan jalan sangat dibutuhkan pada waktu itu sebagai

penunjang perkembangan industri perkebunan yang semakin bergairah di

Sumatera Timur. Jalan menjadi sarana transfortasi yang penting karena

memudahkan para pemilik perkebunan untuk membawa hasil-hasil perkebunan

mereka ke pelabuhan untuk di perdagangkan.

23

21 Ibid 22

T. Luckman Sinar, Op. Cit. hlm. 62.

23

Ibid

yang menunjukkan bahwa kota Medan telah mengalami

perkembangan dalam bidang komunikasi.

Demikian perubahan yang terjadi di Kota Medan dengan berbagai ke

lengkapan fasilitas umum dan berbagai kebutuhan lainnya, sehingga sejak tahun

(40)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kedatangan orang-orang Belanda ke

Sumatera Timur sejak akhir abad ke-19, baik untuk menjalankan pemerintahan

kolonial maupun untuk membuka perkebunan, merupakan salah satu faktor

penting yang mendorong perkembangan Medan menjadi kota industri. Dalam

hal ini, tenaga pendorong terpenting datang dari kekuatan ekonomi yang

ditumbuhkan oleh produksi perkebunan yang sejak tahun 1860-an sampai awal

abad ke-20 keuntungannya terus-menerus meningkat, terutama perkebunan

tembakau. seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Produksi tembakau di Sumatera Timur 24

Tahun Jumlah Produksi Harga

1864 50 bal f. 4.000,-

1865 189 bal 149 sen/pond

1866 159 bal 121 sen/pond

1870 3.114 bal f. 500.000,-

1871 82.356 bal f. 14.750.000,-

1872 3.992 bal f. 1.000.000,-

1899 259.035 bal f. 32.875.000,-

1913 251.689 bal f. 49.000.000,-

24

(41)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Nilai ekspor Sumatera Timur 25

Tahun Karet Tembakau Teh Minyak

Kelapa

Minyak

Tanah

Serabut Total

Ekspor

1929 135,8 71,2 11,4 6,9 19,1 27,9 273,2

1931 31,2 32,4 9,1 14,5 21,3 8,1 128,0

1933 13,5 20,9 4,0 13,0 17,9 6,0 84,6

1935 27,3 22,0 5,4 14,4 14,8 4,7 97,0

1937 93,8 29,1 7,9 27,9 27,7 9,6 207,3

* (Dalam juta Gulden)

(42)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

BAB III

Nama Jalan di Kota Medan

Perkembangan Sarana Transfortasi Darat di Kota Medan

Kegiatan perkebunan di Sumatera Timur didukung oleh sarana

transportasi darat, karena sebagian besar perkebunan-perkebunan yang ada

terletak di daerah pedalaman. Sebelumnya sarana transportasi yang utama di

Sumatera Timur adalah transportasi air yaitu pemanfaatan aliran-aliran sungai

yang terdapat di kawasan ini, seperti sungai Deli dan sungai Babura yang

mengintari sebagian besar wilayah Sumatera Timur khususnya Kota Medan.

Akan tetapi peranan sungai sebagai sarana transportasi utama mulai menurun

seiring dengan pembangunan sarana trasportasi darat.

Untuk mendukung perkembangan kota Medan sebagai kota perkebunan,

maka pemerintah kolonial Belanda banyak melakukan pembangunan sarana dan

prasarana kota yang berhubungan dengan perkembangan industri perkebunan itu

sendiri. Salah satu prasarana kota yang dibangun adalah sarana transportasi

darat, melalui pembangunan jalan raya yang tahan dengan segala cuaca.

Jalan-jalan yang menghubungkan daerah-daerah pedalaman dengan pusat kota, Jalan-jalan

yang menghubungkan antara satu onderneming dengan onderneming yang lain

serta jalan raya besar menjadi fokus utama pemerintah kolonial Belanda.

(43)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

memudahkan pengangkutan barang-barang hasil perkebunan ke pelabuhan untuk

diperdagangkan.

Pada awalnya pembangunan jalan di Sumatera Timur dilakukan oleh

para onderneming, yaitu jalan kebun (plantwegen) yang dibuat untuk

memudahkan kegiatan usaha mereka sendiri. Jalan kebun ini biasanya membagi

seluruh perkebunan, membentang dari sudut kanan ke jalan utama dan tidak

terbuka secara tetap melainkan untuk sebagian waktu tertutup pepohonan, pada

masing-masing jalan kebun terdapat jalur lahan di kedua belah sisinya.26

Pembangunan jalan di pedalaman, seperti jalan yang menghubungkan ke

Berastagi dan Kabanjahe di dataran tinggi Karo serta jalan yang Di

sepanjang jalan kebun inilah biasanya di bangun gudang-gudang pengeringan

sementara yang menerima tembakau dalam tiga musim berurutan sebelum di

bongkar dan dibawa ke gudang utama untuk dijual.

Setelah perkembangan industri perkebunan tembakau yang semakin pesat

dan begitu juga perkembangan industri perkebunan yang lain, maka pemerintah

Belanda mulai muncul dan membangun jalan-jalan yang tahan segala cuaca.

Pembangunan jalan-jalan dari daerah pedalaman yang diikuti oleh pembangunan

jalan raya besar yang membentang sejajar dengan pantai dari perbatasan Aceh

melalui kota-kota Pangkalan Brandan, Tanjung Pura, Binjai, Medan, Lubuk

Pakam, Tebing Tinggi, Kisaran sampai Rantau Prapat di Labuhan Batu.

26

(44)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

menghubungkan ke Simalungun dan Danau Toba yang terus ke Selatan

Tapanuli dan Sibolga merupakan usaha dari pemerintah kolonial untuk

memudahkan setiap onderneming dalam mengembangkan industri perkebunan.

Dalam usaha pemerintah Belanda untuk membangun jaringan jalan-jalan yang

kita kenal sekarang ini memakan waktu selama 50 tahun.27

Penetapan Nama Jalan Pada Masa Belanda

Seiring dengan

perkembangan perkebunan dan pembangunan kota Medan yang semakin pesat

dengan banyaknya pembangunan gedung-gedung dan kantor-kantor pemerintahan

milik pengusaha perkebunan dan pemerintah Belanda. Secara perlahan,

pembangunan jaringan-jaringan jalan dalam kota berkembang dengan pesat

sebagai jalur transportasi utama di kota Medan.

3.2.1 Nama Jalan Belanda

Pada masa pemerintahan Belanda perkembangan kota Medan berpusat di

pertemuan sungai Deli dengan Sungai Babura. Hal ini merupakan dampak dari

peranan sungai yang sangat penting sebagai sarana trasportasi pada waktu itu

sangat tinggi. Pembangunan-pembangunan gedung penting milik pemerintah

kolonial maupun milik pengusaha perkebunan sebagian besar dibangun di

sekitar kawasan itu. Dengan kata lain, perkembangan kota Medan pada waktu

itu berpusat dari pertemuan kedua Sungai tersebut. Dalam perkembagannya,

sungai Deli yang terletak memanjang dan membelah kota Medan menjadi

27

(45)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

sangat penting peranannya karena hampir di sepanjang jalur sungai inilah

banyak dibangun bangunan-bangunan fisik kota serta terkonsentrasinya lokasi

pemukiman orang-orang Eropa.

Di bagian timur kota Medan yang dibelah oleh Sungai Deli adalah

kawasan yang paling berkembang, karna pada kawasan inilah tempat yang

paling ramai dan paling sibuk pada saat itu. Karena wilayah Kota Medan yang

termasuk juga didalamnya Tanah Deli, selain untuk kawasan perkantoran,

hampir sebagian besar luas wilayahnya, dari 288 hektar28

Secara umum, kalau kita lihat peta kota Medan tahun 1912, maka akan

tampak beberapa lokasi-lokasi penting

pada tahun 1874,

digunakan sebagai pemukiman orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.

29

28

Tengku Luckman Sinar, Op. Cit. hal. 44. 29

Geographical Section General Staff No. 4498, Published by War Office II/1945, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) No. 2018/103. Lihat juga, M A Loderichs, et, al, Op Cit. hal. 98.

. Pertama, pusat kota di kawasan

Medan Puteri (Wisma Benteng dan Lippo Land sekarang) dimana terdapat

bangunan kantor Deli Maatschappij, Esplanade (lapangan merdeka sekarang),

bangunan hotel, bank, bangunan stasiun kereta api, percetakan dan lainnya.

Kedua di sebelah utara Kota Medan terdapat bangunan penting seperti rumah

sakit Deli Mij Hospital yang terletak di jalan Laboratorium Weg (Jalan Putri

Hijau sekarang), sedangkan kearah timur merupakan wilayah perniagaan dan

pertokoan seperti pajak ikan lama yang terletak di jalan Peking Straat ( jalan

(46)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

jalan Ahmad Yani sekarang), serta daerah pertokoan lainnya di jalan Canton

Straat (jalan surabaya sekarang).

Sedangkan di sebelah selatan khususnya daerah yang diapit oleh sungai

Deli dan Sungai Babura merupakan daerah pemukiman orang-orang Eropa,

seperti perumahan opsir-opsir Belanda yang terletak di jalan Dommein Weg

(jalan Raden Saleh yang sekarang) dan perumahan golongan elite Eropa di

kawasan Polonia. Sedangkan di bagian Barat kota terdapat berbagai bangunan

lain seperti sekolah-sekolah Belanda.

Bentuk kota yang tidak kompak dan terserak merupakan ciri utama dari

kota Medan, yaitu dengan banyaknya bangunan-bangunan dan jalan-jalan yang

di buat bukan berdasarkan perencanaan. Kota Medan merupakan sebuah kota

yang dikelilingi oleh perkebunan-perkebunan asing, sehingga pembangunan

sarana dan prasarana dibuat berdasarkan kebutuhan dari pengusaha perkebunan

tersebut, begitu juga dengan pemerintah kolonial dan penguasa setempat

(sultan-sultan Melayu) juga melakukan pembangunan untuk kepentingan mereka

sendiri.

Pola jalan di dalam kota merupakan salah satu unsur yang mewarnai

struktur keruangan dari sebuah kota, karena pola jalan yang ada merupakan

salah satu komponen yang paling nyata manifestasinya dalam menentukan

periodesasi suatu kota.30

30

Hadi Sabari Yunus, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2006, hal.142.

(47)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

dikelompokkan ke dalam tiga pola. Pertama, pola jalan yang tidak

direncanakan yang biasanya timbul dari akibat kegiatan ekonomi dan hubungan

sosial penduduknya. Kota-kota pada awal pertumbuhannya selalu ditandai

dengan sistem ini. Hal ini menunjukkan tidak adanya peraturan atau

undang-undang perencanaan untuk menertibkan struktur tata ruang kota. 31

Sebelah timur ke arah pusat pasar dihuni oleh orang-orang Cina, dengan

jalan-jalan utamanya adalah Hakka Straat, timoer Straat, Kwanteebio Straat,

Bali Straat, Tjong Jong Hian Straat, Tongking Straat, Yien Sin Straat, dan

jalan lainnya.

Pada sistem

ini terlihat adanya ketidakteraturan sistem jalan yang baik serta terlihat pada

pola jalannya yang melingkar-lingkar, lebarnya bervariasi, dan dengan

cabang-cabang yang banyak di setiap jalannya. Di sepanjang alur Sungai Deli ke arah

Utara, Barat, dan Timur Laut dihuni oleh orang-orang Eropa. Wilayah ini

adalah tempat pemukiman orang-orang Eropa, gedung pemerintahan dan

bangunan milik pengusaha perkebunan. Jalan-jalan utama di daerah ini adalah

Kampements Weg, Cremer Weg, Demmeni Weg, Beatrix Laan, Boolweg, Padang Boelan Weg, Mangga Laan, Andrae Weg, dan lain-lain.

Di sebelah selatan alur Sungai Deli dihuni oleh orang-orang Melayu.

Jalan-jalan utamanya adalah Paleis Weg, Djalan Amalioen, Djalan Oetama,

Djalan Radja, Djalan Poeri, Djalan Mahkomah, Djalan Kenanga, dan lain

sebagainya.

(48)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

Serta sebelah barat daya pusat kota dihuni oleh orang-orang Tamil

dengan jalan utamanya adalah Bombay Straat, Calcutta Straat, Hindoe Straat,

Madras Straat, Napatnam Straat dan lain sebagainya.

Pola jalan yang kedua adalah yang terletak di antara daerah

kesultanan dengan daerah kota Medan. Pada masa eksploitasi pemerintah

kolonial Belanda di Sumatera Timur terdapat dua kawasan yang letaknya

berdekatan akan tetapi mempunyai perbedaan status kependudukan. Salah satu

garis pembatas antara keduanya adalah terletak di Jalan Antara (Jalan Sutrisno

yang sekarang), yaitu kawasan yang kita sebut sebagai Kota Medan dengan

daerah kesultanan. Dengan adanya garis pemisah itu maka sebagian penduduk

kampung-kampung yang terdapat di Medan mendapat status sebagai penduduk

Gemente dan sebagian lagi mendapat status sebagai penduduk kerajaan yang

merupakan kaula dari Kesultanan Deli. Jaringan jalan ini antara lain adalah

Sultan Weg, Max Havelaar Laan, Wilhelmina Straat, Djalan Javaris, Maleisches Straat, dan jalan lainnya.

Pola jalan yang ketiga adalah daerah yang menghubungkan Kota Medan

dengan daerah luar kota atau daerah perkebunan serta yang menghubungkan

Medan dengan pelabuhan. Jaringan jalan di kawasan ini sengaja direncanakan

untuk kepentingan orang-orang Eropa, yaitu untuk memudahkan mereka

membawa hasil-hasil perkebunan ke Medan Untuk diperdagangkan ke

pelabuhan. Jaringan jalan ini biasanya terhubung dengan jalan raya yang dibuat

(49)

Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.

tahun 1912. beberapa jalan utama yang menghubungkan kawasan ini adalah

Jalan Paleis Weg, Djalan Radja yang menghubungkan Medan dengan daerah

Tebing Tinggi dan Kota Pinang Baroe. Salak Straat, Maasdam Straat, Serdang

Weg yang menghubungkan Medan dengan daerah Tebing Tinggi dan Tanjung

Balai. Padang Boelan weg, Sultan Weg yang menghubungkan Medan dengan

daerah Brastagi dan Pematang Siantar. Skip Weg, Gloegoer Weg yang

menghubungkan Medan dengan daerah Binjai dan Pangkalan Susu, serta jalan

yang menghubungkan Medan dengan kawasan pelabuhan Belawan yaitu

Pakhuis Weg, dan BoolWeg.

Proses penamaan jalan-jalan di kota Medan sebagian besar adalah

menggunakan nama-nama Belanda. Kalau dilihat dari peta kota Medan pada

masa kolonial Belanda, maka akan dapat dilihat bahwa nama-nama jalan

sampai pada saat itu banyak menggunakan nama-nama khas Belanda. Nama

jalan yang menggunakan nama Belanda biasanya terdapat di kawasan elite,

yaitu daerah perumahan orang-orang Belanda dan lokasi-lokasi yang menjadi

pusat pemerintahan kolonial serta kantor-kantor perkebunan, kawasan pelabuhan,

dan daerah pedalaman.

Pada masa kolonial, penamaan jalan biasanya diikuti dengan istilah

Laan, Straat, dan Weg. Hal yang sama yang dilakukan di Medan, dimana

penamaan jalan yang demikian menunjukkan status kawasan itu. Itilah Laan

dipakai untuk kawasan pemukiman elite Belanda, administratur perkebunan dan

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja jaringan Jalan Ranugrati – Jalan Terusan Sulfat – Jalan Tumenggung Suryo – Jalan Ciliwung merupakan jaringan jalan yang mengakses sebagian besar masyarakat yang

Rancangan website Kemanakita merupakan rancangan web yang dirancang untuk memudahkan masyarakat khususnya orang-orang yang berkunjung ke Medan atau bahkan orang Medan sendiri,

Kajian perkotaan di lndonesia pada masa kolonial sampai awal kemerdekaan cukup banyak, yangsebagian besar dilakukan oleh para sarjana Barat yang pernah datang. dan

Setelah Mandailing berada dibawah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19 (1840-an), terjadi perubahan dalam struktur kepemimpinan di

Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang

Bagaimana bentuk adaptasi pada bangunan Kolonial Belanda di kota Medan yang dipengaruhi oleh arsitektur Nieuwe Bouwen.

bingung jalannya darimana, karena KemanaKita menawarkan kamu berbagai jalanan di Medan yang sering dicari orang.... bingung jalannya darimana, karena KemanaKita

Dalam kategori ini teridentifikasi beberapa nama jalan diilhami oleh bangunan atau tempat yang terdapat di jalan tersebut seperti balai rakyat, ikon tertentu seperti semboyan tegar