Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O l e h
NAMA : Deni Ardian Ginting
NIM : 040706018
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)
SKRIPSI SARJANA
OLEH
NAMA : Deni Ardian Gining
NIM : 040706018
Pembimbing,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U.
Nip. 131 284 309
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)
Yang diajukan oleh :
NAMA : Deni Ardian Ginting
NIM : 040706018
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh :
Pembimbing,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U. tanggal……….
Ketua Departemen Sejarah,
Dra. Fitriaty Harahap, SU tanggal……….
NIP. 131 284 309
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
KEHIDUPAN BURUH PERKEBUNAN DELI MAATSCHAPPIJ 1920-1942
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
l
e
h
NAMA : Deni Ardian Ginting
NIM : 040706018
Pembimbing,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U.
Nip. 131 284 309
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Lembar Persetujuan Ketua Jurusan
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen,
Dra. Fitriaty Harahap, SU
NIP. 131 284 309
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Lembar pengesahan skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian
Diterima oleh.
Panitia Ujian Fakultas Sastra Uneversitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan.
Pada :
Hari :
Tanggal :
Fakultas Sastra USU
Dekan
Drs. Syaifuddin, M.A,. Ph.D
Nip 132 098 531
Panitia Ujian.
No. Nama Tanda Tangan
1. ………. (……….)
2. ………. (……….)
3. ………... (……….)
4. ………. (……….)
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
ABSTRAK
SEJARAH PERGANTIAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN (1900-1970)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang penetapan nama jalan di Kota Medan dan untuk mengetahui latar belakang pergantian nama jalan tersebut serta alasan pergantiannya.
Dalam memperoleh data penulis menggunakan metode penelitian lapangan. Dimana penulis melakukan wawancara dan di dukung oleh studi kepustakaan. Penulisan ini merekonstruksikan masa lampau tentang pergantian nama jalan dari nama Belanda menjadi nama Indonesia. Pada masa pemerintah kolonial Belanda penamaan jalan berdasarkan nama-nama orang-orang Belanda, nama tempat yang terdapat di negeri Belanda dan dari nama perkebunan milik pengusaha asing.
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
UCAPAN TERIMAKASIH
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penulisan
skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan karena adanya keterbatasan.
Namun penulis merasa bersyukur karena masih dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua saya yang tercinta, Jhoni Ginting/Maryam Br. Tarigan
untuk doa, kasih sayang dan cintanya yang begitu besar. Atas
pengorbanan dan kesempatan yang telah diberikan kepada saya,
membesarkan hingga membiayai saya sampai dapat menikmati
pendidikan ke Perguruan Tinggi. Segala nasehat dan petuah yang telah
ayahanda dan ibunda berikan senantiasa akan selalu saya ingat. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan kesehatan, kebahagiaan dan
lindungan dariNYA.
2. Bapak Drs. Syaifuddin, MA.Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra USU,
Pembantu Dekan beserta seluruh staf pegawai.
3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U selaku Ketua Departemen Sejarah serta
Dra. Nurhabsyah M.Si sebagai Sekretaris Departemen Sejarah yang telah
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
4. Dosen Pembimbing Skripsi Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U yang telah
memberikan nasihat, didikan, kritik, saran, dan perhatiannya yang begitu
besar kepada saya selama penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Nina Karina, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik,
terima kasih saya ucapkan atas segala perhatian dan nasihatnya yang
telah diberikan kepada saya selama menjadi mahasiswa.
6. Kepada seluruh staf Dinas Pemerintahan, dan Arsip Daerah Sumatera
Utara serta seluruh informan yang telah banyak memberikan bantuan
daa selama penelitian.
7. Adik-adik saya Astina Wati Br Ginting, Okta Beri Pardian Ginting, Eva
Popiana Br. Ginting, Aldi Irman Ginting, Alexandro Tarigan,
terimakasih atas dukungan yang telah diberikan kepada saya hingga saya
dapat menyelesaikan Skripsi ini. Khusus kepada keponakan saya Ronald
Yuda Aprianta Tarigan yang telah memberikan keceriaan kepada saya
terutama dalam masa sulit saat penulisan skripsi. Tuhan memberkati
kalian semua.
8. Untuk keluarga besar Ginting dan Tarigan, saya ucapkan terima kasih
atas masukan, nasihat dan dukungan yang diberikan kepada saya selama
menjadi mahasiswa.
9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa sejarah, alumni, senior, serta adik-adik
sejurusan terima kasih saya ucapkan atas dukungan dan perhatian yang
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Ganda, Jhon, Jernita, Oriza, Oddo, Piolina, nandho, Sabet, jefri, serta
Ciplex’03, Biz_bass dan kawan-kawanku yang lain terima kasih atas
dukungan yang selama ini kalian berikan, smoga persahabatan kita akan
terus terjaga selamanya….maju terus pantang mundur…Bravo
sejarah…….
10.Sahabat-sahabatku muda/i ‘Arih Ersada’ terima kasih atas pengertian dan
kerjasama yang kalian berikan kepada saya selama menjadi mahasiswa…
11.Ija’s Familiy, bu’ Ijah, om’olo, Icha, Budi, a’an, aka terima kasih atas
dukungan dan keceriaan yang selama ini kalian berikan, smoga Tuhan
memberkati kita Semua. Amin...
Akhirnya untuk semua orang-orang yang telah saya sebutkan diatas maupun
yang tidak saya sebutkan, saya ucapkan banyak terima kasih. Saya doakan
semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan dan karuniaNYA kepada
kalian semua. Semoga skripsi ini berguna bagi kepentingan masyarakat serta
bagi perkembangan penulisan sejarah. Amin’
Medan , Juli 2009
Penulis
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
DAFTAR ISI
PRAKATA……….i
ABSTRAK……….ii
UCAPAN TERIMA KASIH……….iii
DAFTAR ISI………V BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………....1
1.2 Rumusan Masalah………..7
1.3 Tujuan dan Manfaat………..10
1.4 Tinjauan Pustaka………11
1.5 Metode Penelitian………..12
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN Kondisi Geografis………..15
Keadaan Penduduk………18
Latar Belakang Historis………22
Kota Medan Sebagai Kota Perkebunan………..24
BAB III PERKEMBANGAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN 3.1 Perkembangan Sarana Transfortasi Darat di Kota Medan………...30
3.2 Penetapan Nama Jalan Pada masa Belanda 3.2.1 Nama Belanda……….32
3.2.2 Nama Indonesia………..40
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
3.3 Penetapan Nama Jalan Pada Masa Jepang………...47
BAB IV PERUBAHAN NAMA JALAN DI KOTA MEDAN
Proses Pergantian Nama Jalan di Kota Medan……….49
Alasan Pergantian Nama Jalan di Kota Medan………64
BAB V KESIMPULAN ………..67
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembentukan suatu kota tidak akan terlepas dari tindakan ataupun
aktivitas yang dilakukan oleh manusia, karena pembentukan dan perkembangan
suatu kota merupakan cerminan dari kreasi penduduk kota yang bersangkutan.
Ciri suatu kota pada umumnya berawal dari suatu pemukiman penduduk yang
kecil, akan tetapi mempunyai lokasi yang strategis, baik itu sebagai pusat
kegiatan pemerintahan, perdagangan, pertanian, maupun pusat industri,
mengakibatkan kota tersebut mengalami perkembangan yang pesat. Selain itu
ciri lain yang dapat dilihat dari perkembangan suatu kota adalah perkembangan
populasi penduduk yang cepat, bertambah banyaknya bagunan-bangunan seperti
gedung pemerintahan, pemukiman penduduk, bangunan perkantoran, serta
pembangunan fasilitas kota seperti sarana dan prasarana kota. Pada umumnya
pembangunan prasarana kota-kota yang ada di Indonesia dimulai pada masa
pemerintahan kolonial Belanda, di mana pembangunannya lebih banyak ditujukan
pada bagian kota yang didiami oleh bangsa Eropa dan daerah perdagangan.
Kota-kota di Indonesia pada awalnya terbentuk dari usaha-usaha
kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda, yang kemudian memberikan warna
dan ciri yang baru bagi daerah-daerah yang dikuasai oleh Belanda. Salah
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
umumnya dalam melakukan politik kolonialisasinya. Sebelum memasuki dan
melakukan ekspansi kesuatu daerah Belanda biasanya terlebih dahulu berusaha
menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada ataupun yang sedang berkuasa di
wilayah tersebut, karena akan lebih mudah menguasai suatu wilayah apabila
penguasa yang ada telah ditaklukkan. Oleh karena itu dalam melakukan
penjajahan di Nusantara, Belanda memang mempunyai kebiasan untuk mulai
mengembangkan kekuasaannya di suatu kawasan dengan terlebih dahulu
membangun loji atau benteng sebagai basis kekuatan dan pusat pertahannya 1
Dilihat dari perkembangannya, sebelum datangnya pemerintah kolonial
Belanda ke wilayah Sumatera Timur, khususnya ke Tanah Deli, Medan
hanyalah sebuah perkampungan kecil yang lokasinya terletak disekitar dan sering sekali di sekitar benteng kemudian muncul dan berkembang sebagai
pusat kota. Sebagai contoh, perkembangan kota Batavia yang pada awalnya
merupakan usaha dari Jan Piterszoon Coon untuk menguasai Sunda Kelapa
dengan terlebih dahulu membagun sebuah benteng sebagai pusat kekuatan dan
pertahanannya.
Akan tetapi hal yang berbeda dilakukan oleh Belanda di Sumatera
Timur, dimana penguasaan wilayah dilakukan secara tidak sengaja yaitu diawali
oleh pedagang-pedagang Belanda yang membuka perkebunan dan mengalami
keberhasilan dan kesuksesan diwilayah tersebut.
1
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
pertemuan Sungai Babura dengan Sungai Deli dan merupakan salah satu
wilayah kekuasaan Kesultanan Deli. Masuknya pengaruh pemerintah kolonial ke
Sumatera Timur diawali oleh kedatangan Jacobus Nienhuys ke Tanah Deli
pada awal tahun 1860-an, kedatangan Nienhuys membawa perubahan yang
sangat besar di wilayah Sumatera Timur. Dengan perkebunan tembakau yang
semakin luas dan berkembang perlahan Medan berubah menjadi sebuah kota
yang penting dan besar di bidang perdagangan. Ada beberapa faktor pendukung
berkembangnya Medan menjadi sebuah kota yaitu :
1. Dibukanya perkebunan tembakau di Deli oleh Jacobus Nienshuys
pada tahun 1863, yang kemudian di ikuti oleh banyaknya pemodal
asing yang masuk ke Sumatera Timur untuk membuka perkebunan.
2. Adanya pembangunan bangunan penting yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial di sekitar kampung Medan, seperti bangunan
benteng Belanda di dekat pertemuan Sungai Babura dengan Sungai
Deli tahun 1864, pembangunan gedung Deli Maatschappij pada
tahun 1870, serta pembangunan sarana perniagaan seperti bangunan
pertokoan dan kedai-kedai, pusat perbelanjan, perumahan, fasilitas
hiburan dan lain sebagainya.
3. Pesatnya perkembangan populasi penduduk di Medan sebagai
dampak dari pembukaan perkebunan di Sumatera Timur, yaitu dari
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
dari migrasi penduduk pribumi yang datang mengadu nasib ke
Sumatera timur.
Pada waktu Belanda mulai melakukan penjajahan, dalam hal ini adalah
pengeksploitasian tanah menjadi lahan perkebunan di Sumatera Timur, di
sekitar kawasan Medan sudah lebih dahulu terdapat beberapa perkampungan
penduduk yang ditempati oleh penduduk suku Bangsa Melayu dan Karo, yaitu
Kampung Aei (hilir), Kampung Tengah, Kampung Besar, Rantau Belimbing,
Martubung, Kota Bangun, Cikupan Mabar, Rengas Kupan, Pulau Brayan,
Gelugur, Medan Puteri, Kesawan, Tebing Tinggi, Kampung Sungai Mati,
Kampung Baru, Kota Maksun, dan Kampung Sungai Kerah. 2
Sebagai kota perkebunan, di Medan banyak dibangun sarana dan
prasarana untuk mendukung politik pemerintahan kolonial terutama untuk Kota Medan adalah pusat pemerintahan kolonial di wilayah Sumatera
Timur, letaknya yang strategis kemudian membuatnya tumbuh menjadi salah
satu kota baru dan menjadi sentral dari wilayah di Sumatera Timur. Selain
sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda, Medan juga menjadi pusat
administrasi perkebunan yang ada di Sumatera Timur. Hal ini semakin jelas
setelah Sumatera Timur menjadi Residensi tersendiri yang tunduk kepada
wewenang Residen yang ada di Bengkalis pada tahun 1873 dan pada tahun
1887 Medan yang ada di wilayah Kesultanan Deli dijadikan sebagai tempat
kedudukan residen di Sumatera Timur.
2
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
mendukung perkembangan di sektor perkebunan. Selain pembangunan
gedung-gedung pemerintahan, perumahan, dan kantor-kantor administrasi perkebunan,
salah satu pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial adalah
pembangunan prasarana seperti jaringan jalan raya. Karena fasilitas jalan raya,
baik yang menghubungkan suatu kota dengan kota lain atau daerah sekitarnya
maupun jaringan jalan yang menghubungkan antar bagian kota, memegang
peranan yang sangat penting bagi kelancaran aktivitas penduduk dan
perkembangan kota itu sendiri sekaligus sebagai kerangka dasar yang
membentuk struktur kota. 3
Pembangunan jalan dipusat kota yang meliputi daerah kesulatanan dibuat
untuk memudahkan hubungan pemerintah kolonial dengan kaum bangsawan
pribumi di kesultanan tersebut, yaitu dalam melakukan konsesi tanah dan
memudahkan mereka mengontrol kehidupan para sultan-sultan melayu. Selain jalan-jalan yang telah ada jauh sebelum kedatangan Belanda ke
Sumatera Timur, banyak pula di bangun jaringan-jaringan jalan yang baru di
kota Medan. Secara umum pembangunan jalan di Kota Medan dapat dibagi
menjadi tiga yaitu, pertama pembangunan jalan di pusat kota yang meliputi
daerah kesultanan, perumahan-perumahan orang-orang Blenda dan ropa, serta
daerah perkantoran. Kedua, jalan yang menghubungkan daerah perkebunan
dengan pusat kota, dan yang ketiga adalah jalan yang menghubungkan Kota
Medan dengan daerah luar.
3
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Demikian halnya juga dengan jalan yang dibangun di daerah perumahan
pegawai-pegawai Belanda dan orang Eropa lainnya.
Pembangunan jalan yang menghubungkan daerah perkebunan dengan
pusat kota dilakukan untuk mempermudah pihak perkebunan dalam melakukan
kegiatan administrasi dan penyetoran pajak perkebunan. Disisi lain jalan yang
dibangun untuk menghubungkan kota Medan dengan daerah luar dilakukan
untuk mempermudah pihak perkebunan dalam melakukan pengangkutan barang
yang akan dibawa ke pelabuhan untuk dijual. Selain itu pembangunan jalan ini
ditujukan juga untuk menghubungkan pusat kota dengan daerah perkebunan
yang berada jauh dari Kota Medan karena banyak perkebunan yang terletak di
luar Kota Medan.
Penamaan jalan pada masa Belanda dibuat berdasarkan nama-nama
Belanda seperti cremerweg, Coenstraat, Boloweg, dan lain sebagainya.
Disamping itu, ada juga beberapa nama jalan yang menggunakan nama lokal,
di antaranya adalah Djalan Rakyat atau sering disebut dengan Djalan Radja,
Djalan Mahkomah, Mangga Laan, Baboera Weg, Kartini Laan, Padang Boelan
Weg, Serdang Weg, Djalan Kenanga, Sultan Weg, Djalan Antara, dan beberapa
jalan lokal lainnya. Di samping itu ada juga nama jalan yang menggunakan
nama Timur asing dan biasanya nama jalan ini terdapat di daerah pemukiman
orang Cina dan Tamil. Di antara nama jalan yang berbahasa Cina, adalah
Canton Straat, Hakka Straat, Hongkong Straat, dan lain sebagainya, dan nama
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Pada masa pendudukan Jepang hampir tidak ada pembangunan jaringan
jalan yang baru, demikian pula dengan penamaan jalan. Jepang tidak begitu
mempersoalkan jalan yang menggunakan nama-nama Belanda sekalipun
pemerintahan Jepang berusaha untuk menghapuskan semua hal-hal yang
berhubungan dengan Belanda. Hanya terdapat beberapa nama jalan yang diberi
nama Jepang, salah satunya adalah jalan Fuzi Dori atau jalan Imam Bonjol
sekarang. karena Jika di lihat pada masa pendudukan Jepang mereka lebih
fokus untuk memobilisasi massa untuk membantu dalam perang menghadapi
Sekutu.
Pada masa Indonesia merdeka baru terjadi pergantian nama-nama jalan
yang berbahasa Belanda dan beberapa nama yang berhubungan dengan
pemerintah kolonial Belanda, dengan kata lain nama jalan yang dibuat pada
masa pemerintahan kolonial Belanda serta Pendudukan Jepang. Pergantian
nama jalan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perjalanan sejarah
Kota Medan, karena pergantian nama jalan mempunyai arti dan makna bagi
masyarkat Medan. Nama-nama jalan menjadi semacam kenyataan sosial kolektif
karena nama jalan di perkotaan memadukan ruang dan waktu. Nama jalan
adalah waktu yang membeku di dalam kota, ia adalah bayangan dan etos kota
serta melambangkan hakekatnya4
4
Peter J. M Nas, “ Tatanan Simbolik Jakarta: dari Kosmos ke Kondomonium “ dalam JHS Nomor 4, Tahun 1993. Hal. 64.
. Nama-nama jalan berbahasa Belanda dianggap
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Jalan yang menggunakan nama Belanda
diganti dengan nama-nama Indonesia. Biasanya nama jalan yang dianggap
memiliki kenangan-kenangan kolektif tersebut diganti dengan nama-nama
pejuang baik dalam skala nasional maupun lokal, nama daerah dan nama-nama
Indonesia lainnya. Benteng Weg misalnya yang kemudian diganti menjadi Jalan
Kapten Maulana Lubis, Serdang Weg menjadi Jalan Prof. h. M Yamin S.H,
Canton Straat menjadi Jalan Cirebon, dan lain sebagainya.
Nama jalan yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini
adalah nama-nama jalan besar pada waktu itu atau jalan vital, yang merupakan
dalah satu faktor dalam perkembangan perkebunan asing. Beberapa nama jalan
yang mengalami perubahan diantaranya adalah Jalan Cremer Weg yang berubah
menjadi Jalan Balai Kota, Jalan Bolweg berubah menjadi Jalan komodor Laut
Yos Sudarso, dan Jalan Javaris yang berubah nama menjadi Jalan
Rachmadsjah.
Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah kota Medan
sebagai salah satu wilayah pemerintahan kolonial Belanda di Keresidenan
Sumatera Timur. Penelitian ini ingin melihat bagaimana pergantian nama jalan
yaitu pergantian dari nama jalan pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
masa pendudukan Jepang menjadi nama jalan pada saat Indonesia merdeka.
Selain itu penulisan tentang perubahan nama jalan di Indonesia khususnya di
Kota Medan masih sangat sedikit dan bahkan belum pernah diungkapkan ke
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
bagian dari proses sejarah kota yang penting untuk diungkapkan. Dari
penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana keterikatan perubahan nama
jalan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan masyarakat Sumatera
Utara, khususnya Kota Medan, merupakan pusat pembauran sosiokultur sjak
masa pemerintahan kolonial Belanda. Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan
ekonomi perkebunan yang tumbuh di Sumatera Timur dengan produksi
tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan Kota Medan sebagai pusat
kegiatan ekonomi baru sehingga memberikan daya tarik yang luar biasa bagi
kaum pendatang untuk mengadu nasib. Selain itu karena pesatnya
perkembangan perkebunan tembakau di Deli sejak awal tahun 1860-an maka
banyak didatangkan buruh dari luar Sumatera untuk bekerja
diperkebunan-perkebunan tersebut, akibatnya berbagai macam kelompok etnik yang datang
berbaur di kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Periode yang diambil dalam penelitian ini adalah selama 70 tahun,
dimulai dari tahun 1900 sampai dengan tahun 1970. dimulai dari tahun 1900
karena pada masa inilah puncak eksploitasi perkebunan yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial Belanda di Sumatera Timur. Adapun tahun 1970 diambil
sebagai batasan dari penelitian ini adalah karena pada masa ini merupakan
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
baru. Tahun ini juga sebelum dilakukannya pemekaran daerah di kota Medan 5
1. Apa latar belakang penetapan nama jalan di Kota Medan?
dan tentunya pada periode ini telah bnayk dilakukan pergantian nama jalan di
Kota Medan. Agar pneliatian lebih terarah, perumusan masalah disusun sebagai
berikut:
2. Apa alasan dan dasar pergantian nama jalan di Kota Medan?
3. Mengapa terjadi pergantian nama jalan di Kota Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
masalah-masalah yang antara lain bertujuan:
1. Untuk mengetahui latar belakang penetapan nama jalan di Kota Medan.
2. Untuk mengetahui latar belakang pergantian nama jalan di Kota medan.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang yang mempengaruhi
pergantian nama jalan di Kota Medan.
Sedang manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
2. Sebagai tambahan referensi bagi masyarakat umum untuk mengetahui
sejarah pergantian nama jalan khususnya di Kota Medan.
5
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
3. Diharapkan juga dari penelitian ini dapat menambah invetarisasi sumber
sejarah kota khususnya Kota Medan.
1.4 Tinjauan Pustaka
Literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi
kepustakan, yaitu berupa buku dan makalah yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti dan dapat membantu dalam penelitian ini.
Tulisan Sarkawi B. Husein, tentang makna dan perebutan simbol nama
jalan di kota Surabaya, merupakan sumber yang sangat penting dalam
penelitian ini, karena di dalam tulisan itu diterangkan bagaimana penamaan
jalan di Surabaya banyak sekali diselubungi oleh kepentingan politik pejabat
pemerintahannya. Dalam tulisan ini juga diterangkan bagaimana proses
pergantian nama jalan di Kota Surabaya yang mendapat penolakan dari
masyarakat, oleh karena itu melalui tulisan ini sedikit banyaknya dapat
memberikan bahan perbandingan dengan proses penamaan jalan di Kota
Medan.
Buku yang berjudul Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-kota di
Indonesia, yang disusun oleh freek Colombijn, dkk, yang merupakan hasil dari
sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh jurusan sejarah Fakultas Sastra
Universitas Airlangga. Buku ini mengungkapkan tentang sejarah perkotaan di
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
dalam hal pemberian informasi mengenai sejarah perkotaan di Indonesia, seperti
hal-hal yang terjadi di kota-kota Indonesia baik itu sejarah, sosial budaya, dan
perkembangan kota-kota tersebut sejak masa kolonial Belanda sampai pada
masa Indonesia merdeka.
Kemudian buku yang ditulis oleh Raldi Hendro Koestoro, dkk, yang
berjudul Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus, membahas dengan
lengkap bagaimana dinamika pembangunan, perkembangan dan pertumbuhan
suatu kota di Indonesia. Dalam buku ini dijelaskan faktor-faktor apa saja yang
mendorong terbentuk dan berkembangnya suatu kota dan
permasalahan-permasalahan yang timbul didalamnya, dengan memberikan teori-teori dan
contoh studi kasus yang terdapat di beberapa kota-kota di Indonesia. Salah
satu permasalahan yang terdapat dalam buku tersebut adalah tentang prasarana
kota yang sangat penting sebagai pendukung utama kehidupan masyarakat kota
yang diantaranya adalah kebutuhan akan fasilitas jalan yang sangat penting
bagi kelancaran aktivitas penduduk dan kota itu sendiri.
1.5 Metode Penelitian
Metode sejarah adalah cara-cara yang digunakan untuk menguraikan dan
menghadapi dokumen-dokumen sejarah 6
6
Louis Gotschalk, Understanding Histori, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, 1985, Jakarta: UI Press, Hal. 32.
. Dalam metode sejarah akan diberikan
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
dan sumber-sumber sejarah. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan
adalah pengumpulan sumber atau heuristik yang sesuai dengan objek
permasalahan yang dikaji. Penulis meyakini bahwa sumber sangat penting
karena memberikan informasi tentang masa lampau, dan untuk mengumpulkan
jejak-jejak masa lampau tersebut penulis menggunakan metode kepustakaan dan
studi lapangan. Metode kepustakaan dalam hal ini adalah pengumpulan sumber
tertulis seperti buku, arsip, dokumen, dan fakta-fakta tertilus lainnya seperti
buku harian, surat-surat penting, surat kabar dan lain sebagainya. Sedangkan
studi lapangan adalah dengan melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh yang
masih hidup dan pernah terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam proses
perubahan nama jalan seperti orang-orang dari pemerintahan atau masyarakat
setempat.
Kedua, adalah dengan melakukan kritik sumber yaitu untuk menyeleksi
dan mengkritik data atau sumber yang sudah kita dapat, baik itu kritik yang
bersifat intern maupun kritik yang bersifat ekstern, yang tujuannya adalah
untuk keabsahan sumber. Katiga, adalah interpretasi data yang sudah kita
seleksi agar kita dapat menyusun sebuah inti sari dan menafsirkan sumber
yang telah kita kumpulkan tersebut agar menjadi fakta yang valid. Terakhir
adalah melakukan historiografi yaitu proses mensintesakan, menyusun dan
menceritakan rangkaian fakta-fakta dalam suatu bentuk tulisan dengan
menggunakan bahasa dan istilah-istilah yang baik agar penulisan menjadi
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN
Keberadaan Kota Medan, yang menjadi pusat wilayah pemerintahan
daerah tingkat I propinsi Sumatera Utara sekarang merupakan suatu kota yang
unik. Kota Medan, sejak menjadi pusat kehidupan masyarakat berupa kampung,
pernah menjadi pusat kerajaan tradisional, pernah menjadi pusat keresidenan
pada masa pendudukan Belanda, pada masa kemerdekaan pernah menjadi pusat
Kabupaten, pusat pemerintahan Gubenur Sumatera, yang kemudian menjadi
pusat pemerintahan propinsi Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara.
Selain itu Kota Medan juga pernah menjadi pusat wilayah pembangunan utama
kepada wilayah-wilayah yang ada di sekitarnya7
Kalau dilihat dari kependudukannya, Kota Medan mempunyai keunikan
sendiri. Kota Medan merupakan pusat sosio-kultural sejak masa pemerintahan
kolonial Belanda. Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan ekonomi perkebunan
yang tumbuh di Sumatera Utara, yang pada masa itu adalah Sumatera Timur
dengan produksi tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan Kota Medan
sebagai pusat kegiatan ekonomi baru sehingga memberikan daya tarik yang . Kota Medan terletak pada
willayah yang sangat strategis, yaitu merupakan salah satu kota yang terletak
langsung pada pintu gerbang dengan dunia luar.
7
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib ke wilayah ini.
Heterogenitas masyarakat yang terdapat di Sumatera Utara sedikit banyaknya
mempengaruhi kondisi politik yang terjadi di wilayah tersebut.
2.1 Kondisi Geografis
Secara geigrafis, Kota Medan terletak antara 2 29’ LU-2 30’ LU dan 2
47’ BT-2 30” BT dengan ketinggian 0-40 meter di atas permukaan laut.8
Temperatur udara rata-rata di Medan berkisar 23,70°C-25,10°C pada
pagi hari, 29,20°C-32,90°C pada siang hari, dan 26°C-30,8°C pada malam hari.
Dalam bulan-bulan paling kering di musim kemarau, curah hujan masih
mencapai kira-kira 100mm/bulan. Biasanya curah hujan paling tinggi terjadi
pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember tiap-tiap tahun. Sedangkan
pada bulan April sampai dengan bulan Mei setiap tahun biasanya curah hujan
Letaknya yang tidak jauh dari Selat Malaka menyebabkan suhu Kota Medan
pada pagi hari berkisar 23,70 ºC-25,10 ºC, siang hari berkisar 29,20 ºC-32,90 ºC,
dan pada malam hari berkisar 26 ºC-30,8 ºC. sedangkan kelembaban udara
berkisar antara 68 % sampai 93 %. Sebagian wilayah Medan sangat dekat
dengan wilayah laut yaitu pantai Barat Belawan, dan daerah pedalaman yang
tergolong dataaran tinggi, seperti Kabupaten Karo. Akibatnya suhu di Medan
menjadi tergolong panas.
8
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
lebih sedikit. Angin yang umumnya berhembus melintasi kawasan Medan
adalah angin laut dari Selat Malaka dan angin gunung dari dataran tinggi
Karo. Pada jaman dahulu disekitar kawasan Medan, yaitu disekitar tanah Deli
sering ada angin puting beliung yang berhembus dari dataran tinggi Karo
melalui sungai Wampu dan berputar-putar di kawasan Bahorok yang dikenal
dengan angin Bahorok. Biasanya angin tersebut bertiup pada musim kemarau
dan sering menimbulkan kerusakan.
Kota Medan pada jaman kolonial Belanda merupakan bagian dari
keresidenan Sumatera Timur, yang terkenal dengan perkebunan tembakaunya.
Keadaan tanah yang subur menghasilkan produksi tembakau yang bernilai jual
tinggi menjadikan tanah Deli dan Kota Medan sebagai salah satu primadona
perkebunan bagi para pedagang, pendatang dan para pemilik perkebunan. Pada
masa pemerintah kolonial menguasai wilayah ini, telah dilakukan beberapa
penelitian tentang keadaan tanah di kawasan tanah Deli atau Sumatera Timur
umumnya. Penelitian itu dilakukan oleh para pakar atau ilmuan untuk
kepentingan perusahaan perkebunan tambakau milik Belanda. Salah satu ilmuan
yang melakukan penelitian tentang tanah di Sumatera Timur adalah Van
Hissing pada tahun 1900, dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa tanah di
Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah
cokelat, dan tanah merah. Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui letak
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Kota Medan sewaktu menjadi ibukota Keresidenan Sumatera Timur
wilayahnya mencakup empat buah kampung asli Deli yaitu :
1. Kampung Petisah Hulu
2. Kampung Petisah Hilir
3. Kampung Kesawan
4. Kampung Sungai Rengas 9
Selain itu Medan dikelilingi oleh kampung-kampung lain seperti Kampung
Kota Maksun, Glugur, Kampung Sungai Mati, Sungai Agul dan lain-lain yang
kesemuanya termasuk bagian dari wilayah kekuasaan teritorial Kerajaan Deli.
Namun seiring dengan perkembangannya Kota Medan berbatasan dengan
daerah-daerah yang masih tergolong sebagai teritorial Sumatera Utara. Adapun
batas-batas tersebut adalah :
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu
Kecamatan Percut Sei Tuan, dan Tanjung Morawa.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu
Kecamatan Sunggal.
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.
5. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu
Kecamatan Pancur Batu dan Deli Tua.10
9
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Luas Kota Medan sebelum dilakukannya perluasan wilayah hanya seluas
1.150 Ha, tetapi sejak tahun 1943 sampai tahun 1971 luas Kota Medan
mencapai 5.130 Ha, kemudian tahun 1973 luas Kota Medan mengalami
pertambahan lagi yaitu menjadi 26.510 Ha.11
2.2 Keadaan Penduduk
Kota Medan yang pada masa kolonial adalah bagian dari wilayah
Sumatera Timur adalah kampung halamannya etnis Karo, Melayu, dan
Simalungun. Etnis Karo dan Simalungun menempati wilayah di sekitar dataran
tinggi dan orang-orang Melayu menempati wilayah pesisir. Akan tetapi setelah
masuknya pengaruh kolonial Belanda, yang ditandai dengan pembukaan
lahan-lahan menjadi lokasi perkebunan, maka terjadi perubahan yang sangat besar
dalam susunan masyarakat di Sumatera Timur tidak terkecuali kota Medan.
Pesatnya perkembangan perkebuanan pada waktu itu menyebabkan jumlah
penduduk di kawasan Sumatera Timur cepat bertambah, terutama karena
banyaknya didatangkan buruh-buruh dari luar untuk bekerja di
perkebunan-perkebunan tembakau tersebut.
Kota Medan adalah salah satu kota yang memiliki pola masyarakat
yang heterogen di Indonesia. Heterogenitas penduduk Kota Medan muncul
10
Nurhamidah, dkk, Integrasi Masyarakat Etnik Cina di Kota Madya Medan (Studi Kasus di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Barat), Medan : Lembaga Penelitian USU, tidak diterbitkan, 1992, hal. 8
11
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
karena faktor urbanisasi, yang erat kaitannya dengan usaha-usaha perkebunan
yang banyak membutuhkan tenaga-tenaga kerja. Masyarakat yang didatangkan
dari luar Medan, pada dasarnya dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan.
Menurut Tengku Luckman Sinar, dalam tahun 1905 penduduk kota Medan
berjumlah sekitar 14.250 orang. Pada tahun 1918 jumlah itu bertambah menjadi
43.826 orang, jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920 menjadi 45.248
orang, serta jumlah penduduk kota Medan tahun 1930 menjadi 74.976 orang,
dengan perincian sebagai berikut:
Penduduk Kota Medan Tahun 1918 12
Kelompok Etnik Jumlah %
Indonesia (berbagai suku
bangsa) 35.009 orang 79,88
Cina 8.629 orang 18,87
Eropa 409 orang 0,93
Timur Asing 139 orang 0,32
Jumlah 43.826 orang 100 %
Sumber : Sinar S. H. (1991: 58)
Setelah dibentuknya Gemente Medan pada tahun 1909, maka terjadi
perubahan status pada penduduk Medan. Pertama, penduduk yang berada
12
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
dibawah pemerintahan kerajaan Deli dan yang kedua adalah penduduk yang
berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Perbedaan status ini lebih nyata
terlihat dalam kewajiban penduduk dalam membayar pajak. Dalam
perkembangan selanjutnya pemerintah kolonial menciptakan tiga macm
lingkungan pemukimam penduduk yang diskriminatif di Medan, yaitu :
1. Eropeese Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang khusus ditempati
oleh penduduk golongan Eropa. Penduduk pribumi dan golonga
non-Eropa lainnya tidak diijinkan untuk bertempat tinggal dalam
lingkungan ini.
2. Chinesee Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang ditempati oleh
orang-orang Cina. Selain sebagai tempat pemukiman orang Cina,
juga berfungsi sebagai tempat kegiatan jual beli (perdagangan),
karena dalam lingkungan terssebut terdapat banyak toko-toko
kepunyaan orang Cina.
3. Lingkungan pemukiman (perkampungan) yang khusus ditempati
oleh penduduk pribumi. Lingkungan tersebut pada umumnya
berlokasi di pinggiran kota Medan dan sebagian kecil berada dekat
lingkungan pemukiman orang-orang Cina. 13
13
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Komposisi Suku-Suku Bumiputera
Di Kota Medan Tahun 193014
Kategori Suku Jumlah %
Jawa 19.067 46,31
Minangkabau 5.590 13,54
Melayu 5.408 13,10
Mandailing 4.688 11,46
Sunda 1.209 2,93
Batavia/Betawi 1.118 2,71
Toba 882 1,99
Angkola 236 0,56
Karo 145 0,34
Batak lainnya 1.189 2.88
Indonesia lainnya 1.798 4,38
Jumlah 41.270 100,00
Hingga masa akhir pendudukan pemerintahan kolonial Belanda jumlah
penduduk Kota Medan tidak banyak bertambah hanya berjumlah kira-kira
76.000 orang. Pada masa pendudukan Jepang terjadi peningkatan jumlah
penduduk kota Medan, yaitu berjumlah kira-kira 93.000 orang.
14
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
2.3 Latar Belakang Historis
Medan pada awalnya adalah sebuah kampung kecil, yang lokasinya
terletak di sekitar pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli serta merupakan
salah satu wilayah kekuasaan dari Kesultanan Deli. Catatan tentang Kampung
Medan dan masyarakatnya tidak banyak diketahui sebelum dilakukannya
penelitian oleh John Anderson pada tahun 1823.15 Menurut Anderson Medan
merupakan sebuah kampung kecil yang penduduknya sekitar 200 orang dan
hidup cukup makmur sebagai petani lada dan tembakau. Dari hasil penelahaan
yang dilakukan oleh tim sejarah rekonstruksi Kota Medan, menghasilkan
sejumlah kesimpulan tentang latar belakang historis. Kota Medan didirikan oleh
Guru Patimpus yang berasal dari dataran tinggi Karo. Setelah melakukan
beberapa pertimbangan tentang bersirinya Kota Medan, dapat disimpulkan
bahwa kota Medan berdiri tanggal 1 Juli 1590.16 Dengan kata lain Medan
telah ada jauh sebelum Belanda memasuki wilayah ini. Belanda sendiri masuk
ke kawasan Medan sekitar pertengahan abad ke-19, yaitu pada waktu
kedatangan Jacobus Nienhuys ke tanah Deli pada awal tahun 1860-an.17
Sejarah perkembangan kota Medan sendiri tidak bisa terlepas dari
keadan dan kondisi di wilayah sekitarnya, yaitu dengan Kesultanan Deli yang
15
John Anderson adalah seorang sekretaris Gubernur Inggeris di Pulau Pinang yang melakukan perjalanan ke Sumatera Timur pada tahun 1823.
16
Ibid, hlm. 34. 17
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
didirikan oleh Gocah Pahlawan, seorang panglima perang dari Kesultanan
Aceh. Ia menetap dan mendirikan pemukiman baru yang merupakan cikal
bakal dari Kesultanan Deli. Selain kesultanan Deli, di sekitar kawasan Medan
juga terdapat beberapa Kesultanan Melayu lainnya seperti Kesultanan Serdang,
Kesultanan Langkat, Kesultanan Siak dan beberapa kerajaan kecil lainnya. Jadi,
Medan yang awalnya adalah sebuah perkampungan kecil banyak mendapat
pengaruh dari kesultanan-kesultanan Melayu tersebut, baik itu dalam agama
maupun dalam bidang kebudayaan.
Setelah masuknya pengaruh kolonial Belanda yang ditandai dengan
pembukaan perkebunan tembakau di wilayah Deli, kota Medan semakin
berkembang dengan pesat. Selain karena semakin banyaknya pembukaan
perkebuanan di Kawasan Sumatera Timur, pemerintah kolonial Belanda juga
telah mulai melakukan pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan
maupun sarana untuk mendukung perkembangan industri perkebunan di wilayah
ini. Seperti pembangunan gedung Deli Maatschappij pada tahun 1870, yang
pembangunannya dipusatkan di Medan. Pemerintahan kolonial juga mulai
menempatkan wakil-wakil pemerintahannya di Medan, untuk mengawasi
perkebunan-perkebunan swasta tersebut. Lambat laun berkembang menjadi
sebuah kota yang penting bagi pemerintah kolonial, karena Medan telah
menjadi pusat administrasi perkebunan dan pemerintahan di Sumatera Timur.
Hal ini semakin jelas kelihatan sejak dijadikannya Sumatera Timur sebagai
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Bengkalis pada tahun 1873, yang dalam perkembangannya Medan yang ada di
wilayah Kesultanan Deli dijadikan sebagai tempat kedudukan Residen di
Sumatera Timur pada tahun 1887.
Pengaruh perkebunan juga menjadi daya tarik bagi kaum pendatang
untuk merantau ke tanah Deli, yaitu untuk bekerja di perkebunan tersebut.
Ditambah dengan buruh-buruh yang didatangkan oleh pihak perkebunan, baik
itu buruh pribumi maupun buruh yang didatangkan dari luar membuat pesatnya
perkembangan populasi penduduk di Medan, sehingga menjadikan Medan
sebagai kota tempat pembauran berbagai kelompok etnik.
2.4 Kota Medan sebagai Kota Perkebunan
Perkembangan kota Medan tidak terlepas dari munculnya industri
perkebunan di Sumatera Timur, yang di perkenalkan untuk pertama kalinya
oleh Jacobus Nienhuys pada pertengahan abad ke-19. Sejak kedatangan
Nienhuys industri tembakau mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Tercatat sejak tahun 1863 sampai tahun 1888 terdapat 148 jumlah perkebunan
tembakau, hampir setiap tahun terlihat kehadiran penguasa-penguasa
onderneming baru. Dengan kata lain hanya dalam waktu 25 tahun daerah
Sumatera Timur telah berubah menjadi kawasan perkebunan besar.
Pada awalnya tanaman yang menjadi primadona setiap perkebunan
adalah tembakau yaitu sejak dekade 1870-an sampai 1880-an, akan tetapi
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
perkebunan berpikir dua kali untuk menanam jenis tanaman yang serupa pada
lahan baru yang akan dibuka. Setelah mengalami penurunan kualitas dari
tembakau yang dialami oleh sebagian besar pengusaha perkebunan, maka
mereka mengalihkan penanaman tembakau kepada jenis tanaman lain yaitu,
kopi, karet, teh dan kelapa sawit. Setelah masa penanaman industri tembakau
selesai maka beberapa onderneming bersaha untuk mencari tanaman pengganti
untuk kembali mengambil kembali lahan tersebut, seperti onderneming
Marendal dekat Medan dan Rimbun melakukan percobaan penanaman karet
atau Hevea Brasiliensis pada awal 1885. 18
Pada masa-masa selanjutnya pelaksanaan pemerintahan kolonial Belanda
dan pengusahaan perkebunan-perkebunan milik pengusaha onderneming secara
besar-besaran oleh orang Belanda di Deli berjalan seiring dan saling menopang.
Keadaan yang demikian itu pada gilirannya cepat menumbuhkan kekuatan besar Begitu juga dengan beberapa
onderneming lain yang mendapat hasil yang kurang maksimal dari industri
tembakau mulai mencari tanaman alternatif lainnya.
Dengan banyaknya pembukaan lahan perkebunan yang baru
menyebabkan membengkaknya kepentingan kegiatan peekonomian Belanda,
salah satu dampaknya adalah menjadikan Medan sebagai pusat perdagangan
dan pusat administrasi pemerintah kolonial. Oleh karena itu dilakukan
pengembangan pembangunan fasilitas kota seperti, pembangunan jembatan,
penerangan, dan fasilitas jalan-jalan baru.
18
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
yang mendukung keberhasilan penjajahan Belanda di Sumatera Timur
umumnya, dan keadaan yang demikian itu pula sekaligus menimbulkan banyak
perubahan yang sangat cepat terhadap perkembangan kampung Medan menjadi
kota setelah dasawarsa tahun 1860-an.
Perkembangan kota yang semakin pesat, maka pada tahun 1887 Medan
diresmikan menjadi pusat Residen di wilayah Simatera Timur.19
Beberapa pembangunan fasilitas kota yang terdapat di Medan yang
menjadikan kota Medan sebagai kota industri perkebunan, Yaitu pembangunan
sebuah kamar dagang Cina bernama Chineesche Handelsvereeninging oleh
seorang mayor Cina, Chong Yong Hian pada tahun 1910.
Sejak saat itu
Medan menjadi pusat segala aktivitas yang ada di Sumatera Timur, baik pusat
pemerintahan, perdagangan, maupun pusat pemukiman penduduk
20
19
Mahadi, Hari Djadi dan Garis-garis perkembangan Sosiologi Kota Medan, Medan : Fakultas Hukum USU, 1967, hlm. 69.
20
Ibid. hlm.62
Dua tahun
kemudian menyusul berdiri perkumpulan kamar dagang Belanda. Selain
perkumpulan dalam bidang perdagangan, pada tahun itu juga berdiri
perkumpulan para pengusaha perkebunan se- Sumatera Timur. Perkumpulan itu
dinamakan Algemeene Vereeneging van Rubber Planters Oostkust van Sumatera
atau disingkat dengan AVROS. Pada tahun 1911 diresmikan Dinas Pekerjaan
Umum Kota Medan atau Gemente Warken. Dalam bidang pemerintahan tahun
1912 dilakukan untuk pertamakalinya pemilihan untuk keanggotaan Dewan kota
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
orang yang bertugas mengatur segala kepentingan kota dan mengawasi jalannya
pembangunan, termasuk didalamnya pembuatan parit, taman kota, dan jalan
raya. 21 pada tahun itu juga kota Medan telah memiliki pasukan polisi kota
tersendiri. Pada tahun yang sama diresmikan jalan Medan-Belawan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda.22
Pada tahun 1914 bus umum yang pertama ke Tanah Karo diresmikan
oleh Belanda, sehingga memudahkan bagi masyarakat Karo untuk melakukan
perjalanan ke Medan. Tahun 1916 di Medan telah ada surat kabar dan
majalah, seperti Sarikat Islam, Budi Utomo, Benih Merdeka dan lain
sebagainya,
. Dengan peresmian jalan ini menunjukkan
bahwa perkembangan jaringan jalan sangat dibutuhkan pada waktu itu sebagai
penunjang perkembangan industri perkebunan yang semakin bergairah di
Sumatera Timur. Jalan menjadi sarana transfortasi yang penting karena
memudahkan para pemilik perkebunan untuk membawa hasil-hasil perkebunan
mereka ke pelabuhan untuk di perdagangkan.
23
21 Ibid 22
T. Luckman Sinar, Op. Cit. hlm. 62.
23
Ibid
yang menunjukkan bahwa kota Medan telah mengalami
perkembangan dalam bidang komunikasi.
Demikian perubahan yang terjadi di Kota Medan dengan berbagai ke
lengkapan fasilitas umum dan berbagai kebutuhan lainnya, sehingga sejak tahun
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kedatangan orang-orang Belanda ke
Sumatera Timur sejak akhir abad ke-19, baik untuk menjalankan pemerintahan
kolonial maupun untuk membuka perkebunan, merupakan salah satu faktor
penting yang mendorong perkembangan Medan menjadi kota industri. Dalam
hal ini, tenaga pendorong terpenting datang dari kekuatan ekonomi yang
ditumbuhkan oleh produksi perkebunan yang sejak tahun 1860-an sampai awal
abad ke-20 keuntungannya terus-menerus meningkat, terutama perkebunan
tembakau. seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Produksi tembakau di Sumatera Timur 24
Tahun Jumlah Produksi Harga
1864 50 bal f. 4.000,-
1865 189 bal 149 sen/pond
1866 159 bal 121 sen/pond
1870 3.114 bal f. 500.000,-
1871 82.356 bal f. 14.750.000,-
1872 3.992 bal f. 1.000.000,-
1899 259.035 bal f. 32.875.000,-
1913 251.689 bal f. 49.000.000,-
24
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Nilai ekspor Sumatera Timur 25
Tahun Karet Tembakau Teh Minyak
Kelapa
Minyak
Tanah
Serabut Total
Ekspor
1929 135,8 71,2 11,4 6,9 19,1 27,9 273,2
1931 31,2 32,4 9,1 14,5 21,3 8,1 128,0
1933 13,5 20,9 4,0 13,0 17,9 6,0 84,6
1935 27,3 22,0 5,4 14,4 14,8 4,7 97,0
1937 93,8 29,1 7,9 27,9 27,7 9,6 207,3
* (Dalam juta Gulden)
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
BAB III
Nama Jalan di Kota Medan
Perkembangan Sarana Transfortasi Darat di Kota Medan
Kegiatan perkebunan di Sumatera Timur didukung oleh sarana
transportasi darat, karena sebagian besar perkebunan-perkebunan yang ada
terletak di daerah pedalaman. Sebelumnya sarana transportasi yang utama di
Sumatera Timur adalah transportasi air yaitu pemanfaatan aliran-aliran sungai
yang terdapat di kawasan ini, seperti sungai Deli dan sungai Babura yang
mengintari sebagian besar wilayah Sumatera Timur khususnya Kota Medan.
Akan tetapi peranan sungai sebagai sarana transportasi utama mulai menurun
seiring dengan pembangunan sarana trasportasi darat.
Untuk mendukung perkembangan kota Medan sebagai kota perkebunan,
maka pemerintah kolonial Belanda banyak melakukan pembangunan sarana dan
prasarana kota yang berhubungan dengan perkembangan industri perkebunan itu
sendiri. Salah satu prasarana kota yang dibangun adalah sarana transportasi
darat, melalui pembangunan jalan raya yang tahan dengan segala cuaca.
Jalan-jalan yang menghubungkan daerah-daerah pedalaman dengan pusat kota, Jalan-jalan
yang menghubungkan antara satu onderneming dengan onderneming yang lain
serta jalan raya besar menjadi fokus utama pemerintah kolonial Belanda.
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
memudahkan pengangkutan barang-barang hasil perkebunan ke pelabuhan untuk
diperdagangkan.
Pada awalnya pembangunan jalan di Sumatera Timur dilakukan oleh
para onderneming, yaitu jalan kebun (plantwegen) yang dibuat untuk
memudahkan kegiatan usaha mereka sendiri. Jalan kebun ini biasanya membagi
seluruh perkebunan, membentang dari sudut kanan ke jalan utama dan tidak
terbuka secara tetap melainkan untuk sebagian waktu tertutup pepohonan, pada
masing-masing jalan kebun terdapat jalur lahan di kedua belah sisinya.26
Pembangunan jalan di pedalaman, seperti jalan yang menghubungkan ke
Berastagi dan Kabanjahe di dataran tinggi Karo serta jalan yang Di
sepanjang jalan kebun inilah biasanya di bangun gudang-gudang pengeringan
sementara yang menerima tembakau dalam tiga musim berurutan sebelum di
bongkar dan dibawa ke gudang utama untuk dijual.
Setelah perkembangan industri perkebunan tembakau yang semakin pesat
dan begitu juga perkembangan industri perkebunan yang lain, maka pemerintah
Belanda mulai muncul dan membangun jalan-jalan yang tahan segala cuaca.
Pembangunan jalan-jalan dari daerah pedalaman yang diikuti oleh pembangunan
jalan raya besar yang membentang sejajar dengan pantai dari perbatasan Aceh
melalui kota-kota Pangkalan Brandan, Tanjung Pura, Binjai, Medan, Lubuk
Pakam, Tebing Tinggi, Kisaran sampai Rantau Prapat di Labuhan Batu.
26
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
menghubungkan ke Simalungun dan Danau Toba yang terus ke Selatan
Tapanuli dan Sibolga merupakan usaha dari pemerintah kolonial untuk
memudahkan setiap onderneming dalam mengembangkan industri perkebunan.
Dalam usaha pemerintah Belanda untuk membangun jaringan jalan-jalan yang
kita kenal sekarang ini memakan waktu selama 50 tahun.27
Penetapan Nama Jalan Pada Masa Belanda
Seiring dengan
perkembangan perkebunan dan pembangunan kota Medan yang semakin pesat
dengan banyaknya pembangunan gedung-gedung dan kantor-kantor pemerintahan
milik pengusaha perkebunan dan pemerintah Belanda. Secara perlahan,
pembangunan jaringan-jaringan jalan dalam kota berkembang dengan pesat
sebagai jalur transportasi utama di kota Medan.
3.2.1 Nama Jalan Belanda
Pada masa pemerintahan Belanda perkembangan kota Medan berpusat di
pertemuan sungai Deli dengan Sungai Babura. Hal ini merupakan dampak dari
peranan sungai yang sangat penting sebagai sarana trasportasi pada waktu itu
sangat tinggi. Pembangunan-pembangunan gedung penting milik pemerintah
kolonial maupun milik pengusaha perkebunan sebagian besar dibangun di
sekitar kawasan itu. Dengan kata lain, perkembangan kota Medan pada waktu
itu berpusat dari pertemuan kedua Sungai tersebut. Dalam perkembagannya,
sungai Deli yang terletak memanjang dan membelah kota Medan menjadi
27
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
sangat penting peranannya karena hampir di sepanjang jalur sungai inilah
banyak dibangun bangunan-bangunan fisik kota serta terkonsentrasinya lokasi
pemukiman orang-orang Eropa.
Di bagian timur kota Medan yang dibelah oleh Sungai Deli adalah
kawasan yang paling berkembang, karna pada kawasan inilah tempat yang
paling ramai dan paling sibuk pada saat itu. Karena wilayah Kota Medan yang
termasuk juga didalamnya Tanah Deli, selain untuk kawasan perkantoran,
hampir sebagian besar luas wilayahnya, dari 288 hektar28
Secara umum, kalau kita lihat peta kota Medan tahun 1912, maka akan
tampak beberapa lokasi-lokasi penting
pada tahun 1874,
digunakan sebagai pemukiman orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.
29
28
Tengku Luckman Sinar, Op. Cit. hal. 44. 29
Geographical Section General Staff No. 4498, Published by War Office II/1945, koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) No. 2018/103. Lihat juga, M A Loderichs, et, al, Op Cit. hal. 98.
. Pertama, pusat kota di kawasan
Medan Puteri (Wisma Benteng dan Lippo Land sekarang) dimana terdapat
bangunan kantor Deli Maatschappij, Esplanade (lapangan merdeka sekarang),
bangunan hotel, bank, bangunan stasiun kereta api, percetakan dan lainnya.
Kedua di sebelah utara Kota Medan terdapat bangunan penting seperti rumah
sakit Deli Mij Hospital yang terletak di jalan Laboratorium Weg (Jalan Putri
Hijau sekarang), sedangkan kearah timur merupakan wilayah perniagaan dan
pertokoan seperti pajak ikan lama yang terletak di jalan Peking Straat ( jalan
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
jalan Ahmad Yani sekarang), serta daerah pertokoan lainnya di jalan Canton
Straat (jalan surabaya sekarang).
Sedangkan di sebelah selatan khususnya daerah yang diapit oleh sungai
Deli dan Sungai Babura merupakan daerah pemukiman orang-orang Eropa,
seperti perumahan opsir-opsir Belanda yang terletak di jalan Dommein Weg
(jalan Raden Saleh yang sekarang) dan perumahan golongan elite Eropa di
kawasan Polonia. Sedangkan di bagian Barat kota terdapat berbagai bangunan
lain seperti sekolah-sekolah Belanda.
Bentuk kota yang tidak kompak dan terserak merupakan ciri utama dari
kota Medan, yaitu dengan banyaknya bangunan-bangunan dan jalan-jalan yang
di buat bukan berdasarkan perencanaan. Kota Medan merupakan sebuah kota
yang dikelilingi oleh perkebunan-perkebunan asing, sehingga pembangunan
sarana dan prasarana dibuat berdasarkan kebutuhan dari pengusaha perkebunan
tersebut, begitu juga dengan pemerintah kolonial dan penguasa setempat
(sultan-sultan Melayu) juga melakukan pembangunan untuk kepentingan mereka
sendiri.
Pola jalan di dalam kota merupakan salah satu unsur yang mewarnai
struktur keruangan dari sebuah kota, karena pola jalan yang ada merupakan
salah satu komponen yang paling nyata manifestasinya dalam menentukan
periodesasi suatu kota.30
30
Hadi Sabari Yunus, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2006, hal.142.
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
dikelompokkan ke dalam tiga pola. Pertama, pola jalan yang tidak
direncanakan yang biasanya timbul dari akibat kegiatan ekonomi dan hubungan
sosial penduduknya. Kota-kota pada awal pertumbuhannya selalu ditandai
dengan sistem ini. Hal ini menunjukkan tidak adanya peraturan atau
undang-undang perencanaan untuk menertibkan struktur tata ruang kota. 31
Sebelah timur ke arah pusat pasar dihuni oleh orang-orang Cina, dengan
jalan-jalan utamanya adalah Hakka Straat, timoer Straat, Kwanteebio Straat,
Bali Straat, Tjong Jong Hian Straat, Tongking Straat, Yien Sin Straat, dan
jalan lainnya.
Pada sistem
ini terlihat adanya ketidakteraturan sistem jalan yang baik serta terlihat pada
pola jalannya yang melingkar-lingkar, lebarnya bervariasi, dan dengan
cabang-cabang yang banyak di setiap jalannya. Di sepanjang alur Sungai Deli ke arah
Utara, Barat, dan Timur Laut dihuni oleh orang-orang Eropa. Wilayah ini
adalah tempat pemukiman orang-orang Eropa, gedung pemerintahan dan
bangunan milik pengusaha perkebunan. Jalan-jalan utama di daerah ini adalah
Kampements Weg, Cremer Weg, Demmeni Weg, Beatrix Laan, Boolweg, Padang Boelan Weg, Mangga Laan, Andrae Weg, dan lain-lain.
Di sebelah selatan alur Sungai Deli dihuni oleh orang-orang Melayu.
Jalan-jalan utamanya adalah Paleis Weg, Djalan Amalioen, Djalan Oetama,
Djalan Radja, Djalan Poeri, Djalan Mahkomah, Djalan Kenanga, dan lain
sebagainya.
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
Serta sebelah barat daya pusat kota dihuni oleh orang-orang Tamil
dengan jalan utamanya adalah Bombay Straat, Calcutta Straat, Hindoe Straat,
Madras Straat, Napatnam Straat dan lain sebagainya.
Pola jalan yang kedua adalah yang terletak di antara daerah
kesultanan dengan daerah kota Medan. Pada masa eksploitasi pemerintah
kolonial Belanda di Sumatera Timur terdapat dua kawasan yang letaknya
berdekatan akan tetapi mempunyai perbedaan status kependudukan. Salah satu
garis pembatas antara keduanya adalah terletak di Jalan Antara (Jalan Sutrisno
yang sekarang), yaitu kawasan yang kita sebut sebagai Kota Medan dengan
daerah kesultanan. Dengan adanya garis pemisah itu maka sebagian penduduk
kampung-kampung yang terdapat di Medan mendapat status sebagai penduduk
Gemente dan sebagian lagi mendapat status sebagai penduduk kerajaan yang
merupakan kaula dari Kesultanan Deli. Jaringan jalan ini antara lain adalah
Sultan Weg, Max Havelaar Laan, Wilhelmina Straat, Djalan Javaris, Maleisches Straat, dan jalan lainnya.
Pola jalan yang ketiga adalah daerah yang menghubungkan Kota Medan
dengan daerah luar kota atau daerah perkebunan serta yang menghubungkan
Medan dengan pelabuhan. Jaringan jalan di kawasan ini sengaja direncanakan
untuk kepentingan orang-orang Eropa, yaitu untuk memudahkan mereka
membawa hasil-hasil perkebunan ke Medan Untuk diperdagangkan ke
pelabuhan. Jaringan jalan ini biasanya terhubung dengan jalan raya yang dibuat
Deni Ardian Ginting : Sejarah Pergantian Nama Jalan Di Kota Medan (1900-1970), 2010.
tahun 1912. beberapa jalan utama yang menghubungkan kawasan ini adalah
Jalan Paleis Weg, Djalan Radja yang menghubungkan Medan dengan daerah
Tebing Tinggi dan Kota Pinang Baroe. Salak Straat, Maasdam Straat, Serdang
Weg yang menghubungkan Medan dengan daerah Tebing Tinggi dan Tanjung
Balai. Padang Boelan weg, Sultan Weg yang menghubungkan Medan dengan
daerah Brastagi dan Pematang Siantar. Skip Weg, Gloegoer Weg yang
menghubungkan Medan dengan daerah Binjai dan Pangkalan Susu, serta jalan
yang menghubungkan Medan dengan kawasan pelabuhan Belawan yaitu
Pakhuis Weg, dan BoolWeg.
Proses penamaan jalan-jalan di kota Medan sebagian besar adalah
menggunakan nama-nama Belanda. Kalau dilihat dari peta kota Medan pada
masa kolonial Belanda, maka akan dapat dilihat bahwa nama-nama jalan
sampai pada saat itu banyak menggunakan nama-nama khas Belanda. Nama
jalan yang menggunakan nama Belanda biasanya terdapat di kawasan elite,
yaitu daerah perumahan orang-orang Belanda dan lokasi-lokasi yang menjadi
pusat pemerintahan kolonial serta kantor-kantor perkebunan, kawasan pelabuhan,
dan daerah pedalaman.
Pada masa kolonial, penamaan jalan biasanya diikuti dengan istilah
Laan, Straat, dan Weg. Hal yang sama yang dilakukan di Medan, dimana
penamaan jalan yang demikian menunjukkan status kawasan itu. Itilah Laan
dipakai untuk kawasan pemukiman elite Belanda, administratur perkebunan dan