• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu Wawancara: Selasa, 10 Desember 2013 Tempat Wawancara: TKLB Santi Rama

Bentuk Wawancara: Wawancara langsung secara tatap muka (audio tersedia)

Flaviana Bagaimanakah pandangan ibu terhadap anak dengan disabilitas pendengaran atau tunarungu?

Ibu Farida Anak yang tidak bisa mendengar karena memang ada gangguan pendengaran, sehingga anak itu mendapatkan ilmu pengetahuan hanya dari satu pintu, mata saja. Sedangkan kalau anak yang normal kan bisa dari keduanya, dari kecil

mendengar dan mendengar orang tuanya bicara terus, banyak sekali, anak ini kan tidak. Jadi betul-betul harus ditangani dari awal, dari mulai sedini mungkin, dari mulai ketauan, kasian, anak ini kalau orang tua yang gak tau harus bagaimana menanganinya, sebetulnya perlakuannya gak khusus, memperlakukannya tetap sama seperti anak normal, hanya memberikannya yang khusus itu ada caranya tersendiri. Harus berhadapan, karena anak ini pengetahuannya hanya dari mata. Harus memberikannya secara bertahap, kalau lompat ya gak ngerti. Ini kan sebelum mendapat “tidak sama warna”, anak ini kan harus tau warna macem-macem. Warna merah itu kan ada merah muda, ada merah tua, jadi anak itu dikenalkan dari awal dari kecil. Guru bertanya, hanya untuk mengecek apa anak ini memperhatikan, keliatannya hadap-hadapan, tapi ternyata belum tentu ngerti, itu banyak sekali, yang model begitu.

Flaviana Bu, apa sajakah pertimbangan murid-murid ini untuk sudah dapat ditempatkan ke dalam kelas P3A?

Ibu Farida Ini kan di kelas-kelaskan gini, yang kematangannya itu hampir sama. Di kelompokkan berdasarkan kematangan yang mereka miliki, minat belajarnya. Kematangan itu bisa di dapat dari perhatian, dukungan, semuanya. Jadi biasanya perkembangannya adalah dari situ, jadi bukan modal

satu-satunya apalagi disini masih tk ya, maksudnya belum terlalu yang memerlukan pemikiran yang cakap, tidak, kecerdasannya begitu, karena kita kan coba ulang lagi, sifatnya kan melatih, tetapi di samping itu kita kan memberikan, memantapkan. IQ bukan modal satu-satunya. Komunikasinya sudah lebih matang,bahasanya.

Tahapannya begitu masuk disini di observasi. Awal sekali masuk diobservasi, apakah anak ini intelegensinya lemah, paling tidak rata-rata, kemudian intelegensinya bagus, tidak ada yang di bawah, kemudian kelainannya hanya tunarungu dan usianya itu usia tk, kemudian baru diterima di prodini. Jadi sebelum masuk ke kelas, di prodini di latih kemandirian, dikenal, beserta dengan orang tuanya, diajarkan untuk cara melatih anak ini bagaimana, cara mengajak berkomunikasi bagaimana pada anak ini. Sudah keliatan anak ini bisa dimasukkan ke kelas, masuknya secara klasikal baru dimasukkan ke kelas sesuai usia. Kalau anak itu usia dua tahun, di kelas latihan satu. Jadi kelas latihan satu, kelas latihan dua, kemudian baru masuklah ke P1 (Persiapan satu). Persiapan satu itu mulai formal belajarnya, duduk seperti ini meja, kalau di kelas L kan di bawah, di karpet, main-main, kelasnya di bawah, kelasnya luas mau lari-lari, pokoknya diajak komunikasi juga, kemudian mainan-mainan itu apik

ya, alat permainan edukatif, tapi gurunya juga punya program, hari ini misalnya mau menanamkan konsep warna, ya mainan-mainan itu ambil yang warna apa ni kira-kira, merah? Semua merah. Ya disana ditanamkan konsep. Walaupun belum ekspresif anaknya masih, tapi tau oh ini biru ni, mana si samanya biru, warnanya yang mana biru, gitu. Ya, kalau misalnya biru disatukan dengan merah kan kita “bukan, yang ini”. Artinya di latih semuanya, di latih ke kamar mandi, di latih segala macem gitu ya, kebersamaannya, bersama dengan teman, kemudian makan, segala macem, itu kelas latihan. Yang pastinya juga dijejali bahasa-bahasa, walaupun anak itu juga ya gurunya ngoceh terus lah, ya kayak gini, anak itu ya masih kecil, guru sendiri yang dateng liat, ini anak sekecil ini mau diapain, guru sendiri yang melihat bingung kalau dari luar itu, mau diapain. Ya kita punya program-program untuk menangani anak itu. Nyatanya begitu ke P1, diajak formal, sudah lumayan anak itu, walaupun masih misalnya bercakapnya dengan body language, dengan ekspresi wajah, kita yang membahasakan. Jadi di P1 itu masih body language, tapi tetep dibahasakan oleh gurunya. Lama lama lama setahun, P2, mulailah, P1 juga udah yang sekarang ni udah ekspresif, udah mulai tau beberapa kata benda, udah mengucapkan. Dari P1 yang sudah mulai masih pake balon

untuk bercakap, misalnya Farras berkata, ciri-cirinya ya persis, misalnya Salman ya agak botak, misalnya gitu, kalau yang keriting ya dikeritingin. Berarti si ini yang berkata, berkata apa, misalnya “saya memakai gelang”, nanti ini dipercakapkan lagi, gitu. Siapa tadi memakai gelang, misalnya. Mana tulisan gelang? Ini tulisan gelang, ini gelangnya. Terus saja, itu di P1. Di P2, naik ke P2, tetap seperti itu, bercakap, tapi biasanya balonnya sudah banyak, nanti di akhir semester, itu balon pecah di P2, itu. Naiklah ke P3, sudah pecah balon menjadi satu bacaan seperti itu. Jadi, gak ujuk-ujuk seperti itu, lama perjalanannya juga.

Flaviana Dari mereka dari prodini, prodini ke L, L ke P1 dan seterusnya sampai mereka ke P3 ini, itu berdasarkan tiap semester atau dilihat kemampuan per anak?

Ibu Farida Hmm, bukan setiap semester, tapi setiap tahun kenaikan kelas seperti biasa. Semester kita memberikan laporan. Seandainya di dalam kelompok itu ada yang hebat, melejit, naiknya atau turunnya, di atas atau di bawah, kalau di atas, dicobakan kalau dia ada di posisi di b dicobakan ke a dalam satu semester, bisa juga anak yang jomplang banget di kelas a gak bisa apa-apa, dicobakan turunin ke b, turun level dulu. Tergantung kemampuannya di tempatkan di atau di b, dan gak menutup kemungkinan, misalnya sudah di a, masih gak

berimbang sama temennya, dia tuh perlu pelayanan yang lebih, ya dicobakan kesini, naik. Akselerasi berlaku disini, secara individu. Untuk kelas pararlel, anak itu usianya sama, trus dia menempuh jenjang yang sama, artinya di P1, P2, tapi kematangannya yang berbeda, nanti gurunya “oh ini mah sama ni sama ini”, “oh kalo begitu, dia misalnya bisa membaca, tapinya untuk pemahamannya uh jauh bener, kayaknya kalo di posisi sini mah gak”, jadi memang kita yang harus pandai-pandai mempertimbangkan. Kira-kira anak ini kalau disana, jadi kurang menambah pengetahuan apa gak, kalau disini terseret-seret atau gak, gitu. Kalau misalnya gak terseret-seret disini, ya gak masalah, gitu. Jadi itu biasanya usianya sama, jenjangnya sama, kematangannya yang berbeda, selain dari kematangan mungkin bantuan. Kalau kurang bantuan juga kan bisa turun, kalau misalnya jarang masuk, juga bisa. Kalau disini, syaratnya, saya kalau nerima murid pertama kali, kan orangtuanya suka ada, satu “bu, tolong, jangan banyak absen dan jangan banyak terlambat!”, karena gak bisa ikutin dari awal. Kalau udah gak ikutin dari awal ya susah, orang semuanya dari awal, terus berkesinambungan sampai kartu, besoknya, dalam satu bulan. Misalnya yang mengetuk pintu, yang waktu itu terlambat, gak tau yang gimana mengetuk pintu itu. Udah dapet tulisannya,

udah dapet itu, berkali-kali diulang lagi, gitu. Nanti belum tentu yang diketuk pintu, coba mengetuk meja, coba mengetuk papan tulis, atau memukul papan tulis, memukul apa. Dari kata itu teruus dikembangkan. Makanya, nah kalau misalnya memang anak itu ingin berkembang pesat. Kecuali ya gak bisa memaksakan kalau misalnya sakit, atau misalnya seperti Khanza, pergi ke Lampung, kita juga kan kasian, orangtuanya disana, gitu kan, ayahnya disana, adiknya disana, yaudah sayanya harus maklum, orangtuanya juga harus terima, pasti perkembangannya gak sama.

Flaviana Jadi intinya prinsipnya sama aja seperti sekolah-sekolah pada umumnya?

Ibu Farida Iya.

Flaviana Cuma bedanya kalau ini ada perbedaan di a atau di b nya, seperti itu ya bu?

Ibu Farida Iya. Kalau gak salah di umum juga begitu, ada, biasanya kelas yang c itu atau misalnya kelas yang b itu kelas unggulan lho, gitu.

Flaviana Kalau prodini itu berapa lama ya bu paling lama?

Ibu Farida Itu si pertemuan ya. Berapa kali pertemuan, gitu, cuma sebentar-sebentar aja. Satu jam biasanya, se per pertemuan satu jam. Bisa dua hari sekali, tergantung orangtua. Anaknya bisa belajar bersosialisasi, gitu. Kan awalnya yang di rumah

gak, wah banyak yang macem-macem. Kalo dulu sebelum ada prodini, ya memang repot, begitu di kelas, di kelas ngamuknya, yang lain yang bingung, gitu. Sekarang udah di matengin dulu di prodini. Begitu udah siap ni turun, turun, gitu.

Flaviana Dikarenakan murid-murid ini memiliki kebutuhan khusus, tentunya terdapat cara berkomunikasi yang berbeda, baik komunikasi secara verbal maupun nonverbalnya, kemudian bagaimana cara guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan murid dalam proses belajar mengajar, baik itu saat menyampaikan pesan, mengajarkan, dan mengakomodasi? Apakah ada penyesuaian komunikasi verbal dan nonverbalnya? Apakah lebih personal ke tiap-tiap anak atau bagaimana? Jika lebih antarpribadi, apakah tujuannya dan efektifitasnya?

Ibu Farida Ya, pastinya juga secara individu, karena kan kemampuan anak untuk menangkap, itu kan berbeda. Kalau misalnya memang anak ini juga masih belum juga faham, ya kita lebih inikan lagi, cari dengan mengkontraskan, misalnya ni “Alat Farras berwarna apa?”, masih juga gak ngerti “berwarna apa?”, kan anak ada yang nangkep langsung gitu ya, “ayo berwarna apa?”, ada yang nangkep, ada juga yang susah, “apakah merah?”, nah langsung dia itu. Jadi dengan

mengontraskan, dengan mengulang-ngulang, itu. Mengulang-ngulang ucapan sampai anak itu engeh dengan menunjukkan, kayak saya tadi bertanya, “berapa?”, nah kalo berapa, dia ingat, oh iya ternyata jawabannya itu jumlah. “Siapa?” “Siapa?”, belum belum juga, jawabnya salah, melenceng gitu ya, tidak sesuai dengan pertanyaan, “Siapa?”, oh siapa, oh kalo begitu saya harus menjawab orang, gitu. Terus. Jadi, termasuk supaya anak itu juga mengerti apa yang kita adaptasikan, dengan mengkontraskan, kemudian harus situasional, termasuk. Kalo kita cerita “dulu ibu waktu kecil”, gak bisa. Ceritanya yang sekarang, misalnya “Bu Dida sekarang tidak punya uang”, boleh “tidak punya uang, gak punya uang, gak ada”, karena apa, bisa diliat, gak bisa yang abstrak. Jadi yang konkrit.

Flaviana Bu, adakah hambatan atau gangguan selama berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal saat proses belajar mengajar berlangsung?

Ibu Farida Hambatan si ada, tapi itu tidak merupakan halangan. Tidak menjadi halangan. Bahkan, karena tadi contohnya apakah anak ribut, berantem, gitu ya, misalnya seperti tadi Abhin gitu ya gak konsen, atau gak sopan, semaunya, justru itu dijadikan ladang untuk menggali bahasa. Saya ekspresinya juga beda, harus beda, gitu, karena itu sangat tidak sopan. Kan tadi

Abhin kakinya ketas gitu, dia udah jenuh. “Heh tidak sopan, tidak boleh!” Dia jawabnya “tidak apa-apa.” Langsung saya inikan, saya kejar bahwa itu bukan tidak apa-apa, tidak boleh, itu bukan tidak apa-apa, itu tidak sopan. Karena memang anak ini kan membaca ya, membaca wajah kita. “emang gak bener itu, marah, orang bisa marah dikasi kaki, dikasi sepatu, itu. Jadi harus tepat pada waktunya, situasional, kemudian konkrit. Ada kendala, tetapi seandainya kalau kendala dari anak, misalnya dari sikap anak, itu malah jadi ladang bahasa. Tapi kalau kendalanya, yang repot adalah kendala dari keluarga, dari kondisi keluarga murid, misalnya gak ada bantuan. Jadi yang ini pun, yang anak-anak ini tu, tidak maksimal, bantuannya gak maksimal, ada, bantu, tapi gak maksimal. Saya merasakan anak-anak yang bantuannya maksimal, sangat merasakan, pesat sekali, pesat perkembangannya. Dukungan keluarga itu perlu. Di rumah selalu ajak bicara. Salman itu gak pernah diajak ngomong sama orangtuanya dulu, gitu. Saya tegor kesini, “Pak, ajak ngomong dong, sayang, anak ini udah bisa ngomong. Ajak bicara ya pak ya.” Ada orangtua yang males, ada yang gak mau capek. Kalau papa Salman kayaknya bukan itu, kayaknya pendidikannya aja kurang begitu paham ya, disini agak susah, karena saya ngajak bicara “Pak, nanti ini bikinin

tugas ya.” “Saya kerja, bu, itunya, ibu yang di rumah ada lagi” “Ya iya, Pak, kasi tau, ke yang di rumah kan saya gak ketemu.” Saya bilang gitu. “Bapaklah yang kasi tau kesana, kecuali kalo ibunya kesini”, saya bilang. “Baru saya ngomong sama dia, kan saya ketemunya sama Bapak.” Gitu kan. Ya kendalanya itu aja. Kalau orangtuanya kurang mendukung, ya mendukung itu banyak, gak hanya bantuan diajak bicara di rumah, dituntut untuk mengucapkan di rumah, itu juga, kemudian males-malesan terlambat kalo dateng, itu juga kendala, atau misalnya sering bolos, masuk sering bolos, juga kendala kan. Ya itu, kendala yang paling berat, boleh dibilang berat, ya itu, keluarga gak mendukung, tidak menuntut bicara, ini kan hubungannya dengan komunikasi ya, kemudian tidak menanamkan kedisiplinan, ya seperti ya terlambat, sering bolos, termasuk itu, itu kendala yang paling berat. Kalau anak-anak senakal apapun, ya namanya anak-anak, saya udah puluhan tahun, udah sering menghadapi artinya banyak memiliki trik-trik, gabisa dengan ini, coba dengan itu, coba dengan itu. Bahkan bisa digali bahasanya dari peristiwa itu. Kan gak akan muncul kata nakal, kalo gak ada yang nakal. Nakal itu apa kan macem-macem kan, yang mendorong, yang mencubit, yang anu yang anu yang anu, kesimpulannya ya anak ini nakal, gitu. Ada mendorong gak sengaja kan gak

nakal, kalo terdorong, gitu. Artinya ya untuk bahasa memang bisa dari anak itu sendiri.

Flaviana Bagaimanakah cara ibu untuk mengatasi hambatan atau gangguan tersebut?

Ibu Farida Lebih personal dilakukan ke orang tua. Kalau orangtua jarang masuk, kita beri catatan kecil, pr kan ada, misalnya besok Farras jangan telambat ya, kasian, gak bisa mengikuti percakapan. Kita dengan bahasa komunikasi, kapan saja, atau kita sms. Jadi kapan saja, hanya yang formal, yang sifatnya formal, itu ada kalau ada pertemuan kelas. Jadi kalau mau bagi raport, itu orangtua diundang, disuruh melihat kegiatan belajar mengajar, kita ambil salah satu bentuk kegiatannya yang mengcover keseluruhannya, yang kita inginkan apa ni yang mau disampaikan kepada orangtua, ya kita ambil salah satunya, misalnya dikte, ya anak ini bisa ni, misalnya. Ya itu yang kita perlihatkan, itu nanti yang kita beritahukan. Jadi gini lho cara ini. Atau misalnya supaya anak tidak terlambat, ya kita perdati, gitu. Nanti kan melihat tu orangtua, kok anaknya gini-gini ya. Tergantung sasaran kita, yaitu yang kita perlihatkan kegiatan itu, kemudian juga di dalam diskusi kita sampaikan. Jadi tiap anak, personal, diamati, diawasi, dibimbing.

tunarungu, menurut ibu, apakah tujuan komunikasi verbal dan nonverbal dalam percakapan antara guru dengan murid tunarungu di kelas P3A TKLB Santi Rama dengan metode maternal reflektif dan oral aural?

Ibu Farida Jelas itu lebih cepat dan memang sudah kami rasakan dan terlihat. Jadi langsung anak itu mencoba berkomunikasi, kemudian yang nonverbal pun kita terima, gitu kan. Body language tetep, masih banyak di bawahnya yang menggunakan body language, tapi langsung kita bahasakan, misalnya si anak menunjukkan gelang, “oh gelang” “apa ini?” “gelang”, lama-lama kan tau, besok lagi kan gak gini-gini, langsung gelang. Jadi yang jelas, kalau dengan metode MMR ini, itu anak cepat, bisa berkomunikasi, tau. Cepat. Kalau menurut saya memang efektif sekali dan langsung mau menggunakan, langsung dipraktekkan. Ini tahun ketiga untuk kelas P3A, mereka bukan dari kleas latihan, mereka dari kelas khusus. Jadi kesini usianya udah empat tahunan, jadi masuk ke kelas P khusus, dari P khusus ke P2, dari P2 ke P3. Yang dari kelas latihan itu cuma si Abhin. Jadi tanpa melalui prodini dan kelas latihan juga bisa, ada, melalui kelas persiapan khusus. Jadi dia memang padat, diberikannya padat. Memang beda kematangan berbahasanya jelas beda. Abhin gak kaku, pengalaman berbahasanya lebih lama, pengalaman

belajarnya lebih lama, hidup di dalam orang-orang yang berkomunikasi itu lebih lama, jadi dianya juga ngomongnya juga gampang, itu kan langsung, begitu salah, “maaf”, gitu, gak perlu diajarin lagi, artinya saya salah ni, saya harus minta maap. Kalau yang lain enggak, enggak tu bukan karena dia konyol atau apa, bukan, belum tau, saya ni harus bagaimana, ya kita “ayo, minta maaf!”, gitu. Nanti kan niru tu, melihat. Flaviana Bu, apa saja komunikasi verbal yang digunakan dalam

percakapan antara guru dengan murid tunarungu di kelas P3A TKLB Santi Rama dengan menggunakan metode maternal reflektif? Bagaimana pengaplikasiannya masing-masing? Ibu Farida Seluruhnya. Apapun harus dibahasakan.

Flaviana Bu, apa saja komunikasi nonverbal yang digunakan dalam percakapan antara guru dengan murid tunarungu di kelas P3A TKLB Santi Rama dengan menggunakan metode maternal reflektif? Bagaimana pengaplikasiannya masing-masing? Ibu Farida Body language si kita gak mengajarkan itu ya. Gak

mengajarkan. Tapi menerima. Atau misalnya, bukan mengajarkan, tapi membantu. Seperti tadi, mengucapkan ABM, tangannya menunjuk ke arah telinga, misalnya. Verbal dan nonverbal berjalan bersamaan. Nonverbal gak khusus. Harus tetap disertai bahasa. Nangkapnya lebih mudah kan, gitu.

Flaviana Bu, apa saja komunikasi verbal yang digunakan dalam percakapan antara guru dengan murid tunarungu di kelas P3A TKLB Santi Rama dengan menggunakan metode oral aural? Bagaimana pengaplikasiannya masing-masing?

Ibu Farida Seperti tadi, dikte, “bola” misalnya, tulis bola. Semua, bukan hanya dikte, dalam bercakap juga kan kita tanya. Latihan bicara menggunakan kaca tu, penggunaan cermin itu, misalnya bentuk ya, misalnya Dandy, mengucapkan o tetapi e, itu kan perbedaannya hanya dari bentuk mulut, jadi bunyinya berbeda. Kalo mulutnya betul, polanya betul, itu yang keluar pasti betul. Untuk membetulkan ucapannya, dia lihat, tapi kan gak bisa ngontrol dianya udah bener belum, gitu. Dia nya ngeliat kita kan, ucapannya, tapi dia sendiri gak bisa ngontrol. Pembelajaran suku kata melalui perabaan. Flaviana Bu, apa saja komunikasi nonverbal yang digunakan dalam

percakapan antara guru dengan murid tunarungu di kelas P3A TKLB Santi Rama dengan menggunakan metode oral aural? Bagaimana pengaplikasiannya masing-masing?

Ibu Farida Nonverbalnya misalnya dikte, setelah dikte “bola”, anak-anak menulis di udara sebelum menulis di buku.

Flaviana Selama menggunakan metode maternal reflektif dan oral aural ini, bagaimanakah hasil yang diperoleh, bu? Terkait dengan komunikasi verbal dan nonverbal antara guru dengan

murid dengan menggunakan metode ini, apakah dapat dikatakan berhasil bu, seperti anak dapat berkomunikasi dengan lancar dan lainnya?

Ibu Farida Alhamdulilah berhasil. Salah satunya, kalau anak memang sudah siap, untuk terpadu, kita kasi tau, coba deh, tiga hari di tk umum, tiga hari di tk sini, teruuuuss, satu semester, ternyata disana juga bisa, dia menguasai, begitu selesai, tahun ajaran baru dia pindah ke sekolah umum, itu biasanya paling unggul. Keunggulan MMR, jadi bukan hanya ngomong aja, baca juga, tulisan juga, karena terus bersamaan, bersamaan semua, ngomongnya, tulisannya, melakukannya, gambarnya, muter terus, di bulak balik bulak balik sehingga tau.

Flaviana Bu, tujuan pembelajaran di sini kan untuk mengejar ketertinggalan mereka dengan anak dengar, apa saja si program bahasa yang akan dikejar untuk target anak di usia P3A ini (5-6 tahun) kalau di anak dengar itu, mereka harus menguasai apa? Kemudian yang sudah dikuasai oleh anak P3A itu apa?

Ibu Farida Okelah, yang jelas program dari kelas latihan 1 sampai P3 itu adalah ngejar ketertinggalan bahasa, karena kalau di tempat umum, TK A, B, cukup dua tahun, kalau disini, latihan 1, latihan 2, P1, P2, P3, lima tahun, di luar prodini. Kemudian, waktu, di TK dari jam 8 sampai jam 10. Disini sampai

setengah 1, bayangin. Kemudian, untuk materinya, banyak sekali, yang jelas, bercakap, walaupun di TK itu ada, mungkin porsinya, kalau ini kan setiap hari loh, setiap pagi kita bercakap, kemudian mempercakapkan lagi hasil percakapan, itu kan, bahasa dan bahasa digali aja, kita memberikan berbagai macam jenis kata, gak perlu “udah ini mah susah, jangan di berikan”, itu ya usaha-usaha itu, kemudian termasuk membaca ujaran. Anak kelas P3A sudah

Dokumen terkait