• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DAMPAK KODOKUSHI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

3.3. Negara

Fenomena kodokushi bagi pemerintah Jepang merupakan masalah sosial yang sangat mengkhawatirkan, selain hal ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan para lansia juga masalah banyaknya lansia yang tidak mampu membiayai hidup mereka berarti makin besar tunjangan yang harus diberikan pemerintah Jepang, belum lagi pemerintah Jepang harus menghadapi penipuan-penipuan dari para lansia. Sebagai contoh sebuah artikel di majalah mingguan Gendai pada tahun 2012 menyebutkan bahwa pejabat kesejahteraan terlalu mudah memberikan bantuan. Artikel ini membahas penangkapan seorang pria 49 tahun di Osaka yang menerima ¥ 32.000.000 untuk tunjangan kesejahteraan selama enam tahun terakhir meskipun dia menghasilkan ¥ 1.000.000 per bulan sebagai seorang salesman keliling. Dia telah meyakinkan kantor kesejahteraan lokal bahwa ia sakit dan tidak bisa bekerja. Saat tertangkap dia mnegakui tuduhan itu dan menjelaskan bahwa karena tunjangan kesejahteraan tampak mudah didapatkan dia berpikir untuk mengajukan permohonan. Ada 19.700 kasus penipuan kesejahteraan pada tahun 2009 dan terhitung menghabiskan lebih dari ¥10 miliar.

Meski begitu kritikan media terhadap kurangnya perhatian pemerintah kepada penduduk senior turut menyudutkan pemerintah. Dalam laporan media,

kodokushi dipandang sebagai akibat dari kegagalan pemerintah untuk berkolaborasi dengan warga guna membangun komunikasi yang saling peduli.

47

Masalah lansia memang menjadi masalah yang harus dihadapi setiap negara maju, namun Jepang dengan penduduk senior terbesar dibandingkan negara lain telah menjadi sorotan dunia saat ini. Belum lagi makin meningkatnya kasus kodokushi

dikalangan lansia dikarenakan bertambahnya penduduk usia tua setiap tahun namun tanpa diikuti peningkatan jumlah kelahiran dan lemahnya ikatan sosial diantara masyarakat. Sebenarnya pemerintah sendiri telah membuat undang-undang yang mengatur kesejahteraan para lansia ini. Adapun undang-undang-undang-undang yang menjamin hal tersebut antara lain:

1. Roujin Fukushi Hou (Undang-undang kesejahteraan bagi Lansia)

Pada tahun 1963 dibentuk Roujin Fukushi Hou (Undang-undang kesejahteraan bagi Lansia). Pembentukan Roujin Fukushi Hou ini dilatarbelakangi perubahan sosial yang terjadi disekitar kehidupan para lansia. perubahn itu antara lain, sulitnya para lansia mencari pekerjaan, berkurangnya perawatan yang bersifat

shiteki fuyou (perawatan yang didapat dari keluarga atau kerabat), perubahan lingkungan sosial, dan untuk menyongsong masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Kebijakan yang terdapat dalam Roujin Fukushi Hou ini antara lain adalah

Kenkou Shidan (pemeriksaan kesehatan), roujin iryouhi no shikyuu (pemberian biaya pengobatan bagi lansia), roujin homu e no shuuyou nado (penampungan di panti jompo), roujin katei houshiin sewa (memberikan bantuan yang dilakukan anggota pelayanan kepada lansia di rumah), dan roujin fukushi no zoushin no tamen no jugyou (melakukan usaha atau pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia).

48

Pemeriksaan kesehatan ditujukan kepada lansia yang berusia 65 tahun keatas. Jenis pemeriksaan ada dua, yaitu yang disebut dengan ippan shindan

(pemeriksaan umum) dan seimitsu shindan (pemeriksaan lengkap). Untuk pemeriksaan umum, para lansia tidak dikenai biaya, tetapi untuk pemeriksaan lengkap dikenai biaya (Elsy, 2012: 104).

2. Roujin Hoken Hou (Undang-undang Kesehatan bagi Lansia)

Undang-undang ini dibuat pada tahun 1982, namun baru dilaksanakan pada bulan Februari 1983. Dalam Roujin Hoken Hou ini dimuat antara lain masalah iryou nado (pengobatan atau pemberian biaya pengobatan yang telah ditentukan), hoken jigyou (pekerjaan yang berhubungan dengan kesehatan lansia),

roujin hoken shisetsu (fasilitas kesehatan lansia), dan roujin houmon kango

(perawat yang mengunjungi lansia ke rumah).

Berdasarkan revisi Undang-undang Kesejahteraan Lansia pada 1990, Undang-undang Kesehatan Lansia turut pula direvisi dan ditetapkan Roujin Hoken Keikaku (Rencana Kesehatan Lansia) untuk semua wilayah, baik di desa maupun di kota. Dalam sistem Undang-undang Kesehatan Lansia yang terdapat pada Undang-undang Kesejahteraan Lansia 1963 yang lama dihapuskan (Hikizuka Juniro dalam Elsy, 2012: 105).

Untuk mewujudkan tujuan dari Undang-undang tersebut maka pemerintah membuat berbagai program guna menjamin kehidupan para lansia dan untuk meningkatkan interaksi sosial antara para lansia dengan lingkungan sekitarnya. Adapun program-program tersebut antara lain:

49

1. Volunteer School Program (program sekolah relawan)

Volunteer School Program merupakan bagian dari program pemerintah yang disebut Intergenerational Program. Program ini bertujuan untuk menolong memeriksa keadaan para lansia dan sebagai acuan untuk memulai hidup yang lebih berguna bagi lansia. Program nasional ini diawasi oleh pemerintahan lokal dan masyarakat. Program inter-generasi ini dimulai oleh generasi muda yang berkaitan dengan institusi-institusi terutama TK, SD, dan tempat pentipan anak (nurseries). Volunteer School Program sendiri diberlakukan baik untuk sekolah-sekolah milik swasta maupun negara. Program ini dimulai pada tahun 1977 oleh Menteri Pendidikan yang bertujuan mendorong para murid untuk terlibat langsung dengan para lansia. Dengan berbentuk pendidikan mengenai kesejahteraan, program ini bertujuan untuk mempromosikan pengertian dan kesadaran mengenai kesejahteraan sosial diantara para murid.

Sebuah sekolah dipilih sebagai volunteer school untuk tiga tahun dan menerima dana sebesar ¥100.000 per tahun untuk satu periode. Kebanyakan sekolah yang berpartisipasi adalah Sekolah Dasar, di tahun 1993 Sekolah Dasar yang berpartisipasi sebanyak 60%, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 30%, dan Sekolah Menengah Atas sebanyak 10%. Program ini mendapat respon positif dari para relawan, banyak dari relawan ini akhirnya tertarik untuk bekerja dilayanan kesejahteraan setelah mendapatkan pengalaman sebagai relawan.

Banyak sekolah yang menjalankan program ini dengan cara mengunjungi institusi-institusi yang menangani para lansia atau lansia yang hidup sendiri dilingkungan mereka. Mereka saling berinteraksi dengan cara bermain permainan tradisional bersama, belajar tentang seni tradisional, mendengarkan cerita tentang

50

masa lalu dari para lansia, dan membantu membersihkan rumah. Para lansia juga diundang untuk hadir pada hari olahraga, konser musik, Hari Penghormatan bagi Lansia, dan festival kebudayaan di sekolah. Selain itu beberapa sekolah menjalankan program ini dengan mengembangkan foster grandchild system

(sistem cucu asuh) dimana anak-anak dipasangkan dengan lansia dalam kunjungan khusus ke rumah untuk saling berkunjung dan dapat berinteraksi lebih akrab (Thang, 2011: 183-184)

2. Pendidikan bagi Lansia

Di Jepang disediakan fasilitas bagi para lansia yang ingin belajar. Ada sekitar 50.000 tempat belajar bagi para lansia yang ingin belajar di Universitas dan sekolah, ini dimaksudkan agar para lansia menemukan ikigai (makna hidup) mereka kembali. Jika rata-rata ada seratus lansia yang masuk ke satu tempat belajar, maka akan ada lima juta lansia yang belajar di sekolah. Program ini dimaksudkan untuk membantu para lansia yang tidak mendapatkan pendidikan selama Perang Dunia diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Walau begitu masih terdapat banyak hambatan dalam program ini karena meskipun banyak para lansia yang ingin belajar, jumlah fasilitas ini tidak sesuai dengan peningkatan jumlah lansia. hal lain yang harus diperhatikan adalah mengenai pendanaan uang kuliah para lansia karena sejak Perang Dunia II banyak kampus dan universitas yang kehilangan pelajar dibawah jumlah yang seharusnya.

Pengembangan life-long education program di perguruan tinggi dan universitas merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan jumlah pelajar dengan berbagai usia, program ini juga akan meningkatkan kesempatan untuk memperluas

51

hubungan yang baik diantara para lansia dan generasi muda. (Disertasi Kimiko Tanaka: 2008).

3. Public Reconstruction Houshing (PRH)

Penurunan populasi menjadi masalah serius bagi banyak desa di Jepang seiring merosotnya produksi desa pasca Perang Dunia. Kurangnya dana untuk menyediakan kebutuhan kesehatan dan layanan sosial adalah gejala negatif dari merosotnya jumlah populasi. Melihat hal ini pemerintah menemukan cara untuk mendiami kembali desa-desa di pinggiran Jepang. Pemerintah kemudian membangun Public Reconstruction Houshing (PRH), yaitu lingkungan perumahan milik negara yang dikhususkan bagi para lansia. dalam PRH ini disediakan bantuan fasilitas-fasilitas yang mencakup rumah khusus lansia, fasilitas kesehatan, dan home helpers bagi para lansia.

Dalam pengembangan fasilitas ini banyak masyarakat lokal yang takut bahwa PRH akan dijadikan tanah pembuangan bagi para lansia seperti yang ada di Amerika karena pembangunan fasilitas seperti ini merupakan hal yang baru bagi Jepang dan kemungkinan akan ditolak oleh masyarakat. Maka selama pengembangan pemerintah menjelaskan mengenai kebaikan dari pembangunan PRH ini bagi para lansia. Lansia yang pindah ke tempat ini diperkirakan dapat berkontribusi lebih untuk meningkatkan integrasi sosial (fureai) seiring bertambahnya teman lansia baru yang akan pindah ke tempat ini, selain itu ada penambahan biaya guna pengembangan pendidikan, kegiatan rekreasi, dan fasilitas kesehatan untuk para lansia di PRH (Disertasi Kimiko Tanaka: 2008).

52

4. Mendatangkan perawat asing

Rendahnya gaji dan beban kerja yang berat menyebabkan masyarakat Jepang tidak begitu tertarik untuk menjadi perawat, untuk mengatasinya pemerintah bekerja sama dengan negara lain termasuk Indonesia. Jepang mulai bekerjasama dengan Indonesia pada tahun 2008 untuk merekrut tenaga perawat professional, perjanjian antara Indonesia dengan Jepang ini disebut EPA (Economic Partnership Agreement). Isi dari kesepakatan tersebut adalah Jepang akan menerima tenaga kerja perawat dari Indonesia. Didalam perjanjian tersebut juga dijelaskan bahwa dalam kurun waktu dua tahun Jepang akan menerima empat ratus tenaga medis, dan enam ratus perawat untuk usia lanjut (elderly nurse). Perawat yang ditempatkan di rumah sakit atau care worker kemudian akan dipekerjakan di panti jompo seluruh Jepang. Untuk perawat diberikan kesempatan masa training selama tiga tahun dengan tiga kali ujian negara untuk dapat lulus menjadi perawat di Jepang, sedangkan untuk calon care worker diberikan empat tahun masa training dengan satu kali ujian negara.

5. Transportasi gratis bagi lansia

Pemerintah menyediakan transportasi umum secara gratis di Jepang untuk anak-anak dibawah enam tahun dan lansia diatas delapan puluh tahun, jadi di pagi hari bus kota sering penuh oleh para lansia yang sedang jalan-jalan. Biasanya para lansia ini pergi ke mall untuk bermain, area permainan (seperti timezone) untuk anak-anak dipenuhi oleh lansia dari pagi hingga siang hari.

6. Tunjangan kesejahteraan

Masa pensiun bagi masyarakat Jepang adalah ketika mereka berusia enam puluh tahun, mereka yang telah pensiun akan menerima tunjangan dari pemerintah.

53

Tunjangan ini didapat dari pajak penghasilan masyarakatnya yang telah bekerja atau yang sudah menginjak umur dewasa, yaitu pada saat telah berusia dua puluh tahun. Gaji para pekerja di Jepang akan dipotong, sebagian untuk dialokasikan kepada para lansia. Pajak penghasilan ini bukan sebagai tabungan ketika sudah pensiun, tetapi langsung diberikan kepada para lansia. Pemerintah Pusat dan daerah menghabiskan ¥3.000.000.000.000 per tahun hanya untuk tunjangan kesejahteraan.

7. Sistem perawatan lansia (Long-Term Care Insurance system)

Sistem perawatan lansia yang diluncurkan departemen kesehatan, tenaga kerja dan kesejahteraan Jepang pada tahun 2000 adalah solusi untuk mengatasi masalah peningkatan lansia, sistem ini terdiri dari pelayanan:

 Rumah jompo (nursing home), adalah pelayanan untuk lansia dengan tingkat ketergantungan perawatan yang tinggi (fisik lemah), mereka tinggal difasilitas tersebut untuk waktu yang tidak ditentukan. Pada umumnya mereka berada di panti jompo sampai akhir hidupnya. Kegiatan yang mereka lakukan adalah sebuah rutinitas karena kegiatan yang berulang lebih mudah dipahami oleh para lansia. Biasanya di nursing home juga terdapat fasilitas perawatan bagi lansia yang tinggal di tempat lain. Fasilitas-fasilitas ini bisa terpisah satu sama lain atau tergabung di sebuah komplek seperti yang ada di Kobe, Ichinomiya, dan Tahara. Berbagai fasilitas itu memungkinkan para lansia memenuhi seluruh kebutuhan sehari-hari.

 Layanan harian untuk lansia (Day service), adalah jenis pelayanan untuk lansia yang masih aktif dan tinggal di masyarakat. Lansia mendatangi

54

pelayanan ini pada pagi hari dan pulang kembali pada sore hari. Layanan harian yang disediakan adalah perawatan dasar (pengukuran perawatan vital, perawatan diri, eliminasi) dan juga sosialisasi berupa olahraga, permainan, ketrampilan, dan hiburan.

 Rumah sakit dan rehabilitasi lansia, adalah jenis pelayanan perawatan akut dengan tingkat ketergantungan medis yang tinggi. Fasilitas pelayanan kesehatan untuk lansia ditunjang oleh tim kesehatan yang bekerja secara professional. Tim kesehatan terdiri dari dokter, perawat, care manager, care worker, physical therapy, occupational/ therapy, pharmachist, dan

nutritionist. 8. Penelitian

Keberhasilan pemerintah Jepang dalam memberikan kesejahteraan bagi lansia tidak terlepas dari peran lembaga penelitian setempat. Di prefektur Hyogo, misalnya, terdapat lembaga penelitian bernama Hyogo assitech (Hyogo Assistive Technology). Lembaga ini punya divisi penelitian yang melakukan riset terkait dengan penciptaan alat-alat yang bisa membantu orang-orang dengan kebutuhan khusus (termasuk lansia).

55 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Jepang adalah salah satu negara dengan tingkat perekonomian terbesar di dunia dan kemajuan IPTEK yang pesat, meski begitu Jepang tidak terlepas dari masalah-masalah sosial yang harus dihadapi. Hal tersebut merupakan salah satu dampak dari perkembangan industri yang pesat sehingga turut mengubah pola perilaku masyarakatnya.

2. Jepang saat ini merupakan negara dengan jumlah penduduk senior tertinggi di dunia, hal ini mengindikasikan makin membaiknya sistem kesehatan dan pola kehidupan masyarakat Jepang. Namun tingginya jumlah penduduk senior berbanding terbalik dengan jumlah angka kelahiran anak-anak di Jepang. Jumlah kelahiran merosot dari tahun ke tahun yaitu dari 2,14 anak per pasangan pada tahun 1973 menjadi 1,3 anak per pasangan saat ini.

3. Para lansia di Jepang saat ini sedang menghadapi masalah yang disebut dengan kodokushi atau mati kesepian dimana para lansia yang hidup sendiri tidak mendapat perawatan yang baik dari keluarga dan akhirnya meninggal dunia akibat depresi, sakit, atau bunuh diri tanpa ada keluarga yang mendampingi mereka.

4. Lansia yang kesepian tinggal terpisah dari anak ataupun cucunya dikarenakan sang anak tidak memiliki waktu untuk merawat orang tua mereka sehingga para lansia harus dititipkan di panti jompo atau tinggal

56

sendiri. Alasan para lansia ini tidak memiliki keluarga salah satunya juga disebabkan mereka tidak pernah menikah sebelumnya. Ini dikarenakan pemuda Jepang saat ini lebih mementingkan karir dan lebih memilih menunda pernikahan, bahkan tidak ingin menikah.

5. Kodokushi ini membawa dampak bagi kaum lansia, para lansia yang hidup sendiri merasa takut akan mengalami hal tersebut sehingga banyak dari mereka menolak untuk tinggal di Public Reconstruction Housing (PRH). Untuk menghindari terjadinya kodokushi banyak dari para lansia mengambil pekerjaan paruh waktu, kembali bekerja dengan menjadi

volunteer disuatu lembaga atau membuka usaha sendiri, membentuk kelompok lansia, dan sebagainya. Ini bertujuan agar para lansia tidak merasa tersisihkan dari lingkungannya dan memiliki kegiatan.

6. Lemahnya interaksi sosial masyarakat Jepang turut membuat kaum lansia merasa terasingkan dari kehidupan sosialnya, mereka kehilangan keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup. Hilangnya peran keluarga juga semakin menjauhkan lansia dari generasi muda.

7. Meski penanganan lansia belum begitu signifikan, namun karena adanya fenomena kodokushi ini, baik pemerintah maupun masyarakat Jepang menjadi lebih memperhatikan kehidupan para lansia. Ini terlihat dari banyaknya program-program yang dibuat agar para lansia dapat hidup dengan baik dan tidak merasa diasingkan dari lingkungan.

57 4.2.Saran

1. Penuaan adalah hal yang pasti dialami oleh orang-orang yang berumur panjang, maka tidak ada alasan untuk tidak mempedulikan nasib para lansia. Seharusnya para lansia diperlakukan dengan baik jika kita juga ingin diperlakukan dengan baik di hari tua. Perlakuan yang baik terhadap para lansia juga menjadi pelajaran bagi generasi selanjutnya agar mereka juga berlaku hal yang sama dikemudian hari.

2. Jika di negara berkembang sedang digalakkan program keluarga berencana karena tingginya angka kelahiran, maka di negara maju yang memiliki tingkat kelahiran rendah seharusnya pemerintahnya lebih giat mensosialisasikan tentang pentingnya menikah dan melanjutkan keturunan bagi kelangsungan negara khususnya masyarakat itu sendiri.

3. Baik masyarakat maupun pemerintah harus lebih meningkatkan lagi kepedulian sosial dan menekan sikap individualis karena masalah sosial yang terjadi bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau instansi-instansi tertentu, melainkan semua pihak. Program-program untuk menangani masalah sosial tidak akan berhasil jka tidak ada dukungan dari semua pihak. Selain itu, keluarga yang harusnya menjadi tempat terbaik untuk saling berbagi dan saling melindungi harusnya tetap bisa menjalankan fungsi tersebut meski dalam keadaan sesibuk apapun.

58

DAFTAR PUSTAKA

Arioka, Jirou. 2000. “Koreika Shakai” dalam Asahi Gendai Yougo (The Asahi Encyclopedia of Current Terms 2000). Jepang: Asahi Shimbunsha.

Elsy, Putri. 2012: Dinamika Lansia Jepang. Jakarta: Iluni KWJ Press.

Fukutake, Kadashi. 1988. Masyarakat Jepang Dewasa Ini. Jakarta: PT. Gramedia.

Hasan, Hamid. 2009. Pengantar ilmu Sosial: Sebuah kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Hudaniah & Tri Dayaksisi. 2003. Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nasution, M. Arif. 2001. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sarwono, W. S. 1987. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawalu Press.

Situmorang, Hamzon. 2011. Telaah Budaya dan Masyarakat Jepang. Medan: USU Press.

Situmorang, Lastri Pebriyanti. 2008. (Skripsi) Fenomena Hikikomori dalam Kehidupan Kaum Muda Perkotaan di Jepang Dewasa Ini. Medan.

59

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada.

Suleeman, Evelyn. 1999. Bunga Rampai Sosial Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sunarto, Kamanto.2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.

Suryohadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup. Jakarta: Penerbit UI Pustaka Bradjaguna.

Tanaka, Kimiko. 2008. (Disertasi) Aging in Japan: Importance of Social Integration. Michigan State.

Thang, Leng Leng. 2011. Generation in Touch: Linking the Old & Young in a Tokyo Neighborhood. New York: Cornell Paperbacks.

Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi: Dari Filosofi Positivistik ke Post Positivistik. Jakarta: Rajawali Pers.

Sumber Website

http://abgnet.blogspot.com/2008/05/jumlah-penduduk-lansia-jepang-meningkat.html diakses pada tanggal 13 Juni 2014

http://ameliaazzahra.weebly.com/26/post/2012/06/kajian-kebudayaan-orang-jepang-sekarang-sudah-berubah.html diakses pada tanggal 27 Juli 2014

http://article.wn.com/view/2011/05/01/Noida_sister_lonely_deaths_its_kodokushi_in_jpn / diakses pada tanggal 13 Oktober 2013

http://asalasah.blogspot.com/2012/04/mahalnya-biaya-bila-meninggal-di-jepang.html

diakses pada tanggal 25 Juni 2014

60

http://BBC Indonesia - Majalah - Hilangnya Manula di Jepang.htm diakses pada

tanggal 06 Oktober 2013

http://dunia.news.viva.co.id/news/read/468583-populasi-meningkat-lansia-jepang-urus- pemakaman-sendiri/ diakses pada tanggal 6 Juni 2014

http://internasional.kompas.com/read/2014/01/03/0837105/Penurunan.Populasi.C atat.Rekor.Terti nggi.di.Jepang diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://ipezone.blogspot.com/2010/04/suicide-cleanup-japanese-growth.html/ 19 Juni 2014

http://japanese.binus.ac.id/2013/12/14/dampak-peningkatan-jumlah-lansia-terhadap-munculnya-

fenomena-sosialkodokushi

%E5%AD%A4%E7%8B%AC%E6%AD%BBdying-alone-studi-kasus-pada-gempa-bumi-kobe-1995/ diakses pada tanggal 07 Maret 2014

http://lifejpn.blogspot.com/2010/11/salaryman-di-jepang.html diakses pada tanggal 10 Maret 2014

http://majalah1000guru.net/2011/02/lansia-di-jepang/ diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://okonomikatsu.blogspot.com/2013/07/japan-undercover-apakah-ada-kemiskinan.html pada tanggal 25 Juli 2014

http://parapenuliskreatif.wordpress.com/2012/04/09/masa-depan-lansia-jepang/ diakses pada tanggal 13 Juni2014

http://phyrahysteria.blogspot.com/2013/08/kemiskinan-di-jepang.html diakses pada tanggal 25 Juli 2014

http://rizkyadiproject.wordpress.com/2004/05/15/jepang-lautan-lansia/ diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://rninggalih.wordpress.com/2011/12/20/lansia-jepang/ diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://roundstone7seas.blogspot.com/2013/01/permasalahan-anak-muda-dan-lansia-di.html diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://tomsaptaatmaja.blogspot.com/2012/05/seputar-bisnis-kuburan-periskop-sindo-6.html diakses pada tanggal 25 Juni 2014

61

http://tutee.wordpress.com/2012/03/06/kodokushi/ diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://www.facebook.com/busohsensenINDONESIA/posts/515835718447445 diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://www.kamusilmiah.com/kesehatan/perawatan-lansia-di-jepang-catatan-pengalaman- pengamatan-dan-pembelajaran/ diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://www.lihat.co.id/2013/05/10-aspek-aneh-budaya-negara-jepang.html diakses pada tanggal 09 Oktober 2013

http://www.merdeka.com/khas/jepang-lebih-fokuskan-penelitian-bagi-lansi-7m4n818.html diakses pada tanggal 13 Juni2014

http://www.suarameredeka.com/harian/07/10/2009/ragam01.html diakses pada tanggal 25 Juni 2014

http://www.tahupedia.com/content/show/189/10-Negara-paling-Berkembang-di-Dunia diakses pada tanggal 25 Juli 2014

http://www.wfs.org/sept-Oct07 files/Trend2so07.htmdiakses pada tanggal 25 Juni 2014

62 要旨 現在 日本 あ 孤独氏 現象 日本 世界 一 経済性 高く 発展さ 国 あ そ 分野 進歩 医学 タ 国 社会問題 直面 い 日本 医療サービ 簡単 医療技術 進歩 い 健康的 ラ フ タ 発展 あ そ 社会 余命 高く 基本的 生活 質 改善 示 い 一方 日本 高齢者社会 増加 高齢者社会 増 加 日本社会 直面 い 社会的 生存 影響 あ 出生数 況

Dalam dokumen Fenomena Kodokushi di Jepang Dewasa Ini (Halaman 57-74)

Dokumen terkait