• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : GAMBARAN UMUM

B. Negara Iran Sebagai Subjek Hukum Internasional

B. Negara Iran Sebagai Subjek Hukum Internasional

Iran selama berabad-abad dikenal dengan sebutan lama Persia, terletak di salah satu tempat jalan silang utama yang menghubungkan Eropa dan Timur Tengah dengan Asia Tengah. Iran berarti “tanah Aria”, sebutan yang mengacu kepada pemukim asli di Iran. Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, bangsa Aria berhasil menyatukan daerah Persia dan mendirikan sebuah kerajaan yang besar. Di puncak kejayaannya, di abad ke-6 dan ke-5 sebelum Masehi, kekaisaran Iran (atau Persia) menguasai hampir separuh dunia kuno yang telah beradab. Persia kuno banyak mempengaruhi organisasi politik, seni, ilmu pengetahuan, dan agama di Asia dan Eropa. Namun, setelah mengalami berbagai perang dan

penyerbuan – oleh bangsa Yunani, Arab, Turki, dan Mongolia – akhirnya kekaisaran Persia runtuh untuk waktu yang cukup lama. Sejak awal tahun 1900-an, Iran membuat langkah mantap untuk menyusul standar materi dan teknologi barat.

Konstitusi 1906 memberikan kewibaan kepada pemerintahan dan berbagai upaya modernisasi meningkat setelah Perang Dunia I. Pada tahun 1921, Reza Khan menguasai kendali pemerintahan, lalu menjadi perdana menteri. Pada tahun 1925, dengan mengubah namanya menjadi Pahlevi, Reza Khan diangkat menjadi Syah. Selama Perang Dunia II, dia berpihak kepada Jerman dan, ketika sekutu menaklukkan Iran pada tahun 1941, dia dipaksa turun tahta dan digantikan oleh anaknya Mohammad Reza Pahlevi.

Sebuah gerakan nasionalis, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Mossadeq, berusaha untuk menasionalisasikan industri minyak pada tahun 1951. Namun, upaya menasionalisasikan ini ditentang oleh Inggris dan Amerika Serikat (AS) dan dengan dukungan mereka pula Syah baru memecat Mossadeq pada tahun 1953. Konsorsium delapan perusahaan minyak asing kemudian diberi hak pengeboran minyak di Iran. Dengan memanfaatkan hasil minyak yang semakin meningkat, Syah melancarkan modernisasi di Iran. Dia menggalakkan teknologi baru, membangun angkatan bersenjata yang modern, dan memperluas pendidkan dan hak-hak lain bagi kaum wanita. Dia mulai mendistribusikan kembali tanah-tanah milik tuan tanah yang kaya kepada kaum miskin.

Ekonomi Iran berkembang di bawah Syah, tetapi para pemimpin konsevatif keagamaan Syiah menentang cara-cara barat dan berbagai kebebasan baru yang bertentangan dengan ajaran tradisional Islam. Naiknya harga minyak dunia, karena dikendalikan oleh OPEC, membantu Syah mempercepat program modernisasinya pada tahun 1970-an. Ketika tentangan dari para pemimpin keagamaan juga semakin meningkat, dia membuat Iran sebagai negara satu partai, dengan melarang partai oposisi sehingga dia mulai berkuasa secara autokratik. Segala oposisi ditindas oleh SAVAK, polisi rahasia yang dibenci.

b. Revolusi Islam

Ketidakpopuleran Syah mencapai puncaknya di bulan Januari 1979 sehingga membuatnya memutuskan untuk meninggalkan negaranya. Pemimpin agama Ayatollah Rohullah Khomeini, yang dibuang pada tahun 1964 karena menentang Syah, kembali ke Iran pada bulan Februari 1979 untuk memimpin revolusi yang mengakhiri kekuasaan dinasti Pahlevi dan menjadikan Iran negara Republik Islam pada bulan April 1979. Konstitusi baru, yang menyerahkan kekuasaan eksekutif ke tangan perdana menteri terpilih dan kekuasaan tertinggi ke tangan pemimpin agama Syiah yang ditunjuk (Khomeni), diratifikasi pada bulan Desember 197934

c. Pemerintahan .

Iran menjadi sebuah negara Republik Islam setelah monarki tumbang pada tahun 1979. Menyusul revolusi yang membawa rezim Islam ke tampuk kekuasaan, konstitusi 1906 – yang memungkinkan Iran diperintah oleh monarki

konstitusional – dikesampingkan. Pemimpin revolusi, Ayatollah Khomeini, orang suci Islam, segera mendirikan pemerintahan sementara yang dikendalikan olehnya.

Konstitusi baru yang disetujui pada tahun 1979, menetapkan pemilihan presiden dan sebuah badan legislatif yang disebut Majlis. Seorang perdana menteri yang disetujui parlemen, menjadi kepala pemerintahan. Konstitusi baru juga memberlakukan kekuasaan yang lebih besar kepada pemimpin agama tertinggi atau Faghi. Hal itu berarti bahwa Khomeini tetap sebagai pemimpin terpenting Iran. Para pemimpin keagamaan banyak mendominasi perlemen setelah revolusi Islam.

Hasil akhir perhitungan pemilu presiden Iran 24 Juni 2005, terpilih Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran. Tak bisa disangkal lagi, Mahmoud Ahmadinejad adalah presiden Iran yang paling kontroversial sejak Revolusi Islam 1979 di bawah pimpinan Ayatullah Khomeini. Dia adalah presiden yang tidak berasal dari kaum Mullah yang selama puluhan tahun telah mendominasi hampir semua pos kekuasaan di Iran35

d. Politik luar negeri Iran pasca revolusi Iran .

Proses revolusi yang begitu cepat memberi kepercayaan yang luar biasa kepada para Mullah/elite politik Iran hingga terbetik di benak mereka kemungkinan membangun kembali imperium Persia yang bersendikan Islam. Para

Mullah itu menganggap pula, Republik Islam Iran yang baru lahir itu bisa

35 Mushib Labib dkk.Ahmadinejad di Tengah Angkara Goliath Dunia.Jakarta:Penerbit Hikmah.hlm:147

dijadikan pusat atau pelopor gerakan Islam di dunia Islam yang membentang dari Maroko sampai Indonesia.

Bertolak dari rasa percaya diri tersebut, para elite politik Iran menetapkan prinsip sentralisasi ideologi/primordialisme dan prinsip kembali kepada khasanah budaya sendiri sebagai titik sentral atau doktrin kebijakaan luar negeri Iran. Maka muncullah pada awal masa revolusi slogan “La Syaqiyah, La Gharbiyah” (tidak timur, tidak barat). AS pun dijuluki Setan Besar dan Uni Sovyet dinamakan Setan Merah.

Iran harus kembali kepada khasanah budayanya sendiri yang bersendikan Islam Syiah. Maka, Iran pada awal masa revolusi tampil begitu keras, tanpa kompromi. Para Mullah ingin menjadikan Iran sebagai lambang perlawanan Islam. Dengan kebijakan tersebut, diharapkan revolusi Islam lainnya dan kemudian mengikuti jejak Iran. Para Mullah bercita-cita, jika Iran tidak bisa membantu langsung, setidaknya jiwa revolusi mengilhami negara Islam lainnya atau bahkan dunia ketiga keseluruhan untuk membebaskan mereka dari belenggu kapitalisme dan komunisme36

e. Nuklir Iran

.

Sejak era Shah Iran Reza Pahlevi, Iran sudah mulai mengembangkan kekuatan militernya, termasuk senjata nuklir. Iran persisnya mulai melaksanakan program nuklirnya sejak tahun 1960-an. Instalasi nuklir Iran pertama adalah untuk

36 Musthafa Abd.Rahman.Iran Pasca Revolusi Fenomena Pertarungan Kubu Reformis dan Konservatif.Jakarta:PT.Kompas Media Nusantara.hlm:160

riset nuklir dengan kekuatan hanya 5 Megawatt yang diperolehnya dari AS dan memulai beroperasi pada tahun 1967.

Setelah itu, Iran membangun empat reaktor nuklir untuk riset dengan masing-masing memiliki kekuatan tidak lebih dari 30 Kilowatt yang terletak di pusat riset nuklir Asfahan. Pada tahun 1975, Iran menandatangani transaksi pembangunan reaktor nuklir dengan perusahaan Jerman Barat “Siemen”. Seharusnya sesuai dengan transaksi itu, perusahaan Jerman tersebut mendirikan dua reaktor nuklir dengan kekuatan masing-masing 1.300 Megawatt di kota Busherer ang terletak di tepi laut Persia.

Pada saat yang sama, Iran meminta Perancis juga mendirikan sebuah rektor nuklir Iran untuk pembangkit tenaga listrik dengan kekuatan 935 Megawatt. Perusahaan Perancis tersebut, seharusnya telah membangun reaktor nuklir tersebut di kawasan Ahwaz yang tak jauh dengan perbatasan Irak. Iran juga menandatangani transaksi dengan perusahaan Perancis yang lain lagi untuk mendirikan sebuah reaktor nuklir dengan uranium berkadar rendah. Pemerintah Perancis pada 7 Oktober 1976 menyatakan, niatnya melaksanakan pembangunan delapan rekator nuklir di Iran.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan sumber daya manusia untuk reaktor nuklir itu, pemerintah Iran mengirim para ilmuwan dan teknisi ke beberapa universitas dan lembaga-lembaga riset nuklir di AS dan Inggris. AS juga mendirikan reaktor nuklir berskala kecil untuk riset dekat kota Teheran. Pemerintah Iran memasok uranium dalam jumlah besar untuk kebutuhan reaktor nuklir tersebut.

Ketika rezim Syah Iran jatuh pada tahun 1979, AS berhenti memasok uranium itu. Harian Israel Yediot Aharonot edisi 15 November 1991 mengungkapkan, Iran hanya membutuhkan beberapa kilogram saja dari bahan uranium, untuk membuat senjata nuklir37. Berikut adalah profil singkat empat fasilitas nuklir milik Iran yang sampai saat ini masih tetap aktif38

1.Bushehr

:

Program nuklir Iran pertama kali dimulai pada 1974 dengan Bushehr sebagi bangunan pertama. Fasilitas ini dibangun atas kerja sama Iran dengan Jerman. Namun kerja sama ini berkhir lima tahun kemudian ketika pemerinthahan Shah Reza Pahlevi terguling. Pada 1992 pembgunan fasilitas ini dimulai kembali dengan bantuan Rusia. Di dalamnya terdapat dua reaktor pembangkit listrik bertenaga nuklir, satu diantaranya hampir selesai.

2.Isfahan

Terletak di Iran tengah dan digunakan untuk mengkonversi bubuk uranium menjadi gas heksaflorida, uranium oksida, dan logam. Yang terakhir menerbirkan kecurigaan IAEA karena logam tersebut biasa digunakan sebagai inti bom nuklir. Selain itu, tidak dibutuhkan hasil pengolahan berupa logam jika hanya untuk pembangkit listrik.

37 Ibid.hlm:203-204

3.Natanz

Fasilitas yang terletak 240 kilometer di sebelah selatan Teheran ini termasuk yang paling dicurigai pihak Barat. Sejak 2003, Iran menangguhkan proses pengayaan uranium berdasarkan kesepakatan dengan UE di Paris. Namun akhir tahun lalu, Iran membuka dan memindahkan setidaknya tiga segel IAEA. Iran mengatakan hal itu dibutuhkan untuk memulai kembali aktivitas riset nuklir.

Bocoran laporan IAEA tiga tahun lalu menyebutkan ditemukannya batang uranium dari Natanz. Namun Iran mwnolak laporan ini dengan megatakan, jejak uranium itu berasal dari piranti yang mereka impor. Laporan tim independen membenarkan pernyataan Iran.

Sejumlah perkiraan menyebutkan, jika Natanz selesai dibangun, fasilitas ini mampu menampung sedikitnya 50 ribu mesin pemutar. Jumlah ini cukup untuk memproduksi sedikitnya 20 senjata nuklir per tahun. Perkiraan lain menyebutkan, saaat ini Iran akan menempatkan sekitar lima ribu mesin di Natanz, jumlah yang memungkinkan membuat sebuah bom nuklir setiap tahunnya.

Terletak 192 kilometer di sebelah barat daya Teheran. Pada desember 2002, sebuah lembaga Amerika Serkat menerbitkan foto satelit fasilitas ini. Fasilitas seperti di Aral ini biasanya digunakan untuk mendinginkan hasil reaksi fisi nuklir.

f. Ekonomi

Ekonomi Iran berkembang pesat semasa Syah di tahun 1960 an 1970-an. Minyak memberikan andil besar di dalam kekayaan negara dan hasil penjualan minyaknya dipakai untuk membiayai modernisasi di bidang militer, industri, dan reformasi lahan pertanian. Hasil minyak mencapai rekor tertinggi pada tahun 1970-an, ketika Iran dan negara-negara timur tengah lainnya, dengan bekerja sama di dalam negara-negara pengekspor minyak (OPEC), mulai mengendalikan produksi minyak dunia dan memaksa harga minyak naik. Revolusi Islam 1979 dan perang yang berkepanjangan dengan Irak, berbarengan dengan ambruknya OPEC, telah memukul sekali ekspor minyak Iran sehingga amat menekan ekonominya pada tahun 1980-an.

C. Peranan Organisasi Internasional dalam Perdamaian Dunia

Dokumen terkait