• Tidak ada hasil yang ditemukan

Negara Sebagai Pemegang Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak

BAB II : PELAKSANAAN UNTUK MENENTUKAN PEMEGANG

G. Negara Sebagai Pemegang Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak

Pasal 10 UUHC menjadi dasar bagi Negara untuk memegang Hak Cipta atas folklor. Dalam pasal tersebut juga ditetapkan bahwa untuk mengumumkan atau memperbanyak folklor, orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. Sampai saat ini pengaturan lebih lanjut mengenai sistim perizinan tersebut belum ada.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, perlindungan Hak Cipta hanya diberikan pada Ciptaan yang telah selesai dibuat. Dengan demikian, perlindungan Hak Cipta atas folklor seharusnya hanya diberikan pada folklor yang telah didokumentasikan oleh Negara. Hanya Negara yang berhak untuk menentukan mana Ciptaan yang termasuk folklor dan mana yang bukan.

G. Negara Sebagai Pemegang Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya

Sengketa antara Iyeth Bustami dan Nurham Yahya perihal lagu "Laksmana Raja di Laut" tampaknya kian memanas saja. Meskipun Iyeth telah mendatangkan Pak Ngah, pencipta lagu dari Malaysia, namun itu tak cukup untuk membuktikan bahwa ia tidak mencuri lagu itu dari NurhamYahya. Pasalnya pelantun lagu Melayu itu justru telah ditetapkan sebagai tersangka.

Rencananya Iyeth akan dipanggil ke Polda Metro Jaya, untuk dimintai keterangan sebagai tersangka. Mudah-mudahan saja ia bisa bersikap kooperatif. Sebab kalau tidak, saya bisa minta supaya dia ditahan agar tidak menyulitkan penyidikan kasus ini dan bisa segera selesai sampai ke pengadilan,'' terang H Indra Sahnun Lubis, pengacara Nurham Yahya.42

42

Sandhiyaning Wahyu Arifani : Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya, 2009.

Selama ini pihaknya sebenarnya sudah berusaha menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan, namun pihak Iyeth tidak menanggapinya sebagaimana mestinya. ''Ia malah melecehkan klien saya. Saya melihat Iyeth sangat sombong,. Perubahan status Iyeth dari saksi menjadi tersangka karena wanita itu tidak mampu membuktikan siapa sebenarnya pencipta lagu "Laksmana Raja di Laut", sementara Nurham justru bisa meyakinkan pihak kepolisian bahwa dialah pencipta lagu itu. Iyeth selalu berubah-ubah dalam memberikan keterangan siapa pencipta lagu yang melambungkan nama penyanyi asal Riau itu. ''Awalnya dia menyebut pencipta lagu itu NN alias no name, kemudian disebutnya lagu itu adalah lagu rakyat, terakhir Iyeth mengatakan notasi lagu itu diciptakan Pak Ngah asal Malaysia,'' tutur Indra Sahnun Lubis.43

Sementara itu Hotman Paris Hutapea, pengacara Iyeth ketika diminta komentarnya menyebut bahwa dirinya tidak takut. Saya memang sudah diberitahu kalau Iyeth kini berstatus tersangka. Itu hal yang biasa kalau ada sebuah kasus yang dilaporkan. Kita juga bisa balik melaporkan supaya Nurham juga bisa mendapatkan status tersangka,'' katanya.44

Menurut Hotman, Iyeth sudah mendatangkan saksi yang memang pencipta notasi dan melodi Laksmana Raja di Laut. Lagu itu mulanya adalah notasi dari lagu Nostalgia Aidilfitri yang diciptakan pada 1993. Pak Ngah, sang pencipta yang berasal dari Malaysia sendiri tidak tahu menahu ketika lagunya itu kemudian berubah syair menjadi lagu Laksmana Raja di Laut".45

Iyeth kemudian mengklaim syair lagu Laksmana Raja di Laut adalah dari pantun rakyat yang merupakan sastra lisan di Riau sehingga tidak diketahui penciptanya. Karena itu ia kemudian berani menyanyikan lagu itu. Namun Nurham bersikeras lagu itu ciptaannya. Bila Iyeth memang terbukti bersalah dalam kasus ini, ia terancam hukuman penjara maksimal tujuh tahun dan denda Rp 2,5 miliar”.46

Laksamana Raja di Laut Pak Ngah Pencipta Notasi Pedangdut Iyeth Bustami nampaknya mulai bisa tersenyum dan berada di atas angin atas kasus tuntutan dari Nurham Yahya. Pasalnya, lagu berjudul Laksamana Raja di Laut" yang diklaim milik Nurham Yahya ternyata merupakan lagu yang notasinya diciptakan Pak Ngah, seorang komposer dari Malaysia. Iyeth yang didampingi pengacaranya, Hotman Paris Hutapea, memperkenalkan Pak Ngah yang tiba di 43 Ibid. 44 Ibid. 45 Ibid. 46 Ibid.

Sandhiyaning Wahyu Arifani : Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya, 2009.

Jakarta. 'Saya bertemu Pak Ngah saat saya konser di Brunei. Saat itu, saya juga menyanyikan lagu 'Laksamana Raja di Laut. Usai menyanyikan lagu tersebut, tiba-tiba ada yang bilang kalau penciptanya ada di antara penonton VVIP.47

Ternyata lagu Laksmana Raja di Laut yang memang sudah sangat akrab di telinga saya itu notasinya diambil dari lagu 'Nostalgia Idul Fitri'. Saya sendiri tidak tahu siapa yang kemudian menggubah syairnya menjadi Laksmana Raja di Laut yang berisi pantun-pantun dari daerah Riau yang memang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Iyeth kemudian menceritakan awal mula ia menerima lagu "Laksamana Raja di Laut" itu. ''Pada tahun 1999 abang saya menikah dan saya pulang ke Riau. Di sana saya diundang oleh teman lama saya, Suhaimi, untuk mampir di Bengkalis. Ketika berada di sana saya mendengar anak-anak sanggar menyanyikan lagu itu.

Kabar tersebut bagai rejeki dan anugerah untuk artis ini. Soalnya, saat ini ia masih terbelit oleh persoalan mengenai siapa pencipta lagu tersebut. Nurham Yahya bahkan telah menuntutnya membayar royalti sebesar Rp 3 miliar atas album Iyeth yang meledak di pasaran itu. Pria itu menuduh Iyeth menggunakan lagunya tanpa izin dan ia memiliki hak cipta atas lagu tersebut.

Menurut Pak Ngah, notasi lagu "Laksmana Raja di Laut" ia ciptakan pada 1993 untuk keperluan sebuah pertunjukkan teater. Lagunya sendiri diberinya judul "Nostalgia Idul Fitri" yang kemudian dipopulerkan oleh artis tenar Malaysia, Sarifah Aini.

Namun notasi lagu itu sendiri kemudian terus menyebar hingga ke Riau yang kemudian liriknya digubah dengan pantun-pantun yang memang menjadi sastra lisan di daerah itu. Bisa dibilang lagu itu kemudian menjadi semacam lagu rakyat tanpa diketahui pasti siapa penciptanya.

48

47

Nurhaidi, Pro Kontra Lagu Laksamana Raja di Laut, (Jakarta, Penerbit : Metro Post, Edisi 3 Juli 2008), halaman 2.

48

Sandhiyaning Wahyu Arifani : Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya, 2009.

“Beberapa hari kemudian, Suhaimi giliran mendatangi rumahnya dan menyerahkan kaset berisi lagu itu. Suhaimi juga berpesan agar Iyeth mempopulerkan lagu-lagu rakyat di daerah itu mengingat ia punya aset di Jakarta” 49

Akhirnya saya kemudian mengambil lagu itu dan karena menganggap tidak ada penciptanya, saya kemudian mencantumkan NN sebagai penciptanya. Sampai kemudian muncul tuduhan saya memakai lagu orang tanpa izin.”

.

50

Pak Ngah sendiri mengaku tidak tahu apa isi lagu "Laksmana Raja di Laut", begitu juga maknanya. ''Saya memang tidak menulis lirik lagu itu, tetapi saya hanya menciptakan notasi lagunya. Jadi saya tidak tahu mengenai syair lagu itu,'' Menurut Iyeth, "Laksmana Raja di Laut" adalah julukan bagi seorang pendekar yang telah mendirikan Bandar Bengkalis. Pendekar itu yang selama ini mengusir kedatangan kaum komunis ke daerah tersebut sehingga kemudian mendapat julukan Laksmana Raja Di Laut.51

Kasus penjiplakan aset budaya Indonesia oleh tetangga Malaysia tidak lepas dari perhatian warga Indonesia di Belanda. Klaim Angklung, Reog Ponorogo, Batik, Sate, Kain Tenun, sampai lagu Rasa Sayange menjadi perbincangan ''Saya selalu bangga setiap kali menceritakan siapa Laksmana Raja Di Laut ini,'' katanya. Iyeth sendiri mengaku Pak Ngah telah mengizinkannya memakai notasi lagu itu.

Pak Ngah mengaku kaget dan bingung ketika mengetahui Nurham Yahya mendaftarkan lagu itu ke Dirjen HaKI. Tetapi ia yakin, meskipun sudah didaftarkan hak ciptanya, Nurham Yahya belum bisa dianggap kalau ia memiliki lagu itu secara sah. Merasa dirinya kini telah mendapatkan kebenaran, Iyeth mengaku akan segera menggugat balik Nurham Yahya atas pencemaran nama baiknya.

49 Ibid. 50 Ibid. 51 Ibid.

Sandhiyaning Wahyu Arifani : Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya, 2009.

hangat di Belanda. Seorang yang mengikuti perkembangan ini adalah Hayyan Ul Haq. bahwa sebenarnya undang-undang hak cipta Indonesia belum bisa mengakomodir kekayaan budaya”.52

Soal Undang-Undang Hak Cipta, Indonesia masih ketinggalan. Haq mencontohkan tradisi intelektual property yang sudah lama dikembangkan di Amerika dan Eropa, sejak awal abad XIX. Bahkan sejarah intelektual property yang pertama kali adalah pompa air Galileo pada abad 15-16. Secara normatif dikembangkan sejak masa Ratu Anne di Inggris abad 16-17an. Dibandingkan Eropa, Indonesia memang masih ketinggalan jauh. Menurut Hayyan Ul Haq, Indonesia baru mulai secara serius mengembangkan intelektual property sejak 1982. Dengan diberlakukannya Undang-undang hak cipta Nomor 6 tahun 1982 yang kemudian direvisi Nomor 7 tahun 1987 dan direvisi lagi menjadi Undang-undang Nonor 12 tahun 1997. Dan sekarang ini Nomor 19 tahun 2002.53

Alasan perevisian ini menurut Hayyan Ul Haq bukan karena keinginan bangsa Indonesia. Tetapi lebih karena kehendak bangsa-bangsa maju. Keseragaman ini kalau dilihat dari segi kepentingan ekonomi, paling banyak menguntungkan kreator-kreator yang berasal dari luar negeri. Karena mereka mendapatkan perlindungan di Indonesia dalam mengeksploitasi penemuan- penemuannya. Itu tidak hanya dalam bidang seni, teknologi, tetapi juga produk-produk yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat luas misalnya pendidikan, pangan dan kesehatan.54

52

Hayyan Ul Hao, Undang-Undang Hak Cipta Belum Sempurna Perlu di Revisi. Jakarta. Universitas Utrecth, 2005, halaman 3.

53

Ibid

54

Ibid

Supaya bisa melindungi kekayaan budaya Indonesia, maka sebaiknya Indonesia jangan hanya menterjemahkan Undang-undang Internasional. Menurut Haq, semestinya pemerintah Indonesia bisa menciptakan atau secara kreatif merumuskan norma-norma perlidungan hukum yang dapat mengakomodir kepentingan bangsa.

Sandhiyaning Wahyu Arifani : Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya, 2009.

Bukan hanya sekedar melakukan penyesuaian terhadap undang-undang dari luar yang diintrodusir melalui trade related on intellectual property rights, tentang intelektual property.

Kalau kita memiliki kesadaran penuh, maka kita bisa menciptakan norma- norma yang mengakomidir kepentingan nasional. Tanpa bertentangan dengan ketentuan-ketentuan internasional Agreement on Trips Of Intellectual Property

Rights. Caranya menurut Haq, pemerintah dapat mengeluarkan sui generis norm,

yang substansinya memberikan perlakuan khusus terhadap kekayaan kultural.

Undang-undang hak cipta yang moderen yang berstandar internasional memiliki karakteristik yang berbeda. Undang-undang hak cipta Nomor 19 Tahun 2002 tidak bisa mengakomodir kekayaan kultural bangsa. Karena undang-undang ini mensyaratkan 3 komponen ;

1. Dia harus bersifat original atau sesuatu yang baru dan belum pernah ada sebelumnya.

2. Sebuah ciptaan baru bisa dilindungi bila penciptanya diketahui.

3. Jangka waktu perlindungan dalam Undang-undang hak cipta Indonesia itu hanya seumur hidup sang pencipta ditambah 70 tahun setelah yang bersangkutan meninggal.

Melihat tiga syarat di atas maka Undang-undang hak cipta Indonesia HaKi tidak bisa mengakomodir atau melindungi Rasa Sayange, Karena kekayaan kultural sering kali anonim, tanpa diketahui siapa penciptanya. Produk kultural sudah ada sejak ribuan atau ratusan tahun silam, sehingga tidak bisa dikatakan original. Karena tidak diketahui siapa pengarang atau penciptanya, demikian ungkap Hayyan Ul Haq.55

Yang menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia, menurut pemerhati intellectual property itu adalah menemukan bukti non-hukum bahwa Rasa Sayange

55

Sandhiyaning Wahyu Arifani : Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya, 2009.

itu syah milik masyarakat Maluku. Caranya menurut Haq, dengan pembuktian kausalitas (prinsip sebab-akibat red.) antara ciptaan dengan penciptanya.

Oleh karena tidak diketahui penciptanya maka bisa dilacak berdasarkan karakteristiknya. Sejak kapan dinyanyikan, Oleh siapa, Lalu dibutuhkan penelusuran historis, sosiologis, dan antropologis. Bukan hanya pengakuan normatif atau secara hukum saja, tetapi menurut Haq dibutuhkan pendekatan non-hukum untuk membuktikan kebenaran Rasa Sayange, sebagai bagian ungkapan kegembiraan masyarakat Maluku, demikian pandangan Hayyan Ul Haq.

Dari penuturan Hayyan Ul Haq diatas maka, bisa disimpulkan bahwa sampai saat ini lagu Rasa Sayange secara hukum masih belum menjadi milik bangsa Indonesia. Ini tidak hanya berlaku untuk lagu Rasa Sayange saja tetapi juga kekayaan budaya Indonesia lainnya yang masih belum terlindungi secara hukum.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang hak cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku" (Pasal 1 butir 1).

Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng,

Sandhiyaning Wahyu Arifani : Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Lagu Yang Tidak Diketahui Penciptanya, 2009.

legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

Negara memegang hak cipta atas ciptaan untuk kepentingan penciptanya, Jika suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan,

Penerbit memegang hak cipta atas untuk kepentingan penciptanya, jika suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran penciptanya.

Dokumen terkait