• Tidak ada hasil yang ditemukan

Neraca Pembayaran Indonesia

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar, meningkat tajam dibandingkan dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar. Surplus tersebut didorong oleh meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan menjadi sebesar USD9,5 miliar pada triwulan IV tahun 2015, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar sebesar USD0,3 miliar. Sementara itu, defisit neraca transaksi berjalan meningkat menjadi sebesar USD5,1miliar ( 2,4 persen PDB), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang besarnya USD4,2 miliar (1,9 persen PDB).

Trend peningkatan IKK terjadi pada bulan Spetember 2015 hingga bulan Januari 2016.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar.

Meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan tersebut disebabkan oleh penurunan neraca perdagangan nonmigas akibat ekspor nonmigas yang tumbuh negatif sebesar 4,2 persen (QtQ) karena masih lemahnya permintaan global dan terus menurunnya harga komoditas.

Gambar 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD)

Sumber: Bank Indonesia

Di sisi lain, impor nonmigas tumbuh sebesar 7,5 persen (QtQ) seiring dengan meningkatnya permintaan domestik. Sementara itu, perbaikan kinerja neraca perdagangan migas, neraca jasa, serta neraca pendapatan primer dan sekunder tidak bisa mengimbangi penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas. Walaupun demikian, defisit transaksi berjalan pada triwulan IV tahun 2015 relatif lebih baik dibandingkan pada triwulan IV tahun 2014 yang besarnya USD6,0 miliar (2,7 persen PDB).

Seiring dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 mencapai sebesar USD105,9 miliar atau setara dengan 7,4 bulan impor; atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD 101,7 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor.

Impor nonmigas tumbuh sebesar 7,5 persen (QtQ) seiring dengan

meningkatnya permintaan domestik

Cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 sebesar USD105,9 miliar

Gambar 11. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2015 (Miliar USD)

Sumber: Bank Indonesia

Di sisi lain, neraca transaksi modal dan finansial meningkat secara signifikan pada triwulan IV tahun 2015 menjadi sebesar USD9,5 miliar. Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang besarnya USD0,3 miliar. Surplus tersebut bersumber dari surplusnya investasi portofolio seiring masuknya dana asing pada obligasi pemerintah serta surplus investasi lainnya seiring bertambahnya penarikan pinjaman luar negeri. Selain itu, menurunnya ketidakpastian perekonomian global dan meningkatnya keyakinan terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menjadi pendorong meningkatnya kinerja neraca transaksi modal dan finansial.

Gambar 12. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2013 2014 2015

Investasi langsung Investasi Portofolio Investasi lainnya

Sumber : Bank Indonesia Surplus neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan IV tahun 2015 meningkat signifikan, yaitu mencapai USD9,5 miliar.

Pada triwulan IV tahun 2015, aliran investasi langsung surplus sebesar USD2,3 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD1,8 miliar. Meningkatnya surplus tersebut terutama dipengaruhi oleh meningkatnya neto aliran masuk investasi langsung sisi kewajiban yang sebesar USD3,6 miliar dari yang sebelumnya USD3,1 miliar. Selain itu juga didukung oleh menurunnya arus keluar investasi langsung sisi asset dari yang sebelumnya USD1,3 miliar menjadi USD1,2 miliar.

Pada triwulan IV tahun 2015, investasi portofolio surplus sebesar USD4,4 miliar, meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD1,5 miliar. Perkembangan tersebut didorong oleh aksi investor asing yang melakukan neto beli atas surat utang pemerintah berdenominasi Rupiah. Selain itu, terjadi penurunan neto jual asing terhadap surat berharga sektor swasta domestik, baik berupa saham maupun obligasi. Dari sisi aset, meningatnya kinerja investasi portofolio juga didukung oleh pelepasan kepemilikan atas surat berharga asing oleh masyarakat.

Pada triwulan IV tahun 2015 investasi lainnya surplus sebesar USD2,7 miliar, meningkat signifikan dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya yang besarnya USD0,5 miliar. Meningkatnya kinerja tersebut didukung oleh terjadinya surplus aset investasi lainnya yang besarnya melebihi penurunan surplus kewajiban investasi lainnya. Surplus sisi aset investasi lainnya bersumber dari penarikan simpanan sektor swasta domestik pada bank di luar negeri serta pembayaran atas piutang dagang dan pinjaman yang diberikan. Sementara itu, turunnya surplus sisi kewajiban investasi lainnya disebabkan oleh penurunan surplus investasi lainnya pada sektor publik yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan surplus investasi lainnya pada sektor swasta.

Pada triwulan IV tahun 2015 investasi langsung surplus sebesar USD2,3 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD1,8 miliar.

Pada triwulan IV tahun 2015, investasi portofolio surplus sebesar USD4,4 miliar, meningkat signifikan dari triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD1,5 miliar.

Pada triwulan IV tahun 2015 investasi lainnya surplus sebesar USD2,7 miliar, meningkat signifikan dibandingkan dengan surplus triwulan

sebelumnya yang sebesar USD0,5 miliar.

Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) 2013 2014 2015 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 I. Transaksi Berjalan -6,0 -10,1 -8,6 -4,3 -4,9 -9,6 -7,0 -6,0 -4,2 -4,3 -4,2 -5,1 A. Barang 1,6 -0,6 0,1 4,7 3,4 -0,4 1,6 2,4 3,1 4,1 4,1 2,0 - Ekspor 44,9 45,2 43,8 48,1 43,9 44,5 43,6 43,2 37,8 39,7 36,1 34,7 - Impor -43,3 -0,5 -43,7 -43,4 -40,6 -4,5 -42,0 -40,8 -34,8 -35,6 -31,9 -32,8 1. Barang Dagangan Umum 0,1 -0,8 -0,5 4,2 2,8 -0,7 1,2 2,2 2,7 3,8 4,0 2,0 - Ekspor, fob. 44,6 45,0 43,2 47,5 43,4 44,2 43,2 42,9 37,5 39,4 35,7 34,4 - Impor, fob. -43,3 -45,8 -43,7 -43,4 -40,6 -44,9 -42,0 -40,8 -34,8 -35,6 -3,2 -32,4 1. Non-migas 4,1 1,3 2,1 6,3 5,6 2,5 4,3 4,9 3,9 5,9 6,2 3,0 a. Ekspor 36,1 37,0 34,7 38,9 35,8 36,7 36,0 36,6 33,1 34,7 32,0 30,7 b. Impor -32,0 -35,8 -32,6 -32,6 -30,2 -34,2 -31,6 -31,6 -29,1 -28,8 -25,9 -27,7 2. Migas -2,9 -2,1 -2,6 -2,1 -2,7 -3,2 -3,1 -2,8 -1,3 -2,1 -2,1 -1,0 a. Ekspor 8,5 7,9 8,5 8,7 7,6 7,5 7,3 6,4 4,4 4,6 3,7 3,7 b. Impor -11,3 -10,0 -11,2 -10,8 -10,3 -10,7 -10,4 -9,2 -5,6 -6,8 -5,8 -4,7 2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,1 -0,1 - Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,6 0,6 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 - Impor, fob. 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -0,3 -0,4 B. Jasa – jasa -2,6 -3,6 -2,8 -3,1 -2,1 -2,8 -2,5 -2,6 -1,8 -2,7 -2,2 -1,8

II. Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

III. Transaksi Finansial 0,0 8,7 4,5 8,6 6,4 14,5 14,5 9,6 5,1 2,2 0,3 9,5 1. Investasi langsung 3,3 3,3 5,4 0,2 2,0 4,4 5,8 2,7 1,7 3,5 1,8 2,3 2. Investasi portofolio 0,4 3,8 1,5 1,8 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,6 -2,2 4,8 3. Investasi lainnya -6,9 1,6 -2,1 6,7 -4,2 2,0 1,4 5,1 -5,2 -6,8 0,5 2,7

IV. Total (I + II + III) -6,0 -1,4 -4,1 4,3 1,5 4,9 7,5 3,6 0,9 -2,1 -3,9 4,4

V. Selisih Perhitungan Bersih -0,6 -1,0 1,4 -0,1 0,6 -0,6 -1,0 -1,2 0,4 -0,9 -0,7 0,7 VI. Neraca Keseluruhan (V + VI) -6,6 -2,5 -2,6 4,4 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3 -2,9 -4,6 5,1 - Posisi Cadangan Devisa 104,8 98,1 95,7 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105, 9

Dalam Bulan Impor 5,7 5,4 5,2 5,5 5,7 6,1 6,3 6,4 6,6 6,8 6,8 7,4

Transaksi Berjalan

(%PDB) -2,6 -4,2 -3,7 -2,1 -2,3 -4,3 -3,0 -2,7 -2,0 -2,0 -1,9 -2,4

Box 1.

Dampak Penutupan Empat Perusahaan pada Sektor Industri di Indonesia

Pada awal tahun 2016, sektor industri di Indonesia bergejolak akibat beberapa perusahaan menghentikan operasinya di Indonesia, yaitu dalam industri otomotif dan industri elektronik. Dalam industri otomotif, PT Ford Motor Indonesia (FMI) resmi menututup usahanya di Indonesia pada 25 Januari 2016. Seluruh operasi PT FMI akan diberhentikan sebelum akhir tahun 2016 dan akan dikonsentrasikan pada sumber daya yang ada di tempat lain. PT FMI berhenti beroperasi disebabkan oleh penjualan yang relatif masih kecil dan justru mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gakindo), dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2011 penjualan dan pangsa pasar PT FMI terus menurun. Pada tahun 2011, penjualan PT FMI mencapai 15.620 unit atau 1,8 persen dari total penjualan mobil tahun 2011. Pada tahun 2012, penjualan menurun 23,7 persen atau menjadi 11.958 unit dengan pangsa pasar sebesar 1,1 persen. Pada 2013, penjualan kembali menurun 17,4 persen yaitu menjadi 9.907 unit dengan pangsa pasar di bawah 1,0 persen. Penjualan PT FMI pada tahun 2014 meningkat 21,2 persen, atau menjadi sebesar 12.008 unit dengan pangsa pasar mendekati 1,0 persen. Pada tahun 2015 penjualan PT FMI menurun signifikan sebesar 58,5 persen, yaitu menjadi 4.986 unit dengan pangsa pasar sebesar 0,5 persen.

Dampak penutupan PT FMI secara langsung tidak terlalu signifikan karena hanya memperkerjakan 32 pekerja. Namun demikian, penutupan tersebut berpengaruh pada distributor PT FMI yang tersebar di 20 wilayah, atau terdapat potensi pengangguran dari distributor-distributor PT FMI di ke-20 wilayah tersebut.

Sementara itu, menurut Ketua III Gakindo, Johnny Darmawan, berhentinya PT FMI di Indonesia tidak mencerminkan potensi pasar otomotif Indonesia di waktu mendatang. Rasio antara kepemilikan mobil dengan jumlah penduduk di Indonesia masih relatif rendah. Selain itu, daya beli masyarakat relatif meningkat sehingga menyebabkan permintaan mobil baru akan relatif tetap tinggi. Sementara itu, menurut Kepala BKPM, Franky Sibarani, berhentinya operasi PT FMI di Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap investasi di Indonesia. Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Perindustrian, Saleh Husein, bahwa PT FMI tidak berinvestasi dengan membangun pabrik di Indonesia tetapi mengimpor dari pabrik di Thailand, sehingga walaupun berhenti beroperasi relatif tidak mempengaruhi investasi nasional.

Pada industri elektronik, restrukturisasi perusahaan yang dilakukan oleh Grup Panasonic Gobel pada tiga pabrik yang berlokasi di Cikarang dan Cileungsi, Jawa Barat serta di Pasuruan, Jawa Timur menimbulkan kekhawatiran beberapa kalangan.

PT Toshiba yang berlokasi di Cikarang akan ditutup pada bulan April 2016. Sementara itu, PT Panasonic Lighting Indonesia (PLI) di Pasuruan, Jawa Timur telah ditutup pada awal Januari 2016, sedangkan PT PLI yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat akan ditutup pada bulan Februari 2016.

Kedua pabrik PT PLI di Cikarang dan Pasuruan tersebut kemudian digabung (merger) dan dikonsentrasikan di Pasuruan, Jawa Timur dan Cileungsi, Jawa Barat. Penggabungan tersebut bertujuan agar perusahaan dapat mengikuti perkembangan teknologi dan memperkuat daya saing. PT PLI bermaksud mengganti proses produksi dan teknologi lampu dengan yang lebih baik dan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Hal tersebut dilatarbelangi oleh berubahnya preferensi pasar dari lampu hemat energi compact fluorencent lamp (CFL) dan beralih ke lampu light emitting diode (LED).

Penutupan ketiga pabrik Grup Panasonic Gobel, menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sekitar 2500 pekerja. Jumlah tersebut terdiri dari sekitar 1.700 anggota KSPI di PT PLI dan 970 anggota KSPI di PT Toshiba. Penutupan pabrik berpotensi menyebabkan PHK terhadap 600-700 pekerja di PT PLI Pasuruan untuk periode Desember 2015 sampai dengan Januari 2016, serta 900-1000 pekerja di PT PLI Cikarang untuk periode Januari 2016 sampai dengan Maret 2016.

Selain PT PLI dan PT Toshiba, PT Samoin dan PT Starlink yang merupakan perusahaan elektronik dari Korea Selatan juga telah selesai beroperasi di Indonesia pada bulan Januari 2016. Akibat dari penutupan usaha tersebut adalah terjadinya PHK pada 1.200 pekerja pada PT Samoin dan 500 pekerja pada PT Starlink.

Sementara itu, menurut Ketua Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani, penutupan tiga pabrik Grup Panasonic Gobel tidak bisa dijadikan sebagai indikator melemahnya iklim industri elektronik di Indonesia. Dari puluhan pabrik PT PLI, tidak semua pabrik menutup operasional usaha dan melakukan PHK. Selain itu, pada Januari 2016 jumlah permohonan izin prinsip untuk perusahaan elektronik di Indonesia meningkat 106 persen dibandingkan tahun 2016. Berdasarkan klarifikasi yang diterima oleh BKPM, jumlah pekerja yang terkena PHK adalah sebanyak 425 pekerja pada PT PLI dan 360 pekerja pada PT Toshiba.

Beberapa faktor yang dinilai sebagai penyebab melesunya industri elektronik di Indonesia adalah kondisi pasar yang tidak kondusif akibat pengaruh dari melambatnya pasar global. Perlambatan ekonomi tersebut menyebabkan turunnya daya beli masyarakat. Selain itu, menurut ketua KSPI, pengendalian upah yang diatur dalam PP Nomor 78 tahun 2015 menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, terutama buruh pabrik yang merupakan pasar utama dari industri elektronik.

Dokumen terkait