• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu (Cunningham, 2012 h; 674).

Kala puerperium (nifas) yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya organ kandungan pada keadaan yang normal (Manuaba, 2010 h; 200)

b. Perubahan Fisiologis dan Anatomis 1) Vagina dan ostium vagina

Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya membentuk saluran yang berdingding halus dan lebar yang ukurannya berkurang secara perlahan namun jarang kembali ke ukuran saat nulipara. Rugae mulai muncul kembali pada minggu ketiga namun tidak semenonjol sebelumnya. Himen tinggal berupa patogen-patogen kecil sisa jaringan, yang membentuk jaringan parut disebut caruncuulae myrtiformes. Epitel vagina mulai berproliferasi pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6, biasanya bersamaan dengan kembalinya produksi estrogen ovarium. Laserasi atau peregangan perineum selama pelahiran dapat menyebabkan relaksasi ostium vagina (Cunningham, 2012 h; 674).

2) Uterus

Setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang berkontaksi tersebut terletak sedikit dibawah umbilikus. Setelah pascapartum, berat uterus menjadi kira-kira 1.000 gram (Ari Sulistyawati, h; 74). Dua hari setelah persalinan uterus mulai berinvolusi. Pada minggu pertama beratnya sekitar 500 gram. Pada minggu kedua beratnya sekitar 300 gram dan telah turun masuk ke pelvis sejati.

3) Nyeri setelah melahirkan

Pada primipara, uterus cenderung tetap berkontraksi secara tonik setelah melahirkan. Akan tetapi, pada multipara uterus sering berkontraksi kuat pada interval tertentu dan menimbulkan nyeri setelah melahirkan. Biasanya, nyeri setelah melahirkan berkurang intensitasnya dan mencapai lebih ringan pada hari ketiga (Cunningham, 2014. H; 676)

4) Lokia

Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan timbulnya duh vagina dalam jumlah yang beraga. Duh tersebut dinamakan lokia dan terdiri dari eritrosit, potongan jaringan desidua, sel epitel, dan bakteri. Jenis-jenis lokia menurut (Mochtar, 2012 h; 18), yaitu :

a) Lokia rubra (cruenta)

Lokia ini berisi darah segar sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernix caseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.

b) Lokia sanguinolenta

Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.

c) Lokia serosa

Lokia ini berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan.

d) Lokia alba

Cairan putih yag terjadinya pda hari setelah 2 minngu pasca persalinan.

e) Lokia parulenta

Lokia ini terjadi karena infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

f) Lokiotosis

Adalah lokia yang tidak lancar keluarnya . c. Adaptasi Psikologi Ibu Nifas

Menurut Ari Sulistyawati (2009. h; 87 – 90) perubahan psikologi ibu nifas adalah sebagai berikut :

1) Periode Taking in

a) Periode ini terjadi 1 – 2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran tubuhnya.

b) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan.

c) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.

d) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.

e) Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologi ibu.

2) Periode Taking Hold

a) Periode ini berlangsung pada hari ke 2 – 4 post partum b) Ibu menjadi perhatian kepada kemampuannya menjadi

orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggungjawab terhadap bayi.

c) Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya.

d) Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilannya perawatan bayi, misalnya menggendong, memandikan, dan lain-lain.

e) Pada masa ini biasanya ibu agak sensitif.

f) Bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.

g) Bidan memberikan bimbingan cara perawatan bayi. 3) Periode Letting go

b) Ibu mengambil tanggungjawab terhadap perawatan bayinya dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang tegantung padanya.

c) Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini. d. Kunjungan Nifas

Menurut Kemenkes (2015, h;114) kunjungan masa nifas diantaranya: 1) 6 jam – 3 hari post partum

2) 4 hari – 28 hari post partum 3) 29 hari – 42 hari post partum

Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari : 1) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nada, nafas, dan

suhu).

2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri. 3) Pemeriksaan lokia.

4) Pemeriksaan payudara dan ASI eksklusif.

5) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana.

6) Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan. e. Komplikasi Masa Nifas

Menurut Ari Sulistyawati (2009. h; 173 – 197) komplikasi yang terjadi pada masa nifas diantarnya :

1) Perdarahan pervaginam a) Atonia uteri

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak

mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2010 h; 524).

Penanganan atonia uteri menurut Ari Sulistyawati (2009. h; 175 – 177) sebagai berikut :

(1) Berikan 10 unit oksitosin IM

(2) Lakukan masase uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah. Periksa lagi apakah plasenta utuh dengan tehnik aseptik untuk menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.

(3) Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih penuh.

(4) Lakukan kompresi bimanual internal maksimal 5 menit. Anjurkan keluarga untuk memulai proses rujukan. Bila kontraksi membaik teruskan KBI selama 1 – 2 menit, keluarkan tangan, dan pantau kala IV.

(5) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dengan baik dalam waktu 5 menit maka lakukan kompresi bimanual eksternal dengan meminta bantuan keluarga atau asisten.

(6) Jika ibu menunjukan tanda gejala syok maka rujuk segera ke Rumah Sakit.

(7) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada maka kemungkinan terjadi rupture uteri. Segera rujuk ke Rumah Sakit.

(8) Jika perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk gejala dan tanda infeksi. Berikan antibiotik jika terjadi infeksi, misalnya Ampicillin 1 gram IM, diikuti dengan 500 mg peroral setiap 6 jam.

b) Robekan jalan lahir

Untuk komplikasi ini, biasanya kejadiannya tidak terduga. Dalam waktu yang cepat, bidan harus dapat melakukan tindakan penyelamatan sebelum ibu mengalami syok. Deteksi yang dapat dilakukan adalah senantiasa siaga ketika melakukan pertolongan persalinan.

Penangannya menurut Ari Sulistyawati (2009. h; 178) adalah sebagai berikut :

(1) Kaji lokasi robekan.

(2) Lakukan penjahitan sesuai dengan lokasi dan derajat robekan.

(3) Pantau kondisi pasien

(4) Berikan antibiotik profilaksis dan roboransia, serta diet tinggi kalori dan tinggi protein.

c) Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah setelah persalinan bayi (Manuaba, 2010 h; 399). Penanganan retensio plasenta menurut Ari Sulistyawati (2009. h; 179 – 180) adalah sebagai berikut :

(1) Jika plasenta belum lahir dalam 15 menit setelah bayi lahir maka ulangi pelaksanaan aktif kala III dengan memberikan oksitosin IM dan teruskan penanganan tali pusat terkendali dengan hati-hati.

(2) Bila terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila tidak berhasil, rujuk dengan segera.

(3) Berikan cairan IV NaCl 0,9% atau RL dengan tetesan cepat.

(4) Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual plasenta yang harus dilakukan secara aseptik.

(5) Baringkan ibu terlentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki ditempat tidur (dorso recumbent).

(6) Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada, berikan diazepam 10 mg IM.

(7) Lakukan tehnik tangan bedah, kemudian pakai sarung tangan bedah.

(8) Masukan tangan kanan dengan hati-hati, jaga agar jari tetap merapat dan melengkung mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta (pegang tali pusat dengan tangan kiri untuk membantu).

(9) Ketika tangan sudah mencapai plasenta, letakkan tamngan kiri diatas pundus uteri agar ut erus tidak naik. Dengan tangan kanan yang masih di dalam uteri, carilah tepi plasenta yang terlepas, telapak tangan

menghadap keatas lalu lakukan gerakan mengikis ke samping untuk melepaskan plasenta dari dingding uteri.

(10) Jika plasenta sudah lahir, segera lakukan masase uterus, bila tidak ada kontraksi lakukan penanganan pada atonia uteri.

(11) Periksa plasenta dan selaputnya, jika tidak lengkap periksa lagi cavum uteri dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal dengan cara seperti diatas. (12) Periksa robekan vagina, kemudian jahit robekan. (13) Jika tidak yakin plasenta dapat terlahir semua, rujuk

ibu ke RS.

(14) Lakukan dokumentasi tindakan dan obat yang telah diberikan.

d) Sisa plasenta

Pengkajian dilakukan pada saat in partu. Bidan menentukan adanya retensio sisa plasenta jika menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap dan masih adanya perdarahan pervagina. Padahal plasenta sudah lahir. Penanganan dilakukan sama dengan penanganan retensio plasenta.

e) Inversio uteri

Inversio uteri merupakan keadaan ketika fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, yang dapat terjadi secara mendadak atau perlahan. Selain itu, pertolongan

persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga terlatih menyebabkan kejadian inversio uteri makin berkurang (Manuaba, 2010 h;406).

Penanganan inversio uteri menurut Manuaba (2010. h; 409) adalah sebagai berikut :

(1) Reposisi inversio plasenta dengan cara masukkan tangan ke vagina, kemudian fundus didorong ke atas, berikan uterotonika, dan terakhir lakukan plasenta manual.

(2) Merujuk ke tempat dengan fasilitas yang cukup. 2) Infeksi masa nifas

Infeksi masa nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan. Menurut John Committee on Maternal Welfere (Amerika Serikat), definisi morbiditas puerperalis adalah kenaikan suhu sampai 380 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum, dengan mengecualikan hari pertama (Ari Sulistyawati, 2009 h; 181).

Faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas diantaranya :

a) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan, preeklamsi, eklamsi, dan infeksi lainnya.

b) Partus lama terutama ketuban pecah dini.

c) Tindakan bedah vagina, yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.

d) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.

Penanganan infeksi menurut Ari Sulistyawati (2009. h; 187) diantarnya sebagai berikut :

a) Pemberikan antibiotik

b) Pemberian roborantia untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

3) Payudara berubah menjadi merah, panas, dan sakit a) Bendungan ASI

Pada permulaan nifas, apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi bendungan air susu. Payudara panas, keras, dan nyeri pada perabaan, serta suhu badan tidak naik. Penanganan bendungan dilakukan dengan jalan menyokong payudara dengan BH dan memberikan analgetik (Ari Sulistyawati, 2009 h; 191). b) Mastitis

Pada masa nifas dapat terjadi infeksi pada payudara, terutama pada primipara. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin melalui peredaran darah. Tanda-tandanya rasa panas-dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu, tidak ada nafsu makan (Ari Sulistyawati, 2009 h; 191).

Penanganan mastitis menurut Ari Sulistyawati (2009 h; 192) adalah sebagai berikut :

(1) Pemberian susu kepada bayi dn segera berikan antibiotik.

(2) Berikan penisilin dalam dosis tinggi untuk mencegah abses.

(3) Bila ada abses, nanah perlu dikeluarkan dengan sayatan sedikit, mungkin pada abses.

c) Kehilangan nafsu makan

Menurut Ari Sulistyawati (2009, h; 193) penanganan kehilangan nafsu makan yaitu memberikan dukungan emosional, memberikan KIE mengenai pentingnya asupan gizi yang baik, fasilitasi dengan memberikan bimingan dalam menyusun menu seimbang sesuai selera ibu.

d) Rasa sakit, merah, dan pembengkakan kaki

Penanganan kasus ini menurut Ari Sulistyawati (2009, h; 195) adalah kaki ditinggikan untuk mengurangi odema, lakukan komores pada kaki, menyusui tetap dilanjutkan selama kondisi ibu masih memungkinkan, tirah baring, pemberian antibiotik dan analgetik, pemberian antikoagulansia untuk mencegah bertambahnya trombus ( misalnya warfain per oral).

e) Merasa sedih atau tidak mampu untuk merawat bayi dan diri sendiri

Penanganan kasus ini yaitu dengan cara memberikan dukungan mental kepada ibu dan keluarga,

memberikan bimbingan cara perawatan bayi dan dirinya, meyakinkan ibu bahwa ia pasti mampu melakukan perannya, mendengarkan keluh kesah ibu, memfasilitasi suami dan keluarga dalam memberikan dukungan kepada ibu (Ari Sulistyawati, 2009 h; 197).

E. Keluarga Berencana

Dokumen terkait