TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
2. Nilai Aktiva Bersih
Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau yang sering disebut dengan Net
Asset Value (NAV) adalah nilai dari suatu portofolio reksadana yang bersangkutan (Sudarsono, 2008). Nilai aktiva bersih menunjukkan
pengelolaan dana keseluruhan oleh manajer investasi pada reksadana.
Nilai aktiva bersih merupakan jumlah dari seluruh aktiva (kekayaan)
dikurangi dengan kewajiban (utang) reksa dana tersebut. Aktiva reksa
dana mencakup kas, deposto, saham, obligasi, SBPU, SBI, surat
berharga komersial, right, maupun surat berharga dan efek lainnya.
Untuk kewajiban reksadana seperti fee yang belum dilunasi baik untuk
fee manajer, bank kustodian dan broker (perantara pedagang efek) serta
pajak atau efek yang belum terbayarkan.
Nilai Aktiva Bersih suatu perusahaan reksadana dapat
diformulasikan sebagai berikut (Pratomo & Nugraha., 2011) :
NAVt = (MVAt – LIABt)
NSOt
Keterangan :
NAVt = Nilai Aktiva Bersih Periode t
MVAt = Total nilai pasar Aktiva Periode t
NSOt = Jumlah Unit penyertaan yang beredar (Outstanding)
Adapun untuk nilai aktiva bersih per unit penyertaan mencerminkan
harga yang dibeli investor untuk produk reksadana (Nandari, 2017).
Darmawan (2019) Nilai aktiva bersih dapat menjadi tolak ukur investor
dalam pengambilan keputusan investor untuk berinvestasi direksadana.
Investor dapat memantau setiap hari data NAB yang dipublikasikan oleh
manajer investasi. Besarnya angka nilai aktiva bersih reksadana syariah
mendorong investor dalam berinvestasi pada reksadana.
Menurut Usman (2000) salah satu indikator dalam mengukur kinerja
reksadana syariah adalah Nilai Aktiva Bersih (NAB). Nilai aktiva bersih
merupakan total asset bersih setelah kewajiban sudah dikurangi.
Sedangkan nilai aktiva bersih per saham atau unit investasi merupakan
harga wajar dari portofolio reksadana dimana kewajiban (beban
operasional) sudah terbayarkan kemudian dibagi sesuai dengan jumlah
saham atau unit penyertaan yang beredar dimiliki oleh investor. Dalam
Nilai Aktiva Bersih mengalami pergerakan sangat berfluktuatif seiring
dengan portofolio reksadana, hal tersebut menunjukkan semakin tinggi
nilai aktiva bersih maka jumlah unit penyertaan juga semakin meningkat
begitupun dengan semakin rendah nilai aktiva bersih maka jumlah unit
penyertaan juga semakin menurun. Yazir & Suhardi (2014)
Pertumbuhan nilai aktiva bersih merupakan indikator dalam menilai
penghitungan dari total investasi dan kas yang ada (tidak termasuk
dalam investasi) yang kemudian dikurangi biaya dan beban kegiatan
operasional dan dibagi dengan unit penyertaan yang beredar. Harga
NAB per unit pada reksadana berkaitan dengan penempatan instrumen
investasi portofolio tersebut sehingga pergerakannya tergantung pada
nilai pasar masing-masing efek reksadana.
3. Inflasi
Inflasi merupakan keadaan dimana terjadi harga-harga komoditi
secara umum mengalami kecenderungan yang terus meningkat tinggi
dan berlangsung terus-menerus dalam beberapa jangka waktu yang lama
(Sukendar, 2000). Dalam inflasi secara garis besar terdapat dua istilah
kata yang melekat pada inflasi yaitu pertama kenaikan harga secara
umum dimana dapat diartikan bahwa harga barang dan jasa yang
mengalami peningkatan berkaitan dengan konsumsi barang dan jasa
suatu perekonomian dan kedua terus menerus yang dapat diartikan
keberlangsungan inflasi karena faktor musiman (Suseno & Aisyah,
2009:3). Parakkasi (2016:42) Inflasi merupakan gejala yang ditandai
oleh berbagai harga barang terjadi kenaikan dengan masing-masing
persentase kemungkinan tidak sama dan sifatnya keberlangsungan yang
berkelanjutan.
Al-Maqrizi (1364-1441) yang dikutip dalam buku Euis Amalia
peningkatan yang berlangsung terus-menerus sementara persediaan dari
barang dan jasa semakin terbatas sehingga mengakibatkan konsumen
membayar barang yang sama dengan tingkat harga lebih tinggi (Amalia,
2005:268). Al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi dapat terjadi melalui
dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Sehingga penyebab inflasi
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu (Karim, 2007:140) :
a) Natural Inflation
Inflasi pada jenis ini merupakan jenis penyebab inflasi yang
tidak dapat dikendalikan oleh manusia karena adanya sebab alamiah.
Seperti ketika terjadi bencana alam yang menyebabkan kelangkaan
dalam pasokan bahan makanan dan hasil bumi lainnya. Natural
inflation terjadi disebabkan oleh kenaikan dalam permintaan agregat sementara dalam penawaran agregat terjadi penurunan. Penyebab
dari Natural Inflation dikategorikan menjadi dua yaitu:
1) Akibat uang dari luar negeri yang masuk terlalu banyak sehingga
terjadi kenaikan ekspor sedangkan impor mengalami penurunan
yang mengakibatkan peningkatan dari permintaan agregat. Hal
ini pernah dialami pada masa khalifah Umar ibn khattab r.a
dimana pada saat itu kafilah pedagang yang melakukan kegiatan
penjualan barang-barang ke luar negeri namun nilai tersebut lebih
besar dibandingkan membeli barang dari luar negeri sehingga
mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang berupa kelebihan
uang tersebut dibawa ke Madinah yang berdampak pada
pendapatan dan daya beli masyarakat meningkat. Sehingga
permintaan agregat meningkat yang menyebabkan tingkat harga
secara umum terjadi kenaikan. Untuk mengatasi hal tersebut
khlaifah Umar memberi perintah bahwa tidak diprbolehkan
melakukan pembelian barang dalam jangka waktu dua hari
berturut-turut sehingga setlah itu harga kembali pada tingkat
mormal.
2) Akibat tingkat produksi yang menurun (Aggregate Supply [AS])
disebabkan oleh faktor paceklik, perang, embargo maupun
boikot. Hal ini juga pernah dialami pada masa khalifah Umar ibn
khattab r.a dimana pada saat itu terjadi peristiwa paceklik yang
mengakibatkan kelangkaan barang gandum sehingga tingkat
harga menjadi naik maka penawaran agregat meningkar. Untuk
mengatasi hal ini Khalifah Umar membuat kebijakan impor
mendatangkan gandum dari luar negeri dalam mengembalikan
tingkat harga menjadi normal.
b) Human Error Inflation
Inflasi yang terjadi disebabkan pada kesalahan manusia itu
sendiri. Human Error Inflation dilihat dari penyebabnya dapat
dikategorikan menjad dua yaitu:
1) Korupsi dan administrasi yang buruk
Korupsi dan jalan birokrasi yang terlalu panjang dapat
dikarenakan produsen akan menaikkan biaya produksi akibat dari
membayar orang dalam untuk mengurus kepetingan surat izin
sehingga harga mengalami kenaikan. Dalam ilustrasi kurva hal
tersebut akan menyebabkan tingkat penawaran agregat
mengalami kontraksi (AS).
2) Pajak yang berlebihan (excessive tax)
Pajak yang dikenakan dalam perekonomian secara
berlebihan turut juga membuat tingkat penawaran agregat (AS)
mengalami kontraksi hal tersebut mengakibatkan efeciency loss
maupun dead weight loss.
3) Excessive signore (Percetakan uang berlebihan)
Uang yang dicetak secara berlebihan akan mengakibatkan
peredaran jumlah uang semakin banyak sehingga menimbulkan
turunnya nilai mata uang. Hal tersebut pernah terjadi pada masa
Presiden Soekarno dimana anggaran pemerintah dibiayai oleh
pencetakan uang dan terjadinya inflasi.
Dalam sistem ekonomi islam, inflasi memiliki dampak yang buruk
bagi perekonomian diantaranya yaitu menyebabkan terganggunya
fungsi uang terutama melalui fungsi tabungan, pembayaran dimuka
maupun dalam unit perhitungan. Sehingga orang harus melepas uang
dan juga aset. Kemudian juga membuat kecenderungan orang dalam
mengalami peningkatan terutama pada golongan yang termasuk barang
non primer karena naiknya marginal propensity to consume (MPC).
Selain itu dari segi produsen terjadi penurunan dalam kegiatan produksi
seiring dengan kenaikan harga bahan baku serta semakin tinggi
distribusi pendapatan hal tersebut dikarenakan secara riil tinkat
pendapatannya menjadi menurun. Dan membuat minat nvestasi lebih
ditempatkan kepada hal-hal yang tidak produktif seperti tanah,
bangunan, logam mulia maupun mata uang asing (Fadilla, 2017).
Arjunita (2016) Inflasi berdampak buruk dalam menjaga tingkat daya
beli masyarakat dikarenakan harga-harga barang cenderung mengalami
kenaikan sementara secara tidak langsung pendapatan masyarakat
secara riil terjadi penurunan. Kondisi inflasi yang terjadi berakibat pada
pertumbuhan ekonomi yang melambat karena menimbulkan iklim
dalam investasi menjadi tidak baik bagi investor, masyarakat, pelaku
usaha. Tingkat inflasi yang lebih tinggi dibandingkan negara tetangga
juga menyebabkan suku bunga domestik menjadi kurangnya kompetitif
sehingga turut mempengaruhi pergerakan melemahnya nilai tukar
rupiah sehingga mengakibatkan kenaikan harga barang domestik
dengan sebagaian besar bahan baku luar negeri dan memperbesar
tingkat inflasi.
Dalam inflasi yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti tingkat suku bunga dimana kenaikan suku bunga akan
pinjaman sehingga berdamapak pada terganggunya sektor riil akibat
biaya modal semakin tinggi dan mengurangi investasi dari para pelaku
usaha . Kemudian peningkatan harga barang komoditi luar negeri
menyebabkan terdepresiasinya nilai tukar rupiah, sementara produksi
dalam negeri memiliki ketergantungan terhadap komodtas sehingga
nilai tukar yang tidak stabil membuat harga barang dalam negeri
menjadi naik (Panjaitan, 2016).
Menurut (Atmadja, 1999), inflasi dapat dikelompokkan kedalam
beberapa jenis :
a. Berdasarkan Derajatnya (tingkat keparahan inflasi)
1) Inflasi ringan yaitu inflasi yang berada dibawah kisaran 10%
(single digit). Inflasi yang berada pada dua sampai empat
persen menjadi kategori dalam infasi ringan.
2) Inflasi sedang yaitu inflasi dengan rentang anatara tingkat
10% sampai 30%
3) Inflasi tinggi yaitu inflasi yang sudah berada pada tingkat
30% - 100%
4) Hyperinflation yaitu inflasi yang mencapai tingkat
keparahan cukup tinggi sekali yaitu lebih dari 100%. Inflasi
yang snagat tingi ini diebabkan oleh ketidakpercayaan
seseorang kepada uang sehingga cenderung disimpan dalam
b. Berdasarkan Penyebabnya
1) Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena tingkat
permintaan agregat mengalami kenaikan yang sangat
signifikan pada komoditi barang-barang produksi semntara
ketersediaan barang tidak ada sehingga menggeserkan kurva
permintaan (excess demand) ke arah kanan dan harga
melambung tinggi. Tingkat permintaan agregat yang besar
tidak diiikuti dengan penawarang barang secara agregat.
2) Cost Push Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan kenaikan
harga-harga faktor produksi baik dalam negeri maupun luar
negeri .yang mengakibatkan biaya produksi lebih tinggi
namun tidak sebanding dengan prodktivitas sehinggga
menurunkan penawaran. Seperti pada upah buruh yang
mengalami kenaikan dalam menutup biaya tersebut
berdampak pada harga yang dinaikkan untuk tetap menjaga
produksi. Sehingga dapat menggerakan kurva penawaran ke
arah kiri atas maka harga barang menjadi naik dan bisa terjadi
penurunan produktifitas perusahaan.
3) Mixed Inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena gabungan dari
dua faktor penyebab inflasi yaitu adanya permintaan yang
meningkat dan tingkat penawaran yang mengalami penurunan.
Inflasi dengan jenis ini paling sering terjadi dikarenakan
seringkali inflasi terjadi murni karena salah satu faktor baik
demand pull inflation maupun cost push inflation, setelah itu
menimbulkan dampak bagi sektor perekonomian lain yang
akan meningkatkan laju inflasi semakin besar (Sutawijaya,
2012).
c. Berdasarkan Asalnya
1) Domestic Inflation, yaitu inflasi yang terjadi berasal dari dalam
negeri adanya kinerja perekonomian negara yang kurang
membaik baik disektor moneter maupun sektor riil oleh pelaku
ekonomi itu sendiri serta masyarakat.
2) Imported Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan dari luar
negeri karena harga komoditinya meningkat sehingga
berdampak juga pada komoditi ekspor mau impor Hal tersebut
dapat teradi seperti pada meningkatnya ekpor kenaikan
permintaan dalam suatu barang tertentu sehingga turut
meningkatkan harga faktor produksi yang diimpor.
d. Berdasarkan Harapan Masyarakat
1) Expected Inflation yaitu Inflasi yang kisaran jumlahnya
diharapkan akan terjadi. Seperti pada halnya tingkat inflasi
dalam rentang waktu tahun 2001 -2006 berada pada 6 persen
kemudian perkiraan inflasi ditahun selanjutnya pada 2007 juga
2) Unexpected Inflation yaitu perkiraan besaran inflasi yang tidak
diharapkan untuk terjadi. Hal tersebut dapat terjadi seperti pada
tahun 2011 hingga 2006 tingkat inflasi berada dikisaran 6 persen
namun ditahun 007 tidak sama dengan yang diperikan tahun
sebelumnya (Rozalinda, 2014:304-306).
Adapun terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk
melihat laju inflasi dimana indikator yang digunakan dalam
mengukur tingkat inflasi disuatu negara adalah indeks harga.
Berikut indeks harga yang secara umum digunakan (Hamdan,
2017:93) :
a. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang
mengukur perbandingan antara suatu komoditas dari kelompok
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga berdasarkan
kurun waktu tertentu. Indeks Harga Konsumen dilakukan dalam
mencatatkan daya beli yang mengalami perubahan dalam
kelompok umum konsumsi barang dan jasa yang digunakan
(Noor & Komala, 2019:112). Hamdan (2017) Indeks harga
konsumen merupakan indeks dalam mengukur biaya dari satu
keranjang barang dan jasa konsumen dalam waktu ke waktu.
Komponen dari inflasi dengan sifat yang temporer (noise
gangguan sesekali (one time shock) pada laju tingkat inflasi.
Dimana penyebab dari gejolak sementara adalah biaya produksi
dan distribusi yang meningkat, peningkatan biaya energy dan
transportasi serta faktor non ekonomi lainnya seperti bencana
alaim dan lain-lain.
Klasifikasi Indeks Harga Konsumen dikelompokkan
menjadi tujuh kelompok pengeluaran barang dan jasa yaitu
kelompok bahan makanan, kelompok makanan termasuk
minuman, rokok dan tembakau kemudian kelompok perumahan
termasuk air, gas listrik, bahan bakar dan sandang, kelompok
kesehatan, kelompok pendidikan serta kelompok transportasi
termasuk didalamnya jasa keuangan (Bank Indonesia, 2016).
Indeks Harga Konsumen merupakan indikator umum yang
digunakan dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik dalam
mengukur tingkat inflasi. Perhitungan Indeks Harga Konsumen
adalah indeks tunggal yang mencatatkan perubahan tingkat
harga dalam bulanan sehingga dapat dianalisis tingkat inflasi.
Laju inflasi yang dihitung berdasarkan disebabkan oleh tingkat
permintaan agregat. Indeks Harga Konsumen dapat dihitung
dengan formulasi sebagai berikut (Kristinae, 2018):
IHK = ∑ Wn. Hn ∑ Wo. Ho
Keterangan:
IHK = Indeks Harga Konsumen
Wn = Nilai kepentingan relatif barang pada waktu hari ke-n
Wo = Nilai kepentingan relatif barang pada waktu dasar
Hn = Harga Pasar dari barang pada waktu hari ke-n
Ho = Harga Pasar dari barang pada waktu dasar
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
Harga perdagangan besar merupakan transaksi harga dari
suatu komoditi dalam jumlah besar yang melibatkan penjual
atau pedagang besar utama dengan pembeli sebagai pedagang
besar berikutnya.
c. Indeks Harga Produsen (IHP)
Indikator ini mengukur dari segi produk yang dihasilkan
produsen melalui perubahan harga rata-rata yang diterimanya.
Diantaranya indeks harga bahan baku, produk dan peralatan
modal seperti mesin yang digunakan dalam masyarakat.
d. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)
Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) mengukur besaran
seluruh harga barang baru, barang produksi lokal, barang jadi
dan jasa yang mengalami perubahan. Dalam mengukur tingkat
inflasi melalui Produk Domestik Bruto (PDB) dengan
perbandingan dari rasio antara Produk Domestik Bruto (PDB)
e. Indeks Harga Aset
Indikator ini secara khusus mengukur perubahan harga aset
yang terjadi pada properti dan saham yang berdampak pada
tekanan harga secara keseluruhan (Bank Indonesia, 2018).