BAB III ANALISIS PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS
3.3 Nilai Kemanusiaan Utama
3.3.3 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Impotensinya…. 46
Keberanian Guru Isa menghadapi impotensinya terlihat dari kemampuan Guru Isa menerima kenyataan bahwa dirinya impoten dan mampu menjalani hidup sebagai laki-laki yang impoten. Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan seksual suami isteri merupakan salah satu bagian terpenting dalam berumah tangga yang sering kali dikaitkan dengan tingkat keharmonisan suatu keluarga. Bila terjadi gangguan dalam hubungan tersebut, maka hal itu bisa saja mempengaruhi keharmonisan dalam berumah tangga dan bahkan bisa berdampak negatif pada keutuhan rumah tangga.
Impotensi yang diderita tokoh Guru Isa sebenarnya akibat dari faktor psikologisnya sendiri. Kekerasan di masa penjajahan Jepang membuat hatinya terluka dan membuat jiwanya dipenuhi dengan ketakutan.
(12) Kekerasan yang dipertunjukkan orang-orang Jepang amat melukai perasaannya. (hlm. 28)
Di samping itu, pada kutipan (6) digambarkan bahwa tekanan ekonomi juga salah satu faktor yang membebani pikirannya dan mengakibatkan jiwanya tidak tenang. Akhirnya tanpa disadari ketakutan itu justru melumpuhkan kelaki-lakiannya.
Berdasarkan kutipan di bawah ini nampak bahwa impotensi yang diderita Guru Isa menimbulkan permasalahan dengan Fatimah. Bagi seorang laki-laki, biasanya mereka mempunyai kewajiban untuk selalu menyenangkan isterinya pada saat berhubungan. Hal itu terjadi pada tokoh Guru Isa yang pada awalnya merasa kecewa dan takut karena tidak dapat memuaskan istrinya pada saat berhubungan. Ia tidak menyadari bahwa ketidakmampuannya meladeni istrinya merupakan gejala impotensinya. Ia hanya merasa bingung dan khawatir menghadapi kekuatannya sebagai laki-laki makin lama makin menurun.
(13) Dia ingat enam bulan setelah mereka kawin. Pertama-tama kali dia tidak kuasa meladeni isterinya. Telah lama tenaganya sebagai laki-laki berkurang. Seperti air dalam kaleng yang tiris – perlahan-lahan habis, hingga akhirnya kering. Dan esok malamnya. Kembali dia tidak sanggup. Wajah isterinya yang seakan mengumpat! Malam yang lain demikian pula. Hingga akhirnya jiwanya terpengaruh. Hingga sekarang. Dan isterinya menjadi dingin terhadap dia. Tetapi mereka menjaga perkawinan.(hlm. 29)
Setelah Guru Isa tahu bahwa dirinya impoten, Guru Isa pun harus berani menghadapi perubahan sikap yang terjadi pada diri Fatimah. Pada kutipan di atas dijelaskan bahwa Fatimah justru bersikap dingin dan tidak dapat memahami kelemahan Guru Isa. Hingga akhirnya Guru Isa harus dihadapkan pada kenyataan bahwa ia mau tidak mau harus menerima keputusan Fatimah untuk mengadopsi anak.
(14) Ketika istrinya memutuskan untuk mengambil anak pungut setahun yang lalu, maka hampir terjadi percekcokan besar antara mereka. Dia mula-mula berkeberatan, karena memikirkan tambahan belanja dan beban rumah tangga mereka. (hlm. 30)
Hingga, akhirnya muncul perkataan dari istrinya, “dari engkau aku tidak bisa dapat anak…” (hlm. 30). Munculnya perkataan itu membuat Guru Isa menyadari bahwa ia adalah seorang laki-laki yang tidak berguna karena tidak mampu
memberikan keturunan. Hal ini membuat hatinya kecewa karena harga dirinya sebagai seorang laki-laki sekaligus suami jatuh begitu rendahnya di hadapan istrinya. Akan tetapi, ia tidak menyalahkan istrinya karena impotennyalah yang mengakibatkan dirinya tidak bisa memberikan anak. Akhirnya, ia bisa menerima keputusan istrinya meski dalam lubuk hatinya tersimpan kekecewaan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
(15) Ketika itu dia menundukkan kepalanya penuh malu kelaki-lakiannya yang tiada berdaya. Dia diam tidak membantah lagi. Demikian anak pungut mereka, laki-laki kecil, Salim, berumur empat tahun, datang ke dalam penghidupan mereka. Untuk menggantikan anak yang seharusnya dapat diberikannya. Tetapi jauh dalam hatinya anak itu merupakan tanda tiada daya laki-lakinya. (hlm. 30)
Segala usaha terus dilakukan Guru Isa untuk menyembuhkan impotennya. Hal itu menunjukkan besarnya keinginan Guru Isa untuk sembuh dan kembali menjadi laki-laki normal pada umumnya. Akan tetapi, usahanya berobat tak pernah berhasil. Pada kutipan di bawah ini nampak kekecewaan Guru Isa.
(16) Jiwanya menderita benar. Meskipun setelah bertahun-tahun ini, ketika segala macam usahanya berobat tidak berhasil, penderitaan jiwanya ini sudah tertekan ke bawah, ke dalam jiwa sadarnya. (hlm. 30)
Guru Isa lalu menyadari bahwa satu-satunya orang yang bisa membantu penyembuhannya adalah istrinya. Kesabaran seorang istri sangat berperan penting dalam proses penyembuhan impoten terutama yang disebabkan oleh faktor psikologis. Akan tetapi, semenjak dirinya dinyatakan impoten, istrinya justru tidak memberikan dukungan kepadanya (pada kutipan 13).
Hubungan mereka pun renggang dan saling menutup diri dengan kepura-puraan. Keharmonisan dalam rumah tangga pun tak dirasakan Guru Isa. Akan
tetapi, yang perlu digarisbawahi dalam permasalahan ini yaitu keberanian Guru Isa yang mampu bertahan hidup dalam menjalani impotennya meski tidak mendapatkan dukungan dari Fatimah. Tanpa keberanian dan semangat hidup, Guru Isa pasti sudah lari dari kenyataan ini dan bisa saja ia mengakhiri hidupnya yang dirasa tak berguna sebagai seorang laki-laki. Dalam hal ini Guru Isa mampu bangkit kembali dari keterpurukannya dan berani menjalani kehidupan rumah tangganya secara normal meski setiap saat ia harus bisa menahan hasrat alam yang muncul dalam tubuhnya sewaktu-waktu.
(17) Sebentar terlintas dalam kepala Guru Isa hendak memeluk istrinya. Tetapi ditahannya dirinya. Dia takut, Fatimah akan menolaknya. Seperti telah biasa. (hlm. 35)
3.3.4 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Perselingkuhan
Nilai keberanian Guru Isa dalam menghadapi perselingkuhan Fatimah ini terwujud pada keberanian Guru Isa untuk terus menjalani rumah tangganya walaupun telah terjadi perselingkuhan antara Fatimah dan Hazil. Perselingkuhan ini sebenarnya sebagai dampak dari ketidakmampuan Guru Isa membahagiakan Fatimah dalam hal hubungan suami istri. Hingga akhirnya Fatimah bertemu dengan Hazil yang dirasanya mampu mengobati kerinduannya akan kasih sayang seorang laki-laki.
Rumah tangga yang harmonis dan bahagia adalah dambaan tiap pasangan suami istri. Akan tetapi, permasalahan selalu timbul dalam kehidupan berumah tangga yang berujung pada kehancuran suatu perkawinan. Sebagian besar hancurnya kehidupan berumah tangga bermula dari kasus perselingkuhan. Setiap
pasangan suami istri tentu saja tidak ingin perkawinannya hancur karena kehadiran pihak ketiga yang sama sekali tidak diharapkan.
Kehadiran Hazil di tengah-tengah perkawinan mereka membuat masalah baru bagi Guru Isa. Ia tidak habis pikir kalau Fatimah yang selama ini setia padanya akan jatuh ke pelukan Hazil. Ia pun heran karena selama ini ia tak melihat tanda-tanda yang mencurigakan dalam setiap kebersamaan mereka. Keutuhan rumah tangga yang dibinanya selama ini tiba-tiba dihancurkan oleh istrinya sendiri. Pipa Hazil yang ditemukan di bawah bantal Guru Isa telah membuktikan bahwa Fatimah telah berselingkuh. Ia tidak menyangka kedua orang yang ia percaya selama ini justru berbalik mengkhianatinya dari belakang. Perselingkuhan ini dibuktikan dengan ditemukannya pipa Hazil di bawah bantal Guru Isa.
(18) Amat lama baru dia tahu, matanya selalu memandang pipa itu, bahwa itu pipa Hazil. Dia juga tidak lekas mengerti apa arti pipa itu di bawah bantal. Dan ketika dia mulai mengerti, mula-mula dia amat marah. Marah dan ingin menghancurkan Hazil dan Fatimah. Dia melompat berdiri, dan berjalan ke luar memanggil Fatimah. Tetapi, Fatimah tidak ada. Guru Isa berjalan mondar-mandir, dari sebuah kamar ke kamar yang lain. Dalam hatinya api membakar menghanguskan tubuhnya. Kepalanya bertambah pening. Ujung jantungnya berdenyut-denyut perih kembali, dan dia terpaksa duduk di tepi tempat tidur. Pipa itu masih dipegangnya juga. (hlm. 124)
Namun, terjadinya perselingkuhan itu secara langsung telah menyadarkan dirinya kembali bahwa ketidakberdayaannya sebagai laki-laki selama ini yang membuat Fatimah tega mengkhianatinya. Meskipun pada kutipan di atas tidak dijelaskan faktor penyebab perselingkuhan itu, pada umumnya kita tahu permasalahan paling utama pada perkawinan Guru Isa hanya masalah seksualitas.
Oleh karena itu, masalah seksual menjadi motivasi dan latar belakang perselingkuhan dalam rumah tangganya. Ia tidak menyalahkan Fatimah atas kejadian ini karena ia sangat mengerti bahwa Fatimah juga seorang yang “lapar” dan Guru Isa tak mampu memberinya “kepuasan”. Ia sangat mengerti keadaan Fatimah yang selama ini menderita dan wajar jika istrinya mencari “kepuasan” dari orang lain yang dapat memenuhinya.
Sangat wajar dan manusiawi pula jika Guru Isa sangat marah begitu mengetahui bahwa istrinya berkhianat. Ia merasa dihina dan terhina sebagai seorang laki-laki. Namun, pada akhirnya ia bersikap diam seolah-olah tidak tahu menahu meski dalam hatinya tersimpan amarah. Ia kemudian memutuskan untuk tidak membongkar persoalan itu demi kebaikan semuanya. Keputusan itu merupakan jiwa besarnya yang sangat manusiawi. Ia mau memahami sepenuhnya “kebutuhan” istrinya yang ia sendiri tidak mampu memenuhinya. Ia tidak ingin masalah perselingkuhan Fatimah dan Hazil membuat rumah tangganya menjadi semakin kacau. Langkah ini merupakan strategi Guru Isa untuk mempertahankan hidup rumah tangganya agar tidak terjadi kekacauan yang pada akhirnya berujung pada perpisahan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.
(19) Semenjak dia menemui pipa Hazil di bawah bantal—apabilakah itu, sehari yang lalu atau seabad yang lalu—maka sesuatu seakan-akan mati di dalam hatinya. Sesuatu yang segar yang betapapun juga gelap ketakutannya selalu ada di sana. Tetapi, ini sekarang telah hilang. Tetapi dia masih juga terlalu takut untuk mengakui bahwa ini telah hilang. Di samping ini semua masih juga dia berharap. Karena itu, maka pipa itu terus juga disimpannya diam-diam dalam laci mejanya. Dia takut jika perkara pipa itu dibongkarnya, maka semua ketakutannya selama ini akan dibenarkan oleh pipa itu, dan ini dia hendak elakkan. Dia tahu semuanya telah habis sekarang antara dia
dengan Fatimah, tetapi dia hendak memperlambat datangnya pengakuan dari dirinya sendiri. (hlm. 133)
Guru Isa begitu berani menyikapi persoalan ini dengan bijaksana. Ia berusaha meninggalkan sifat egoisnya demi keutuhan rumah tangganya. Bahkan setelah ia renungkan dalam-dalam justru ia merasa bahwa Hazil telah membahagiakan istrinya meski Hazil telah merampas haknya sebagai suami. Tak ada sedikit pun perubahan sikap yang tampak pada diri Guru Isa saat ia harus berhadapan dengan Hazil. Hal ini terbukti dari persahabatannya dengan Hazil yang tetap berlangsung dengan baik.
(20) Tiga hari kemudian Hazil datang pagi-pagi. Mendengar dari Fatimah bahwa Guru Isa sakit, dia bergegas ke dalam kamar.
“Malaria kembali,” kata Guru Isa padanya.
“Ah celaka,” kata Hazil. “Kita perlu sangat semua orang dapat bekerja sekarang.”
Dalam hatinya Guru Isa merasa lega dengan sakitnya. Sekarang engkau tidak bisa bawa aku, pikirnya dengan tenang.
“Aku mau,” katanya pada Hazil, “tetapi tubuhku masih amat lemah dan demam masih datang-datang.”
“Lekaslah sembuh,” kata Hazil, “kami amat sangat harapkan engkau.” (hlm. 126)
3.4 Nilai Kemanusiaan Pendukung
Nilai kemanusiaan pendukung yaitu nilai-nilai kemanusiaan yang digunakan tokoh Guru Isa dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang tidak digunakan untuk mengatasi berbagai hambatan (P4). Setelah penulis menguraikan nilai keberanian yang menonjol dalam tokoh Guru Isa, penulis akan mencoba menguraikan nilai-nilai kemanusiaan lain yang ditampilkan Mochtar Lubis pada tokoh Guru Isa yang digunakan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
Nilai-nilai pendukung yang bersifat tambahan ini antara lain Nilai-nilai kelembutan hati, Nilai-nilai tanggung jawab, nilai kasih sayang, nilai kesetiaan, dan nilai persahabatan.