• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS DALAM NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG KARYA MOCHTAR LUBIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS DALAM NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG KARYA MOCHTAR LUBIS"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS

DALAM NOVEL

JALAN TAK ADA UJUNG

KARYA MOCHTAR LUBIS

Sebuah Kajian Sosiologi Sastra

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Rosa Dewi Raden NIM : 024114020

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS

DALAM NOVEL

JALAN TAK ADA UJUNG

KARYA MOCHTAR LUBIS

Sebuah Kajian Sosiologi Sastra

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Rosa Dewi Raden NIM : 024114020

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Mintalah maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat;

ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu. (Novena Kepada Hati Kudus Yesus)

Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil.

Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki.

(Mahatma Gandhi)

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus, Kandil Kemerlapku Bunda Maria, Pelindungku

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akhir dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sanata DharmaYogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yaitu :

1. Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum. sebagai dosen pembimbing I, terima kasih atas segala bimbingan, masukan, dan semangat yang selalu diberikan pada saya agar segera menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. sebagai dosen pembimbing II, terima kasih telah meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum., Drs. Ari Subagyo, M. Hum., Drs. Heri Antono, M. Hum., Drs. FX. Santosa, S.U., Drs. Heri Santoso, M. Hum., S.E. Peni Adji, S.S., M. Hum., Dra. Tjandrasih, M. Hum., dan semua dosen Sastra Indonesia yang belum saya sebutkan, terima kasih atas segala kesabaran kalian dalam membimbing saya selama menempuh pendidikan di Sastra Indonesia.

(7)

5. Mas Pras dan Mbak Ina, terima kasih atas segala dukungan, masukan, bantuan, dan celotehannya.

6. Menyunku, terima kasih atas segala kesabaran, cinta, dan dukungannya untuk tetap memberiku semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Si Kethil, terima kasih telah setia menemaniku nglembur dan tingkah lakumu yang selalu menghiburku setiap saat.

8. Teman-temanku angkatan 2002 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.

9. Semua karyawan di Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas pelayanannya selama ini.

Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan penulis terima dengan senang hati dan harapan dapat lebih meningkatkan serta meyempurnakan penelitian ini. Penulis juga berharap skripsi dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 17 Februari 2007

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya tulis ini adalah hasil inspirasi dan imajinasi saya sendiri. Saya tidak mengutip hasil karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan, daftar pustaka, sebagaimana layaknya membuat karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Februari 2007 Penulis

(9)

ABSTRAK

Raden, Rosa Dewi. 2007. “Pandangan Kemanusiaan Mochtar Lubis dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis : Sebuah Kajian Sosiologi Sastra.” Skripsi Strata 1 (S-1). Yogyakarta : Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji tentang pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur tekstual yang meliputi alur (struktur lahir dan struktur batin) dan mendeskripsikan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada Ujung. Tokoh utama Guru Isa dalam novel ini memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dalam menghadapi berbagai permasalahannya dan menjalani kehidupan sehari-harinya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan strukturalisme naratologi (struktur tekstual) Algirdas Julien Greimas dengan menganalisis satu unsur yaitu alur dari segi struktur lahir dan struktur batin. Alur tersebut merupakan unsur utama dalam menggerakkan cerita. Selanjutnya diteruskan dengan pendekatan sosiologi sastra, yang dalam penelitian ini penulis menggunakan sosiologi pengarang untuk mengkaji pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.

Metode yang dipergunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode content analysis. Metode deskriptif ini digunakan untuk mendeskripsikan struktur tekstual. Metode content analysis

digunakan untuk menganalisis isi novel.

Hasil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) struktur tekstual (alur). Berdasarkan struktur lahir novelJalan Tak Ada Ujungmemiliki 35 sekuen dan alur yang digunakan adalah alur maju (progresif) meskipun di tengah cerita ada sedikit alur flash back. Selain itu berdasarkan struktur batin, novel ini memiliki satu kerangka utama cerita dengan tokoh Guru Isa yang menempati posisi subjeknya dan novel ini berakhir dengan happy ending. (2) Pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada Ujung, meliputi: nilai kemanusiaan utama dan nilai kemanusiaan pendukung. Nilai kemanusiaan utama yaitu nilai keberanian, yang meliputi (a) nilai keberanian Guru Isa menghadapi perjuangan, (b) nilai keberanian Guru Isa menghadapi krisis ekonomi, (c) nilai keberanian Guru Isa menghadapi impotensinya, dan (d) nilai keberanian Guru Isa menghadapi perselingkuhan. Nilai kemanusiaan pendukung meliputi: (i) nilai kelembutan hati, (ii) nilai tanggung jawab, (iii) nilai kasih sayang, (iv) nilai kesetiaan, dan (v) nilai persahabatan.

(10)
(11)

ABSTRACT

Raden, Rosa Dewi. “The Humanity View’s Of Mochtar Lubis fromJalan Tak Ada Ujung Novel’s written by Mochtar Lubis : A Sociology Of Literary Study.” Undergraduate Thesis. Yogyakarta : Department of Indonesian Letter, Faculty of Letter, Sanata Dharma University. 2007.

This research examines about the humanity view’s of Mochtar Lubis from Jalan Tak Ada Ujung novel’s written by Mochtar Lubis. The aim of this research are to describe textual structure that consist of plot (deep structure and surface structure) and describe about the humanity view’s of Mochtar Lubis novelsJalan Tak Ada Ujung. The main character Guru Isa who has an important role as the main point to an influence and realization about humanity values. He can solve the problems of life and doing the good thing in society.

This research uses naratologic structuralism approach (textual structure) by Algirdas Julien Greimas with analyzing deep structure and surface structure. The plot is very basicly to understand the stories. Futhermore, the research uses the approach of sociology of literature, it means that the writer uses sociology of author to analyze the humanity view’s of author in his work.

The method is used to analyze the data in this research are descriptive method and content analysis. The descriptive method is use to describe textual structure. The content analysis method is use to analyze the content of the novels.

The results of this reseach are : (1) the textual structure or plot. Based on the deep structure of Jalan Tak Ada Ujung has 35 sequence and plot that is used progresive plot although there was little flash back in the middle of the story. Be sides based on surface structure, this novel has main plot that Guru Isa is the main character and the last of this novel’s have a happy ending. (2) The humanity view’s of Mochtar Lubis from Jalan Tak Ada Ujung novel’s are the main of humanity value and the supporter of humanity value. The main of humanity value are (a) the Guru Isa’s bravement facing the revolution, (b) the bravement Guru Isa’s facing economic crisis, (c) the bravement Guru Isa’s facing impotence, and (d) the bravement Guru Isa’s facing the love affair. The supporter of humanity value are (i) softness of the heart value, (ii) responsibilities value (iii) love values (vi) the loyality value, and (v) the friendships value

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……… iv

KATA PENGANTAR………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vii

ABSTRAK……… viii

ABSTRACT……….. x

DAFTAR ISI……… xi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 5

1.3 Tujuan Penelitian ……… 5

1.4 Manfaat Penelitian ………. 5

1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori ……… 6

1.5.1 Tinjauan Pustaka ……….. 6

1.5.2 Landasan Teori ………. 10

1.5.2.1 Teori Strukturalisme Naratologi (A.J Greimas) …... 10

1.5.2.2 Sosiologi Sastra ……… 14

1.5.2.3 Pandangan Kemanusiaan ………. 16

1.6 Metodologi Penelitian ………. 19

1.6.1 Pendekatan ………. 19

(13)

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ……… 20

1.6.4 Sumber Data ……….. 20

1.7 Sistematika Penyajian……….. 20

BAB II ANALISIS STRUKTUR TEKSTUAL NOVEL JALAN TAK ADA UJUNG………... 22

2.1 Pengantar ………... 22

2.2 Analisis Struktur Lahir ……….. 22

2.3 Analisis Struktur Batin ………. 27

2.4 Rangkuman ……… 30

BAB III ANALISIS PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS DALAM NOVELJALAN TAK ADA UJUNG……… 33

3.1 Pengantar ………... 33

3.2 Biografi Pengarang ……… 34

3.3 Nilai Kemanusiaan Utama ………. 40

3.3.1 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Revolusi ……… 40

3.3.2 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Krisis Ekonomi.. 43

3.3.3 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Impotensinya…. 46 3.3.4 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Perselingkuhan… 49 3.4 Nilai Kemanusiaan Pendukung ……….. 52

3.4.1 Nilai Kelembutan Hati ……….. 53

(14)

3.4.3 Nilai Kasih Sayang……… 57

3.4.4 Nilai Kesetiaan ………. 59

3.4.5 Nilai Persahabatan ……… 62

3.4 Rangkuman ……….. 65

BAB IV PENUTUP……… 68

4.1 Kesimpulan ……….. 68

4.2 Saran ……… 70

DAFTAR PUSTAKA……….. 71

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemanusiaan kita kenal sebagai sesuatu nilai yang universal. Sejak awal, sastra sudah melihat kemanusiaan sebagai lahan yang sangat kaya dan luas jangkauannya. Sebagai upaya untuk menelusuri kehidupan setiap manusia pada tempat, waktu, dan suasananya, sastra telah memilih tema-tema terbaik, seperti kematian, kelahiran, kesakitan, kesedihan, kesenangan, penantian, persaudaraan, cinta, dan nafsu-nafsu bawah sadar yang sangat mendasar dan berserak pada setiap manusia di dunia ini (Wijaya, 2006).

Sebuah karya sastra merupakan jembatan untuk masuk ke hati manusia di segala sektor kehidupan. Sastra mencerminkan makna kehidupan manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, sastra sangat berperan sebagai jembatan kesinambungan berbagai nilai manusia dan masyarakat. Nilai-nilai, pikiran-pikiran, dan pandangan yang terkandung di dalamnya telah membentuk nilai dan sikap kita. Dengan demikian, sastra berperan dalam suatu perubahan masyarakat (Mochtar Lubis via Atmakusumah, 1992:352).

Novel karya Mochtar Lubis yang berjudul Jalan Tak Ada Ujung

(16)

oleh masyarakat seorang yang baik. Akan tetapi, setelah Belanda menyerah kepada Jepang dan Jepang menjajah Indonesia kehidupannya selalu diwarnai dengan masalah yang seolah-olah tak ada penyelesaiannya.

Sepanjang hidupnya Guru Isa selalu dipenatkan dengan berbagai permasalahan. Akibat dari ketertekanannya di masa revolusi dan kekejaman Jepang yang dilihat dan dialaminya sendiri membuat dirinya takut. Tanpa disadari ketakutan itu semakin lama membuat jiwanya tertekan sehingga ia menjadi impoten. Hal itu membuat hubungannya dengan Fatimah, istrinya menjadi renggang karena sebagai suami ia tidak dapat membahagiakan istrinya. Selain itu, penghidupan yang serba mahal dan gaji yang pas-pasan membuat hidupnya dilanda krisis ekonomi. Demi mempertahankan hidup keluarganya ia pun terpaksa mengambil buku tulis milik sekolah kemudian dijualnya.

Keikutsertaan Guru Isa menjadi anggota keamanan rakyat membawanya untuk terlibat dalam organisasi perjuangan rahasia yang dibentuk oleh para pejuang muda Jakarta. Ia diangkat menjadi kurir pengantar senjata dan surat sekaligus bendahara organisasi. Pertemuannya dengan Hazil, seorang pemusik sekaligus pejuang muda membuat Guru Isa harus terlibat dalam rencana-rencana yang membahayakan seperti perdagangan senjata dan peledakan di bioskop Rex.

(17)

Dengan banyaknya pengalaman pahit yang telah dilaluinya membuat dirinya semakin kuat dan mampu mengatasi ketakutannya sendiri sehingga ia pun dapat sembuh dari impotensinya.

Selain kisah perjuangan kemanusiaan Guru Isa masih banyak kisah perjuangan tokoh-tokoh yang lain seperti Hazil, seorang pemusik sekaligus pejuang muda yang mempunyai semangat dalam perjuangan, tetapi akhirnya ia harus hidup dalam ketakutannya sendiri setelah mendapatkan penyiksaan di penjara. Fatimah, istri Guru Isa yang sangat merindukan kasih lelaki akhirnya jatuh cinta pada Hazil. Keberanian Rakhmat, Ontong, Kiran, Imam, yang hidupnya diwarnai dengan kekerasan untuk melawan penjajah; dan masih banyak kisah perjuangan kemanusiaan tokoh-tokoh lainnya.

(18)

peperangan, dan revolusi itulah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti novel ini dan mengungkapkannya secara lebih rinci.

Untuk itu, penulis akan meneliti pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis yang terungkap melalui tokoh Guru Isa dalam novelJalan Tak Ada Ujungdengan pendekatan sosiologi sastra. Pembatasan ini didasarkan pada alasan bahwa tokoh Guru Isa dalam novel ini lebih menonjol dalam memunculkan nilai-nilai kemanusiaannya. Nilai-nilai kemanusiaan ini digunakan Guru Isa dalam menghadapi berbagai permasalahannya sehingga mampu bertahan hidup dalam situasi revolusi. Pendekatan sosiologi sastra dipakai dengan asumsi bahwa novel

Jalan Tak Ada Ujung merupakan novel yang memberikan pemahaman mendasar mengenai manusia dan kehidupannya dalam situasi revolusi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologi pengarang karena penulis mengkaji pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.

Sebelum mengkaji pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, penulis terlebih dahulu mengkaji novel

Jalan Tak Ada Ujung menggunakan pendekatan strukturalisme naratologi (struktur tekstual) menurut Algirdas Julien Greimas atau sering disingkat A.J. Greimas. Pendekatan ini merupakan langkah awal menuju pendekatan sosiologi sastra untuk mengungkap pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel

(19)

Kedua, masih jarang penelitian karya sastra yang menggunakan teori struktur tekstual A.J. Greimas.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini ada dua permasalahan yang akan dibahas yaitu : 1.2.1 Bagaimana struktur tekstual dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya

Mochtar Lubis ?

1.2.2 Bagaimana pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada Ujung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah yang diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan :

1.3.1 Mendeskripsikan struktur tekstual novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis.

1.3.2 Mendeskripsikan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel

Jalan Tak Ada Ujung.

1.4 Manfaat Penelitian

(20)

1.4.1 Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kritik sastra dan penerapan teori sruktural Greimas, khususnya di bidang sosiologi sastra mengenai pandangan kemanusiaan pengarang.

1.4.2 Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif apresiasi sastra Indonesia khususnya novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis.

1.5 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka

Ada beberapa kritikus dan pengamat sastra yang telah mengulas novel

Jalan Tak Ada Ujungkarya Mochtar Lubis. Ulasan-ulasan mereka akan dibahas di bawah ini.

1.5.1.1 Ajip Rosidi

Ajip Rosidi mengemukakan pendapatnya dalam bukunya yang berjudul

Pembinaan Minat Baca, Bahasa, dan Sastera (1983). Menurutnya, novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis melukiskan seorang guru impoten yang menemukan kelakiannya kembali setelah ia berhasil mengalahkan ketakutannya dan berdamai dengan takutnya. Di samping itu, ia juga berpendapat bahwa roman ini sangat menarik karena unsur psikologisnya dan terasa lebih mengendap daripada roman-roman Mochtar Lubis yang lain (Rosidi, 1983:32).

(21)

kepahlawanan sehingga pada akhirnya seseorang dapat mengalahkan ketakutan dalam dirinya (Rosidi, 1969:112-113).

1.5.1.2 M.S Hutagalung

MS. Hutagalung telah melakukan penelaahan terhadap novel Jalan Tak Ada Ujung. Dalam bukunya yang berjudul Djalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis

(1968), ia berpendapat bahwa novel ini banyak dipengaruhi ilmu jiwa dalam dan filsafat existensialisme (arus kesadaran) yang mempersoalkan ketakutan yang dialami Guru Isa dan bagaimana ia harus berjuang dengan ketakutannya.

(22)

1.5.1.3 A.Teeuw

A.Teeuw dalam bukunya yang berjudul Sastra Baru Indonesia 1 (1980)

mengemukakan pendapatnya bahwa novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis merupakan karya yang lebih kuat dan lebih padu sifatnya. Menurut A. Teeuw, cerita dalam novel ini mempunyai suatu tema pokok yang kuat yaitu rasa takut dan tema ini sangat jelas dilukiskan dalam situasi revolusi yang realistik (Teeuw, 1980:263)

Ia juga berpendapat dalam bukunya yang berjudul Pokok dan Tokoh II (1959) bahwa berakhirnya cerita tentang bebasnya tokoh Guru Isa dari rasa ketakutan itu menurutnya sangat mengasyikan dan mengharukan. Oleh karena itu, ia menganggap novel Jalan Tak Ada Ujung merupakan salah satu roman terbaik dalam sastra baru Indonesia ( Teeuw, 1959:161)

1.5.1.4 Boen S. Oemarjati, Saksono Prijanto, dan B. Trisman

Dalam bukunya yang berjudul Novel Indonesia 15 Tahun Sesudah kemerdekaan (1946-1960) : Telaah Struktur Estetika dan Tema (2000), mereka menganalisis novelJalan Tak Ada Ujungkarya Mochtar Lubis dari sudut struktur estetika dan tema. Berdasarkan analisis struktur estetika, mereka menyimpulkan bahwa novel ini mampu menyajikan gambaran konflik antarkepentingan dan konflik batin para pelaku dengan jelas dan utuh. Selain itu, berdasarkan analisis struktur tema, mereka menyimpulkan bahwa tema novel Jalan Tak Ada Ujung

(23)

panjang dan manusia itu harus mampu mengatasi setiap persoalan yang muncul dihadapannya (Oemarjati, 2000:48).

Sebelumnya mereka juga berpendapat bahwa Mochtar Lubis dalam novel ini cenderung mengamati semua persoalan yang dihadapi para pelaku cerita antara lain perasaan, pikiran, reaksi terhadap perbuatan orang lain, reaksi terhadap situasi politik, dan ekonomi pada zaman revolusi (Oemarjati, 2000:46).

Dari ulasan-ulasan di atas, penulis memiliki kesamaan pemikiran dengan Ajip Rosidi. dan Boen Oemarjati yang menyatakan bahwa novel Jalan Tak Ada Ujung sebenarnya hendak melukiskan bahwa ketakutan seseorang justru dapat teratasi dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang berani dan kepahlawanan sehingga pada akhirnya seseorang dapat mengalahkan ketakutan dalam dirinya. Selain itu, Jalan Tak Ada Ujung juga bertemakan sebuah perjalanan hidup manusia ibarat menyusuri jalan yang sangat panjang dan manusia itu harus mampu mengatasi setiap persoalan yang muncul dihadapannya.

Kesepahaman penulis dengan Ajip Rosidi dan Boen Oemarjati mengakibatkan penulis mempunyai keyakinan akan adanya pandangan kemanusiaan yang hendak digambarkan Mochtar Lubis dalam novel ini. Pandangan kemanusiaan pengarang tersebut tampak pada perjuangan Guru Isa yang gigih dalam mempertahankan nilai kemanusiaannya dalam menjalani kehidupannya.

(24)

ingin menganalisis novelJalan Tak Ada Ujung dari segi pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam sebuah karya ilmiah.

1.5.2 Landasan Teori

Ada dua kerangka teori utama yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, yakni teori strukturalisme naratologi (dalam hal ini struktur tekstual A. J. Greimas untuk menemukan alur cerita) dan teori sosiologi sastra (dalam hal ini untuk menemukan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis). Kedua kerangka teori terebut akan dikemukakan berikut ini.

1.5.2.1 Teori Strukturalisme Naratologi (Struktur Tekstual)

Naratologi, dari kata narration (bahasa Latin, berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat) dan logos (ilmu). Naratologi juga disebut teori wacana (teks) naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan (Ratna, 2004:128). Jadi teori strukturalisme naratologi disebut juga teori struktur tekstual.

(25)

Greimas via Zaimar (2005:6) menyatakan bahwa struktur tekstual mengenal beberapa tataran sebagai berikut :

a) Struktur lahir (structure de surface), yaitu tataran bagaimana cerita dikemukakan atau biasa disebut juga tataran penceritaan. Dalam analisis struktur lahir akan ditemukan urutan satuan cerita yang menjadi dasar sebuah cerita.

b) Struktur batin (structure profonde ou I’immonence), yaitu tataran yang menampilkan analisis sintaksis naratif yaitu menganalisis alur cerita dengan menggunakan model sintaksis. Di sini Greimas mengemukakan model aktansial dan model fungsional (Zaimar, 2005:6). Model aktansial hanya mengkaji aksi watak/aksi pelaku pada perkembangan cerita sedangkan model fungsional mengemukakan formula cerita sebagai pola peristiwa-peristiwa yang disebut fungsi (Zaimar, 2005:7). Dalam analisis ini penulis akan menggunakan model aktansial untuk menemukan kerangka alur utama.

(26)

manusia/abstraksi. Satu tokoh bisa menjadi beberapa aktan dan beberapa tokoh bisa menempati satu aktan.

Aktan ditentukan oleh hubungan dan fungsi yang diperankan dalam cerita. Sebagai unsur sintaksis, maka aktan mempunyai fungsi pada kalimat dasar cerita antara lain subjek, objek, pengirim (destinateur), penerima (destinataire), penentang (opposant), dan penolong/pembantu (adjuvant) (Zaimar, 2005:6). Enam aktan (peran, pelaku) tersebut dikelompokkan menjadi tiga pasangan oposisi biner, yaitu subjek dengan objek, pengirim dengan penerima, dan penolong dengan penentang (Ratna, 2004:139).

Pada umumnya pahlawan (subjek) terdiri atas pelaku sebagai manusia, sedangkan tujuan (objek) terdiri atas berbagai kehendak yang mesti dicapai. Suatu perjuangan pastilah dihalangi oleh sebuah kekuasaan (pengirim) dan jika berhasil maka pelaku (penerima) mendapatkannya sebagai hadiah. Penolong dan penentang bisa terdiri dari manusia misalnya raja dan penguasa lainnya maupun non manusia misalnya waktu, nasib, masyarakat, bahkan juga salah satu sifat yang ada dalam diri subjek (Ratna, 2004:139).

(27)

Skema Model Aktansial

(28)

Berkaitan dengan hal itu, di antara pengirim dan penerima terdapat suatu komunikasi, di antara pengirim dan objek ada tujuan, di antara pengirim dan subjek ada perjanjian, di antara subjek dan objek ada usaha, dan di antara penolong atau penentang dan subjek terdapat bantuan atau tantangan. Aktan-aktan tersebut dapat menduduki fungsi ganda dalam struktur tertentu bergantung siapa yang menduduki fungsi subjek (Suwondo, 2003:54).

Demikianlah salah satu teori yang dikemukakan oleh Greimas mengenai sintaksis naratif dalam menemukan alur cerita. Keberhasilan analisis sintaksis naratif ini jika penulis mampu melihat cerita dari berbagai fokus yang berbeda, apabila memang bisa ditemukan lebih dari satu alur dalam cerita yang diteliti.

1.5.2.2 Sosiologi Sastra

(29)

Keterkaitan antara sastra dan masyarakat melibatkan aktivitas pengarang yang pada dasarnya merupakan bagian dari anggota masyarakat. Karya sastra sendiri diciptakan oleh pengarang dengan maksud untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 1979:1). Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada (Damono, 1979:7). Sastra sebagaimana sosiologi, berurusan dengan manusia dalam masyarakat yaitu usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu (Damono 1979:8). Eratnya hubungan antara sastra dan masyarakat memungkinkan bagi pengarang maupun pembaca karya sastra untuk lebih mendalami strata sosial dan kebudayaan masyarakat yang menjadi objek sastra.

Dalam sosiologi dan sastra dibicarakan tentang tiga jenis pendekatan yang berbeda yaitu :

1) Sosiologi pengarang yang memasalahkan dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status sosial, dan ideologi sosial yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra.

2) Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri.

3) Sosiologi karya sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

(30)

penulis menggunakan pendekatan sosiologi pengarang karena penulis mengkaji pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.

1.5.2.3 Pandangan Kemanusiaan

Pada dasarnya yang dimaksud dengan pandangan kemanusiaan dalam penelitian ini adalah pandangan pengarang tentang nilai manusia ditinjau dari sudut kemanusiaannya, yang menyangkut eksistensi manusia dalam titik puncak ataupun jurang-jurang terdalam dari krisis, yang menentukan hidup mati, tegak, atau hancurnya manusia, yang semuanya itu dituangkan dalam sebuah karya sastra (Mangunwijaya, 1988:48).

Keganasan dan ketidaknormalan revolusi memang menjadi tambang bahan sastra yang luar biasa. Permasalahan yang dilukiskan pengarang dalam karya sastra langsung menyentuh permasalahan manusia yang berat dan dalam, seperti kebebasan, siksaan, keadilan bagi rakyat jelata, kebahagiaan, harta benda, cinta, kepuasan, arti keluarga, persahabatan, bermoral, pengorbanan manusia demi cita-cita nasional, ketakutan, kekecewaan, kegagalan, kebengisan, malapetaka, musuh, kegagalan, bahkan kematian (Mangunwijaya, 1988:48). Melalui permasalahan manusia tersebut pengarang kemudian memunculkan nilai-nilai kemanusiaan yang tampak pada tindakan manusia selama menjalani kehidupannya.

(31)

sesamanya. Oleh karena itu, manusia diharapkan mampu mewujudkan nilai kasih sayang kepada orang lain agar dapat hidup berdampingan dengan orang lain atas dasar saling menyayangi. Dengan dasar cinta itulah manusia dituntut dapat berbuat baik dan bertindak adil terhadap sesamanya (Kumaris, 1983 : 6-7).

Nilai kemanusiaan ada dalam setiap tindakan-tindakan manusia sejauh mereka bertindak secara manusiawi seperti mewujudkan nilai keberanian, kesetiaan, kerendahan hati, kelembutan hati, kasih sayang, tanggung jawab, persahabatan, dan nilai kemanusiaan yang lainnya (Hadiwardoyo, 1985:15,23). Dengan kata lain, manusia dapat mewujudkan nilai kemanusiaan apabila manusia dapat bertindak adil terhadap sesamanya. Maka, manusia tidak memahami suatu nilai kemanusiaan dengan berpikir mengenai nilai itu, melainkan dengan keterbukaan dan kepekaan hati, manusia dapat mengalami dan mewujudkan nilai itu dalam kehidupan sehari-hari (1985:15).

(32)

Pandangan kemanusiaan pengarang ini biasanya ia tuangkan ke dalam karya-karya sastranya. Dengan demikian, sastra adalah sebuah senjata kemanusiaan yang ditembakkan sebagai upaya untuk menyadarkan bahwa manusia satu dengan yang lain saling terkait dan tidak mungkin hidup tanpa manusia lain. Manusia memiliki kemungkinan yang seharusnya sama, tetapi perjuangan, kegigihan, dan kemudian keberuntungan/nasib baik yang menjadikannya berbeda (Wijaya, 2006).

Sastra juga bisa menjadi prajurit kemiskinan untuk memperjuangkan nasib manusia yang papa agar bangkit dan menjadi seimbang dengan mereka yang gemah ripah. Sastra juga bisa menjadi alat perjuangan manusia-manusia yang tertindas untuk menendang kekuasaan yang menidurinya dengan semena-mena (Wijaya, 2006). Kebebasan manusia hanya dapat berkembang jika ada manusia yang berani bebas. Nilai keberanian ini merupakan modal utama bagi manusia Indonesia untuk dapat terlepas dari ketertekanan hidup (Lubis, 1978:56).

(33)

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan penulis untuk meneliti novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis ini adalah pendekatan struktur tekstual dan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan struktur tekstual merupakan langkah awal dalam penelitian novel ini. Selanjutnya diteruskan dengan pendekatan sosiologi sastra, yang dalam penelitian ini penulis menggunakan sosiologi pengarang untuk mengkaji pandangan kemanusiaan pengarang yang tertuang dalam karya sastra.

1.6.2 Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode content analysis. Metode deskriptif ini digunakan untuk mendeskripsikan struktur tekstual. Metode content analysis

digunakan untuk menganalisis isi suatu karya sastra. Isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan kemanusiaan yang terkandung dalam pandangan kemanusiaan pengarang dalam karya sastra.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

(34)

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam meneliti novel

Jalan Tak Ada Ujung ini adalah teknik simak dan teknik catat yakni dengan menyimak bahan-bahan yang akan diteliti, setelah itu mencatat data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Setelah data yang berkaitan dengan permasalahan diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.

1.6.4 Sumber Data

1.6.4.1 Judul Buku : Jalan Tak Ada Ujung 1.6.4.2 Pengarang : Mochtar lubis

1.6.4.3 Penerbit : Yayasan Obor 1.6.4.4 Tahun Terbit : 1992

1.6.4.5 Tebal Buku : vi + 167 hlm

1.7 Sistematika Penyajian

(35)
(36)

BAB II

ANALISIS STRUKTUR TEKSTUAL NOVELJALAN TAK ADA UJUNG

2.1 Pengantar

Dalam bab ini penulis akan menganalisis struktur tekstual novel Jalan Tak Ada Ujungkarya Mochtar Lubis sesuai dengan teori A. J. Greimas. Menurut A. J. Greimas ada dua kerangka analisis yang dapat dipergunakan dalam analisis struktur tekstual, yakni analisis struktur lahir (dalam hal ini mengkaji tataran penceritaan) dan analisis struktur batin (dalam hal ini mengkaji skema model aktansial). Kedua kerangka analisis struktur tersebut akan dikemukakan berikut ini.

2.2 Analisis Struktur Lahir

Analisis struktur lahir merupakan kajian pada tataran bagaimana cerita dikemukakan atau biasa disebut tataran penceritaan (urutan satuan cerita/sekuen). Struktur lahir novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis adalah sebagai berikut.

1. Para tentara Belanda melakukan penyerangan.

2. Diperkenalkan Isa sebagai guru sekolah dasar yang lembut hati, tidak suka kekerasan, dan selalu khawatir.

(37)

5. Guru Isa dihadapkan pada krisis ekonomi yang melanda keluarganya. 6. Guru Isa berniat mencuri buku milik sekolah tetapi tidak dilakukannya.

7. Guru Isa teringat masa lalunya yang berakhir dengan kekecewaan bahwa dirinya impoten.

8. Kedatangan Hazil ke rumah Guru Isa.

9. Hazil mengajak Guru Isa menyelundupkan senjata. 10. Kecemasan Guru Isa.

11. Guru Isa mengharapkan cinta dari Fatimah tetapi Fatimah menolaknya. 12. Guru Isa dipusingkan dengan perkara uang.

13. Tindakan Guru Isa mencuri buku di sekolahan dan menjualnya. 14. Guru Isa terpaksa berbohong pada Fatimah perkara uang itu. 15. Ketakutan Guru Isa akan rencana menyelundupkan senjata. 16. Usaha penyelundupan senjata.

17. Hazil meyakinkan Guru Isa untuk terbiasa dengan kekerasan. 18. Guru Isa gelisah dengan keadaan revolusi yang semakin kacau. 19. Guru Isa jatuh sakit (malaria).

20. Kesempatan Hazil merayu Fatimah. 21. Fatimah dan Hazil bercinta.

22. Guru Isa menemukan pipa Hazil di bawah bantalnya.

23. Kemarahan Guru Isa pada Fatimah. 24. Guru Isa tidak membongkar masalah itu.

(38)

26. Guru Isa mengamati dan melaporkan serangan granat terhadap gerombolan tentara Belanda.

27. Ketakutan Guru Isa setelah peledakan bioskop Rex. 28. Polisi militer Belanda menangkap Guru Isa.

29. Ketakutan Guru Isa membuatnya bungkam. 30. Pertemuan Guru Isa dengan Hazil di penjara. 31. Penyesalan Hazil pada Guru Isa.

32. Guru Isa diinterogasi dan tidak mau mengakuinya. 33. Guru Isa dan Hazil disiksa secara bergantian. 34. Guru Isa berhasil mengatasi ketakutannya sendiri. 35. Guru Isa sembuh dari impotensinya.

Dari analisis struktur lahir di atas tampak bahwa novel Jalan Tak Ada Ujung memiliki 35 sekuen yang bermula dari penyerangan serdadu Belanda dan berakhir pada kesembuhan tokoh Guru Isa dari impotensinya. Di samping itu, tampak pula sebuah struktur alur yang secara runtut cerita dimulai dari tahap permulaan (pengenalan dan pemunculan konflik), tahap komplikasi (peningkatan konflik dan klimaks), dan tahap penyelesaian.

(39)

dengan berlindung di rumah warga. Ia pun sempat mengalami ketakutan yang mendalam saat tentara Belanda menggeledah rumah tempatnya berlindung. Namun ia berhasil selamat dari penyerangan itu dan ia kembali berangkat ke sekolah untuk mengajar. Setibanya di sekolah ia mengalami trauma setelah penyerangan itu.

(40)

harus terjun dalam dunia kekerasan. Di samping itu, masih ditambah lagi masalah Fatimah yang berselingkuh dengan Hazil karena selama ini Guru Isa tidak dapat memberikan “kepuasan” pada istrinya. Namun, demi mempertahankan rumah tangganya ia memilih untuk tidak membongkar masalah itu. Persahabatannya dengan Hazil juga masih terjalin dengan baik. Hal ini terbukti dengan masih terlibatnya Guru Isa melakukan aksi peledakan bom di bioskop Rex bersama Hazil dan Rakhmat.

Setelah itu, tahap peningkatan konflik tampak pada nomor 27 sampai 32. Akibat keterlibatannya dalam aksi peledakan bom, Guru Isa mengalami ketakutan yang luar biasa. Apalagi setelah ia mengetahui Hazil ditangkap, Guru Isa merasa ngeri ketika menantikan penangkapan dirinya yang tak terelakkan. Selama pemeriksaan Guru Isa terlalu takut untuk berbicara karena ia tidak mau berkhianat. Pertemuannya dengan Hazil di penjara membuat Guru Isa semakin tertekan melihat kondisi Hazil yang mengalami ketakutan luar biasa. Hazil menyesal karena tidak dapat menanggung siksaan dan mengkhianati sahabat-sahabatnya. Namun, sebaliknya Guru Isa tetap bungkam dan tidak berbicara sedikit pun pada pihak Belanda.

(41)

Konflik yang mencapai klimaks tersebut akhirnya sampai pada tahap penyelesaian. Pada nomor 34 dan 35 tampak bahwa ketegangan mulai mereda dengan keberhasilan Guru Isa mengatasi ketakutannya. Ia belajar bagaimana berdamai dengan rasa takutnya. Penyiksaan yang didapatnya di penjara justru menghantarkan dirinya pada sebuah pembebasan dari rasa takut dan impotensinya. Dengan demikian, pembebasan psikologis Guru Isa ini merupakan penyelesaian dari novelJalan Tak Ada Ujungyang diakhiri denganhappy ending.

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa novel ini memiliki struktur alur yang sangat kohesif, yang menghubungkan rangkaian/sekuen cerita ke dalam sebuah pengertian yang logis. Di samping itu, novel ini memiliki struktur alur maju (progresif) karena peristiwa yang diceritakan bersifat kronologis meskipun di bagian tertentu ada sedikit alurflash back.

2.3 Analisis Struktur Batin

(42)

Skema aktansial novelJalan Tak Ada Ujung

Karya Mochtar Lubis

Keterangan skema aktansial dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis.

P1 : Pengirim : Ketakutan di masa revolusi

(43)

ini yang memunculkan keinginan bagi Guru Isa untuk bisa mencapai pembebasan.

P2 : Penerima : Guru Isa

Guru Isa adalah seseorang yang pada akhirnya akan menerima pembebasan yang selama ini dicarinya.

O : Objek : Pembebasan

Pembebasan adalah sesuatu yang diingini, dicari, dan diburu oleh Guru Isa. Ketakutan Guru Isa di masa revolusi yang memunculkan keinginan untuk mendapatkan sebuah pembebasan.

S : Subjek : Guru Isa

Guru Isa adalah seseorang yang ditugasi untuk mendapatkan pembebasan. P3 : Penolong : Keberanian

Keberanian adalah sesuatu yang membantu atau mempermudah usaha Guru Isa untuk mendapatkan Pembebasan. Keberanian ini tidak datang dari orang lain melainkan dari kegigihan Guru Isa berjuang menghadapi setiap permasalahannya.

P4 : Penentang : Revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan.

(44)

sederetan tantangan yaitu revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan (P4). Kehidupannya di masa revolusi membuatnya ikut dalam arus revolusi yang baginya sungguh menakutkan. Ia terpaksa terlibat dalam organisasi perjuangan rahasia melawan musuh asing karena takut dicap mata-mata atau pengkhianat. Revolusi telah menimbulkan kekacaubalauan dalam dunianya dan pikirannya penuh dengan mimpi-mimpi buruk dari kekerasan yang semuanya terselubung. Akibatnya ia mengalami ketertekanan jiwa sehingga menyebabkan dirinya impoten dan perkawinannya tidak harmonis. Tidak hanya itu, krisis ekonomi juga menambah mimpi buruknya. Ia harus berjuang mencari nafkah bagi keluarganya hingga suatu saat ia terpaksa mencuri buku sekolah untuk dijualnya. Di samping itu, Guru Isa juga dihadapkan pada sebuah perselingkuhan yang dilakukan istrinya, Fatimah, dengan Hazil, sahabatnya. Akan tetapi, secara tidak sadar ada penolong yang selalu membantu dan mendorong Guru Isa untuk tetap bertahan dalam menjalani kenyataan pahitnya, yaitu keberanian (P3). Dengan keberanian Guru Isa melawan kerasnya kehidupan membuat Guru Isa berhasil mendapatkan objek yang diinginkannya yaitu Pembebasan. Pembebasan ini diwujudkan dengan berhasilnya Guru Isa melewati berbagai permasalahannya dan berhasil keluar dari ketertekanan jiwanya sehingga ia pun sembuh dari impotensinya.

2.4 Rangkuman

(45)

35 sekuen dan tampak pula sebuah struktur alur yang sangat kohesif, yang menghubungkan rangkaian/sekuen cerita ke dalam sebuah pengertian yang logis. Di samping itu, novel ini memiliki struktur alur lurus karena peristiwa yang diceritakan bersifat kronologis meskipun di tengah cerita ada sedikit alur flash backdan penyelesaiannya diakhiri denganhappy ending.

Berdasarkan analisis struktur batin (struktur aktan) dalam novelJalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis ditemukan satu skema yang menjadi kerangka (alur) utama cerita dengan tokoh Guru Isa yang menempati posisi subjeknya. Maka, novel ini memiliki alur utama yang hanya mengembangkan cerita dengan menampilkan tokoh Guru Isa sebagai pejuang (S) dan pada umumnya hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh Guru Isa.

Apabila dilihat dari sudut pandang pengarang dapat disimpulkan bahwa ada sebuah visi dan pandangan kemanusiaan tertentu yang hendak disampaikannya. Mulai dari dari masalah perang dan revolusi, persahabatan dan pengkhianatan, cinta dan perselingkuhan, tekanan ekonomi, dan sampai pada masalah impotensi yang dihadapi Guru Isa akibat tekanan kejiwaannya. Permasalahan yang menarik dari tokoh Guru Isa adalah sebuah solusi yang ditawarkan pengarang untuk “menyembuhkan” impotensi Guru Isa. Pandangan ini terasa sangat rasional dan manusiawi.

(46)
(47)

BAB III

PANDANGAN KEMANUSIAAN MOCHTAR LUBIS DALAM NOVELJALAN TAK ADA UJUNG

3.1 Pengantar

Dalam bab III ini penulis akan mengkaji dan memaparkan pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan tak Ada Ujung. Pada dasarnya pandangan kemanusiaan di sini merupakan pandangan Mochtar Lubis tentang nilai manusia ditinjau dari sudut kemanusiaan, yang menyangkut eksistensi manusia dalam titik puncak ataupun jurang-jurang terdalam dari krisis yang menentukan hidup mati, tegak, atau hancurnya manusia, yang semuanya itu dituangkan dalam novelJalan Tak Ada Ujung.

Novel ini merupakan salah satu karya Mochtar Lubis yang isinya banyak menyinggung segi kemanusiaan, kesengsaraan manusia dalam peperangan, dan revolusi. Pandangan kemanusiaan dalam novel ini akan diungkapkan pengarang melalui tokoh Guru Isa, yang dengan keberaniannya mampu menjalani kehidupannya yang diwarnai dengan berbagai kenyataan pahit di masa revolusi seperti revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan. Selain itu, tampak pula bagaimana pengarang menampilkan tokoh Guru Isa yang selalu mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam menjalani kehidupannya seperti kelembutan hati, tanggung jawab, kasih sayang, kesetiaan, dan persahabatan.

(48)

kemanusiaan yang paling menonjol dalam tokoh Guru Isa (S) yang digunakan untuk mengatasi berbagai hambatan (P4) dan nilai kemanusiaan pendukung yaitu nilai-nilai kemanusiaan yang digunakan tokoh Guru Isa dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang tidak digunakan untuk mengatasi berbagai hambatan (P4).

Sebelum mengkaji pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel

Jalan Tak Ada Ujung, penulis terlebih dahulu menguraikan biografi pengarang sebagai kajian sosiologi pengarang. Kajian ini didasarkan pada alasan bahwa penulis mengkaji kemanusiaan dalam novel ini berdasarkan pandangan Mochtar Lubis sebagai penghasil karya sastra. Dengan demikian, sangatlah penting bagi penulis untuk mengetahui perjalanan hidup pengarang agar memudahkan penulis dalam mengkaji pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis yang dituangkan dalam novelJalan Tak Ada Ujung.

3.2 Biografi Pengarang

Di mana ada ujung jalan perjuangan dan perburuan manusia mencari bahagia ? Dalam hidup manusia selalu setiap waktu ada musuh dan rintangan-rintangan yang harus dilawan dan dikalahkan. Habis satu muncul yang lain, demikian seterusnya. Sekali kita memilih jalan perjuangan, maka itu jalan tidak ada ujungnya. Dan kita, engkau, aku, semuanya telah memilih jalan perjuangan.” (Lubis, 1971:46)

(49)

memilih jalan perjuangan mencari kebahagiaan manusia dan berusaha membentuk keadaan masyarakat Indonesia adil dan makmur.

Mochtar Lubis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat, tanggal 7 Maret 1922. Ia anak keenam dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Raja Pandapotan Lubis yang bekerja sebagai Pangreh Praja atau Binnenlands Bestuur

(BB) pemerintah kolonial Hindia Belanda yang pada tahun 1935 pensiun sebagai Demang atau Kepala Derah Kerinci dan ibunya bernama Siti Madinah Nasution (Atmakusumah, 1992:48).

Sejak kecil ia sudah dididik untuk selalu bersikap baik, jujur, suka menolong, dan menghormati orang lain. Ayahnya pun selalu menanamkan kepadanya untuk berani mengungkapkan sesuatu yang dianggap benar. Pegangan itulah yang kemudian mendorongnya untuk selalu berani mengungkapkan kebenaran. Selain itu, sejak kecil ia tidak suka dengan kekerasan. Pengalamannya pada umur tujuh tahun, ketika ia menyaksikan para tahanan dihukum cambuk tepatnya di lapangan penjara belakang rumahnya membuat hatinya sakit dan trauma. Semenjak itulah kebenciannya terhadap ketidakadilan tertanam kuat dalam hatinya dan ia selalu berusaha menentang ketidakadilan (Atmakusumah, 1992: 178-180).

(50)

Pada zaman Jepang, ia bekerja pada radio tentara bersama Dr. Jansen sebagai anggota tim yang memonitor siaran radio Sekutu di luar negeri untuk keperluan Gunseikanbu, kantor pemerintah bala tentara Dai Nippon. Pada masa itulah, ia berkenalan dengan gadis Sunda, Siti Halimah Kartawidjaja atau biasa dipanggil Hally, yang pada waktu itu bekerja di Sekretariat Redaksi Harian Asia Raya. Pada tanggal 1 Juni 1945 di Jakarta mereka pun menikah dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Indrawan, Ade Arman, dan Yana Zamira. Setelah proklamasi kemerdekaan, tahun 1945, ia bergabung dengan kantor berita Antara sebagai wartawan.

Menjelang penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, ia menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Indonesia Raya. Sebagai wartawan, ia mempunyai tenaga bekerja, kebebasan, dan keberanian moral yang amat besar. Ia memegang teguh prinsip tentang kebenaran, sehingga ia sangat memperhatikan masalah kebebasan pers serta kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat (Anwar, 2006).

Pada waktu pemerintahan rezim Sukarno tahun 1957, ia membuat masyarakat gempar dengan beberapa berita affair. Dalam beritanya ia menguak

affair yang terjadi di kalangan para pejabat negara antara lain tentang pelecehan seksual, perselingkuhan, dan korupsi. Tak lama kemudian ia dikenai tahanan rumah dan mencoba memimpinIndonesia Raya dari rumah. Keadaan negara saat itu sedang kacau dan kebebasan pers pun sirna dengan dilarang terbitnya

(51)

sembilan tahun lamanya dan dibebaskan tahun 1966 (Anwar, 2006). Selama di tahanan itu, banyak sekali dukungan dari teman-temannya terutama sekali Hally, istri tercintanya yang telah memberikan cinta dan semangat serta anak-anaknya yang selalu menghiburnya dengan kasih sehingga ia mampu bertahan dalam tawanan (Atmakusumah, 1992:50).

Setelah tahun 1968, Indonesia Raya diizinkan terbit kembali. Prinsip tentang kebenaran telah mendorongnya untuk kembali melancarkan investigasi mengenai korupsi di Pertamina. Pada waktu Orde Baru pun ia harus masuk tahanan selama dua bulan setelah peristiwa 15 Januari 1974 atau yang lebih dikenal dengan istilah “Malari” (Malapetaka Januari 1974) dan harian Indonesia Raya kembali dilarang terbit. Setelah bebas bergerak, ia banyak aktif di berbagai organisasi jurnalistik luar negeri seperti Press Foundation of Asia. Di dalam negeri, ia mendirikan majalah sastraHorisondan menjadi Direktur Yayasan Obor Indonesia (Anwar, 2006).

(52)

Selain sebagai wartawan yang teguh memegang prinsip, Mochtar Lubis juga dikenal sebagai sastrawan besar yang karyanya sangat indah dan penuh pesan. Sejak kecil Mochtar Lubis suka membaca buku-buku cerita dan mulai gemar menulis. Namun, kecintaannya pada mengarang baru ditekuninya pada jaman revolusi. Mulanya ia menulis cerita-cerita pendek yang kebanyakan dimuat di majalah Kisah dan Siasat dan kemudian sebagian besar cerpen-cerpennya dikumpulkan dalam sebuah kumpulan cerpen si Djamal (1950) dan Perempuan

(1956). Setelah itu, ia bergerak di bidang penulisan novel yang menghasilkan diantaranya novel Tak Ada Esok (1950) dan disusul oleh novelnya yang terkenal

Jalan Tak Ada Ujung (1952). Selain itu karya-karya Mochtar Lubis yang lainnya antara lainSenja di Jakarta (1963), Tanah Gersang (1966),Harimau ! Harimau !

(1975), dan Berkelana Dalam Rimba (1980) dan masih banyak lagi karya-karyanya. Adapun ciri-ciri kepengarangan Mochtar Lubis tak hanya menaruh perhatiannya pada politik bangsanya tetapi juga masalah-masalah sosial dan kemanusiaan. Sangat wajar apabila karya-karyanya tersebut mendapat penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia memperoleh Magsaysay Award untuk jurnalistik dan kesusastraan (Anwar, 2006).

(53)

gelar Raja Pandapotan dan dinyatakan sebagai Raja Pandapotan Sibarani Sojuangan, yang berarti orang yang berani dan berjuang (Anwar, 2006).

Perjalanan Mochtar Lubis yang selama hidupnya memilih jalan perjuangan mencari kebahagiaan manusia ini, telah berakhir. Ia kini menuju ke arah kebahagiaan abadi, menghadap Ilahi. Pada tanggal 2 Juli 2004, pukul 19.15 WIB, ia wafat di Rumah sakit Medistra, Jakarta dikarenakan sesak nafas dan kerongkongan yang penuh lendir. Sejak hampir dua tahun ia menderita penyakit

Alzheimer. Meskipun ia telah pergi selama-lamanya, namun karya-karyanya dan pesan-pesannya masih hidup sampai sekarang (Eisy, 2004).

(54)

3.2 Nilai Kemanusiaan Utama

Nilai kemanusiaan utama yaitu nilai kemanusiaan yang paling menonjol dalam tokoh Guru Isa (S) yang digunakan untuk mengatasi berbagai hambatan (P4). Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung, penulis menemukan satu nilai kemanusiaan yang dianggap utama oleh Mochtar Lubis yang muncul pada tokoh Guru Isa yaitu nilai keberanian. Dalam Bab II telah dijelaskan bahwa nilai keberanian ini merupakan penolong (P3) yang mampu mengatasi berbagai hambatan (P4) yang dihadapi Guru Isa antara lain revolusi, krisis ekonomi, impotensi, dan perselingkuhan. Dengan nilai keberanian tokoh Guru Isa berhasil mendapatkan sebuah pembebasan (O) dan terlepas dari ketertekanan di masa revolusi (P1). Berikut ini penulis akan menguraikan nilai keberanian Guru Isa dalam menghadapi berbagai kenyataan pahitnya.

3.3.1 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Revolusi

Nilai keberanian yang dimunculkan pengarang dalam novelJalan Tak Ada Ujung ini tampak pada keberanian Guru Isa yang telah memilih jalan perjuangan untuk melawan musuh-musuh asing dan berjuang untuk mencapai kemerdekaan negaranya. Meskipun ketakutan sering menyelinap dalam hatinya, tetapi ia berusaha melawan kekerasan terhadap manusia dengan memberanikan diri untuk mengangkat senjata dan bergabung dalam perjuangan fisik pada masa revolusi.

(55)

menjadi wakil ketua panitia keamanan rakyat sekaligus penasehat Badan Keamanan Rakyat. Memang suatu tugas yang berat yang harus dipikul Guru Isa karena ia harus melakukan suatu hal yang bertentangan dengan kehendaknya. Ia berusaha memberanikan diri dalam menghadapi bentuk-bentuk kekerasan revolusi yang sangat melukai hatinya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(1) Dia ikut jadi anggota jaga kampung. Malahan karena kedudukannya sebagai guru, maka dia menjadi wakil ketua panitia keamanan rakyat di kampungnya, dan menjadi penasehat Badan Keamanan Rakyat, lebih terkenal dengan nama BKR. (hlm. 27)

(2) Baru hari itu dia bertemu dengan segi-segi keras dan tajam dari revolusi. Penumpahan darah. Darah manusia. Guru Isa akan merasa luka hatinya, jika dikatakan padanya, bahwa perasaan yang dirasanya sekarang adalah takut. Tetapi pada dirinya sendiri dia tidak hendak mengakui, bahwa dia takut. (hlm. 28)

Meskipun didasari rasa takut dan keterpaksaan, Guru Isa justru menutupi ketakutan itu dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap orang lain berani dan bersifat kepahlawanan. Keterlibatannya dalam organisasi perjuangan rahasia yang dipimpin oleh Hazil, mau tidak mau ia harus melakukan tugasnya sebagai kurir pengantar senjata dan surat. Pada kutipan di bawah ini tampak keberanian Guru Isa dalam melakukan aksinya menyelundupkan senjata bersama rekan-rekannya ke Manggarai.

(3) Kawan Rakhmat yang bertiga itu sedang mengeluarkan peti-peti amunisi yang bercat hijau dari bawah onggokan sabut kelapa kering. Guru Isa dan Hazil berdua menjinjing seperti granat tangan dan tiga buah peti lain dibawa oleh ketiga orang itu. (hlm. 83)

(4) Truk mereka bergerak perlahan-lahan ketika mendekati viaduct

(56)

Tanpa adanya keberanian, Guru Isa tak akan mampu menjalankan aksi tersebut karena sangat berisiko dan dapat membahayakan dirinya sendiri. Akan tetapi, ia tetap memberanikan diri untuk melaksanakan aksi penyelundupan senjata ini karena sudah menjadi keputusan yang telah dipilihnya untuk terjun dalam perjuangan dan hal itu harus dijalaninya.

Setelah aksi penyelundupan senjata itu berhasil, perjuangan Guru Isa belum selesai. Ia harus terlibat lagi dalam aksi peledakan granat di bioskop Rex bersama Hazil dan Rakhmat. Aksi kedua ini merupakan aksi yang berbahaya karena mereka harus terjun langsung ke tengah-tengah kawanan tentara Belanda. Mereka hendak melemparkan granat ke tengah-tengah keramaian para tentara Belanda yang akan keluar dari bioskop Rex. Memang tugas Guru Isa dalam aksi tersebut hanya sebagai pengawas jalannya peledakan tetapi perlu keberanian pula untuk dapat menjalankan aksi berbahaya tersebut. Dalam aksi ini ia harus mempersaksikan kejadian-kejadian kekerasan manusia yang terjadi sepanjang peledakan itu.

(57)

sakit yang dirasakannya. Hal itu membuat dirinya lebih siap menghadapi siksaan yang sewaktu-waktu akan diterimanya karena ia menyadari rasa sakit yang dirasakannya pasti akan sama dan tak berubah.

(6) Dalam kamar tempat waktu telah berhenti mengalir itu, Guru Isa merasa perubahan dalam dirinya. Rasa sakit siksaan pada tubuhnya tidak menakutkannya lagi. Dia tahu dia akan menerima siksaan pada waktu-waktu tertentu, dan rasa sakit tidak berubah-ubah. Sesuatu perasaan ganjil menyelinap ke dalam hatinya. Karena tidak merasa amat gentar lagi dipukul dan disiksa, hilang pula hasrat hendak mengakui. (hlm. 162)

Keberanian Guru Isa dalam menghadapi perjuangan berujung pada sebuah pembebasan di mana Guru Isa akhirnya mampu mengatasi ketakutannya sendiri dan sembuh dari impotensinya. Pembebasan yang dirasakannya ini membuat dirinya bahagia karena telah terlepas dari ketertekanan yang selama ini menghantuinya. Apabila ia tidak melawan ketakutan itu, maka ia tak akan mampu mengenali ketakutannya sendiri dan tak dapat berkawan dengan rasa takutnya itu.

(7) Dia telah menguasai dirinya sendiri. Tiada benar dia tidak merasa takut lagi. Tetapi dia telah damai dengan takutnya. Telah belajar bagaimana harus hidup dengan takutnya. (hlm. 164)

3.3.2 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Krisis Ekonomi

(58)

(8) Penghidupan yang semakin mahal. Dan gaji yang tidak cukup. Hutang pada warung yang sudah dua bulan tidak dibayar. Sewa rumah yang sudah dihitung tiga bulan. Perhiasan istrinya dipajak gadai. (hlm. 18)

Pada kutipan di atas tampak bahwa Guru Isa menghadapi berbagai permasalahan yang muncul akibat krisis ekonomi pada masa itu. Kebutuhan pokok yang serba mahal ditambah penghasilan sebagai guru yang tak menentu secara langsung mempengaruhi keadaan ekonomi Guru Isa. Ia tidak dapat menggantungkan penghasilannya yang kecil sehingga ia terpaksa meminjam uang dan menggadaikan harta benda yang dimilikinya. Akibatnya ia terbelit utang dan tidak dapat membayar sewa rumahnya. Kewajibannya sebagai kepala keluarga telah menuntutnya untuk berani mengatasi permasalahan tersebut demi mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya di tengah-tengah krisis ekonomi.

Setiap orang pasti mempunyai strategi dalam mempertahankan hidupnya terutama strategi dalam menghadapi krisis ekonomi. Seseorang lebih dihargai jika ia mau berusaha apa saja untuk hidup daripada hanya berpasrah diri pada nasib. Meskipun Guru Isa bersama keluarganya hidup serba kekurangan, ia tetap menjalaninya dengan berusaha. Segala cara ia pikirkan untuk dapat menafkahi keluarganya. Hingga secara tidak sengaja terlintas dalam pikirannya untuk mencuri buku tulis di sekolahan. Hal itu wajar saja jika dialami Guru Isa karena dalam keadaan serba susah seseorang dapat berpikir dan berbuat apa saja demi mempertahankan hidup.

(59)

Berdasarkan kutipan di bawah ini tampak bahwa ketertekanan ekonomi akhirnya membuat Guru Isa berani mencuri buku di sekolahan. Tindakan ini merupakan strategi Guru Isa dalam mempertahankan hidup keluarganya. Lebih baik mencuri demi sesuap nasi daripada kelaparan dengan menggantungkan penghasilannya yang tak pasti. Usaha Guru Isa untuk tetap bertahan hidup inilah yang membuktikan bahwa Guru Isa mempunyai nilai keberanian dalam menghadapi kerasnya hidup di tengah-tengah krisis ekonomi pada masa revolusi saat itu.

(10) Dan dengan tangan yang gemetar Guru Isa membuka bungkusan buku-buku tulis baru itu, diambilnya sepuluh dan kemudian lemari ditutupnya kembali. (hal. 68-69).

Guru Isa tidak mempunyai keberanian untuk membantah dan menawar, ketika orang Tionghoa yang punya warung menawarkan hanya lima rupiah untuik sebuah buku tulis. (hal. 70)

Tindakan Guru Isa mencuri buku di sekolahan termasuk tindakan yang berani karena pencurian merupakan suatu tindakan kriminal yang berisiko tinggi. Bisa saja tindakan itu diketahui pihak sekolah dan Guru Isa bisa di penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meskipun Guru Isa sadar akan hal itu, ia tetap berani melakukannya demi mempertahankan kelangsungan hidup keluarga dan ia tidak ingin mengecewakan Fatimah.

(60)

bersikap berani melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(11) Dari dalam lemari dikeluarkannya sepuluh buah buku tulis baru, dimasukkannya cepat-cepat ke dalam tasnya. Setiap kali melakukan perbuatan ini selalu timbul juga rasa malunya harus mencuri demikian. Tetapi, perasaan malu semakin tipis. Hari ini tidak begitu terasa lagi sama sekali. (hlm. 96)

3.3.3 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Impotensinya

Keberanian Guru Isa menghadapi impotensinya terlihat dari kemampuan Guru Isa menerima kenyataan bahwa dirinya impoten dan mampu menjalani hidup sebagai laki-laki yang impoten. Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan seksual suami isteri merupakan salah satu bagian terpenting dalam berumah tangga yang sering kali dikaitkan dengan tingkat keharmonisan suatu keluarga. Bila terjadi gangguan dalam hubungan tersebut, maka hal itu bisa saja mempengaruhi keharmonisan dalam berumah tangga dan bahkan bisa berdampak negatif pada keutuhan rumah tangga.

Impotensi yang diderita tokoh Guru Isa sebenarnya akibat dari faktor psikologisnya sendiri. Kekerasan di masa penjajahan Jepang membuat hatinya terluka dan membuat jiwanya dipenuhi dengan ketakutan.

(12) Kekerasan yang dipertunjukkan orang-orang Jepang amat melukai perasaannya. (hlm. 28)

(61)

Berdasarkan kutipan di bawah ini nampak bahwa impotensi yang diderita Guru Isa menimbulkan permasalahan dengan Fatimah. Bagi seorang laki-laki, biasanya mereka mempunyai kewajiban untuk selalu menyenangkan isterinya pada saat berhubungan. Hal itu terjadi pada tokoh Guru Isa yang pada awalnya merasa kecewa dan takut karena tidak dapat memuaskan istrinya pada saat berhubungan. Ia tidak menyadari bahwa ketidakmampuannya meladeni istrinya merupakan gejala impotensinya. Ia hanya merasa bingung dan khawatir menghadapi kekuatannya sebagai laki-laki makin lama makin menurun.

(13) Dia ingat enam bulan setelah mereka kawin. Pertama-tama kali dia tidak kuasa meladeni isterinya. Telah lama tenaganya sebagai laki-laki berkurang. Seperti air dalam kaleng yang tiris – perlahan-lahan habis, hingga akhirnya kering. Dan esok malamnya. Kembali dia tidak sanggup. Wajah isterinya yang seakan mengumpat! Malam yang lain demikian pula. Hingga akhirnya jiwanya terpengaruh. Hingga sekarang. Dan isterinya menjadi dingin terhadap dia. Tetapi mereka menjaga perkawinan.(hlm. 29)

Setelah Guru Isa tahu bahwa dirinya impoten, Guru Isa pun harus berani menghadapi perubahan sikap yang terjadi pada diri Fatimah. Pada kutipan di atas dijelaskan bahwa Fatimah justru bersikap dingin dan tidak dapat memahami kelemahan Guru Isa. Hingga akhirnya Guru Isa harus dihadapkan pada kenyataan bahwa ia mau tidak mau harus menerima keputusan Fatimah untuk mengadopsi anak.

(14) Ketika istrinya memutuskan untuk mengambil anak pungut setahun yang lalu, maka hampir terjadi percekcokan besar antara mereka. Dia mula-mula berkeberatan, karena memikirkan tambahan belanja dan beban rumah tangga mereka. (hlm. 30)

(62)

memberikan keturunan. Hal ini membuat hatinya kecewa karena harga dirinya sebagai seorang laki-laki sekaligus suami jatuh begitu rendahnya di hadapan istrinya. Akan tetapi, ia tidak menyalahkan istrinya karena impotennyalah yang mengakibatkan dirinya tidak bisa memberikan anak. Akhirnya, ia bisa menerima keputusan istrinya meski dalam lubuk hatinya tersimpan kekecewaan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(15) Ketika itu dia menundukkan kepalanya penuh malu kelaki-lakiannya yang tiada berdaya. Dia diam tidak membantah lagi. Demikian anak pungut mereka, laki-laki kecil, Salim, berumur empat tahun, datang ke dalam penghidupan mereka. Untuk menggantikan anak yang seharusnya dapat diberikannya. Tetapi jauh dalam hatinya anak itu merupakan tanda tiada daya laki-lakinya. (hlm. 30)

Segala usaha terus dilakukan Guru Isa untuk menyembuhkan impotennya. Hal itu menunjukkan besarnya keinginan Guru Isa untuk sembuh dan kembali menjadi laki-laki normal pada umumnya. Akan tetapi, usahanya berobat tak pernah berhasil. Pada kutipan di bawah ini nampak kekecewaan Guru Isa.

(16) Jiwanya menderita benar. Meskipun setelah bertahun-tahun ini, ketika segala macam usahanya berobat tidak berhasil, penderitaan jiwanya ini sudah tertekan ke bawah, ke dalam jiwa sadarnya. (hlm. 30)

Guru Isa lalu menyadari bahwa satu-satunya orang yang bisa membantu penyembuhannya adalah istrinya. Kesabaran seorang istri sangat berperan penting dalam proses penyembuhan impoten terutama yang disebabkan oleh faktor psikologis. Akan tetapi, semenjak dirinya dinyatakan impoten, istrinya justru tidak memberikan dukungan kepadanya (pada kutipan 13).

(63)

tetapi, yang perlu digarisbawahi dalam permasalahan ini yaitu keberanian Guru Isa yang mampu bertahan hidup dalam menjalani impotennya meski tidak mendapatkan dukungan dari Fatimah. Tanpa keberanian dan semangat hidup, Guru Isa pasti sudah lari dari kenyataan ini dan bisa saja ia mengakhiri hidupnya yang dirasa tak berguna sebagai seorang laki-laki. Dalam hal ini Guru Isa mampu bangkit kembali dari keterpurukannya dan berani menjalani kehidupan rumah tangganya secara normal meski setiap saat ia harus bisa menahan hasrat alam yang muncul dalam tubuhnya sewaktu-waktu.

(17) Sebentar terlintas dalam kepala Guru Isa hendak memeluk istrinya. Tetapi ditahannya dirinya. Dia takut, Fatimah akan menolaknya. Seperti telah biasa. (hlm. 35)

3.3.4 Nilai Keberanian Guru Isa Menghadapi Perselingkuhan

Nilai keberanian Guru Isa dalam menghadapi perselingkuhan Fatimah ini terwujud pada keberanian Guru Isa untuk terus menjalani rumah tangganya walaupun telah terjadi perselingkuhan antara Fatimah dan Hazil. Perselingkuhan ini sebenarnya sebagai dampak dari ketidakmampuan Guru Isa membahagiakan Fatimah dalam hal hubungan suami istri. Hingga akhirnya Fatimah bertemu dengan Hazil yang dirasanya mampu mengobati kerinduannya akan kasih sayang seorang laki-laki.

(64)

pasangan suami istri tentu saja tidak ingin perkawinannya hancur karena kehadiran pihak ketiga yang sama sekali tidak diharapkan.

Kehadiran Hazil di tengah-tengah perkawinan mereka membuat masalah baru bagi Guru Isa. Ia tidak habis pikir kalau Fatimah yang selama ini setia padanya akan jatuh ke pelukan Hazil. Ia pun heran karena selama ini ia tak melihat tanda-tanda yang mencurigakan dalam setiap kebersamaan mereka. Keutuhan rumah tangga yang dibinanya selama ini tiba-tiba dihancurkan oleh istrinya sendiri. Pipa Hazil yang ditemukan di bawah bantal Guru Isa telah membuktikan bahwa Fatimah telah berselingkuh. Ia tidak menyangka kedua orang yang ia percaya selama ini justru berbalik mengkhianatinya dari belakang. Perselingkuhan ini dibuktikan dengan ditemukannya pipa Hazil di bawah bantal Guru Isa.

(18) Amat lama baru dia tahu, matanya selalu memandang pipa itu, bahwa itu pipa Hazil. Dia juga tidak lekas mengerti apa arti pipa itu di bawah bantal. Dan ketika dia mulai mengerti, mula-mula dia amat marah. Marah dan ingin menghancurkan Hazil dan Fatimah. Dia melompat berdiri, dan berjalan ke luar memanggil Fatimah. Tetapi, Fatimah tidak ada. Guru Isa berjalan mondar-mandir, dari sebuah kamar ke kamar yang lain. Dalam hatinya api membakar menghanguskan tubuhnya. Kepalanya bertambah pening. Ujung jantungnya berdenyut-denyut perih kembali, dan dia terpaksa duduk di tepi tempat tidur. Pipa itu masih dipegangnya juga. (hlm. 124)

(65)

Oleh karena itu, masalah seksual menjadi motivasi dan latar belakang perselingkuhan dalam rumah tangganya. Ia tidak menyalahkan Fatimah atas kejadian ini karena ia sangat mengerti bahwa Fatimah juga seorang yang “lapar” dan Guru Isa tak mampu memberinya “kepuasan”. Ia sangat mengerti keadaan Fatimah yang selama ini menderita dan wajar jika istrinya mencari “kepuasan” dari orang lain yang dapat memenuhinya.

Sangat wajar dan manusiawi pula jika Guru Isa sangat marah begitu mengetahui bahwa istrinya berkhianat. Ia merasa dihina dan terhina sebagai seorang laki-laki. Namun, pada akhirnya ia bersikap diam seolah-olah tidak tahu menahu meski dalam hatinya tersimpan amarah. Ia kemudian memutuskan untuk tidak membongkar persoalan itu demi kebaikan semuanya. Keputusan itu merupakan jiwa besarnya yang sangat manusiawi. Ia mau memahami sepenuhnya “kebutuhan” istrinya yang ia sendiri tidak mampu memenuhinya. Ia tidak ingin masalah perselingkuhan Fatimah dan Hazil membuat rumah tangganya menjadi semakin kacau. Langkah ini merupakan strategi Guru Isa untuk mempertahankan hidup rumah tangganya agar tidak terjadi kekacauan yang pada akhirnya berujung pada perpisahan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.

(66)

dengan Fatimah, tetapi dia hendak memperlambat datangnya pengakuan dari dirinya sendiri. (hlm. 133)

Guru Isa begitu berani menyikapi persoalan ini dengan bijaksana. Ia berusaha meninggalkan sifat egoisnya demi keutuhan rumah tangganya. Bahkan setelah ia renungkan dalam-dalam justru ia merasa bahwa Hazil telah membahagiakan istrinya meski Hazil telah merampas haknya sebagai suami. Tak ada sedikit pun perubahan sikap yang tampak pada diri Guru Isa saat ia harus berhadapan dengan Hazil. Hal ini terbukti dari persahabatannya dengan Hazil yang tetap berlangsung dengan baik.

(20) Tiga hari kemudian Hazil datang pagi-pagi. Mendengar dari Fatimah bahwa Guru Isa sakit, dia bergegas ke dalam kamar.

“Malaria kembali,” kata Guru Isa padanya.

“Ah celaka,” kata Hazil. “Kita perlu sangat semua orang dapat bekerja sekarang.”

Dalam hatinya Guru Isa merasa lega dengan sakitnya. Sekarang engkau tidak bisa bawa aku, pikirnya dengan tenang.

“Aku mau,” katanya pada Hazil, “tetapi tubuhku masih amat lemah dan demam masih datang-datang.”

“Lekaslah sembuh,” kata Hazil, “kami amat sangat harapkan engkau.” (hlm. 126)

3.4 Nilai Kemanusiaan Pendukung

(67)

Nilai-nilai pendukung yang bersifat tambahan ini antara lain Nilai-nilai kelembutan hati, Nilai-nilai tanggung jawab, nilai kasih sayang, nilai kesetiaan, dan nilai persahabatan.

3.4.1 Nilai kelembutan hati

Nilai kelembutan hati merupakan perbuatan manusia yang tidak suka akan kekerasan. Manusia yang lembut hati identik dengan manusia yang mencintai sesamanya. Dalam novelJalan Tak Ada Ujung, nilai kelembutan hati tampak pada tokoh Guru Isa yang selama hidupnya tidak pernah melakukan kekerasan terhadap orang lain sehingga ia pun tak pernah dilukai orang lain. Baginya kekerasan terhadap manusia merupakan tindakan yang keji dan tidak berperasaan. Sikap lemah lembutnya membuat kehidupannya selalu aman, tenang, dan damai dalam hidup bermasyarakat maupun berkeluarga. Ia tidak pernah melakukan kekerasan dalam keluarga. Ia pun selalu dihormati orang lain karena kelemahlembutannya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:

(21) Semenjak dia melewati umur kanak-kanak yang suka berkelahi, maka Guru Isa selama hidupnya tidak pernah memakai kekerasan terhadap orang lain. Atau mengalami dirinya ditundukkan dengan kekerasan badan oleh orang lain. Tinjunya tidak pernah dikepalkan untuk memukul orang. Dan tinju orang tidak pernah memukul biru di kulit mukanya. Guru Isa sungguh-sungguh manusia damai. Manusia penyuka damai dan penerima damai. (hlm. 28)

(68)

(22) Dalam hatinya timbul rasa tidak enak ketika membayangkan dirinya terbaring di tanah berlumuran darah, mengerang-ngerang kesakitan. Pemandangan demikian melukai hatinya yang lembut. Terasa sebagai perkosaan pada kehormatan manusia baginya. (hlm. 13)

Keterlibatannya dalam organisasi perjuangan pun tetap tidak bisa mengubah hatinya yang lembut untuk terbiasa dengan kekerasan. Dalam perjuangan ini Guru Isa tidak pernah melakukan kekerasan pada orang lain. Meskipun tugasnya hanya sebagai kurir pengantar senjata dan surat, ia tetap tidak tega melihat aksi-aksi kekerasan yang dilakukan rekan-rekan seperjuangannya.

(23) “…Pembunuhan tidak boleh dicampur dengan perjuangan kemerdekaan,” kata Guru Isa. “Aku tidak akan biasa pada kekerasan,” bantah Guru Isa. “Aku jadi sakit melihat kekerasan” (hlm. 89)

Selama ini, banyak yang mengartikan kelembutan hati sebagai kelemahan yang harus dijauhkan dari perilaku sehari-hari. Padahal, kelembutan hati bisa jadi sebuah kekuatan dahsyat dalam menghadapi segala kondisi. Seperti Guru Isa yang dapat meredam amarahnya pada saat ia mengetahui istrinya berselingkuh. Hal ini menunjukkan bahwa dalam diri Guru Isa sebenarnya tak ada sifat pemarah dan suka menyakiti orang lain. Sifatnya yang lembut menjadi kekuatan baginya untuk menghadapi kondisi yang tidak diinginkannya. Dengan kelembutan hatinya ia pun terhindar dari perbuatan-perbuatan yang mungkin bisa ia lakukan untuk mengeluarkan emosinya dan yang pasti dapat membahayakan orang lain.

(69)

3.4.2 Nilai Tanggung Jawab

Nilai tanggung jawab merupakan nilai kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti melakukan perbuatan sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Tanggung jawab memang erat kaitannya dengan kewajiban atau sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya.

Dalam novel Jalan Tak Ada Ujungnilai tanggung jawab tampak pada diri Guru Isa yang mempunyai tanggung jawab kepada sekolah, keluarga, dan masyarakat. Kewajiban Guru Isa sebagai seorang guru sekolah rakyat adalah mengajar. Meskipun dalam suasana peperangan, hal itu tak menyurutkan kewajiban Guru Isa untuk tetap pergi ke sekolahan. Ia berusaha memenuhi kewajibannya sebagai guru meski penghasilannya juga tidak menentu.

(25) Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecah kesunyian pagi Guru Isa sedang berjalan kaki menuju sekolahnya di Tanah Abang. (hlm. 8)

Kelas kosong. Dia mengeluarkan dari laci meja tulisnya buku-buku tulis anak-anak sekolah yang mestinya diperiksanya. (hlm. 17)

Referensi

Dokumen terkait

4.2 Pandangan Hidup Tokoh Utama dari segi cita-cita dalam Novel Rojak Karya Fira Basuki

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai perjuangan yang ditunjukkan oleh kelompok pendamar dalam novel Harimau Harimau dan bagaimanakah manfaat

Nilai karakter religius mencakup (1) Jujur, yaitu prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan nilai perjuangan dalam novel Harimau Harimau, yaitu nilai rela berkorban, nilai persatuan, nilai

penelitian ini adalah perjuangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel.. Harimau Harimau dalam menghadapi masalah yang

Berdasarkan analisis mengenai permasalahan yang dihadapi oleh tokoh problematik dan solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang, dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam novel Bidadari Bermata Bening terdapat nilai-nilai kemanusiaan yakni hubungan manusia dengan Tuhan,

Hasil penelitian ini meliputi pandangan dunia pengarang dalam novel Memang Jodoh karya Marah Rusli, nilai AKHLAK, Pandangan dunia pengarang ditinjau dari penokohan