commit to user
PANDANGAN DUNIA PENGARANG DALAM NOVEL
NEGERI LIMA MENARAKARYA AHMAD FUADI: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
AGUS PRIYANTO
C0205007
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
▸ Baca selengkapnya: interpretasi pandangan pengarang dalam novel bekisar merah
(2)commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini kupersembahkan untuk
Ibu terhebat sebagai inspirasi saya,
Bapak, tlah ku buktikan ku mampu penuhi maumu.
Kakak-kakakku dan Mbak-Mbakku atas perhatiannya
Risma Hasnawaty, S.Ikom. atas semangat yang diberikan
commit to user
vi
MOTTO
Man Jadda Wajada
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah s.w.t yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga sampai
saat ini penulis masih diberikan kesempatan untuk berkarya dan mengisi kehidupan ini.
Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasul, Muhammad
s.a.w, keluarga, dan para sahabatnya.
Alhamdulillah, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik setelah sempat
tertunda. Berbagai kendala dan rintangan mulai dari pelaksanaan penelitian sampai pada
penyusunan skripsi ini telah berhasil dilalui. Semua itu tentunya berkat dukungan,
bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian ini.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas
Maret Surakarta, yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan selama
penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum., pembimbing skripsi yang selalu memberikan
pemikiran, arahan dan perhatian penuh kepada penulis selama penelitian
berlangsung.
4. Drs. FX. Sawardi, M. Hum., pembimbing akademik yang selalu memberikan
commit to user
viii
5. Ahmad Fuadi, penulis Novel Negeri Lima Menara atas informasi yang diberikan
dan motivasi sehingga skripsi ini bisa selesai.
6. Ibu dan Ayah yang senantiasa mendoakan penulis sehingga skripsi ini bisa selesai.
7. Mahasiswa Sastra Indonesia khususnya angkatan 2005 yang telah memberikan
kebersamaan, keceriaan, dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Surakarta, Juli 2012
commit to user
ix
ABSTRAK
Agus Priyanto. C0205007. 2012. Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel
Negeri Lima MenaraKarya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik.
Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sangat menarik untuk dikaji
dengan menggunakan teori Strukturalisme Genetik, karena mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang.
Oleh karena itu, dari pengkajian novel ini dapat diketahui pandangan duniapengarang.
Pemilihan novel Negeri Lima Menara di samping berdasarkan faktor tersebut, juga
didasarkan pada belum pernah dilakukannya pengkajian novel ini menggunakan teori Strukturalisme Genetik.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur novel
Negeri Lima Menara, (2) bagaimana lingkungan sosial pengarang, (3) bagaimana
lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, (4) bagaimana pandangan dunia
pengarang yang terefleksi dalam novelNegeri Lima Menara. Berkaitan dengan masalah
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur novel Negeri Lima
Menara, lingkungan sosial pengarang, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara,
dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novelNegeri Lima Menara.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme genetik. Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah struktur novel
Negeri Lima Menara, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, lingkungan sosial novel Negeri
Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri
Lima Menara, Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan menggunakan model
dialektik.
Berdasarkan analisis mengenai permasalahan yang dihadapi oleh tokoh problematik dan solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang, dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara Adalah pengarang ingin mengungkapkan kepada pembacabahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pendidikan formal, namun juga membekali santri-santrinya dengan karakter, disiplin, dan semangat serta etos yang baik dalam usaha meraih impian dan cita-cita. Hal ini terlihat dari adanya pemberian solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh problematik. Pemberian solusi-solusi pada tokoh problematik ini sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang.
Berdasarkan hasil analisis di atas, saran yang penulis sampaikan antara lain
commit to user
x
Genetik ini hendaknya dapat bermanfaat bagi pembaca, teori Strukturalisme Genetik ini dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra lainnya, dan novel Negeri Lima Menara
commit to user
commit to user
A. Struktur Intrinsik NovelNegeri Lima Menara... 39
1. Tokoh dan Penokohan... 39
C. Lingkungan Sosial NovelNegeri Lima Menara... 64
D. Pandangan Dunia Pengarang dalam NovelNegeri Lima Menara.... 73
BAB V PENUTUP... 82
A. Kesimpulan... 82
B. Saran... 84
DAFTAR PUSTAKA……… 85
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Deskripsi Data Berkaitan dengan Penokohan... 39
commit to user
xiv
DAFTAR BAGAN
commit to user
ix
ABSTRAK
Agus Priyanto. C0205007. 2012. Pandangan Dunia Pengarang Dalam
Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan
Strukturalisme Genetik. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sangat menarik untuk
dikaji dengan menggunakan teori Strukturalisme Genetik, karena mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang. Oleh karena itu, dari pengkajian novel ini dapat
diketahui pandangan dunia pengarang. Pemilihan novel Negeri Lima Menara di
samping berdasarkan faktor tersebut, juga didasarkan pada belum pernah dilakukannya pengkajian novel ini menggunakan teori Strukturalisme Genetik.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur
novel Negeri Lima Menara, (2) bagaimana lingkungan sosial pengarang, (3)
bagaimana lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, (4) bagaimana
pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara.
Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap
struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial pengarang, lingkungan
sosial novelNegeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi
dalam novelNegeri Lima Menara.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme genetik. Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah struktur
novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, lingkungan sosial
novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi
dalam novel Negeri Lima Menara, Teknik analisis data yang digunakan yaitu
dengan menggunakan model dialektik.
Berdasarkan analisis mengenai permasalahan yang dihadapi oleh tokoh problematik dan solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang, dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara Adalah pengarang ingin mengungkapkan kepadapembaca bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pendidikan formal, namun juga membekali santri-santrinya dengan karakter, disiplin, dan semangat serta etos yang baik dalam usaha meraih impian dan cita-cita. Hal ini terlihat dari adanya pemberian solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh problematik. Pemberian solusi-solusi pada tokoh problematik ini sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang.
Berdasarkan hasil analisis di atas, saran yang penulis sampaikan antara
commit to user
x
Strukturalisme Genetik ini hendaknya dapat bermanfaat bagi pembaca, teori Strukturalisme Genetik ini dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra lainnya,
dan novel Negeri Lima Menara hendaknya dapat dikaji atau dikembangkan
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra muncul sebagai cermin kehidupan masyarakat yang mewakili
situasi dan keadaan sekitarnya. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya
yang mampu merefleksikan zamannya. Karya sastra dipandang sebagai refleksi
zaman yang mewakili pandangan dunia pengarang, tidak sebagai individu
melainkan anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Di dalam karya
sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat,
peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat
tokoh-tokoh cerita.
Sebagai bagian dari masyarakat, pengarang dianggap mampu memberikan
cerminan kepada pembaca dari pengalaman-pengalamannya dalam karya sastra.
Pengarang menuangkan segala imajinasi yang dimilikinya untuk menghasilkan
karya sastra. Dalam hubungan antara karya sastra dengan kenyataan, Teeuw
menjelaskan bahwa karya sastra lahir dari peneladanan terhadap kenyataan, tetapi
sekaligus juga model kenyataan (Teeuw, 1988:228) . Lebih lanjut Goldmann
mengemukakan (dalam Teeuw, 1988:153) bahwa struktur kemaknaan itu
mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu,
tetapi sebagai wakil golongan masyarakatnya.
Pada umumnya karya sastra lahir dari situasi yang terjadi disekitar
pengarang. Karya sastra lahir karena adanya keinginan dari pengarang untuk
commit to user
2
pesan tertentu yang diilhami oleh imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang
serta menggunakan media bahasa sebagai penyampainya. Karya sastra merupakan
fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir
dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang
secara mendalam melalui proses imajinasi (Aminuddin, 1990: 57).
Ditinjau dari segi pembacaannya karya sastra merupakan bayang-bayang
realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan
dalam kehidupan. Jadi dapat disimpulkan bahwa karya sastra lahir dari latar
belakang dan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya.
Ditinjau dari segi penciptanya, karya sastra merupakan pengalaman batin
penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan situasi
budaya tertentu. Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial
suatu masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang
diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita. Sastra mempersoalkan manusia
dalam berbagai kehidupannya. Karya sastra berguna untuk mengenal manusia,
kebudayaan serta zamannya (Zulfahnur, dkk 1996: 254).
Karya sastra juga dipandang sebagai refleksi zaman yang dapat
mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Karya
sastra diciptakan oleh pengarang sebagai individu yang berada dalam masyarakat
dan zaman tertentu. Pandangan dunia pengarang terbentuk atas hubungan antara
konteks sosial dalam novel dengan konteks sosial kehidupan nyata dan latar sosial
commit to user
Abstraksi itu akan mencapai bentuknya yang konkret dalam sastra. Oleh
karena itu, pandangan dunia itu suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili
identitas kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya.
Pandangan inilah yang menentukan struktur karya sastra (Goldmann dalam
Endraswara, 2003:57).
Melalui karya sastra masyarakat pembaca sastra akan mengetahui
kehidupan sosial masyarakat pencipta karya sastra tersebut (Sumardjo, 1995: 99–
100). Dengan demikian, karya sastra yang diciptakan oleh sastrawan bertujuan
untuk menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita. Novel yang mampu
menggambarkan atau mencerminkan kehidupan yang nyata dalam sebuah
masyarakat tergolong sebagai novel yang baik, karena pada dasarnya, novel
adalah pengetahuan realita nonilmiah yang muncul dan terjadi dalam suatu
masyarakat (Wellek dan Warren, 1994:94).
Pada umumnya karya sastra lahir dari situasi yang terjadi disekitar
pengarang. Sastra merupakan gambaran masyarakat. Hal ini berarti bahwa
kejadian-kejadian atau problem kehidupan yang terjadi dalam masyarakat direkam
oleh pengarang dan didasarkan daya imajinasi dan kreasi masalah-masalah
tersebut dituangkan dalam karya sastra. Pengarang mengajak pembaca untuk
melihat, merasakan, dan menghayati makna pengalaman hidup seperti yang
dirasakan pengarang melalui karyanya.
Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama
membentuk sebuah totalitas itu di samping unsur formal bahasa masih banyak lagi
commit to user
4
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang
membangun karya itu sendiri. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur
yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar bebagai
unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur-unsur
intrinsik yang membangun sebuah novel antara lain peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain.
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang ada di luar tubuh karya sastra tetapi sangat
berpengaruh terhadap isi karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik yang membangun
sebuah novel misalnya kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan
pengarang, latar belakang sosial pengarang, dan sebagainya.
Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra, diciptakan pengarang untuk
mengungkapkan kehidupan manusia dalam waktu yang lama. Di dalam suatu
novel muncul peristiwa-peristiwa yang akan merubah jalan hidup para pelakunya.
Dalam novel pengarang menggambarkan perubahan perilaku, watak tokoh,
maupun alur cerita, serta sikap dalam menghadapi konflik kehidupan. Pengarang
sebagai warga masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Sebagai warga
masyarakat, ia tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah sosial,
budaya, politik, serta mengikuti isu-isu sezamannya. Keterlibatan sosial, sikap,
dan ideologi pengarang dapat dipelajari tidak hanya dari karya sastranya, tetapi
juga dari dokumen biografinya. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi
studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal
ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang
akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek
commit to user
Dengan demikian penilaian yang akan diberikan terhadap karya sastra
jelas akan kurang lengkap tanpa sebelumnya memahami seluruh seluk-beluk dan
latar belakang sosial maupun latar belakang kebudayaan pengarangnya, karena
pemahaman terhadap latar belakang kehidupan pengarang akan mempermudah
atau dapat membantu memahami karya sastra.
Seperti novel yang akan dikaji oleh penulis, berjudulNegeri Lima Menara
yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, novel tersebut terinspirasi dari kisah nyata
pengarang semasa menempuh pendidikan. Negeri Lima Menara adalah novel
pertama karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2009.
Novel ini bercerita tentang kehidupan 6 (enam) santri dari 6 (enam) daerah yang
berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur yang jauh
dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia. Mereka
adalah: Alif Fikri Chaniago dari Maninjau, Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari
Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso Salahuddin
dari Gowa.
Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 (satu) sampai kelas 6
(enam). Kian hari mereka semakin akrab dan memiliki kegemaran yang sama
yaitu duduk di bawah menara Pondok Madani. Dari kegemaran yang sama mereka
menyebut diri mereka sebagaiSahibulMenara.
Penulis mengambil novel ini sebagai objek penelitian karena adanya fakta
sosial tentang masalah-masalah dan latar belakang pengalaman yang pernah
dihadapi oleh pengarang menjadi sumber inspirasi penciptaan novel Negeri Lima
commit to user
6
mempengaruhi gaya penulisan novel ini yang sangat mengutamakan unsur otentik
dan keaslian dalam penggambaran setting/latar belakang cerita. Novel ini telah
mendapatkan penghargaan antara lain; Liputan6 Award Bidang Motivasi dan
Edukasi SCTV tahun 2011, Long List-Khatulistiwa Literary Award tahun 2010,
Anugerah Pembaca Indonesia sebagai Buku dan Penulis Terfavorit tahun 2010,
Buku Fiksi Terbaik tahun 2011 diperoleh dari Perpustakaan Nasional RI dan
Penulis Terbaik tahun 2011 dari IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) selain
pengahargaan tersebut, novel ini sudah difilmkan dan ditayangkan pada awal
Maret 2012 di seluruh Indonesia. Selain cukup menghibur, keunggulan novel ini
adalah menjadi National Best Seller yang sudah mencapai cetakan ke-9
(sembilan) pada November 2010 sejak pertama terbit pada bulan Juli 2009.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori strukturalisme
genetik sebagai alat bantu untuk memahami pengaruh dunia pengarang dalam
penciptaan novel Negeri Lima Menara. Analisis strukturalisme genetik dalam
karya sastra berguna untuk menganalisis kehidupan-kehidupan sosial,
interaksi-interaksi sosial tokoh-tokoh dalam novelNegeri Lima Menara. Penulis akan lebih
mendeskripsikan pandangan dunia pengarang terhadap cerita dan tokoh-tokoh
yang muncul dalam cerita novelNegeri Lima Menara. Untuk itu, pada penulisan
skripsi ini, penulis mengambil judul : ”Pandangan DuniaPengarang dalam Novel
Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme
commit to user
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian menjadi jelas dan
terarah, sehingga mencapai sasaran yang diinginkan. Agar penelitian ini mencapai
sasaran yang tepat, penelitian ini membatasi masalahnya pada analisis
strukturalisme genetik. Analisis ini dikhususkan pada analisis tekstual guna
mengetahui pandangan dunia pengarang dalam novelNegeri Lima Menara.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sampaikan, maka dapat
penulis sertakan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur intrinsik dalam novelNegeri Lima Menara?
2. Bagaimanakah konteks sosial dalam novelNegeri Lima Menara?
3. Bagaimanakah latar belakang kehidupan sosial pengarang novel Negeri
Lima Menara?
4. Bagaimanakah pandangan dunia pengarang novelNegeri Lima Menara?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah penulis sampaikan diatas, maka
adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Mengungkap struktur intrinsik novelNegeri Lima Menara.
2. Mengungkap konteks sosial yang terdapat dalam novel Negeri Lima
Menara.
3. Mengungkap latar belakang kehidupan sosial budaya pengarang novel
commit to user
8
4. Mengungkap pandangan dunia pengarang yang tercermin dalam novel
Negeri Lima Menara.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Menambah khasanah pengkajian sastra khususnya teori strukturalisme
genetik dan penggunaannya di dalam analisis sebuah karya sastra.
b. Memberikan kajian mengenai pandangan dunia pengarang lewat karyanya
sehingga dapat memberikan masukan yang berguna bagi pembaca untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang sering terjadi pada diri seseorang
maupun masalah yang muncul di masyarakat.
c. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan penelitian sastra pada
khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Membantu pembaca dalam memahami novel Negeri Lima Menara dari
sudut pandang dunia pengarang.
b. Menambah khazanah pengkajian sastra tentang strukturalisme genetik
khususnya mengkaji pandangan dunia pengarang lewat karyanya sehingga
dapat memberikan masukan yang berguna bagi pembaca untuk mengatasi
berbagai permasalahan yang sering terjadi pada diri seseorang maupun
commit to user
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bab I pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
Bab II landasan teori terdiri dari struktur intrinsik novel, strukturalisme
genetik, dan pandangan dunia pengarang.
Bab III metodologi penelitian terdiri dari metode penelitian, pendekatan,
objek penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis.
Bab IV analisis berisi struktur novel, lingkungan sosial pengarang,
lingkungan sosial novel, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam
novelNegeri Lima Menara.
Bab V penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Pada bagian akhir laporan akan dilengkapi dengan daftar pustaka,
commit to user
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Struktur Intrinsik Novel
Menurut Fananie (2000: 83) unsur intrinsik adalah struktur formal karya
sastra yang dapat disebut sebagai elemen-elemen atau unsur-unsur yang
membentuk karya sastra. Unsur-unsur tersebut secara utuh membangun karya
sastra fiksi dari dalam, unsur-unsur intrinsik yang paling pokok terdiri dari; (1)
tokoh dan penokohan, (2) latar, (3) alur, dan (4) tema. Unsur intrinsik dalam novel
adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.
1. Tokoh dan Penokohan
Menurut Sudjiman, penokohan merupakan penciptaan citra tokoh di dalam
karya sastra. Dalam kisah yang fiktif pengarang membentuk tokoh-tokoh yang
fiktif secara meyakinkan sehingga pembaca seolah-olah merasa berhadapan
dengan manusia yang sebenarnya (Sudjiman, 1984:42). Tokoh adalah pelaku
dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh namun pada
umumnya ada satu tokoh utama. Tokoh utama tersebut adalah tokoh yang sangat
penting dalam pengambilan peranan sebuah karya sastra.
Pegembangan penokohan meliputi dua aspek yaitu aspek penampilan dan
aspek watak atau karakter. Adapun jenis tokoh ada dua yaitu tokoh datar (flash
character) dan tokoh bulat (round character).
Tokoh datar adalah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi saja,
commit to user
menunjukkan berbagai segi, misalnya segi kebaikan, keburukan, kelemahan, dan
sebagainya. Jadi, ada perkembangan yang terjadi pada tokoh tersebut.
Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh
introvert adalah pribadi tokoh yang ditentukan oleh ketidaksadarannya.
Sedangkan tokoh ekstrovert adalah pribadi tokoh yang ditentukan oleh
kesadarannya.
Dalam karya sastra dikenal juga tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang disukai oleh pembaca atau penikmat sastra
karena sifat-sifatnya. Sedangkan tokoh ekstrovert adalah tokoh yang tidak disukai
oleh pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Menurut Sayuti (1996: 47) ditinjau dari segi keterlibatannya dalam
keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni:
a. Tokoh sentral atau tokoh utama
Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam
peristiwa atau tokoh yang paling banyak diceritakan. Tokoh sentral atau tokoh
utama dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu (1) tokoh itu yang paling terlibat
dengan makna atau tema, (2) tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan
tokoh lain, dan (3) tokoh itu paling memerlukan waktu penceritaan.
b. Tokoh periferal atau tokoh tambahan (bawahan)
Tokoh bawahan merupakan tokoh yang mengambil bagian kecil dalam
peristiwa suatu cerita atau tokoh yang sedikit diceritakan. Penokohan adalah
commit to user
12
dapat berupa: pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan
sebagainya (Suharianto 1982: 31).
Dalam penokohan, dikenal ada dua cara atau metode yang digunakan
pengarang untuk menggambarkan tokoh cerita (Sayuti 1996: 57-59) antara lain:
1. Metode diskursif atau metode analitik
Metode ini digunakan pengarang dengan menyebutkan secara langsung
masing-masing kualitas tokoh-tokohnya.
2. Metode dramatis atau metode tidak langsung
Metode ini digunakan pengarang dengan memberikan tokoh-tokohnya
untuk menyatakan diri mereka sendiri. Metode ini dapat dilakukan dari beberapa
teknik antara lain: (1) teknik pemberian nama, (2) teknik cakapan, (3) teknik
pikiran tokoh, (4) teknik arus kesadaran, (5) teknik lukisan persoalan tokoh, (6)
teknik perbuatan tokoh, (7) teknik pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap
tokoh lain, (8) teknik lukisan fisik, dan (9) teknik pelukisan latar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan dalam
karya sastra adalah cara pengarang menggambarkan tokoh yang dapat
menggerakkan cerita. Sedangkan tokoh-tokoh dalam cerita itu mempunyai watak
atau karakter yang menghidupkan ketokohannya.
2. Latar atau Setting
Latar atau setting adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang
berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu
commit to user
Unsur latar dibedakan dalam beberapa indikator. Abrams (dalam Fananie,
2000:99) berpendapat, latar dibedakan menurut tiga indikator yang meliputi;
pertama, general locale (tempat secara umum); kedua historical time (waktu
historis); ketigasocial circumstances(lingkungan sosial).
Senada dengan Abrams, Nurgiyantoro (2002:227) juga membedakan latar
menjadi tiga kategori :
a. Latar tempat, yaitu menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar sosial, yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi.
Fungsi setting/latar menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam
Wellek dan Warren 1994:290-291). adalah sebagai berikut
a. Latar adalah lingkungan, dan lingkungan terutama interior rumah dapat
dianggap berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi dari
tokohnya. Rumah seseorang adalah perhiasan bagi dirinya sendiri. Kalau
kita menggambarkan rumahnya berarti kita menggambarkan sang tokoh.
Latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana
adanya dan berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh, latar
commit to user
14
b. Latar yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan mood: alur dan
penokohan didominasi oleh nada dan kesan tertentu disebut latar noveltik,
misalnya pada karya noveltik. Deskripsi naturalistik lebih bersifat
dokumentasi, dengan tujuan menciptakan ilusi.
c. Dalam drama, latar digambarkan secara verbal (seperti dalam drama
Shakespeare)atau ditunjukkan oleh petunjuk pementasan yang
menyangkut dekorasi dan peralatan panggung disebut latar realistis.
d. Latar juga dapat berfungsi sebagai penentu pokok: lingkungan dianggap
sebagai penyebab fisik dan sosial, suatu kekuatan yang tidak dapat
dikontrol oleh individu.
Latar tidak hanya menunjukkan di mana dan kapan cerita itu terjadi. Lebih
dari itu, latar juga harus sesuai dengan situasi sosial dan diagesis atau logika
ceritanya. Hal ini diungkapkan oleh Zainuddin Fananie dalam bukunya Telaah
Sastra. Fananie, (2000:99) berpendapat bahwa dalam telaah setting/latar sebuah
karya sastra, bukan berarti bahwa persoalan yang dilihat. hanya sekedar tempat
terjadinya peristiwa, saat terjadinya peristiwa, dan situasi sosialnya, melainkan
juga dari konteks diagesis-nya kaitannya dengan perilaku masyarakat dan watak
para tokohnya sesuai dengan situasi pada saat karya tersebut diciptakan. Karena
itu, dari telaah yang dilakukan harus diketahui sejauh mana kewajaran, logika
peristiwa, perkembangan karakter pelaku sesuai dengan pandangan masyarakat
commit to user
3. Alur atau Plot
Alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat
sehingga menjadi satu-kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Sebuah cerita
merupakan rangkaian peristiwa. Peristiwa yang dirangkaikan tersebut adalah
susunan peristiwa yang lebih kecil. Rangkaian kejadian itu tidak hanya disusun
berdasarkan komposisi cerita melainkan bergerak berdasarkan hubungan sebab
akibat.
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah
plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut alur, yakni cara
pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan
hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat dan utuh
(Suharianto 1982: 28).
Menurut Zulfahnur, dkk (1996: 27), berdasarkan fungsinya alur dibagi
menjadi;
a. Alur utama
Alur utama adalah alur yang berisi cerita pokok, dibentuk oleh peristiwa
pokok atau utama.
b. Alur bawahan (subplot)
Alur bawahan adalah alur yang berisi kejadian-kejadian kecil menunjang
peristiwa-peristiwa pokok, sehingga cerita tambahan tersebut berfungsi
commit to user
16
4. Tema dan Amanat
Fananie mengemukakan pendapatnya bahwa tema adalah ide, gagasan,
pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra (2000:
84). Senada dengan pendapat tersebut, Nurgiyantoro juga mengatakan bahwa
tema adalah dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel/novel.
Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh
pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain,
cerita tentunya akan setia mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan
sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur
intrinsik yang lain dapat mencerminkan gagasan dasar umum (baca: tema)
tersebut (2002:70).
Analisis terhadap tema diusahakan untuk memahami cerita secara terpadu.
Meskipun demikian, dalam sebuah karya sastra terkadang tidak hanya memuat
satu tema. Karena itu, curahan perhatian sering tertuju pada bagian-bagian itu.
Dengan kata lain, kemunculan motif yang berulang kali dapat dikatakan sebagai
pengenalan terhadap tema utama dan tema bawahan atau tema-tema minor
mempertegas tema mayor.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa tema adalah persoalan
yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema dapat dibedakan
menjadi dua yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan tema
yang sangat menonjol dan tema minor adalah tema yang tidak menonjol.
Amanat menurut Panuti Sudjiman (1984) adalah “gagasan yang mendasari
commit to user
pendengar. Di dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat dan di
dalam karya sastra lama pada umumnya tersurat” (hal.5).
Tema dan amanat sangat erat kaitannya. Amanat merupakan pemecahan
persoalan yang terkandung dalam tema. Amanat juga merupakan pesan yang ingin
disampaikan pengarang dalam rangka menyelesaikan persoalan yang ada.
B. Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik (genetik structuralism) adalah cabang penelitian
sastra secara struktural yang tak murni. Strukturalisme genetik ini merupakan
penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya
(Endraswara 2003: 55).
Semula, peletak dasar strukturalisme genetik adalah Taine. Bagi dia, karya
sastra sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan
atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya
dilahirkan.
Strukturalisme genetik muncul sebagai reaksi atas Stukturalisme murni
yang mengabaikan latar belakang sejarah dan latar belakang sastra yang lain. Hal
ini diakui pertama kali oleh Juhl (Teeuw 1988: 173) bahwa penafsiran model
strukturalisme murni atau strukturalisme klasik kurang berhasil (Endraswara
2003: 55-56).
Penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut
commit to user
18
bermanfaat dan berdaya guna tinggi, apabila para peneliti sendiri tidak melupakan
atau tetap memperhatikan segi-segi intrinsik yang membangun karya sastra, di
samping memperhatikan faktor-faktor sosiologis, serta menyadari sepenuhnya
bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreativitas dengan memanfaatkan
faktor imajinasi (Endraswara 2003: 56).
Pendapat di atas sesuai dengan pendapat Endraswara (2003: 56) yang
menyatakan bahwa studi strukturalisme genetik memiliki dua kerangka besar.
Pertama hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu
karya sastra yang sama, dan kedua hubungan tersebut membentuk suatu jaringan
yang saling mengikat.
Strukturalisme genetik tidak begitu saja dari struktur dan pandangan dunia
pengarang. Pandangan dunia pengarang itu sendiri dapat diketahui melalui latar
belakang kehidupan pengarang. Hal itulah yang memberikan kekuatan hasil
analisis novel dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra
secara singkatnya adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai
cermin kehidupan masyarakat. Pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat.
Jelaslah bahwa pendekatan sosiologi sastra terutama dengan metode
strukturalisme genetik sangat erat hubungannya dengan pengarang.
Lebih lanjut Goldmann mengemukakan bahwa semua aktivitas manusia
merupakan kreasi atau percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok
dengan aspirasinya. Sesuatu yang dihasilkan merupakan fakta hasil usaha manusia
untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dengan dunia sekitarnya (Fananie
commit to user
Strukturalisme genetik pada prinsipnya adalah teori sastra yang
berkeyakinan bahwa karya sastra tidak semata-mata merupakan suatu yang statis
dan lahir yang sendirinya melainkan merupakan hasil strukturasi struktur kategori
pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif tertentu yang terbangun akibat
interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan ekonomi tertentu. Oleh karena
itu pemahaman mengenai strukturalisme genetik, tidak mungkin dilakukan tanpa
pertimbangan-pertimbangan faktor-faktor sosial yang melahirkannya, sebab faktor
itulah yang memberikan kepaduan pada struktur karya sastra itu (Goldmann
dalam Faruk 1999: 13).
Ada dua kelompok karya sastra menurut Goldmann (Iswanto dalam
Jabrohim (ed) 1994: 61), yaitu karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama
dan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua. Karya sastra yang
dihasilkan oleh pengarang utama adalah karya sastra yang strukturnya sebangun
dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan, karya sastra yang
dihasilkan oleh pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar
reproduksi segi permukaan realitas dan kesadaran kolektif. Untuk penelitian sastra
yang mengungkapkan pendekatan strukturalisme genetik oleh Goldmann
disarankan menggunakan karya sastra ciptaan pengarang utama, karena sastra
yang dihasilkannya merupakan karya agung (master peace) yang di dalamnya
mempunyai tokoh problematik (problematic hero) atau mempunyai wira yang
memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih (autthentic
value).
Menurut Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57) karya sastra sebagai
commit to user
20
individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Dengan demikian, dapat
ditanyakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang
menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui
pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya. Keterkaitan pandangan
dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut, bagi Goldmann
merupakan hubungan genetik, karenanya disebut sebagai strukturalisme genetik.
Pada bagian lain, Goldmann mengemukakan bahwa pandangan dunia merupakan
perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan
sesamanya dengan alam semesta.
Sebagai sebuah analisis strukturalisme genetik didasarkan faktor
kesejarahan karena tanpa menghubungkan dengan fakta-fakta kesejarahan pada
suatu objek kolektif di mana suatu karya diciptakan, tidak seorang pun akan
mampu memahami secara komprehensif pandangan dunia atau hakikat dari yang
dipelajari (Goldmann dalam Fananie 2000: 120).
Pandangan dunia, yang bagi Goldmann selalu terbayang dalam karya
sastra adalah abstraksi. Abstraksi itu akan mencapai bentuknya yang konkret
dalam sastra. Oleh karena itu pandangan dunia ini suatu bentuk kesadaran kolektif
yang mewakili kelas sosialnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat dipahami
asalnya dan terjadinya (unsur genetik) dari latar belakang sosial tertentu.
Keterkaitan pandangan dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut
bagi Goldmann merupakan hubungan genetik dan disebut strukturalisme genetik.
Dalam kaitannya ini, karya sastra harus dipandang dari asalnya dan kejadiannya
commit to user
Atas dasar hal-hal tersebut, Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57)
memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik ke dalam tiga hal, yaitu:
(1) penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat sebagai satu kesatuan; (2)
karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra yaitu karya
yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu
keseluruhan (a coherent whole); (3) jika kesatuan telah ditemukan, kemudian
dianalisis dalam hubungannya dengan latar belakang sosial. Secara sederhana,
kerja penelitian strukturalisme genetik dapat diformulasikan dalam tiga langkah
antara lain:
1. Penelitian bermula dari kajian unsur intrinsik, baik secara parsial maupun
dalam jalinan keseluruhan.
Penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut
pandang yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari bagian unsur intrinsik
(kesatuan dan koherensi) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan
menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakat. Karya dipandang
sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkap aspek sosial, budaya,
politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan
dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Untuk sampai
pada world view yang merupakan pandangan dunia pengarang memang bukan
perjalanan mudah. Karena itu, Goldman mengisyaratkan bahwa penelitian bukan
terletak pada analisis isi, melainkan lebih pada struktur cerita. Dari struktur cerita
itu kemudian dicari jaringan yang membentuk kesatuannya. Penekanan pada
commit to user
22
tersendiri, karena hal tersebut dapat mengabaikan hakikat sastra yang merupakan
tradisi sendiri (Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara 2003: 57-58).
Penelitian sastra yang menggunakan pendekatan strukturalisme genetik
terlebih dahulu harus memulai langkah yaitu kajian unsur-unsur intrinsik. Dari
pengkajian unsur-unsur intrinsik ini akan dapat memunculkan tokoh problematik
dalam novel tersebut. Tokoh problematik yang terdapat dalam novel akan
memunculkan adanya pandangan dunia pengarang akan dimunculkan melalui
tokoh problematik (problematic hero). Tokoh problematik (problematik hero)
adalah tokoh yang mempunyai masalah yang berhadapan dengan kondisi sosial
yang memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih
(authentic value). Melalui tokoh problematik inilah pandangan dunia pengarang
akan terlihat dari pemberian solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang kepada
tokoh problematik dalam usahanya untuk mengatasi masalah yang sedang
dihadapi.
2. Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang, karena ia merupakan
bagian dari komunitas tertentu.
Sosial budaya terdiri atas dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti
berkenaan dengan masyarakat. Budaya adalah keseluruhan hasil cipta, rasa, dan
karsa masyarakat. Budaya dapat dikaitkan sebagai warisan yang dipandang
sebagai karya yang tersusun secara teratur, terbiasa, dan sesuai dengan tata tertib.
Hasil budaya tersebut dapat berupa kemahiran teknik, pikiran, gagasan,
kebiasaan-kebiasaan tertentu atau hal-hal yang bersifat kebendaan. Kata
commit to user
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, cara hidup, dan
lain-lain. kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat kebudayaan adalah hasil budi, daya kerja
akal manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya. Kebudayaan
terbentuk karena adanya manusia, sedang manusia merupakan anggota
masyarakat. Simpulan yang diperoleh dari beberapa pengertian sosial budaya di
atas adalah segala sesuatu mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum,
adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh manusia melalui akal
budinya sebagai makhluk sosial.
Kelas sosial pengarang akan mempengaruhi bentuk karya sastra yang
diciptakannya, sebagaimana dikatakan Griff (dalam Faruk 1999: 55) sekolah dan
latar belakang keluarga dengan nilai-nilai dan tekanannya mempengaruhi apa
yang dikerjakan oleh sastrawan.
Gejolak batin pengarang menjadi hal yang sangat urgen dalam peristiwa
munculnya karya sastra. Sebagai manusia pengarang berusaha mengaktualisasikan
dirinya, menaruh minat terhadap masalah-masalah manusia dan kemanusiaan,
hidup, dan kehidupan melalui karya sastra. Meskipun demikian, karya sastra
berbeda dengan rumusan sejarah. Dalam sebuah karya sastra, kehidupan yang
ditampilkan merupakan peramuan antara pengamatan dunia keseharian dan hasil
imajinasi. Jadi, kehidupan dalam sastra merupakan kehidupan yang telah diwarnai
oleh pandangan-pandangan pengarang.
Latar belakang sosial budaya pengarang dapat mempengaruhi penciptaan
commit to user
24
secara individual (pengarang) maupun secara kolektif. Hal tersebut menyebabkan
secara sadar atau tidak sadar bahwa dalam menciptakan karya sastra baik sedikit
ataupun banyak dipengaruhi oleh pemikiran perasaan dan pengalaman hidupnya,
salah satunya yaitu bahwa latar belakang sosial budaya pengarang akan
mempengaruhi penciptaan karya sastra yang ditulisnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kehidupan sosial
budaya pengarang akan mempengaruhi karya sastra yang ditulis. Karena
pengarang merupakan bagian dari komunitas tertentu. Sehingga kehidupan sosial
budaya pengarang akan dapat mempengaruhi karya sastranya. Pengarang bukan
hanya penyalur dari suatu pandangan dunia kelompok masyarakat, tetapi juga
menyalurkan reaksinya terhadap fenomena sosial budaya dan mengeluarkan
pikirannya tentang satu peristiwa. Secara singkat, kehidupan sosial budaya
pengarang akan memunculkan pandangan dunia pengarang, karena pandangan
dunia pengarang terbentuk dari pandangan pengarang setelah ia berintereaksi
dengan pandangan kelompok sosial masyarakat pengarang.
3. Mengkaji latar belakang sosial sejarah yang turut mengkondisikan karya
sastra saat diciptakan oleh pengarang.
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi
pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh
karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
(Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 59).
Karya sastra yang besar menurut Goldman (dalam Fananie 2000: 165)
commit to user
semesta dan kelompok manusia. Itulah sebabnya pandangan dunia yang tercermin
dalam karya sastra terikat oleh ruang dan waktu yang menyebabkan ia bersifat
historis.
Johnson (dalam Faruk 1999: 45-46) menyimpulkan bahwa novel
mempresentasikan suatu gambaran yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan
sosial. Dengan demikian, karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk
menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita.
Bonald (dalam Wellek dan Warren 1994: 110) mengemukakan hubungan
antara sastra erat kaitannya dengan masyarakat. Sastra ada hubungan dengan
perasaan masyarakat. Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan
secara keseluruhan kehidupan zaman tertentu secara nyata dan menyeluruh.
Latar belakang sejarah, zaman dan sosial masyarakat berpengaruh
terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun bentuknya atau
strukturnya. Suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang dengan
sendirinya akan melahirkan suatu warna karya sastra tertentu pula (Iswanto dalam
Jabrohim (ed) 1994: 61).
Melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problem
kehidupan yang pengarang sendiri ikut di dalamnya. Karya sastra memberi
pengaruh pada masyarakat, bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai
karya sastra yang hidup pada suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri
merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang
diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus membentuknya
commit to user
26
Semi (1989: 53) menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu
fenomena sosial yang terkait dengan penulis, pembaca, dan kehidupan manusia.
Karya sastra sebagai fenomena sosial tidak hanya terletak pada segi penciptanya
saja, tetapi juga pada hakikat karya sastra itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan
bahwa reaksi sosial seorang penulis terhadap fenomena sosial yang dihadapinya
mendorong ia menulis karya sastra. Oleh karena itu, mempelajari karya sastra
berarti mempelajari kehidupan sosial. Hal itu bermakna bahwa kajian karya sastra
terkait dengan kajian manusia, kajian tentang kehidupan.
Untuk lebih jelasnya, dalam melakukan penelitian dengan menggunakan
metode strukturalisme genetik dapat kita ikuti langkah-langkah yang ditawarkan
oleh Laurensin dan Swingewood yang disetujui oleh Goldman (Iswanto dalam
Jabrohim (ed) 1994: 62) sebagai berikut:
a. Peneliti sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula sastra diteliti
strukturnya untuk membuktikan jaringan bagian-bagiannya sehingga
terjadi keseluruhan yang padu dan holistik.
b. Penghubungan dengan sosial budaya. Unsur-unsur kesatuan karya sastra
dihubungkan dengan sosio budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungkan
dengan struktur mental yang berhubungan dengan pandangan dunia
pengarang.
c. Untuk mencapai solusi atau kesimpulan digunakan metode induktif, yaitu
metode pencarian kesimpulan dengan jalan melihat premis-premis yang
commit to user
C. Pandangan Dunia Pengarang
Pandangan dunia adalah istilah menyeluruh dari gagasan-gagasan,
aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan secara
bersama-sama anggota-anggota suatu kelornpok sosial tertentu dan yang
mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann
dalam Faruk, 1999: 16). Pandangan dunia merupakan produk interaksi antara
subjek kolektif dengan situasi sekitarnya sebab pandangan dunia tidak lahir
dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan
bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya
mentalitas yang lama.
Dalam salah satu esainya, “Genetic Structuralism in The Sociology of
Literature” Lucien Goldman (dalam Elizabeth & Burns 1973:118-119)
menjelaskan, ada tiga kemungkinan yang dilakukan seorang pengarang dalam
menghadapi realitas lingkungannya: (1) mencatat dan memaknai, (2) bersikap dan
bereaksi, serta (3) mengubah dan menciptakan realitas baru dalam karyanya.
Kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki oleh
individu-individu yang ada dalam masyarakat, kelompok sekerja, dan sebagainya ditambah
dengan kompleksnya mengenai makna dan arah dan aspirasi makna dan arah
keseluruhan dan aspirasi-aspirasi, perilaku-perilaku, dan emosi-emosi kolektifnya.
Sebaliknya, kesadaran yang mungkin adalah yang menyatakan suatu
kecenderungan kelompok ke arah suatu koherensi menyeluruh, perspektif yang
koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan
commit to user
28
Menurut Goldmann (dalam Endraswara, 2003: 57) karya sastra sebagai
struktur yang memiliki makna merupakan wakil pandangan dunia (vision du
monde) pengarang tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota
masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami secara
utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks sastra
diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur rnasyarakat bisa mengakibatkan
penelitian sastra menjadi pincang.
Pandangan dunia yang bagi Goldmann selalu terbayang dalam karya sastra
yang agung, adalah abstraksi (bukan fakta empiris yang memiliki eksistensi
objektif). Kemudian abstraksi itu akan mengalami bentuk konkret dalam karya
sastra. Oleh identitas kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas
sosialnya. Pandangan itulah yang menentukan struktur suatu karya sastra. Oleh
sebab itu karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetiknya)
dan latar belakang sosial tertentu, yang bagi Goldmann merupakan hubungan
genetik. (Goldmann dalam Endaswara, 2003: 57)
Goldmann menyatakan bahwa pandangan dunia erat hubungannya dengan
unsur struktur karya sastra dan struktur masyarakat. Goldmann percaya adanya
homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat, sebab keduanya
merupakan produk dan aktivitas strukturasi yang sama. Akan tetapi, hubungan
antara keduanya tersebut tidak dipahami sebagai hubungan determinasi yang
Iangsung, melainkan dimediasi oleh apa yang disebutnya sebagai pandangan
commit to user
Goldman beranggapan bahwa manusia (individu) tidak mungkin
mempunyai pandangan dunianya (world view) sendiri (Junus 1986:25). Goldman
mencoba mendapatkan pandangan dunia pengarangnya. Penulis itu sendiri
bukanlah seorang individu yang berdiri sendiri. Ia adalah bagian dari suatu
‘kelompok sosial’, sehingga pandangannya tadi adalah juga pandangan kelompok
sosial,transindividual subject(Junus 1988:16).
Proses panjang dan interaksi subjek kolektif dengan situasi sekitarnya
dapat disebabkan oleh kenyataan bahwa pandangan dunia itu merupakan
kesadaran yang tidak sernua orang dapat mernahaminya. Dalam hal ini, kesadaran
yang mungkin terjadi dibedakan dan kesadaran nyata (Goldmann dalam Faruk,
1999: 16).
Goldmann (dalam Faruk, 1999: 16) berpendapat bahwa pandangan dunia
tidak dapat terlahir secara tiba-tiba karena pandangan dunia merupakan produk
interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya. Transformasi mentalitas
yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya
mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama.
Pandangan dunia yang ditampilkan pengarang lewat tokoh problematik
(problematic hero) merupakan suatu struktur global yang bermakna. Pandangan
dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi
merupakan suatu gagasan, aspirasi dan perasaan yang dapat mempersatukan suatu
kelompok sosial masyarakat. Pandangan dunia itu memperoleh bentuk konkret di
dalam karya sastra. Pandangan dunia bukan fakta. Pandangan dunia tidak
commit to user
30
kepentingan suatu golongan masyarakat tertentu. Hal-hal tersebut di atas
dimaksudkan untuk menjembatani fakta estetik. (Goldmann dalam Fananie,
2000:118). Adapun fakta estetik dibaginya menjadi dua tataran hubungan yang
meliputi:
a. Hubungan antara pandangan dunia sebagai suatu realitas yang dialami dan
alam ciptaan pengarang.
b. Hubungan alam ciptaan dengan alat sastra tertentu seperti diksi, sintaksis,
dan style yang merupakan hubungan struktur cerita yang dipergunakan
pengarang dalam ciptaannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia
terbentuk atas dua aspek yaitu (1) hubungan antara konteks sosial dalam novel
dengan konteks sosial kehidupan nyata, (2) hubungan latar sosial budaya
pengarang dengan novel yang dihasilkannya.
Karya sastra yang besar menurut Goldmann (dalam Fananie, 2000:165)
dianggap sebagai fakta sosial dari subjek trans-individual karena merupakan alam
semesta dan kelompok manusia. Itulah sebabnya pandangan dunia yang tercermin
dalam karya sastra terikat oleh ruang dan waktu yang menyebabkan ia bersifat
historis. Dengan demikian, karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk
menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita. Konteks sosial novel
merupakan karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil
imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya.
commit to user
masyarakat, sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat
tertentu (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994:61).
Kelas sosial pengarang akan mempengaruhi bentuk dan karya yang
diciptakannya, sebagaimana dikatakan Griff (dalam Faruk 1999:55) sekolah dan
latar belakang keluarga dengan nilai-nilai dan tekanannya mempengaruhi apa
yang dikerjakan oleh sastrawan.
Pandangan dunia pengarang adalah keseluruhan gagasan, aspirasi dan
perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu
kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan
kelompok-kelompok sosial yang lain yang diwakili pengarang sebagai bagian dari
masyarakat. Pandangan ini tidak mewakili pengarang sebagai individu tetapi
pengarang sebagai subjek kolektif yang memiliki pandangan menyeluruh tentang
commit to user
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang
bersifat deskriptif. Analisis deskriptif kualitatif adalah penelitian yng bermaksud
memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara
deskriptif dalam bentuk khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Moleong 2000: 6)
Hal ini berarti data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang diproses
sebelum digunakan dan dianalisis tetap dengan kata-kata yang disusun ke dalam
teks yang diperluas. Laporan ini disertai dengan kutipan-kutipan data (Moloeng,
2000: 6).
Penelitian ini akan mendeskripsikan unsur-unsur pembangunNegeri Lima
Menara, dan pandangan dunia pengarang yang turut menginspirasi novel Negeri
Lima Menara.
B. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
strukturalisme genetik. Pendekatan strukturalisme genetik merupakan suatu
disiplin ilmu yang menaruh perhatian pada teks sastra dan latar belakang sosial
commit to user
Penelitian struktural genetik adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik
yang terdapat dalam novel dan unsur ekstrinsik yang ada di luar novel. Pengkajian
diawali dengan kajian unsur intrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya
penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya.
(Endraswara, 2003: 56).
C. Objek Penelitian
1. Struktur intrinsik yang terdapat dalam novelNegeri Lima Menara.
2. Konteks sosial yang terdapat dalam novelNegeri Lima Menara.
3. Latar belakang kehidupan sosial pengarang novelNegeri Lima Menara.
4. Pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima
Menara.
D. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Negeri Lima
Menara karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama
Indonesia di Jakarta, tahun 2010 setebal 422 halaman.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari
buku-buku, artikel-artikel, dan rekaman wawancara acara televisi dengan
commit to user
34
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui teknik-teknik berikut.
1. Teknik Pustaka
Teknik pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan
sumber-sumber tertulis dan rekaman.
2. Teknik Simak Catat
Teknik simak catat adalah membaca, memahami, dan menafsirkan
sumber-sumber data dan dilanjutkan dengan mencatat data yang ditemukan.
F. Metode Analisis
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Miles dan
Huberman. Analisis ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/
verifikasi.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus
selama penelitian berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung terjadilah
tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema,
membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo). Reduksi data ini
berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan terakhir lengkap
commit to user
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Alur penting kedua yang dilakukan selanjutnya adalah menyajikan data.
Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasar atas pemahaman yang didapat dari
penyajian-penyajian tersebut. Penyajian data yang baik merupakan suatu cara
yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Penyajian data ini merupakan
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Alur ketiga adalah penarikan kesimpulan/ verifikasi. Dari pengumpulan
data, peneliti mencari arti dari benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan
proposisi. Peneliti yang berkompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu
dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan,
mula-mula belum jelas namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan
mengakar dengan kokoh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Makna-makna dari data yang muncul dari data harus diuji
kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yang merupakan validitasnya.
Ketiga alur penelitian ini (reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/ verifikasi) merupakan sesuatu yang jalin menjalin pada saat, sebelum
commit to user
36
Bagan 1.
Komponen-komponen analisis data
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
K esimpulan-kesimpulan: Penarikkan/Verifikasi
Sumber: Miles dan Huberman, 1992: 18
Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan
pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti
bergerak di antara empat sumbu kumparan itu sebelum pengumpulan data,
selanjutnya bergerak bolak-balik di antar kegiatan reduksi, penyajian dan
penarikan kesimpulan/ verifikasi selama sisa waktu penelitiannya.
G. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Membaca novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi secara
berulang-ulang dari awal sampai akhir cerita.
2. Mengkaji struktur novelNegeri Lima Menarakarya Ahmad Fuadi.
commit to user
4. Mengkaji lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara karya Ahmad
Fuadi.
5. Menghubungkan antara struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan
sosial Ahmad Fuadi, dan lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara.
Dari proses tersebut diperoleh pandangan dunia pengarang yang terefleksi
dalam novel Negeri Lima Menara melalui tokoh problematik yang ada
dalam novel tersebut.
6. Menarik simpulan dari permasalahan yang telah dikaji dalam novelNegeri
Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Kesimpulan tersebut dapat diketahui
dengan beberapa metode/cara yaitu;
a. Deduktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan dari data-data yang
bersifat umum menuju kesimpulan yang bersifat khusus.
b. Induktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan dari data-data yang
commit to user
38
BAB IV
ANALISIS
Pada bab IV ini akan dijelaskan mengenai unsur-unsur intrinsik yang
terdapat dalam novelNegeri Lima Menara, yang nantinya dari pengkajian
unsur-unsur intrinsik ini akan ditemukan tokoh problematik yang terdapat dalam novel.
Setelah pengkajian unsur-unsur intrinsik akan diteruskan dengan penjelasan
mengenai lingkungan sosial Ahmad Fuadi yang merupakan pengarang novel
Negeri Lima Menara. Penjelasan ini dilakukan supaya dapat diketahui apakah
lingkungan sosial Ahmad Fuadi dapat mempengaruhi dalam penulisan novel
Negeri Lima Menara. Penelitian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai
lingkungan sosial novel. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui mengenai isi
cerita yang terdapat dalam novel. Setelah dilakukan penjelasan-penjelasan di atas,
diteruskan dengan penjelasan mengenai pandangan dunia pengarang yang
terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Hal ini dilakukan dengan cara
menghubung-hubungkan antara unsur intrinsik, lingkungan sosial Ahmad Fuadi,
dan lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara. Dari proses
menghubung-hubungkan ini akan ditemukan tokoh problematik yang terdapat dalam novel.
Dengan adanya tokoh problematik ini, dapat dilihat pandangan dunia pengarang
yang terefleksi dalam novel, yaitu dengan melihat solusi-solusi apa yang
diberikan oleh pengarang pada waktu tokoh problematik mengalami suatu
masalah dan berusaha untuk lepas dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
commit to user
A. Struktur Intrinsik NovelNegeri Lima Menara
1. Tokoh dan Penokohan
Penokohan dalam suatu cerita berkaitan dengan para pelaku beserta
perwatakannya. Penokohan dalam novel Negeri 5 Menara dapat dideskripsikan
sebagai berikut.
Amak belajar di madrasah
sanawiyah, sekarang waktunya aku menjadi seperti orang umumnya,
masuk jalur non agama—SMA.”
(hal. 5)
“Amak, kalau memang harus
sekolah agama, ambo ingin masuk
pondok saja di Jawa. Tidak mau di
Bukittinggi atau Padang.” (hal. 12)
b. “Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin
menjadi insinyur dan ahli
ekonomi,” tangkisku sengit.
“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada jadi insinyur, Nak.” “Tapi aku tidak mau.”(hal. 9)
c. “Ya Allah, hamba datang mengadu serahkan kepadaMu. Aku tawakal
a. Berbakti pada orang tua
b. Berpendirian kuat