• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PANDANGAN DUNIA PENGARANG DALAM NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI:

Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Disusun oleh AGUS PRIYANTO

C0205007

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan untuk

Ibu terhebat sebagai inspirasi saya,

Bapak, tlah ku buktikan ku mampu penuhi maumu.

Kakak-kakakku dan Mbak-Mbakku atas perhatiannya

Risma Hasnawaty, S.Ikom. atas semangat yang diberikan

(6)

commit to user

vi

MOTTO

Man Jadda Wajada (Sayiddinah Ali bin Abu Thalib)

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah s.w.t yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga sampai saat ini penulis masih diberikan kesempatan untuk berkarya dan mengisi kehidupan ini. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasul, Muhammad s.a.w, keluarga, dan para sahabatnya.

Alhamdulillah, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik setelah sempat tertunda. Berbagai kendala dan rintangan mulai dari pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini telah berhasil dilalui. Semua itu tentunya berkat dukungan, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum., pembimbing skripsi yang selalu memberikan pemikiran, arahan dan perhatian penuh kepada penulis selama penelitian berlangsung.

4. Drs. FX. Sawardi, M. Hum., pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat kepada penulis agar segera menyelesaikan kuliah.

(8)

commit to user

viii

5. Ahmad Fuadi, penulis Novel Negeri Lima Menara atas informasi yang diberikan dan motivasi sehingga skripsi ini bisa selesai.

6. Ibu dan Ayah yang senantiasa mendoakan penulis sehingga skripsi ini bisa selesai. 7. Mahasiswa Sastra Indonesia khususnya angkatan 2005 yang telah memberikan

kebersamaan, keceriaan, dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per

satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Surakarta, Juli 2012

(9)

commit to user

ix

ABSTRAK

Agus Priyanto. C0205007. 2012. Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sangat menarik untuk dikaji dengan menggunakan teori Strukturalisme Genetik, karena mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang. Oleh karena itu, dari pengkajian novel ini dapat diketahui pandangan dunia pengarang. Pemilihan novel Negeri Lima Menara di samping berdasarkan faktor tersebut, juga didasarkan pada belum pernah dilakukannya pengkajian novel ini menggunakan teori Strukturalisme Genetik.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur novel Negeri Lima Menara, (2) bagaimana lingkungan sosial pengarang, (3) bagaimana lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, (4) bagaimana pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial pengarang, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme genetik. Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara, Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan menggunakan model dialektik.

Berdasarkan analisis mengenai permasalahan yang dihadapi oleh tokoh problematik dan solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang, dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara Adalah pengarang ingin mengungkapkan kepada pembacabahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pendidikan formal, namun juga membekali santri-santrinya dengan karakter, disiplin, dan semangat serta etos yang baik dalam usaha meraih impian dan cita-cita. Hal ini terlihat dari adanya pemberian solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh problematik. Pemberian solusi-solusi pada tokoh problematik ini sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang.

Berdasarkan hasil analisis di atas, saran yang penulis sampaikan antara lain penelitian novel Negeri Lima Menara dengan menggunakan teori Strukturalisme

(10)

commit to user

x

Genetik ini hendaknya dapat bermanfaat bagi pembaca, teori Strukturalisme Genetik ini dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra lainnya, dan novel Negeri Lima Menara hendaknya dapat dikaji atau dikembangkan dengan menggunakan teori yang lain.

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN MOTTO... vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR BAGAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah... 7

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 8

F. Sistematika Penulisan... 9

BAB II LANDASAN TEORI 10 A. Struktur Intrinsik Novel... 10

1. Tokoh dan Penokohan... 10

2. Latar atau Setting... 12

3. Alur atau Plot... 15

4. Tema... 16

B. Strukturalisme Genetik... 17

C. Pandangan Dunia Pengarang... 27

(12)

commit to user xii A. Metode Penelitian... 32 B. Pendekatan... 32 C. Objek Penelitian... 33 D. Sumber Data... 33

E. Metode Pengumpulan Data... 34

F. Metode Analisis... 34

G. Prosedur Penelitian... 36

BAB IV ANALISIS... 38

A. Struktur Intrinsik Novel Negeri Lima Menara... 39

1. Tokoh dan Penokohan... 39

2. Latar atau Setting... 44

a. Latar Tempat... 46

b. Latar Sosial... 48

c. Latar Waktu... 49

3. Alur... 49

a. Tahap Penyituasian... 49

b. Tahap Pemunculan Konflik... 52

c. Tahap Peningkatan Konflik... 53

d. Tahap Klimaks... 55

e. Tahap Penyelesaian... 57

4. Tema... 58

B. Lingkungan Sosial Pengarang... 62

C. Lingkungan Sosial Novel Negeri Lima Menara... 64

D. Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Negeri Lima Menara.... 73

BAB V PENUTUP... 82

A. Kesimpulan... 82

B. Saran... 84

DAFTAR PUSTAKA……… 85

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi Data Berkaitan dengan Penokohan... 39 Tabel 2. Deskripsi Data Berkaitan dengan Latar atau Setting... 44

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR BAGAN

(15)

commit to user ix

ABSTRAK

Agus Priyanto. C0205007. 2012. Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sangat menarik untuk dikaji dengan menggunakan teori Strukturalisme Genetik, karena mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang. Oleh karena itu, dari pengkajian novel ini dapat diketahui pandangan dunia pengarang. Pemilihan novel Negeri Lima Menara di samping berdasarkan faktor tersebut, juga didasarkan pada belum pernah dilakukannya pengkajian novel ini menggunakan teori Strukturalisme Genetik.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur novel Negeri Lima Menara, (2) bagaimana lingkungan sosial pengarang, (3) bagaimana lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, (4) bagaimana pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial pengarang, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme genetik. Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara, Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan menggunakan model dialektik.

Berdasarkan analisis mengenai permasalahan yang dihadapi oleh tokoh problematik dan solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang, dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara Adalah pengarang ingin mengungkapkan kepadapembaca bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pendidikan formal, namun juga membekali santri-santrinya dengan karakter, disiplin, dan semangat serta etos yang baik dalam usaha meraih impian dan cita-cita. Hal ini terlihat dari adanya pemberian solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh problematik. Pemberian solusi-solusi pada tokoh problematik ini sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang.

Berdasarkan hasil analisis di atas, saran yang penulis sampaikan antara lain penelitian novel Negeri Lima Menara dengan menggunakan teori

(16)

commit to user x

Strukturalisme Genetik ini hendaknya dapat bermanfaat bagi pembaca, teori Strukturalisme Genetik ini dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra lainnya, dan novel Negeri Lima Menara hendaknya dapat dikaji atau dikembangkan dengan menggunakan teori yang lain.

(17)

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Karya sastra muncul sebagai cermin kehidupan masyarakat yang mewakili situasi dan keadaan sekitarnya. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya yang mampu merefleksikan zamannya. Karya sastra dipandang sebagai refleksi zaman yang mewakili pandangan dunia pengarang, tidak sebagai individu melainkan anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita.

Sebagai bagian dari masyarakat, pengarang dianggap mampu memberikan cerminan kepada pembaca dari pengalaman-pengalamannya dalam karya sastra. Pengarang menuangkan segala imajinasi yang dimilikinya untuk menghasilkan karya sastra. Dalam hubungan antara karya sastra dengan kenyataan, Teeuw menjelaskan bahwa karya sastra lahir dari peneladanan terhadap kenyataan, tetapi sekaligus juga model kenyataan (Teeuw, 1988:228) . Lebih lanjut Goldmann mengemukakan (dalam Teeuw, 1988:153) bahwa struktur kemaknaan itu mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu, tetapi sebagai wakil golongan masyarakatnya.

Pada umumnya karya sastra lahir dari situasi yang terjadi disekitar pengarang. Karya sastra lahir karena adanya keinginan dari pengarang untuk mengungkapkan eksistensinya sebagai manusia yang berisi ide, gagasan, dan

(18)

commit to user

2 pesan tertentu yang diilhami oleh imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang serta menggunakan media bahasa sebagai penyampainya. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalui proses imajinasi (Aminuddin, 1990: 57).

Ditinjau dari segi pembacaannya karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan. Jadi dapat disimpulkan bahwa karya sastra lahir dari latar belakang dan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. Ditinjau dari segi penciptanya, karya sastra merupakan pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan situasi budaya tertentu. Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita. Sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai kehidupannya. Karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya (Zulfahnur, dkk 1996: 254).

Karya sastra juga dipandang sebagai refleksi zaman yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Karya sastra diciptakan oleh pengarang sebagai individu yang berada dalam masyarakat dan zaman tertentu. Pandangan dunia pengarang terbentuk atas hubungan antara konteks sosial dalam novel dengan konteks sosial kehidupan nyata dan latar sosial budaya pengarang dengan novel yang dihasilkan.

(19)

commit to user

Abstraksi itu akan mencapai bentuknya yang konkret dalam sastra. Oleh karena itu, pandangan dunia itu suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili identitas kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya. Pandangan inilah yang menentukan struktur karya sastra (Goldmann dalam Endraswara, 2003:57).

Melalui karya sastra masyarakat pembaca sastra akan mengetahui kehidupan sosial masyarakat pencipta karya sastra tersebut (Sumardjo, 1995: 99 – 100). Dengan demikian, karya sastra yang diciptakan oleh sastrawan bertujuan untuk menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita. Novel yang mampu menggambarkan atau mencerminkan kehidupan yang nyata dalam sebuah masyarakat tergolong sebagai novel yang baik, karena pada dasarnya, novel adalah pengetahuan realita nonilmiah yang muncul dan terjadi dalam suatu masyarakat (Wellek dan Warren, 1994:94).

Pada umumnya karya sastra lahir dari situasi yang terjadi disekitar pengarang. Sastra merupakan gambaran masyarakat. Hal ini berarti bahwa kejadian-kejadian atau problem kehidupan yang terjadi dalam masyarakat direkam oleh pengarang dan didasarkan daya imajinasi dan kreasi masalah-masalah tersebut dituangkan dalam karya sastra. Pengarang mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna pengalaman hidup seperti yang dirasakan pengarang melalui karyanya.

Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas itu di samping unsur formal bahasa masih banyak lagi macamnya. Namun secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

(20)

commit to user

4 unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar bebagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah novel antara lain peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang ada di luar tubuh karya sastra tetapi sangat berpengaruh terhadap isi karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik yang membangun sebuah novel misalnya kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang, latar belakang sosial pengarang, dan sebagainya.

Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra, diciptakan pengarang untuk mengungkapkan kehidupan manusia dalam waktu yang lama. Di dalam suatu novel muncul peristiwa-peristiwa yang akan merubah jalan hidup para pelakunya. Dalam novel pengarang menggambarkan perubahan perilaku, watak tokoh, maupun alur cerita, serta sikap dalam menghadapi konflik kehidupan. Pengarang sebagai warga masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Sebagai warga masyarakat, ia tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah sosial, budaya, politik, serta mengikuti isu-isu sezamannya. Keterlibatan sosial, sikap, dan ideologi pengarang dapat dipelajari tidak hanya dari karya sastranya, tetapi juga dari dokumen biografinya. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek dan Warren,1994:112)

(21)

commit to user

Dengan demikian penilaian yang akan diberikan terhadap karya sastra jelas akan kurang lengkap tanpa sebelumnya memahami seluruh seluk-beluk dan latar belakang sosial maupun latar belakang kebudayaan pengarangnya, karena pemahaman terhadap latar belakang kehidupan pengarang akan mempermudah atau dapat membantu memahami karya sastra.

Seperti novel yang akan dikaji oleh penulis, berjudul Negeri Lima Menara yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, novel tersebut terinspirasi dari kisah nyata pengarang semasa menempuh pendidikan. Negeri Lima Menara adalah novel pertama karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2009. Novel ini bercerita tentang kehidupan 6 (enam) santri dari 6 (enam) daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur yang jauh dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia. Mereka adalah: Alif Fikri Chaniago dari Maninjau, Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso Salahuddin dari Gowa.

Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 (satu) sampai kelas 6 (enam). Kian hari mereka semakin akrab dan memiliki kegemaran yang sama yaitu duduk di bawah menara Pondok Madani. Dari kegemaran yang sama mereka menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara.

Penulis mengambil novel ini sebagai objek penelitian karena adanya fakta sosial tentang masalah-masalah dan latar belakang pengalaman yang pernah dihadapi oleh pengarang menjadi sumber inspirasi penciptaan novel Negeri Lima Menara. Selain daripada hal tersebut, latar belakang profesi pengarang turut

(22)

commit to user

6 mempengaruhi gaya penulisan novel ini yang sangat mengutamakan unsur otentik dan keaslian dalam penggambaran setting/latar belakang cerita. Novel ini telah mendapatkan penghargaan antara lain; Liputan6 Award Bidang Motivasi dan Edukasi SCTV tahun 2011, Long List-Khatulistiwa Literary Award tahun 2010, Anugerah Pembaca Indonesia sebagai Buku dan Penulis Terfavorit tahun 2010, Buku Fiksi Terbaik tahun 2011 diperoleh dari Perpustakaan Nasional RI dan Penulis Terbaik tahun 2011 dari IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) selain pengahargaan tersebut, novel ini sudah difilmkan dan ditayangkan pada awal Maret 2012 di seluruh Indonesia. Selain cukup menghibur, keunggulan novel ini adalah menjadi National Best Seller yang sudah mencapai cetakan ke-9 (sembilan) pada November 2010 sejak pertama terbit pada bulan Juli 2009.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori strukturalisme genetik sebagai alat bantu untuk memahami pengaruh dunia pengarang dalam penciptaan novel Negeri Lima Menara. Analisis strukturalisme genetik dalam karya sastra berguna untuk menganalisis kehidupan-kehidupan sosial, interaksi-interaksi sosial tokoh-tokoh dalam novel Negeri Lima Menara. Penulis akan lebih mendeskripsikan pandangan dunia pengarang terhadap cerita dan tokoh-tokoh yang muncul dalam cerita novel Negeri Lima Menara. Untuk itu, pada penulisan skripsi ini, penulis mengambil judul : ”Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik”

(23)

commit to user B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian menjadi jelas dan terarah, sehingga mencapai sasaran yang diinginkan. Agar penelitian ini mencapai sasaran yang tepat, penelitian ini membatasi masalahnya pada analisis strukturalisme genetik. Analisis ini dikhususkan pada analisis tekstual guna mengetahui pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sampaikan, maka dapat penulis sertakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah struktur intrinsik dalam novel Negeri Lima Menara ? 2. Bagaimanakah konteks sosial dalam novel Negeri Lima Menara ?

3. Bagaimanakah latar belakang kehidupan sosial pengarang novel Negeri Lima Menara ?

4. Bagaimanakah pandangan dunia pengarang novel Negeri Lima Menara ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah penulis sampaikan diatas, maka adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Mengungkap struktur intrinsik novel Negeri Lima Menara.

2. Mengungkap konteks sosial yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara.

3. Mengungkap latar belakang kehidupan sosial budaya pengarang novel Negeri Lima Menara.

(24)

commit to user

8 4. Mengungkap pandangan dunia pengarang yang tercermin dalam novel

Negeri Lima Menara.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

a. Menambah khasanah pengkajian sastra khususnya teori strukturalisme genetik dan penggunaannya di dalam analisis sebuah karya sastra.

b. Memberikan kajian mengenai pandangan dunia pengarang lewat karyanya sehingga dapat memberikan masukan yang berguna bagi pembaca untuk mengatasi berbagai permasalahan yang sering terjadi pada diri seseorang maupun masalah yang muncul di masyarakat.

c. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan penelitian sastra pada khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

2. Manfaat Praktis

a. Membantu pembaca dalam memahami novel Negeri Lima Menara dari sudut pandang dunia pengarang.

b. Menambah khazanah pengkajian sastra tentang strukturalisme genetik khususnya mengkaji pandangan dunia pengarang lewat karyanya sehingga dapat memberikan masukan yang berguna bagi pembaca untuk mengatasi berbagai permasalahan yang sering terjadi pada diri seseorang maupun masalah yang muncul di masyarakat.

(25)

commit to user F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Bab I pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II landasan teori terdiri dari struktur intrinsik novel, strukturalisme genetik, dan pandangan dunia pengarang.

Bab III metodologi penelitian terdiri dari metode penelitian, pendekatan, objek penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis.

Bab IV analisis berisi struktur novel, lingkungan sosial pengarang, lingkungan sosial novel, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara.

Bab V penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Pada bagian akhir laporan akan dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran-lampiran, serta sinopsis novel Negeri Lima Menara.

(26)

commit to user

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Struktur Intrinsik Novel

Menurut Fananie (2000: 83) unsur intrinsik adalah struktur formal karya sastra yang dapat disebut sebagai elemen-elemen atau unsur-unsur yang membentuk karya sastra. Unsur-unsur tersebut secara utuh membangun karya sastra fiksi dari dalam, unsur-unsur intrinsik yang paling pokok terdiri dari; (1) tokoh dan penokohan, (2) latar, (3) alur, dan (4) tema. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita.

1. Tokoh dan Penokohan

Menurut Sudjiman, penokohan merupakan penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra. Dalam kisah yang fiktif pengarang membentuk tokoh-tokoh yang fiktif secara meyakinkan sehingga pembaca seolah-olah merasa berhadapan dengan manusia yang sebenarnya (Sudjiman, 1984:42). Tokoh adalah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh namun pada umumnya ada satu tokoh utama. Tokoh utama tersebut adalah tokoh yang sangat penting dalam pengambilan peranan sebuah karya sastra.

Pegembangan penokohan meliputi dua aspek yaitu aspek penampilan dan aspek watak atau karakter. Adapun jenis tokoh ada dua yaitu tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).

Tokoh datar adalah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi saja, misalnya baik saja atau buruk saja. Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang

(27)

commit to user

menunjukkan berbagai segi, misalnya segi kebaikan, keburukan, kelemahan, dan sebagainya. Jadi, ada perkembangan yang terjadi pada tokoh tersebut.

Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert adalah pribadi tokoh yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Sedangkan tokoh ekstrovert adalah pribadi tokoh yang ditentukan oleh kesadarannya.

Dalam karya sastra dikenal juga tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang disukai oleh pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Sedangkan tokoh ekstrovert adalah tokoh yang tidak disukai oleh pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.

Menurut Sayuti (1996: 47) ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni:

a. Tokoh sentral atau tokoh utama

Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa atau tokoh yang paling banyak diceritakan. Tokoh sentral atau tokoh utama dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu (1) tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, (2) tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan (3) tokoh itu paling memerlukan waktu penceritaan.

b. Tokoh periferal atau tokoh tambahan (bawahan)

Tokoh bawahan merupakan tokoh yang mengambil bagian kecil dalam peristiwa suatu cerita atau tokoh yang sedikit diceritakan. Penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita; baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang

(28)

commit to user

12 dapat berupa: pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya (Suharianto 1982: 31).

Dalam penokohan, dikenal ada dua cara atau metode yang digunakan pengarang untuk menggambarkan tokoh cerita (Sayuti 1996: 57-59) antara lain:

1. Metode diskursif atau metode analitik

Metode ini digunakan pengarang dengan menyebutkan secara langsung masing-masing kualitas tokoh-tokohnya.

2. Metode dramatis atau metode tidak langsung

Metode ini digunakan pengarang dengan memberikan tokoh-tokohnya untuk menyatakan diri mereka sendiri. Metode ini dapat dilakukan dari beberapa teknik antara lain: (1) teknik pemberian nama, (2) teknik cakapan, (3) teknik pikiran tokoh, (4) teknik arus kesadaran, (5) teknik lukisan persoalan tokoh, (6) teknik perbuatan tokoh, (7) teknik pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh lain, (8) teknik lukisan fisik, dan (9) teknik pelukisan latar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan dalam karya sastra adalah cara pengarang menggambarkan tokoh yang dapat menggerakkan cerita. Sedangkan tokoh-tokoh dalam cerita itu mempunyai watak atau karakter yang menghidupkan ketokohannya.

2. Latar atau Setting

Latar atau setting adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman, 1984:44).

(29)

commit to user

Unsur latar dibedakan dalam beberapa indikator. Abrams (dalam Fananie, 2000:99) berpendapat, latar dibedakan menurut tiga indikator yang meliputi; pertama, general locale (tempat secara umum); kedua historical time (waktu historis); ketiga social circumstances (lingkungan sosial).

Senada dengan Abrams, Nurgiyantoro (2002:227) juga membedakan latar menjadi tiga kategori :

a. Latar tempat, yaitu menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

b. Latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

c. Latar sosial, yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Fungsi setting/latar menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Wellek dan Warren 1994:290-291). adalah sebagai berikut

a. Latar adalah lingkungan, dan lingkungan terutama interior rumah dapat dianggap berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi dari tokohnya. Rumah seseorang adalah perhiasan bagi dirinya sendiri. Kalau kita menggambarkan rumahnya berarti kita menggambarkan sang tokoh. Latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya dan berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh, latar menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh.

(30)

commit to user

14 b. Latar yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan mood: alur dan penokohan didominasi oleh nada dan kesan tertentu disebut latar noveltik, misalnya pada karya noveltik. Deskripsi naturalistik lebih bersifat dokumentasi, dengan tujuan menciptakan ilusi.

c. Dalam drama, latar digambarkan secara verbal (seperti dalam drama Shakespeare)atau ditunjukkan oleh petunjuk pementasan yang menyangkut dekorasi dan peralatan panggung disebut latar realistis.

d. Latar juga dapat berfungsi sebagai penentu pokok: lingkungan dianggap sebagai penyebab fisik dan sosial, suatu kekuatan yang tidak dapat dikontrol oleh individu.

Latar tidak hanya menunjukkan di mana dan kapan cerita itu terjadi. Lebih dari itu, latar juga harus sesuai dengan situasi sosial dan diagesis atau logika ceritanya. Hal ini diungkapkan oleh Zainuddin Fananie dalam bukunya Telaah Sastra. Fananie, (2000:99) berpendapat bahwa dalam telaah setting/latar sebuah karya sastra, bukan berarti bahwa persoalan yang dilihat. hanya sekedar tempat terjadinya peristiwa, saat terjadinya peristiwa, dan situasi sosialnya, melainkan juga dari konteks diagesis-nya kaitannya dengan perilaku masyarakat dan watak para tokohnya sesuai dengan situasi pada saat karya tersebut diciptakan. Karena itu, dari telaah yang dilakukan harus diketahui sejauh mana kewajaran, logika peristiwa, perkembangan karakter pelaku sesuai dengan pandangan masyarakat yang berlaku saat itu.

(31)

commit to user 3. Alur atau Plot

Alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu-kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Sebuah cerita merupakan rangkaian peristiwa. Peristiwa yang dirangkaikan tersebut adalah susunan peristiwa yang lebih kecil. Rangkaian kejadian itu tidak hanya disusun berdasarkan komposisi cerita melainkan bergerak berdasarkan hubungan sebab akibat.

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut alur, yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat dan utuh (Suharianto 1982: 28).

Menurut Zulfahnur, dkk (1996: 27), berdasarkan fungsinya alur dibagi menjadi;

a. Alur utama

Alur utama adalah alur yang berisi cerita pokok, dibentuk oleh peristiwa pokok atau utama.

b. Alur bawahan (subplot)

Alur bawahan adalah alur yang berisi kejadian-kejadian kecil menunjang peristiwa-peristiwa pokok, sehingga cerita tambahan tersebut berfungsi sebagai ilustrasi alur utama.

(32)

commit to user

16 4. Tema dan Amanat

Fananie mengemukakan pendapatnya bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra (2000: 84). Senada dengan pendapat tersebut, Nurgiyantoro juga mengatakan bahwa tema adalah dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel/novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan setia mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain dapat mencerminkan gagasan dasar umum (baca: tema) tersebut (2002:70).

Analisis terhadap tema diusahakan untuk memahami cerita secara terpadu. Meskipun demikian, dalam sebuah karya sastra terkadang tidak hanya memuat satu tema. Karena itu, curahan perhatian sering tertuju pada bagian-bagian itu. Dengan kata lain, kemunculan motif yang berulang kali dapat dikatakan sebagai pengenalan terhadap tema utama dan tema bawahan atau tema-tema minor mempertegas tema mayor.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa tema adalah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema dapat dibedakan menjadi dua yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan tema yang sangat menonjol dan tema minor adalah tema yang tidak menonjol.

Amanat menurut Panuti Sudjiman (1984) adalah “gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau

(33)

commit to user

pendengar. Di dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat dan di dalam karya sastra lama pada umumnya tersurat” (hal.5).

Tema dan amanat sangat erat kaitannya. Amanat merupakan pemecahan persoalan yang terkandung dalam tema. Amanat juga merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam rangka menyelesaikan persoalan yang ada.

B. Strukturalisme Genetik

Strukturalisme genetik (genetik structuralism) adalah cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni. Strukturalisme genetik ini merupakan penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya (Endraswara 2003: 55).

Semula, peletak dasar strukturalisme genetik adalah Taine. Bagi dia, karya sastra sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan.

Strukturalisme genetik muncul sebagai reaksi atas Stukturalisme murni yang mengabaikan latar belakang sejarah dan latar belakang sastra yang lain. Hal ini diakui pertama kali oleh Juhl (Teeuw 1988: 173) bahwa penafsiran model strukturalisme murni atau strukturalisme klasik kurang berhasil (Endraswara 2003: 55-56).

Penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Pendekatan ini mempunyai segi-segi yang

(34)

commit to user

18 bermanfaat dan berdaya guna tinggi, apabila para peneliti sendiri tidak melupakan atau tetap memperhatikan segi-segi intrinsik yang membangun karya sastra, di samping memperhatikan faktor-faktor sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreativitas dengan memanfaatkan faktor imajinasi (Endraswara 2003: 56).

Pendapat di atas sesuai dengan pendapat Endraswara (2003: 56) yang menyatakan bahwa studi strukturalisme genetik memiliki dua kerangka besar. Pertama hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang sama, dan kedua hubungan tersebut membentuk suatu jaringan yang saling mengikat.

Strukturalisme genetik tidak begitu saja dari struktur dan pandangan dunia pengarang. Pandangan dunia pengarang itu sendiri dapat diketahui melalui latar belakang kehidupan pengarang. Hal itulah yang memberikan kekuatan hasil analisis novel dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra secara singkatnya adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat. Jelaslah bahwa pendekatan sosiologi sastra terutama dengan metode strukturalisme genetik sangat erat hubungannya dengan pengarang.

Lebih lanjut Goldmann mengemukakan bahwa semua aktivitas manusia merupakan kreasi atau percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok dengan aspirasinya. Sesuatu yang dihasilkan merupakan fakta hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dengan dunia sekitarnya (Fananie 2000: 117).

(35)

commit to user

Strukturalisme genetik pada prinsipnya adalah teori sastra yang berkeyakinan bahwa karya sastra tidak semata-mata merupakan suatu yang statis dan lahir yang sendirinya melainkan merupakan hasil strukturasi struktur kategori pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif tertentu yang terbangun akibat interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan ekonomi tertentu. Oleh karena itu pemahaman mengenai strukturalisme genetik, tidak mungkin dilakukan tanpa pertimbangan-pertimbangan faktor-faktor sosial yang melahirkannya, sebab faktor itulah yang memberikan kepaduan pada struktur karya sastra itu (Goldmann dalam Faruk 1999: 13).

Ada dua kelompok karya sastra menurut Goldmann (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 61), yaitu karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama dan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua. Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama adalah karya sastra yang strukturnya sebangun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan, karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar reproduksi segi permukaan realitas dan kesadaran kolektif. Untuk penelitian sastra yang mengungkapkan pendekatan strukturalisme genetik oleh Goldmann disarankan menggunakan karya sastra ciptaan pengarang utama, karena sastra yang dihasilkannya merupakan karya agung (master peace) yang di dalamnya mempunyai tokoh problematik (problematic hero) atau mempunyai wira yang memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih (autthentic value).

Menurut Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57) karya sastra sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai

(36)

commit to user

20 individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Dengan demikian, dapat ditanyakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya. Keterkaitan pandangan dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut, bagi Goldmann merupakan hubungan genetik, karenanya disebut sebagai strukturalisme genetik. Pada bagian lain, Goldmann mengemukakan bahwa pandangan dunia merupakan perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dengan alam semesta.

Sebagai sebuah analisis strukturalisme genetik didasarkan faktor kesejarahan karena tanpa menghubungkan dengan fakta-fakta kesejarahan pada suatu objek kolektif di mana suatu karya diciptakan, tidak seorang pun akan mampu memahami secara komprehensif pandangan dunia atau hakikat dari yang dipelajari (Goldmann dalam Fananie 2000: 120).

Pandangan dunia, yang bagi Goldmann selalu terbayang dalam karya sastra adalah abstraksi. Abstraksi itu akan mencapai bentuknya yang konkret dalam sastra. Oleh karena itu pandangan dunia ini suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili kelas sosialnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetik) dari latar belakang sosial tertentu. Keterkaitan pandangan dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut bagi Goldmann merupakan hubungan genetik dan disebut strukturalisme genetik. Dalam kaitannya ini, karya sastra harus dipandang dari asalnya dan kejadiannya (Endraswara 2003: 57).

(37)

commit to user

Atas dasar hal-hal tersebut, Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57) memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik ke dalam tiga hal, yaitu: (1) penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat sebagai satu kesatuan; (2) karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra yaitu karya yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu keseluruhan (a coherent whole); (3) jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis dalam hubungannya dengan latar belakang sosial. Secara sederhana, kerja penelitian strukturalisme genetik dapat diformulasikan dalam tiga langkah antara lain:

1. Penelitian bermula dari kajian unsur intrinsik, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhan.

Penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut pandang yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari bagian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensi) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakat. Karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkap aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Untuk sampai pada world view yang merupakan pandangan dunia pengarang memang bukan perjalanan mudah. Karena itu, Goldman mengisyaratkan bahwa penelitian bukan terletak pada analisis isi, melainkan lebih pada struktur cerita. Dari struktur cerita itu kemudian dicari jaringan yang membentuk kesatuannya. Penekanan pada struktur dengan mengabaikan isi kebenarannya merupakan suatu permasalahan

(38)

commit to user

22 tersendiri, karena hal tersebut dapat mengabaikan hakikat sastra yang merupakan tradisi sendiri (Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara 2003: 57-58).

Penelitian sastra yang menggunakan pendekatan strukturalisme genetik terlebih dahulu harus memulai langkah yaitu kajian unsur-unsur intrinsik. Dari pengkajian unsur-unsur intrinsik ini akan dapat memunculkan tokoh problematik dalam novel tersebut. Tokoh problematik yang terdapat dalam novel akan memunculkan adanya pandangan dunia pengarang akan dimunculkan melalui tokoh problematik (problematic hero). Tokoh problematik (problematik hero) adalah tokoh yang mempunyai masalah yang berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih (authentic value). Melalui tokoh problematik inilah pandangan dunia pengarang akan terlihat dari pemberian solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang kepada tokoh problematik dalam usahanya untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

2. Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang, karena ia merupakan bagian dari komunitas tertentu.

Sosial budaya terdiri atas dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti berkenaan dengan masyarakat. Budaya adalah keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat. Budaya dapat dikaitkan sebagai warisan yang dipandang sebagai karya yang tersusun secara teratur, terbiasa, dan sesuai dengan tata tertib. Hasil budaya tersebut dapat berupa kemahiran teknik, pikiran, gagasan, kebiasaan-kebiasaan tertentu atau hal-hal yang bersifat kebendaan. Kata kebudayaan mengandung pengertian yang kompleks yang mencakup

(39)

commit to user

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, cara hidup, dan lain-lain. kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat kebudayaan adalah hasil budi, daya kerja akal manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya. Kebudayaan terbentuk karena adanya manusia, sedang manusia merupakan anggota masyarakat. Simpulan yang diperoleh dari beberapa pengertian sosial budaya di atas adalah segala sesuatu mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh manusia melalui akal budinya sebagai makhluk sosial.

Kelas sosial pengarang akan mempengaruhi bentuk karya sastra yang diciptakannya, sebagaimana dikatakan Griff (dalam Faruk 1999: 55) sekolah dan latar belakang keluarga dengan nilai-nilai dan tekanannya mempengaruhi apa yang dikerjakan oleh sastrawan.

Gejolak batin pengarang menjadi hal yang sangat urgen dalam peristiwa munculnya karya sastra. Sebagai manusia pengarang berusaha mengaktualisasikan dirinya, menaruh minat terhadap masalah-masalah manusia dan kemanusiaan, hidup, dan kehidupan melalui karya sastra. Meskipun demikian, karya sastra berbeda dengan rumusan sejarah. Dalam sebuah karya sastra, kehidupan yang ditampilkan merupakan peramuan antara pengamatan dunia keseharian dan hasil imajinasi. Jadi, kehidupan dalam sastra merupakan kehidupan yang telah diwarnai oleh pandangan-pandangan pengarang.

Latar belakang sosial budaya pengarang dapat mempengaruhi penciptaan karya-karyanya, karena pada dasarnya sastra mencerminkan keadaan sosial baik

(40)

commit to user

24 secara individual (pengarang) maupun secara kolektif. Hal tersebut menyebabkan secara sadar atau tidak sadar bahwa dalam menciptakan karya sastra baik sedikit ataupun banyak dipengaruhi oleh pemikiran perasaan dan pengalaman hidupnya, salah satunya yaitu bahwa latar belakang sosial budaya pengarang akan mempengaruhi penciptaan karya sastra yang ditulisnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kehidupan sosial budaya pengarang akan mempengaruhi karya sastra yang ditulis. Karena pengarang merupakan bagian dari komunitas tertentu. Sehingga kehidupan sosial budaya pengarang akan dapat mempengaruhi karya sastranya. Pengarang bukan hanya penyalur dari suatu pandangan dunia kelompok masyarakat, tetapi juga menyalurkan reaksinya terhadap fenomena sosial budaya dan mengeluarkan pikirannya tentang satu peristiwa. Secara singkat, kehidupan sosial budaya pengarang akan memunculkan pandangan dunia pengarang, karena pandangan dunia pengarang terbentuk dari pandangan pengarang setelah ia berintereaksi dengan pandangan kelompok sosial masyarakat pengarang.

3. Mengkaji latar belakang sosial sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang.

Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 59).

Karya sastra yang besar menurut Goldman (dalam Fananie 2000: 165) dianggap sebagai fakta sosial dari subjek tran-individual karena merupakan alam

(41)

commit to user

semesta dan kelompok manusia. Itulah sebabnya pandangan dunia yang tercermin dalam karya sastra terikat oleh ruang dan waktu yang menyebabkan ia bersifat historis.

Johnson (dalam Faruk 1999: 45-46) menyimpulkan bahwa novel mempresentasikan suatu gambaran yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial. Dengan demikian, karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita.

Bonald (dalam Wellek dan Warren 1994: 110) mengemukakan hubungan antara sastra erat kaitannya dengan masyarakat. Sastra ada hubungan dengan perasaan masyarakat. Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan secara keseluruhan kehidupan zaman tertentu secara nyata dan menyeluruh.

Latar belakang sejarah, zaman dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun bentuknya atau strukturnya. Suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang dengan sendirinya akan melahirkan suatu warna karya sastra tertentu pula (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 61).

Melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problem kehidupan yang pengarang sendiri ikut di dalamnya. Karya sastra memberi pengaruh pada masyarakat, bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup pada suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus membentuknya sebagai realitas sosial (Semi 1989: 73).

(42)

commit to user

26 Semi (1989: 53) menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu fenomena sosial yang terkait dengan penulis, pembaca, dan kehidupan manusia. Karya sastra sebagai fenomena sosial tidak hanya terletak pada segi penciptanya saja, tetapi juga pada hakikat karya sastra itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa reaksi sosial seorang penulis terhadap fenomena sosial yang dihadapinya mendorong ia menulis karya sastra. Oleh karena itu, mempelajari karya sastra berarti mempelajari kehidupan sosial. Hal itu bermakna bahwa kajian karya sastra terkait dengan kajian manusia, kajian tentang kehidupan.

Untuk lebih jelasnya, dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode strukturalisme genetik dapat kita ikuti langkah-langkah yang ditawarkan oleh Laurensin dan Swingewood yang disetujui oleh Goldman (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 62) sebagai berikut:

a. Peneliti sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula sastra diteliti strukturnya untuk membuktikan jaringan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang padu dan holistik.

b. Penghubungan dengan sosial budaya. Unsur-unsur kesatuan karya sastra dihubungkan dengan sosio budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungkan dengan struktur mental yang berhubungan dengan pandangan dunia pengarang.

c. Untuk mencapai solusi atau kesimpulan digunakan metode induktif, yaitu metode pencarian kesimpulan dengan jalan melihat premis-premis yang sifatnya spesifik untuk selanjutnya mencapai premis general.

(43)

commit to user

C. Pandangan Dunia Pengarang

Pandangan dunia adalah istilah menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelornpok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann dalam Faruk, 1999: 16). Pandangan dunia merupakan produk interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya sebab pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama.

Dalam salah satu esainya, “Genetic Structuralism in The Sociology of Literature” Lucien Goldman (dalam Elizabeth & Burns 1973:118-119) menjelaskan, ada tiga kemungkinan yang dilakukan seorang pengarang dalam menghadapi realitas lingkungannya: (1) mencatat dan memaknai, (2) bersikap dan bereaksi, serta (3) mengubah dan menciptakan realitas baru dalam karyanya.

Kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki oleh individu-individu yang ada dalam masyarakat, kelompok sekerja, dan sebagainya ditambah dengan kompleksnya mengenai makna dan arah dan aspirasi makna dan arah keseluruhan dan aspirasi-aspirasi, perilaku-perilaku, dan emosi-emosi kolektifnya. Sebaliknya, kesadaran yang mungkin adalah yang menyatakan suatu kecenderungan kelompok ke arah suatu koherensi menyeluruh, perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta. (Goldmann dalam Faruk 1999: 16-17).

(44)

commit to user

28 Menurut Goldmann (dalam Endraswara, 2003: 57) karya sastra sebagai struktur yang memiliki makna merupakan wakil pandangan dunia (vision du monde) pengarang tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur rnasyarakat bisa mengakibatkan penelitian sastra menjadi pincang.

Pandangan dunia yang bagi Goldmann selalu terbayang dalam karya sastra yang agung, adalah abstraksi (bukan fakta empiris yang memiliki eksistensi objektif). Kemudian abstraksi itu akan mengalami bentuk konkret dalam karya sastra. Oleh identitas kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya. Pandangan itulah yang menentukan struktur suatu karya sastra. Oleh sebab itu karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetiknya) dan latar belakang sosial tertentu, yang bagi Goldmann merupakan hubungan genetik. (Goldmann dalam Endaswara, 2003: 57)

Goldmann menyatakan bahwa pandangan dunia erat hubungannya dengan unsur struktur karya sastra dan struktur masyarakat. Goldmann percaya adanya homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat, sebab keduanya merupakan produk dan aktivitas strukturasi yang sama. Akan tetapi, hubungan antara keduanya tersebut tidak dipahami sebagai hubungan determinasi yang Iangsung, melainkan dimediasi oleh apa yang disebutnya sebagai pandangan dunia (Goldmann dalam Faruk, 1999: 15-16).

(45)

commit to user

Goldman beranggapan bahwa manusia (individu) tidak mungkin mempunyai pandangan dunianya (world view) sendiri (Junus 1986:25). Goldman mencoba mendapatkan pandangan dunia pengarangnya. Penulis itu sendiri bukanlah seorang individu yang berdiri sendiri. Ia adalah bagian dari suatu ‘kelompok sosial’, sehingga pandangannya tadi adalah juga pandangan kelompok sosial, transindividual subject (Junus 1988:16).

Proses panjang dan interaksi subjek kolektif dengan situasi sekitarnya dapat disebabkan oleh kenyataan bahwa pandangan dunia itu merupakan kesadaran yang tidak sernua orang dapat mernahaminya. Dalam hal ini, kesadaran yang mungkin terjadi dibedakan dan kesadaran nyata (Goldmann dalam Faruk, 1999: 16).

Goldmann (dalam Faruk, 1999: 16) berpendapat bahwa pandangan dunia tidak dapat terlahir secara tiba-tiba karena pandangan dunia merupakan produk interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama.

Pandangan dunia yang ditampilkan pengarang lewat tokoh problematik (problematic hero) merupakan suatu struktur global yang bermakna. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi dan perasaan yang dapat mempersatukan suatu kelompok sosial masyarakat. Pandangan dunia itu memperoleh bentuk konkret di dalam karya sastra. Pandangan dunia bukan fakta. Pandangan dunia tidak memiliki eksistensi objektif, tetapi merupakan ekspresi teoritis dari kondisi dan

(46)

commit to user

30 kepentingan suatu golongan masyarakat tertentu. Hal-hal tersebut di atas dimaksudkan untuk menjembatani fakta estetik. (Goldmann dalam Fananie, 2000:118). Adapun fakta estetik dibaginya menjadi dua tataran hubungan yang meliputi:

a. Hubungan antara pandangan dunia sebagai suatu realitas yang dialami dan alam ciptaan pengarang.

b. Hubungan alam ciptaan dengan alat sastra tertentu seperti diksi, sintaksis, dan style yang merupakan hubungan struktur cerita yang dipergunakan pengarang dalam ciptaannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia terbentuk atas dua aspek yaitu (1) hubungan antara konteks sosial dalam novel dengan konteks sosial kehidupan nyata, (2) hubungan latar sosial budaya pengarang dengan novel yang dihasilkannya.

Karya sastra yang besar menurut Goldmann (dalam Fananie, 2000:165) dianggap sebagai fakta sosial dari subjek trans-individual karena merupakan alam semesta dan kelompok manusia. Itulah sebabnya pandangan dunia yang tercermin dalam karya sastra terikat oleh ruang dan waktu yang menyebabkan ia bersifat historis. Dengan demikian, karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita. Konteks sosial novel merupakan karya sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan

(47)

commit to user

masyarakat, sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994:61).

Kelas sosial pengarang akan mempengaruhi bentuk dan karya yang diciptakannya, sebagaimana dikatakan Griff (dalam Faruk 1999:55) sekolah dan latar belakang keluarga dengan nilai-nilai dan tekanannya mempengaruhi apa yang dikerjakan oleh sastrawan.

Pandangan dunia pengarang adalah keseluruhan gagasan, aspirasi dan perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain yang diwakili pengarang sebagai bagian dari masyarakat. Pandangan ini tidak mewakili pengarang sebagai individu tetapi pengarang sebagai subjek kolektif yang memiliki pandangan menyeluruh tentang dunia.

(48)

commit to user

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Analisis deskriptif kualitatif adalah penelitian yng bermaksud memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong 2000: 6)

Hal ini berarti data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang diproses sebelum digunakan dan dianalisis tetap dengan kata-kata yang disusun ke dalam teks yang diperluas. Laporan ini disertai dengan kutipan-kutipan data (Moloeng, 2000: 6).

Penelitian ini akan mendeskripsikan unsur-unsur pembangun Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang turut menginspirasi novel Negeri Lima Menara.

B. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme genetik. Pendekatan strukturalisme genetik merupakan suatu disiplin ilmu yang menaruh perhatian pada teks sastra dan latar belakang sosial budaya serta subjek yang menghasilkannya (Sangidu, 2004: 29).

(49)

commit to user

Penelitian struktural genetik adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel dan unsur ekstrinsik yang ada di luar novel. Pengkajian diawali dengan kajian unsur intrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya. (Endraswara, 2003: 56).

C. Objek Penelitian

1. Struktur intrinsik yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara.

2. Konteks sosial yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara.

3. Latar belakang kehidupan sosial pengarang novel Negeri Lima Menara.

4. Pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara.

D. Sumber Data 1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Indonesia di Jakarta, tahun 2010 setebal 422 halaman.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari buku-buku, artikel-artikel, dan rekaman wawancara acara televisi dengan pengarang novel Negeri Lima Menara.

(50)

commit to user

34 E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui teknik-teknik berikut.

1. Teknik Pustaka

Teknik pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan sumber-sumber tertulis dan rekaman.

2. Teknik Simak Catat

Teknik simak catat adalah membaca, memahami, dan menafsirkan sumber-sumber data dan dilanjutkan dengan mencatat data yang ditemukan.

F. Metode Analisis

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Miles dan Huberman. Analisis ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Selama pengumpulan data berlangsung terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, menulis memo). Reduksi data ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan terakhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

(51)

commit to user

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Alur penting kedua yang dilakukan selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasar atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. Penyajian data yang baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Penyajian data ini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Alur ketiga adalah penarikan kesimpulan/ verifikasi. Dari pengumpulan data, peneliti mencari arti dari benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi. Peneliti yang berkompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna dari data yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yang merupakan validitasnya.

Ketiga alur penelitian ini (reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi) merupakan sesuatu yang jalin menjalin pada saat, sebelum dan sesudah pengumpulan data.

(52)

commit to user

36 Bagan 1.

Komponen-komponen analisis data

Pengumpulan data

Reduksi data

Penyajian data

K esimpulan-kesimpulan: Penarikkan/Verifikasi

Sumber: Miles dan Huberman, 1992: 18

Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti bergerak di antara empat sumbu kumparan itu sebelum pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik di antar kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan/ verifikasi selama sisa waktu penelitiannya.

G. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Membaca novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi secara berulang-ulang dari awal sampai akhir cerita.

2. Mengkaji struktur novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

(53)

commit to user

4. Mengkaji lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

5. Menghubungkan antara struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, dan lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara. Dari proses tersebut diperoleh pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara melalui tokoh problematik yang ada dalam novel tersebut.

6. Menarik simpulan dari permasalahan yang telah dikaji dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Kesimpulan tersebut dapat diketahui dengan beberapa metode/cara yaitu;

a. Deduktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan dari data-data yang bersifat umum menuju kesimpulan yang bersifat khusus.

b. Induktif, yaitu teknik penarikan kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum.

(54)

commit to user 38

BAB IV ANALISIS

Pada bab IV ini akan dijelaskan mengenai unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara, yang nantinya dari pengkajian unsur-unsur intrinsik ini akan ditemukan tokoh problematik yang terdapat dalam novel. Setelah pengkajian unsur-unsur intrinsik akan diteruskan dengan penjelasan mengenai lingkungan sosial Ahmad Fuadi yang merupakan pengarang novel Negeri Lima Menara. Penjelasan ini dilakukan supaya dapat diketahui apakah lingkungan sosial Ahmad Fuadi dapat mempengaruhi dalam penulisan novel Negeri Lima Menara. Penelitian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai lingkungan sosial novel. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui mengenai isi cerita yang terdapat dalam novel. Setelah dilakukan penjelasan-penjelasan di atas, diteruskan dengan penjelasan mengenai pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Hal ini dilakukan dengan cara menghubung-hubungkan antara unsur intrinsik, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, dan lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara. Dari proses menghubung-hubungkan ini akan ditemukan tokoh problematik yang terdapat dalam novel. Dengan adanya tokoh problematik ini, dapat dilihat pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel, yaitu dengan melihat solusi-solusi apa yang diberikan oleh pengarang pada waktu tokoh problematik mengalami suatu masalah dan berusaha untuk lepas dari permasalahan yang sedang dihadapinya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu sebagai berikut.

(55)

commit to user

A. Struktur Intrinsik Novel Negeri Lima Menara

1. Tokoh dan Penokohan

Penokohan dalam suatu cerita berkaitan dengan para pelaku beserta perwatakannya. Penokohan dalam novel Negeri 5 Menara dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Tabel 1

Deskripsi Data Berkaitan dengan Penokohan

No Tokoh Data Sikap

(1) (2) (3) (4)

1 Alif Fikri a. “Tiga tahun aku ikuti perintah Amak belajar di madrasah sanawiyah, sekarang waktunya aku menjadi seperti orang umumnya, masuk jalur non agama—SMA.” (hal. 5)

“Amak, kalau memang harus sekolah agama, ambo ingin masuk pondok saja di Jawa. Tidak mau di Bukittinggi atau Padang.” (hal. 12) b. “Tapi Amak, ambo tidak berbakat

dengan ilmu agama. Ambo ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangkisku sengit.

“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada jadi insinyur, Nak.” “Tapi aku tidak mau.” (hal. 9) c. “Ya Allah, hamba datang mengadu

kepadaMu dengan hati rusuh dan berharap.” (hal. 197)

“Ya Allah telah aku sempurnakan semua usahaku dan doaku kepadaMu. Sekarang semuanya aku serahkan kepadaMu. Aku tawakal

a. Berbakti pada orang tua

b. Berpendirian kuat

Gambar

Tabel 1. Deskripsi Data Berkaitan dengan Penokohan................................. 39 Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

PCO2 =. Pada paru berpenyakit, penyebut V A dalam persamaan ini kurang dari ventilasi yang masuk ke alveoli karena adanya ruang mati alveolar, yaitu alveoli tidak

Alasan yang bersifat yuridis dari penundaan tersebut adalah kebijakan presiden yang berlandaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik

Berdasarkan latar belakang eksistensi dan permasalaahan dapat diperoleh rumusan permasalahan yaitu “Bagaimana wujud redesain tatanan ruang dalam dan ruang luar

Dari 2 (dua ) kasus diatas dapat dilihat bahwa Jaksa Penuntut Umum yang menanganinya ialah Jaksa Penuntut Umum yang berbeda. Dalam kasus Anak pertama ditangani oleh Jaksa Penuntut

Sistem ini juga dilengkapi dengan laporan dalam bentuk grafik, yang dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu staf yang bertugas dalam menentukan kegiatan

[r]

Sleman, dan utara Kota Yogyakarta) dengan curah hujan lebih besar dari.. Mata air yang mempunyai

Korupsi merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga