LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Gultom Vedora A
Tempat / Tanggal Lahir : Samarinda / 16 Januari 1994
Agama : Krsiten Protestan
Alamat : Jl. Pintu Air IV No.441
Riwayat Pendidikan :
1. TK Immanuel Samarinda, Kalimantan Timur (1997-2005)
2. SDN 007 Bhayangkara Samarinda, Kalimantan Timur (1999-2005) 3. SMP St. Fransiskus Asisi Samarinda, Kalimantan Timur (2005-2007) 4. SMP St. Thomas 4 Medan, Sumatera Utara (2007-2008)
5. SMA St. Thomas 2 Medan, Sumatera Utara (2008-2011)
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Komisi Pembinaan dan Misi UKM KMK USU UP FK Periode
2013-2014
2. Ketua Tim Koordinasi Komisi Doa UKM KMK USU UP FK Periode
LAMPIRAN 2
Alur Penelitian
Populasi
Kriteria inklusi Kriteria eksklusi
Sampel
VAP
Persentase kejadian VAP
Kuman penyebab
Terapi antibiotik empiris
Terapi antibiotik definitif
LAMPIRAN 3
LEMBAR OBSERVASI
Identitas pasien
Nama :
RM :
Usia :
Tanggal pemasangan ventilator :
Tanggal kejadian VAP :
Penilaian
LAMPIRAN 4
DATA INDUK
Nama No. RM
Usia Tgl.Pasang Tgl.Kejadian Skor CPIS
Kuman TAE TAD UP
C1 618001 54 29-9-2014 3-10-2014 6 Staphlococcus aureus, MRSA
Seftriakson Vankomisin Elevasi
C2 639510 50 17-6-2015 20-6-2015 6 Klebsiella pneumonia, P.aeroginosa
Sefotaksim Imipenem Elevasi
C3 612618 24 16-8-2014 19-8-2014 6 Acinetobacter baumanii, carbapenemase screen +
Seftriakson Tigesiklin Elevasi
C4 615925 25 10-9-2014 12-9-2014 7 Klebsiella pneumonia
Seftriakson Tigesiklin Elevasi
C5 498025 64 7-2-2015 9-2-2015 6 Klebsiella
Amikasin Elevasi
C6 623328 21 12-11-2014 13-11-2014 6 Enterobacter cloacae
Seftriakson Meropenem Elevasi
C8 641132 49 2-6-2015 4-6-2015 6 Maltophilla, P.aeroginosa
Levofloksasin Levofloksasin Elevasi + perawatan chlorhexidine C9 611062 20 16-8-2014 19-8-2014 6 Klebsiella
pneumonia, staphlococcus aureus, cefoxitin resisten screening test +
Meropenem Linezolid Elevasi
C10 611872 68 17-8-2014 19-8-2014 6 Acinetobacter baumanii
Siprofloksasin Meropenem Elevasi
C11 600981 47 2-8-2014 8-8-2014 7 Acinetobacter baumanii
Levofloksasin Meropenem Elevasi
C12 635685 38 8-3-2015 11-3-2015 6 Acinetobacter baumanii
LAMPIRAN 5
OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN
FREKUENSI DATA PENELITIAN
Skor CPIS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 6 9 75.0 75.0 75.0
7 3 25.0 25.0 100.0
Total 12 100.0 100.0
Kuman Penyebab
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid MRSA 1 8.3 8.3 8.3
Klebsiella pneuomonia +
Pseudomonas aeruginosa 1 8.3 8.3 16.7
Acinetobacter baumannii 5 41.7 41.7 58.3
Klebsiella pneumonia 1 8.3 8.3 66.7
Klebsiella pneumonia +
Acinetobacter baumannii 1 8.3 8.3 75.0
Enterobacter cloacae 1 8.3 8.3 83.3
Pseudomonas aeruginosa 1 8.3 8.3 91.7
Klebsiella pneumonia +
Staphylococcus aureus 1 8.3 8.3 100.0
Antibiotik Empiris
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Elevasi kepala tempat tidur 11 91.7 91.7 91.7
Elevasi kepala tempat tidur + Perawatan mulut dengan chlorhexidine
1 8.3 8.3 100.0
DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society Documents. 2004. Guidelines for The Management of Adults with Hospital-Acquired, Ventilator-Associated, and Healthcare-Associated Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 171: 388-416. Available from: www.atsjournals.org. [Accesed 10 Mei 2015].
Augustyn, Beth. 2007. Ventilator-Associated Pneumonia Risk Factors and
Prevention. Critical Care Nurse 27 (4). Available from: http://ccn.aacnjournals.org. [Accesed 17 Maret 2015].
Central Disease Center. 2015. Device-associated Module PNEU/VAP. Available from: http://www.cdc.gov/nhsn/PDFs/pscManual/6pscVAPcurrent. [Accesed 19 Maret 2015].
Grossbach, Irene, Linda Chlan, Mary Fran Tracy. 2011. Overview of Mechanical Ventilatory Support and Management of Patient-and Ventilator-Related Responses. American Association of Critical Care Nurses 31 (3): 39-44. Available from: www.ccnonline.org. [Accesed 22 April 2015].
Hunter, J. D. 2006. Ventilator Associated Pneumonia. Postgrad Med J 82: 172-178. Available from: http://pmj.bmj.com. [Accesed 4 Mei 2015].
International Ventilator Users Network. 2014. Home Ventilator Guide. An Affiliate
of Post-Polio Health International (PHI). Available from: http://www/ventusers.org/edu/homeventguide. [Accesed 16 April 2015].
Koenig, Steven M, and Jonathon D. Truwit. 2006. Ventilator-Associated
Pneumonia: Diagnosis, Treatment, and Prevention. American Society for
Microbiology 19 (4): 637-657. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17041138. [Accesed 19 Maret 2015].
Kollef, Marin. 1999. The Prevention of Ventilator-Associated Pneumonia. The
New England Journal of Medicine. Available from: nejm.org. [Accesed 9
Mei 2015].
Marino, Paul L. 2007. Marino’s The ICU Book. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Munro, Nancy and Margaret Ruggiero. 2014. Ventilator-Associated Pneumonia Bundle Reconstruction for Best Care. American Association of
Critical-Care Nurses 25 (2) : 163-175. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24752029. [Accesed 22 April 2015].
Park, David R. 2005. The Microbiology of Ventilator-Associated Pneumonia.
Respiratory Care 50 (6): 742-765. Available from: www.rcjournal.com.
[Accesed 13 Juni 2015].
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Nosokomial Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 1-16.
Rozaliyani, Anna and Boedi Swidharmoko. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Ventilator-Associated Pneumonia. Majalah Kedokteran FK UKI 27 (1): 32-47. Available from:
www.majalahfk.uki.ac.ac.id/index.php/majalah/majalah_lengkap/3. [Accesed 19 Maret 2015].
699. Available from:
http://www.apiindia.org/pdf/medicine_update_2012/critical_care_03.pdf. [Accesed 22 April 2015].
Ward, Jeremy P.T., Jane Ward, Richard M. Leach, and Charles M. Wiener. 2006.
At A Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga Medical Series, 78-79.
West, John B. 2003. Pulmonary Pathophysiology: The Essentials, 6th Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins. Terjemahan dr. Cindy H. Nasrani. Patofisiologi Paru Esensial, Ed.6. Jakarta: EGC, 220-234.
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3. 1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
3. 2 Definisi Operasional
Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian maka definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:
1. Ventilator-associated pneumonia adalah infeksi nosokomial yang terjadi ≥
48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik melalui pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi. Pada penelitian ini, VAP ditegakkan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) ICU RSUP H. Adam Malik apabila memenuhi skor total kriteria CPIS ≥ 6.
Cara pengukuran : observasi
Alat pengukuran : tabel kriteria Clinical Pulmonary Infection Pasien dengan
rawat ventilator ≥ 48 jam
Ventilator-associated
pneumonia
- Persentase kejadian - Kuman penyebab
Komponen Nilai Skor Sekret trakea Tidak ada atau sedikit
Ada, tidak purulent Purulent
0 1 2 Oksigenasi PaO2/FiO2 > 240 atau ARDS
≤ 240 dan tidak ada ARDS 0 1 Foto torak Tidak ada infiltrat
Infiltrat difus Infiltrat terlokalisir
0 1 2
Hasil pengukuran : pasien VAP, pasien tidak VAP Skala pengukuran : nominal
2. Ventilator merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Pada penelitian ini, data yang diambil adalah pasien pengguna ventilator ≥ 48 jam.
Cara pengukuran : observasi
Alat pengukuran : data rekam medik Hasil pengukuran : nama kuman Skala pengukuran : nominal
4. Terapi antibiotik empiris merupakan pemberian antibiotik yang diberikan pada pasien sebelum diketahui kuman penyebab VAP pada pasien yang didapatkan dari hasil kultur sekret nasofaringeal.
Cara pengukuran : observasi
Alat pengukuran : data rekam medik Hasil pengukuran : nama antibiotik Skala pengukuran : nominal
5. Terapi antibiotik definitif merupakan pemberian antibiotik yang diberikan pada pasien sesuai dengan sensitifitas kuman penyebab VAP pada pasien yang didapatkan dari hasil kultur sekret nasofaringeal. Cara pengukuran : observasi
Alat pengukuran : data rekam medik Hasil pengukuran : nama antibiotik Skala pengukuran : nominal
6. Upaya prevensi merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi jumlah kejadian VAP.
Cara pengukuran : observasi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4. 1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilakukan dengan pendekatan Cross
Sectional Study untuk mengetahui gambaran kejadian ventilator-associated
pneumonia pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam.
4. 2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2015. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulan data rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Agustus 2014 – Juni 2015.
4. 3 Populasi dan Sampel Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medis pasien rawat inap di ICU RSUP H. Adam Malik. Populasi adalah pasien rawat inap yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Juni 2015 di ICU RSUP H. Adam Malik.
Sampel penelitian diambil dengan metode total sampling, dengan kriteria pasien:
Kriteria inklusi:
1. Pasien dewasa (di atas 18 tahun) yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam 2. Pasien yang sebelumnya tidak mengalami pneumonia dengan nilai CPIS
< 6 Kriteria eksklusi:
4. 4 Teknik Pengumpulan Data
Peneliti memperoleh data sekunder sampel penelitian VAP yang sebelumnya didiagnosis oleh Dokter Penanggung Jawab Pelaksana (DPJP) ICU RSUP H. Adam Malik Medan. Berikutnya komponen data yang belum lengkap diperoleh langsung dari hasil observasi pada data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik pada bulan Agustus 2014 sampai dengan Juni 2015.
4. 5 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh akan dimasukkan dan diolah dalam software pengolah data dengan menggunakan program Statistical Program and Service
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5. 1 Hasil Penelitian
5. 1. 1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara dan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No 335/Menkes/SK/VII/1990 dan SK Menkes No 502/Menkes/SK/IX/1991. Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan.
5. 1. 2 Deskripsi Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan yaitu data sekunder, data yang diambil dari rekam medis pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam dan mengalami VAP di ICU RSUP H. Adam Malik Medan sejak tahun 2014. Data rekam medis yang diambil adalah skor total CPIS, kuman penyebab VAP, antibiotik empiris, antibiotik definitif, dan upaya pencegahan VAP. Data diambil sejak tanggal Oktober – November 2015.
5. 1. 2. 1 Distribusi Komponen CPIS pada Pasien VAP
Berikut adalah distribusi komponen penilaian tabel CPIS pada 12 sampel penelitian:
Tidak ada atau sedikit
Komponen Foto Torak
Suhu N %
Tidak ada infiltrat
Infiltrat difus
Infiltrat terlokalisir
0 1 11
0 8,3 91,7
Total 12 100
5. 1. 2. 1 Distribusi Skor CPIS pada Pasien VAP
Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah 12 orang. Distribusi skor CPIS pada sampel sebagai berikut: Tabel 5. 1 Distribusi Skor CPIS pada Pasien VAP
Skor CPIS N %
6 9 75
7 3 25
Total 12 100
5. 1. 2. 2 Distribusi Kuman Penyebab VAP
Kuman penyebab VAP yang ditemukan pada sampel penelitian ini adalah: Tabel 5. 2 Distribusi Kuman Penyebab VAP
Kuman Penyebab N %
MRSA 1 8,3
Klebsiella pneumonia + Pseudomonas aeruginosa
Acinetobacter baumannii
Klebsiella pneumonia
Klebsiella pneumonia + Acinetobacter baumannii
Enterobacter cloacae
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella pneumonia + Staphylococcus aureus
1 paling banyak ditemukan adalah Acinetobacter baumannii dengan jumlah 5 orang (41,7%).
5. 1. 2. 3 Distribusi Antibiotik Empiris yang Diberikan pada Pasien VAP
Antibiotik empiris yang diberikan pada pasien VAP, dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 5. 3 Distribusi Antibiotik Empiris yang Diberikan pada Pasien VAP
Berdasarkan tabel 5. 3, dapat diketahui bahwa antibiotik empiris yang paling banyak diberikan pada pasien VAP adalah Seftriakson sebanyak 4 orang (33,3%).
5. 1. 2. 4 Distribusi Antibiotik Definitif yang Diberikan pada Pasien VAP
Antibiotik definitif yang diberikan pada pasien VAP, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. 4 Distribusi Antibiotik Definitif yang Diberikan pada Pasien VAP
Antibiotik Definitif N %
Berdasarkan tabel 5. 4, dapat diketahui bahwa antibiotik definitif yang paling banyak diberikan pada pasien VAP adalah Amikasin dan Meropenem sebanyak masing-masing 3 orang (25%).
5. 1. 2. 5 Distribusi Upaya Pencegahan VAP
Tabel 5. 5 Distribusi Upaya Pencegahan VAP
Upaya Pencegahan N %
Elevasi kepala tempat tidur 30 11 91,7
Elevasi kepala tempat tidur 30 + Perawatan
mulut dengan chlorhexidine
1 8,3
Total 12 100
Berdasarkan tabel 5. 5, dapat dilihat bahwa upaya pencegahan yang paling banyak dilakukan untuk mencegah terjadinya VAP adalah elevasi kepala tempat tidur 30 sebanyak 11 orang (91,7%).
5. 2 Pembahasan
5. 2. 1 Analisis Distribusi Data Penelitian
5. 2. 1. 1 Analisis Distribusi Skor CPIS pada Pasien VAP
Pada penelitian ini didapatkan bahwa 12 sampel total memiliki skor CPIS ≥ 6. Dari 12 sampel, 9 di antaranya memiliki skor CPIS 6, dan 3 di antaranya memiliki skor CPIS 7.
CPIS merupakan sistem multifaktorial dalam menegakkan VAP pada penderita dengan pemakaian ventilator mekanik. Skor total CPIS dimulai dari 0 sampai 6 berdasarkan nilai pengukuran suhu tubuh, leukosit, sekret trakea, fraksi oksigenasi, foto torak. Bila dari hasil pemeriksaan komponen tersebut didapatkan nilai ≥ 6, maka dapat dinyatakan sebagai diagnosis VAP (Pugin et al, 1991).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penjelasan di atas. Hal ini juga didukung oleh Koenig dan Truwit (2006) yang mengatakan bahwa skor CPIS ≥ 6 memiliki sensitivitas 93% dan spesifisitas 100%.
5. 2. 1. 2 Analisis Distribusi Kuman Penyebab VAP
Pada Tabel 5. 2 ditampilkan bahwa dari 12 sampel penelitian didapatkan
sampel dari 400 pasien yang menggunakan ventialator mekanik, ditemukan bahwa kuman penyebab VAP terbanyak adalah Klebsiella sebanyak 23,3%, diikuti dengan Acinetobacter (20%), Pseudomonas dan Staphylococcus aureus (13,3%), E. Coli dan Enterobacter (6,7%).
Menurut Chastre dalam Marino (2014), bakteri basil gram-negatif menjadi kuman penyebab VAP terbanyak sebesar 56,5%, yang terdiri dari bakteri
Pseudomonas aeruginosa 18,9%, Escherichia coli 9,2%, Hemophilus spp 7,1%,
Enterobacter spp dan Proteus 3,8%, Klebsiella pneumoniae 3,2%. Bakteri kokus
gram-positif memiliki frekuensi 42,1% sebagai kuman penyebab VAP dengan rincian kuman Staphylococcus aureus 18,9%, Streptococcus pneumonia 13,2%,
Hemophilus spp 1,4%.
Tipe kuman penyebab VAP bergantung pada durasi pemakaian ventilasi mekanik yang akhirnya menghasilkan VAP onset lambat dan onset cepat (Kalanuria, et al, 2014). Hal ini menjadi alasan adanya perbedaan frekuensi dan tipe kuman yang menyebabkan terjadinya VAP.
5. 2. 1. 3 Analisis Distribusi Antibiotik Empiris pada Pasien VAP
Menurut American Thoracic Society (2004), pemilihan antibiotik
empiris yaitu satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan beberapa kuman patogen sekaligus, mempersingkat terapi menjadi masa terapi efektif minimal untuk memperkecil kejadian resistensi.
Pemberian antibiotik empiris yang paling banyak diberikan pada 12 sampel penelitian adalah Seftriakson sebesar 33,3%, Sefotaksim dan Levofloksasin 16,7%, dan jenis lainnya 8,3%.
diberikan adalah Seftriakson (33,3%), antibiotik golongan Sefalosporin nonpseudomonal.
Variasi pemberian antibiotik empiris yang diberikan dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Leekha et al, 2011 mengatakan dalam pemilihan antibiotik empiris perlu mempertimbangkan (1) lokasi terjadinya infeksi dan kemungkinan organisme terbanyak yang berkolonisasi pada lokasi tersebut, (2) pengetahuan sebelumnya mengenai bakteri yang sering berkoloni pada pasien dengan kasus tertentu, (3) pola resistensi bakteri yang ada pada kebanyakan rumah sakit. Menurut Peneliti, pemberian Seftriakson sebagai antibiotik terbanyak juga dipengaruhi oleh sistem pembayaran pelayanan medis yang berlaku di rumah sakit pendidikan, sehingga terdapat batasan pemberian antibiotik yang sebenarnya dapat diberikan sesuai dengan 3 hal yang disebutkan oleh Leeka et al. Selain ketigga hal di atas, pemberian antibiotik empiris juga dipengaruhi oleh lama rawatan pasien dugaan VAP di ICU. Lama rawatan ini akan mempengaruhi kemungkinan kuman penyebab VAP yang dibagi menjadi dua, yaitu onset lambat dan onset cepat, yang juga akan mempengaruhi pilihan jenis antibiotik yang akan diberikan secara empiris kepada pasien. Pemberian antibiotik empiris yang tidak sesuai dengan onset penyakit juga dapat menyebabkan resistensi kuman, seperti yang ditemukan pada sampel penelitian yaitu kuman terbanyak Acinetobacter
baumannii.
5. 2. 1. 4 Analisis Distribusi Antibiotik Definitif pada Pasien VAP
Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa terapi antibiotik definitif yang
5. 2. 1. 5 Analisis Distribusi Upaya Pencegahan Kejadian VAP
Elevasi kepala tempat tidur 30 menjadi upaya pencegahan VAP yang
paling dilakukan pada 11 sampel penelitian (91,7%), dimana kombinasi upaya pencegahan elevasi kepala tempat tidur 30 dan perawatan mulut dengan chlorhexidine dilakukan pada 1 sampel penelitian (8,3%). Elevasi kepala tempat
tidur 30 adalah salah satu cara paling sederhana dan efektif sebagai upaya pencegahan terjadinya VAP (Todi, 2012). Hal ini mendukung hasil penelitian yang menggambarkan tingginya frekuensi upaya elevasi kepala tempat tidur 30
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Total kejadian VAP di ICU RSUP H. Adam Malik Medan bulan Agustus 2014 – Juni 2015 adalah 12 kasus dengan jumlah populasi 312. Persentase kejadian yang diperoleh adalah 3,85%.
2. Dari 12 sampel penelitian, 9 sampel memiliki skor total CPIS 6, dan 3 sampel memiliki skor total CPIS 7.
3. Kuman penyebab VAP terbanyak pada 12 sampel penelitian adalah
Acinetobacter baumannii, tergolong dalam etiologi VAP dengan onset
lambat, digolongkan sebagai patogen MDR.
4. Terapi antibiotik empiris yang paling banyak diberikan adalah Seftriakson, golongan sefalosporin nonpseudomonal (33,3%)
5. Terapi antibiotik definitif yang paling banyak diberikan adalah Amikasin dan Meropenem, golongan sefalosporin antipseudomonal (25%)
6. Upaya pencegahan VAP paling sering dilakukan adalah elevasi kepala
tempat tidur 30 (91,7%).
6. 2 Saran
1. Diharapkan upaya pencegahan kejadian VAP di ICU RSUP H. Adam
Malik lebih dikombinasikan, karena ada sebanyak 5 intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah VAP, atau yang biasa disebut VAP Bundle. 2. Pendataan rekam medis di RSUP H. Adam Malik lebih disentralisasi, agar
3. Terapi empiris pasien VAP di RSUP H. Adam Malik Medan diberikan sesuai dengan pola kuman, yaitu pola sensitivitas dan resistensi kuman. 4. Jumlah data penelitian mengenai VAP diharapkan lebih banyak, agar
gambarkan kejadian VAP di RSUP H. Adam Malik Medan lebih representatif dengan kondisi sebenarnya.
5. Diharapkan pada penelitian mengenai VAP di waktu mendatang, ikut
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Ventilasi Mekanik
2. 1. 1 Defenisi
Ventilasi merupakan proses perpindahan udara dari lingkungan luar tubuh ke dalam paru-paru. Respirasi merupakan proses pertukaran gas O2 dan CO2 yang terjadi di alveolus dalam paru-paru. Alveolus merupakan kantong udara di ujung percabangan bronkus dalam paru-paru. O2 berdifusi melalui dinding alveolus menembus pembuluh darah dan CO2 berdifusi ke luar pembuluh darah..
Diafragma adalah otot utama untuk inspirasi, bersama dengan otot interkosta. Ketika otot-otot pernapasan mengalami paralisis, bernapas menjadi sulit bahkan tidak mungkin. Ventilasi mekanik mengambil alih proses ventilasi dan memudahkan pernapasan dengan membantu otot pernapasan yang mengalami paralisis. Otot abdomen juga penting dalam proses ekspirasi dan batuk. Otot ekspirasi pernapasan yang lemah menghasilkan batuk yang lemah juga ketidakmampuan pengeluaran sekret yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan penumonia (International Ventilator Users Network, 2014).
Ventilator, dikenal juga dengan istilah respirator, merupakan alat bantu mekanik yang mempertahankan udara dapat mengalir ke dalam paru-paru. Banyak orang mengenal penggunaaan ventilator pada rumah sakit, sepeti di ICU, dimana penggunaan ventilator akut dan kompleks banyak dijumpai.
Ventilasi mekanik rutin diperlukan pada pasien dewasa kritis di unit perawatan intensif. Tujuan utama penggunaan ventilator mekanik adalah untuk menormalkan kadar gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dengan memberi ventilasi adekuat dan oksigenasi. (Grossbach, 2011).
2. 1. 2 Tipe Ventilator
Menurut West (2003), ventilator dibagi atas tiga jenis: ( 1 ) Ventilator Volume-Konstan
Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur sebelumnya kepada pasien, biasanya melalui piston pengatur bermotor dalam sebuah silinder atau peniup bermotor. Curah dan frekuensi pompa dapat disesuaikan untuk memberi ventilasi yang diperlukan. Rasio inspirasi terhadap waktu ekspirasi dapat dikendalikan oleh mekanisme kenop khusus. Oksigen dapat ditambahkan ke udara inspirasi sesuai keperluan, dan sebuah pelembab dimasukkan dalam sirkuit.
Ventilator volume-konstan adalah mesin kuat dan dapat diandalkan yang cocok untuk ventilasi jangka lama. Alat ini banyak digunakan dalam anestesia. Alat ini memiliki keuntungan dapat mengetahui volume yang diberikan ke pasien walaupun terjadi perubahan sifat elastik paru atau dinding dada maupun peningkatan resistensi jalan napas. Kekurangannya adalah dapat terjadi tekanan tinggi. Akan tetapi, dalam praktik sebuah katup pengaman aliran mencegah tekanan mencapai tingkat berbahaya. Memperkirakan ventilasi pasien dari volume stroke dan frekuensi pompa dapat menyebabkan kesalahan penting karena kompresibilitas gas dan kebocoran, dan lebih baik mengukur ventilasi ekspirasi dengan spirometer. ( 2 ) Ventilator Tekanan-Konstan
adalah konsentrasi oksigen inspirasinya bervariasi sesuai kecepatan aliran inspirasi.
Ventilator tekanan-konstan kini terutama digunakan untuk “ventilasi bantuan-tekanan”, yaitu membantu pasien yang diintubasi mengatasi peningkatan kerja napas yang terjadi karena slang endotrakeal yang relatif sempit. Pemakaian dengan cara ini berguna untuk melepaskan pasien dari ventilator, yaitu peralihan dari ventilasi mekanik ke ventilasi spontan.
( 3 ) Ventilator Tangki
Ventilator tipe (1) dan (2) adalah ventilator tekanan-positif karena memberi tekanan positif ke jalan napas. Sebaliknya, respirator tangki memberi tekanan negatif (kurang dari atmosferik) ke luar dada dan tubuh lain, kecuali kepala. Ventilator tangki terdiri dari sebuah kotak kaku (“paru besi”) yang dihubungkan dengan pompa bervolume besar, bertekanan rendah yang mengendalikan siklus pernapasan.
Ventilator tangki tdak lagi digunakan dalam penanganan gagal napas akut karena membatasi akses ke pasien, ukuran besar, dan tidak nyaman. Alat ini dipergunakan secara luas untuk ventilasi pasien dengan penyakit neuromuskular kronik yang perlu diventilasi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sebuah modifikasi ventilator tangki adalah perisai yang pas di atas toraks dan abdomen serta menghasilkan tekanan negatif. Ini biasanya dicadangkan bagi pasien yang sudah sembuh parsial dari gagal napas neuromuskular.
( 4 ) Patient-Cycled Ventilators
2. 1. 3 Pola Ventilasi
Menurut West (2003), pola ventilasi dibagi menjadi: ( 1 ) Intermittent Posiive Pressure Ventilation (IPPV)
Intermittent Posiive Pressure Ventilation (IPPV) terkadang
disebut pernapasan tekanan positif intermiten (Intermitten Positive
Pressure Breathing/IPPB) dan merupakan pola umum berupa
pengembangan paru oleh penerapan tekanan positif ke jalan napas dan dapat mengempis secara pasif pada FRC. Dengan ventilator modern, variabel utama yang dapat dikendalikan meliputi volume tidal, frekuensi napas, durasi inspirasi versus ekspirasi, kecepatan aliran inspirasi, dan konsentrasi oksigen inspirasi.
Pada pasien dengan obstrksi jalan napas, perpanjangan waktu ekspirasi memiliki keuntungan karena daerah paru dengan konstan waktu yang lama akan memiliki waktu untuk mengosongkan diri. Di sisi lain, tekanan jalan napas positif yang lama dapat mengganggu aliran balik vena ke toraks. Umumnya, dipilih frekuensi yang relatif rendah dan waktu ekspirasi yang lebih besar dari inspirasi, tetapi setiap pasien memerlukan perhatian yang berbeda-beda.
( 2 ) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Pada pasien ARDS, perbaikan PO2 arterial yang besar sering kali dapat dicapai dengan mempertahankan tekanan jalan napas positif yang kecil pada akhir ekspirasi. Nilai sekecil 5 cm H2O sering kali bermanfaat. Akan tetapi, tekanan setinggi 20 cm H2O atau lebih kadang kala digunakan. Katup khusus tersedia untuk memberi tekanan. Keuntungan PEEP adalah alat ini memungkinkan konsentrasi oksigen inspirasi diturunkan sehingga mengurangi risiko toksisitas oksigen.
daerah, terutama di daerah dependen, dan absorpsi atelektasis. PEEP cenderung membalikkan perubahan ini. Pasien dengan edema jalan napasnya juga mendapat keuntungan, mungkin karena cairan bregeser ke dalam jalan napas perifer kecil atau alveoli, memungkinkan beberapa daerah paru diventilasi ulang.
(Sumber: Patofisiologi Paru Esensial Edisi 6, 2003)
Terkadang, penambahan PEEP yang terlalu besar menurunkan PO2 arteri, bukan meningkatkannya. Mekanisme yang mungkin meliputi: 1) curah jantung sangat menurun, yang menurunkan PO2 dalam darah vena campuran dan PO2; 2) penurunan ventilasi daerah berperfusi baik (karena peningkatan ruang mati dan ventilasi ke daerah berperfusi buruk); 3) peningkatan aliran darah dari daerah berventilasi ke tidak berventilasi oleh peningkatan tekanan jalan napas. Akan tetapi, efek PEEP membahayakan ini pada PO2 ini jarang terjadi.
PEEP cenderung menurunkan curah jantung dengan menghambat aliran balik vena ke toraks, terutama jika volume darah yang bersirkulasi menurun karena perdarahan atau syok. Oleh karena itu, nilainya tidak boleh diukur dari efeknya pada PO2 arteri saja, tetapi bersamaan dengan jumlah total oksigen yang dikirim ke jaringan. Hasil dari konsentrasi oksigen arterial dan curah jantung merupakan indeks yang berguna karena perubahan padanya akan mengubah PO2 darah vena campuran dan Tabel 2.1 Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Sering berguna untuk meningkatkan PO2 arterial pada pasien dengan gagal napas
Nilai 5-20 cm H2 lazim dipakai
Memungkinkan konsentrasi O2 inspirasi menurun
Dapat menurunkan curah jantung dengan menghambat aliran balik vena
kemudia PO2 banyak jaringan. Beberapa dokter menggunakan kadar PO2 dalam darah vena campuran sebagai panduan untuk tingkat optimal PEEP. Dalam keadaan tertentu, pemasangan PEEP menyebabkan penurunan seluruh konsumsi oksigen pasien. Konsumsi oksigen menurun karena perfusi di beberapa jaringan sangat marginal sehingga jika aliran darahnya menurun lagi, jaringan tidak dapat mengambil oksigen dan mungkin mati perlahan.
Bahaya PEEP tingkat tinggi yang lain adalah kerusakan pada kapiler paru akibat regangan tinggi pada dinding alveolar. Dinding alveolar dapat dianggap sebagai benang kapiler. Tegangan tingkat tinggi meningkatkan stres pada dinding kapiler yang menyebabkan robekan pada epitel alveolar, endotel kapiler, atau semua lapisan dinding.
( 3 ) Continious Positive Airway Pressure (CPAP)
Beberapa pasien yang sedang disapih dari ventilator bernapas spontan, tetapi masih diintubasi. Pasien demikian mendapat keuntungan dari tekanan positif yang diberikan kontinu ke jalan napas melalui sistem katup pada ventilator. Perbaikan oksigenasi dihasilkan dari mekanisme yang sama seperti PEEP. Suatu bentuk CPAP telah digunakan secara sukses dalam ARDS. CPAP bentuk lain berguna untuk menangani gangguan pernapasan saat tidur yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas atas. Di sini, peningkatan tekanan diberikan melalui masker wajah yang dipakai sepanjang malam.
( 4 ) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
Gas darah dapat dipertahankan normal dengan ventilasi tekanan positif berfrekuensi tinggi (sekitar 20 siklus/detik) dengan volume sekuncup yang rendah (50-100 ml). Paru digetarkan bukan dikembangkan seperti cara konvensional, dan transpor gas terjadi melalui kombinasi difusi dan konveksi. Salah satu pemakaiannya adalah pada pasien yang mengalami kebocoran gas dari paru melalui fistula bronkopleura.
2. 1. 4 Efek Fisiologik pada Ventilasi Mekanik
( 1 ) Penurunan PCO2 Arteri
Hubungan antara PCO2 arterial dan ventilasi alveolar pada paru normal dinyatalkan dalam persamaan berikut:
PCO2 =
.
Kdengan K sebagai konstanta. Pada paru berpenyakit, penyebut VA dalam persamaan ini kurang dari ventilasi yang masuk ke alveoli karena adanya ruang mati alveolar, yaitu alveoli tidak berperfusi atau alveoli dengan rasio ventilasi-perfusi tinggi.
Kecenderungan PCO2 arterial meningkat akibat peningkatan ruang mati dapat diatasi dengan mengatur ulang ventilator untuk meningkatkan ventilasi total. Dalam praktik, banyak pasien yang diventilasi secara mekanik mengalami PCO2 arteri abnormal rendah karena diventilasi berlebihan. PCO2 arteri yang terlalu rendah perlu dihindari karena hal ini mengurangi aliran darah serebral sehingga menyebabkan hipoksia serebral.
Bahaya lain ventilasi berlebihan pada pasien dengan retensi CO2 adalah kalium serum yang rendah, yang mencetuskan irama jantung abnormal. Ketika CO2 ditahan, kalium bergerak keluar sel ke dalam plasma dan diekskresi oleh ginjal. Jika PCO2 berkurang dengan cepat, kalium kembali masuk ke dalam sel sehingga mengurangi plasma.
( 2 ) Peningkatan PO2 Arteri
Pada beberapa pasien gagal napas, PCO2 arterinya sering tidak meningkat dan tujuan ventilasi mekanik adalah meningkatkan PO2. Dalam praktik, pasien seperti ini selalu diventilasi dengan yang diperkaya oksigen, dan kombinasi ini biasanya efektif untuk mengurangi hipoksemia. Konsentrasi oksigen inspirasi idealnya harus cukup untuk meningkatkan PO2 arteri paling tidak menjadi 60 mmHg, tetapi konsenrasi inspirasi yang terlalu tinggi perlu dihindari karena bahaya toksisitas oksigen dan atelektasis.
( 3 ) Efek pada Aliran Balik Vena
Efek ventilasi tekanan-positif pada aliran balik vena bergantung pada besar dan durasi tekanan inspirasi dan khususnya, penambahan PEEP. Pola ideal dari titik tolak ini adalah fase inspirasi pendek dengan tekanan yang relatif rendah diikuti oleh fase ekspirasi yang panjang serta tekanan ekspirasi akhir menjadi nol. Namun, pola seperti itu mendukung volume paru yang rendah dan mengakibatkan hipoksemua sehingga umumnya perlu dipertimbangkan.
2. 1. 5 Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik
Adapun indikasi pemasangan ventilasi mekanik dibagi atas:
Tabel 2. 2 Indikasi untuk ventilasi atau bantuan mekanis pada orang dewasa
Pembedahan
Anestesi umum dengan blokade neuromuskular
Penatalaksanaan pascaoperasi bedah mayor
Kerusakan pada spinalis servikal di
atas C4
Fraktur leher
Depresi pusat respirasi
PaCO2 >7-8 kPa (50-60 mmHg)
Cedera kepala
Overdosis obat (opiat, barbiturat)
Peningkatan tekanan intrakranial: perdarahan
Sindrom gawat napas akut (ARDS)
Serangan asma berat
Eksaserbasi akut PPOK, fibrosis kistik
Syok sirkulasi berat
2. 1. 6 Komplikasi
Tabel 2. 3 Komplikasi Pemasangan Ventilasi Mekanis
Risiko selama intubasi endotrakeal
atau trakeostomi
Depresi miokardial akibat anestetik Aspirasi isi lambung
Penurunan PaO2 selama apnea
Bronkokonstriksi refleks dan laringospasme
Risiko yang dihubungkan dengan sendi
dan paralisis
Depresi jantung
Depresi dorongan respirasi (menunda pelepasan)
Meningkatkan bahaya kegagalan diskoneksi/ventilator
Risiko intubasi endotrakeal dan
trakeostomi
Intubasi esofagus Intubasi bronkus
Blokade/ekstubasi yang tidak disengaja Kerusaka/stenosis trakea/laring
Infeksi
Risiko yang dihubungkan dengan
ventilasi mekanis
Kerusakan struktural pada paru, jalan napas, dan kapiler
Displasia bronkopulmonal
Risiko yang dihubungkan dengan
oksigen inspirasi yang tinggi
2. 2 Ventilator Associated Pneumonia
2. 2. 1 Defenisi
Ventilator associated pneumonia didefenisikan sebagai pneumonia yang
terjadi pada pasien yang ≥ 48 jam diintubasi dan dipasang ventilasi mekanik. VAP diklasifikasikan berdasarkan onsetnya yaitu onset dini (terjadi dalam 96 jam pertama sejak dipasang ventilasi mekanik) atau onset lambat (terjadi ≥ 96 jam sejak dipasang ventilasi mekanik) (Hunter, 2005).
2. 2. 2 Epidemiologi
Insidensi bervariasi antara 5 - 10 episode per 1000 orang yang keluar dari rumah sakit dan paling tinggi terjadi di bangsal pembedahan, ICU, dan rumah sakit pendidikan. Hal ini memperpanjang masa rawat inap pasien di rumah sakit yang mencapai 3 - 14 hari per pasien. Ventilator associated pneumonia terjadi sampai 80% dari total kejadian hospital associated pneumonia dan 9 sampai 27% pada pasien yang diintubasi.
Angka kematian VAP mencapai 30% - 70%. VAP onset dini (<4 hari di rumah sakit) banyak disebabkan oleh bakteri yang sensitif antibiotik, sehingga prognosis menjadi lebih baik daripada VAP onset lambat (>4 hari di rumah sakit) yang banyak disebabkan multi drug resistent pathogen (patogen MDR).
2. 2. 3 Etiologi
Ward et al (2006) membagi dua klasifikasi patogen yang menyebabkan VAP yaitu:
VAP
Gambar 2. 1 Patogen penyebab VAP (Sumber: Ward et al., 2006)
Chastre (2003) dalam Marino (2014) memaparkan frekuensi kejadian VAP berdasarkan patogen penyebab yang ditampilkan pada tabel 2. 4.
Tabel 2. 4 Isolasi Patogen pada Ventilator Associated Pneumonia
Organisme Frekuensi Onset dini (<4 hari di
rumah sakit) +
Tidak ada faktor risiko untuk patogen MDR
Onset lambat (> 4 hari di rumah sakit) + faktor risiko untuk patogen MDR
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenza
S. aureus (sensitif metisilin)
Basil Gram-negatif sensitif antibiotik (E. Coli, Proteus
spp., Klebsiella pneumonia,
Serratia)
Kokus Gram-positif
Meskipun pasien dengan pemasangan endotrachel tube ≥ 48 jam menjadi salah satu risiko terjadinya VAP, beberapa pasien juga memiliki risiko yang lebih tinggi. Faktor risiko terjadinya VAP dapat dibagi menjadi tiga faktor utama, yaitu faktor pejamu, faktor terkait peralatan, dan faktor individu. (Augustyn, 2007).
Ward et al (2006) membagi faktor risiko terjadinya VAP menjadi: Tabel 2. 5 Faktor Risiko yang Dapat dan Tidak Dapat Dimodifikasi dari VAP Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikas
1. Terkait Pejamu
Malnutrisi
Usia >65 tahun, <5 tahun
Penyakit kronik (misalnya ginjal)
Diabetes
Supresi imun (misalnya SLE)
Ketergantungan alkohol
Aspirasi (misalnya epilepsi)
Penyakit virus yang baru terjadi
Obesitas
1. Terkait Pejamu
nutrisi (misalnya pemberian makanan secara enteral)
kontrol nyeri, fisioterapi
membatasi terapi imunosupresif
postur, tempat tidur kinetik
Pascaoperasi (kepala naik 30)
Pencabutan dini jalur IV, selang NT, dan NG
Minimalisasi penggunaan sedatif
Hindari overdistensi lambung
Hindari intubasi dan reintubasi
Pertahankan tekanan manset ET > 20 cm H2O
Aspirasi subglotik selama intubasi
Ubah dan drain sirkuit ventilator
Sucralfate untuk profilaksis ulkus akibat stress (masih dipertanyakan)
3. Faktor Epidemiologis
Lingkungan (misalnya psitakosis)
Pekerjaan (misalnya demam Q)
Bepergian ke luar negeri (paragonomiasis)
Pendingin ruangan (misalnya
Legionella)
3. Kontrol Infeksi
Mencuci tangan, teknik steril
Isolasi pasien
Surveilans mikrobiologis
(Sumber: Ward et al., 2006)
Adapun menurut Kollef (2003) dalam Rozaliyani dan Swidharmoko (2010), faktor risiko yang berkaitan dengan VAP yaitu:
Tabel 2. 6 Faktor Risiko yang Berkaitan dengan VAP
Faktor Pejamu Faktor Intervensi Faktor Lain Albumin serum < 2,2
g/dL
Usia > 60 tahun Obat paralitik, sedasi
Luka bakar dan trauma Positive end-expiratory pressure
Gagal organ Reintubasi
Keparahan penyakit Pipa nasogastric Aspirasi volume lambung Posisi terlentang Kolonisasi lambung dan
pH
Transpor keluar dari ICU
Kolonisasi saluran napas atas
Antibiotik sebelumnya atau tanpa antibiotik Sinusitis
(Sumber: Rozaliyani dan Swidharmoko, 2010)
2. 2. 5 Patogenesis
Faktor pejamu
Pemberian awal antibiotik
Alat invasif Kolonisasi saluran cerna
Obat-obat yang berpengaruh terhadap
pengosongan lambung dan pH Aspirasi
Air yang terkontaminasi, obat-obat cair, Alat terapi pernapasan
Inhalasi
Infeksi transtorak
Bakterimia primer Bronkiolitis
Translokasi gastrointestinal
Bronkopneumonia fokal/multifokal
Bakterimia sekunder Bronkopneumonia berat
Systemic inflammatory
response syndrome
Disfungsi organ nonpulmoner Abses paru
Sistemik penjamu dan mekanisme pertahanan saluran napas atas Gambar 2. 2 Skema Patogenesis VAP
2. 2. 6 Diagnosis VAP
Uji diagnostik dilakukan untuk dua tujuan yaitu: 1) menegakkan diagnosis pneumonia dari kumpulan tanda dan gejala, 2) menentukan patogen penyebab pneumonia.
Beberapa penelitian menyimpulkan gambaran radiografi berupa infiltrat dan minimal satu dari gejala demam, leukositosis, atau sekret trakea yang purulen, menjadi kriteria diagnostik yang memiliki sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah.
Semua pasien yang dicurigai VAP harus dilakukan kultur darah untuk mengenal indikasi pneumonia atau infeksi ekstrapulmoner (American Thoracic Society dan Infectious Disease Society of America, 2004).
Johansen et al., (1972) dalam Kalanuria et al., (2014) menjelaskan kriteria klinis untuk diagnosis VAP terdapat pada The Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) yang dibagi atas gejala klinis, fisiologis, mikrobiologi, dan gambaran radiografi yang memenuhi angka prediksi ada atau tidak VAP. Skor total dapat berada di antara 0 –12 dengan skor ≥ 6 menunjukkan korelasi tegaknya VAP. Tabel 2. 7 The Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)
Parameter Hasil Skor Sekret trakea Tidak ada atau sedikit
Ada, tidak purulent Foto torak Tidak ada infiltrat
Infiltrat difus Infiltrat lokal
2. 2. 7 Terapi Antibiotik
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia (2003) menyebutkan beberapa klasifikasi terapi antibiotik untuk VAP sebagai berikut:
Tabel 2. 8 Terapi Antibiotik Awal Secara Empirik untuk VAP pada Pasien Tanpa Faktor Risiko Patogen MDR, Onset Dini dan Semua Derajat Penyakit (Mengacu ATS/IDSA 2004)
(Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Tabel 2. 9 Terapi Antibiotik Awal Secara Empirik untuk VAP untuk Semua Derajat Penyakit pada Pasien Dengan Onset Lanjut atau Terdapat Faktor Risiko Patogen MDR (Mengacu ATS/IDSA 2004)
Patogen potensial Terapi antibiotik kombinasi Patogen MDR tanpa atau
dengan patogen pada Tabel 2. 8 - Pseudomonas aeuruginosa
- Klebsiella pneumoniae (ESBL)
Sefalosporin antipseudomonal (Sefepim, seftasidim, sefpirom) atau Karbapenem antipseudomonal (Meropenem, imipenem) atau ß
-laktam/penghambat ß laktamase
Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan Streptococcus pneumoniae
Haemophilus influenzae Metisilin-sensitif
Staphylococcus aureus Antibiotik sensitif basil Gram
negatif enterik - Escheria coli
- Klebsiella pneumoniae
- Enterobacter spp
- Proteus spp
- Serratia marcescens
Betalaktam + antibetalaktamase (Amoksisilin klavunalat) atau Sefalosporin G3 nonpseudomonal (Seftriakson, sefotaksim) atau Kuinolon respirasi (Levofloksasin,
- Acinobacter sp
- Methicilin resisten staphylococcus aureus
(MRSA)
(Piperasilin-tasobaktam)
ditambah
Fluorokuinolon antipseudomonal (Siprofloksasin atau levofloksasin) atau Aminoglikosida (Amikasin, gentamisin, atau tobramisin)
ditambah
Linesolid atau vankomisin atau teikoplanin
(Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
2. 2. 8 Pencegahan
Munro dan Ruggiero (2014) menyebutkan beberapa intervensi yang dapat mencegah terjadinya VAP yaitu:
( 1 ) Elevasi kepala tempat tidur
( 2 ) Hentikan sedasi harian dan nilai kesiapan ekstubasi ( 3 ) Berikan profilaksis ulkus peptikum
( 4 ) Berikan profilaksis deep vein thrombosis (DVT) ( 5 ) Perawatan mulut dengan chlorhexidine
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Ventilator associated pneumonia merupakan pneumonia yang terjadi pada
pasien yang mendapat ventilasi mekanik ≥ 48 jam sejak pemasangan ventilator (CDC, 2015). Ventilator associated pneumonia (VAP) menjadi kasus kedua tersering pada kejadian infeksi nosokomial di unit perawatan intensif (ICU) dan terbanyak pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik (Kalanuria, 2014).
Dari semua kejadian hospital-acquired pneumonia, 86% terkait dengan ventilasi mekanik (VM) (Guimaraes, 2006). VAP diperkirakan terjadi sekitar 9-27% dari semua pasien yang mendapat ventilasi mekanik dengan risiko tertinggi terjadi dalam lingkungan rumah sakit (Kalanuria, 2014). Insidensi VAP berada dalam rentang 9% - 68%, bergantung pada metode diagnosis yang digunakan dan populasi (Guimaraes, 2006). VAP adalah komplikasi yang sering terjadi karena penggunaan ventilator bagi pasien gagal napas akut dan meningkatkan angka kesakitan, angka kematian (Park, 2005). Menurut Anderson LJ (1994) dalam Guimaraes (2006), prevalensi VAP dilaporkan sebesar 20,5 – 34,4 / 1.000 VM. Angka mortalitas VAP dilaporkan berada dalam rentang 0 – 50%. Selain angka mortalitas tinggi, VAP juga meningkatkan lama rawat inap pasien (lenght of
stays/LOS) dari empat menjadi tiga belas hari, serta biaya perawatan pasien dari
$5,000 menjadi $20,000 per kasus (Koenig, 2006).
Mikroorganisme penyebab VAP banyak dan bervariasi. Kasus VAP terbanyak disebabkan oleh bakteri patogen yang normalnya berkolonisasi di orofaring dan gut atau yang didapat dari transmisi oleh pekerja medis dari lingkungan sekitar atau dari pasien lain Organisme penyebab VAP yang sering termasuk spesies Pseudomonas, staphylococcus, Enterobacteriaceae,
streptococcus, spesies Haemophilus, dan bakteri tinggi resisten lainnya basil Gram-negatif. Streptococcus pneumoniae adalah patogen penyebab utama
community-acqiured pneumonia. Staphylococcus menyebabkan seluruh VAP
non-fermentasi aerobik yang pada hakekatnya resisten terhadap banyak kelas antibiotik. P.aeruginosa merupakan patogen utama yang mengalami resisten antibiotik yang menyebabkan VAP dan penyebab utama dari episode fatal VAP.
Pseudomonas mempunyai banyak faktor virulensi yang terkait dengan
peningkatan angka mortalitas VAP. Acinetobacter menjadi penting karena menyebabkan perjangkitan dan mudah tersebar dari satu pasien ke pasien lainnya. Bakteri ini muncul karena kemampuan bertahan di tangan para pekerja medis dan mati di lingkungan sekitar, serta pada hakekatnya resisten terhadap banyak antibiotik.
Penyebab VAP yang telah disebutkan di atas, seperti Pseudomonas,
Acinetobacter, dan spesies Stenotrophomonas, dan methicillin-resistant
Staphylococcus aureus dan basil Gram-negatif disebut sebagai “potentially
drug-resistant” pathogen atau “multidrug resistant” pathogen. (Park, 2005).
Penelitian sebelumnya mengatakan angka mortalitas yang berbeda disebabkan oleh karena variasi populasi (pasien trauma-minimal akut, acute
respiratory distress syndrome [ARDS], pasien yang mendapat terapi medis dan
tindakan bedah), dan variase terapi empirik yang diberikan selama dua hari (Koenig, 2006).
khususnya di ICU RSUP H.Adam Malik sebagai pengetahuan baru yang dapat mendorong para medis untuk mencegah terjadinya VAP.
1. 2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kejadian ventilator-associated pneumonia pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di ICU RSUP H.Adam Malik Medan?
1. 3 Tujuan Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran kejadian ventilator-associated pneumonia pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di ICU RSUP H.Adam Malik Medan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan Juni 2015.
1. 3. 2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui persentase kejadian ventilator-associated pneumonia 2. Mengetahui kuman penyebab ventilator-associated pneumonia
3. Mengetahui terapi antibiotik empiris terhadap kuman penyebab
ventilator-associated pneumonia
4. Mengetahui terapi antibiotik definitif terhadap kuman penyebab
ventilator-associated pneumonia
5. Mengetahui upaya prevensi ventilator-associated pneumonia yang
dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam
1. 4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Manfaat Akademis
Memberi informasi tentang persentase kejadian
ventilator-associated pneumonia
Memberi informasi tentang penyebab ventilator-associated
Memberi informasi tentang terapi spesifik terhadap
ventilator-associated pneumonia
Memberi informasi tentang upaya prevensi ventilator-associated
pneumonia yang dilakukan pada pasien yang menggunakan
ventilator lebih dari 48 jam 2. Manfaat Pelayanan
Memberi informasi pada instalasi ICU RSUP H. Adam Malik mengenai persentase angka kejadian VAP dan mendorong agar dilakukan pencegahan VAP guna menurunkan angka kejadian
3. Manfaat Penelitian Selanjutnya
Menjadi sumber data bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
ABSTRAK
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) atau pneumonia terkait
penggunaan ventilator merupakan kasus kedua tersering kejadian infeksi nosokomial di ICU rumah sakit. Kejadian VAP berhubungan dengan meningkatnya morbiditas, lama rawat pasien di rumah sakit, dan biaya rawat pasien yang harus dikeluarkan di rumah sakit. Penelitian ini belum banyak dilakukan di Sumatera Utara, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian VAP di Sumatera Utara khususnya RSUP H. Adam Malik Medan.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran kejadian VAP pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di ICU RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juni 2014 sampai dengan Agustus 2015.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional Study yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dengan teknik pengumpulan data diperoleh langsung dari observasi data rekam medis.
Dari hasil penelitian diperoleh angka kejadian VAP sebanyak 12 kasus, dan frekuensi tertinggi kuman penyebab terbanyak Acinetobacter baumannii 41,7%, terapi antibiotik empiris Seftriakson 33,3%, terapi antibiotik definitif Amikasin dan Meropenem 25%, upaya pencegahan VAP elevasi kepala tempat tidur 30 sebesar 91,7%.
Kesimpulan penelitian ini adalah gambaran kejadian VAP di RSUP H. Adam Malik Medan adalah rendah.
ABSTRACT
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) is the second common incidence of nosocomial infections in hospital ICU. The VAP is associated with increased of morbidity, length of hospital patients in hospitals and patient care costs to be hospitalized. This research has not been done in North Sumatra, therefore, this study was conducted to describe the incidence of VAP in RSUP H. Adam Malik Hospital, Medan, North Sumatera.
The purpose of this research is to discover an overview of VAP incidence in patients ≥ 48 hours using a ventilator in ICU RSUP H. Adam Malik Medan in June 2014 until August 2015.
This research is a descriptive cross sectional study, conducted at RSUP H. Adam Malik, with data collection techniques obtained directly from observations of patient medical records.
The result describes the incidence of VAP 12 cases, and the highest frequency of germs that cause VAP is Acinetobacter baumannii 41.7%, empiric antibiotic therapy is Ceftriaxone 33.3%, the definitive antibiotic therapy Amikacyn and Meropenem 25%, and the prevention of VAP that is head of bed elevation 30 amounted to 91.7%.
The conclusion of this study was the incidence of VAP at RSUP H. Adam Malik Medan is low.
GAMBARAN KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA
PADA PASIEN YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR ≥ 48 JAM DI
ICU RSUP H. ADAM MALIK PADA BULAN AGUSTUS 2014 – JUNI 2015
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
GULTOM, VEDORA A
120100089
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
GAMBARAN KEJADIAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA
PADA PASIEN YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR ≥ 48 JAM DI
ICU RSUP H. ADAM MALIK PADA BULAN AGUSTUS 2014 – JUNI 2015
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
Oleh :
GULTOM, VEDORA A
120100089
FAKULTAS KEDOKTERAN
ABSTRAK
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) atau pneumonia terkait
penggunaan ventilator merupakan kasus kedua tersering kejadian infeksi nosokomial di ICU rumah sakit. Kejadian VAP berhubungan dengan meningkatnya morbiditas, lama rawat pasien di rumah sakit, dan biaya rawat pasien yang harus dikeluarkan di rumah sakit. Penelitian ini belum banyak dilakukan di Sumatera Utara, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian VAP di Sumatera Utara khususnya RSUP H. Adam Malik Medan.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran kejadian VAP pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di ICU RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juni 2014 sampai dengan Agustus 2015.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional Study yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dengan teknik pengumpulan data diperoleh langsung dari observasi data rekam medis.
Dari hasil penelitian diperoleh angka kejadian VAP sebanyak 12 kasus, dan frekuensi tertinggi kuman penyebab terbanyak Acinetobacter baumannii 41,7%, terapi antibiotik empiris Seftriakson 33,3%, terapi antibiotik definitif Amikasin dan Meropenem 25%, upaya pencegahan VAP elevasi kepala tempat tidur 30 sebesar 91,7%.
Kesimpulan penelitian ini adalah gambaran kejadian VAP di RSUP H. Adam Malik Medan adalah rendah.
ABSTRACT
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) is the second common incidence of nosocomial infections in hospital ICU. The VAP is associated with increased of morbidity, length of hospital patients in hospitals and patient care costs to be hospitalized. This research has not been done in North Sumatra, therefore, this study was conducted to describe the incidence of VAP in RSUP H. Adam Malik Hospital, Medan, North Sumatera.
The purpose of this research is to discover an overview of VAP incidence in patients ≥ 48 hours using a ventilator in ICU RSUP H. Adam Malik Medan in June 2014 until August 2015.
This research is a descriptive cross sectional study, conducted at RSUP H. Adam Malik, with data collection techniques obtained directly from observations of patient medical records.
The result describes the incidence of VAP 12 cases, and the highest frequency of germs that cause VAP is Acinetobacter baumannii 41.7%, empiric antibiotic therapy is Ceftriaxone 33.3%, the definitive antibiotic therapy Amikacyn and Meropenem 25%, and the prevention of VAP that is head of bed elevation 30 amounted to 91.7%.
The conclusion of this study was the incidence of VAP at RSUP H. Adam Malik Medan is low.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah (KTI) ini yang berjudul “Gambaran Kejadian Ventilator Associated Pneumonia pada Pasien yang Menggunakan Ventilator ≥ 48 Jam di ICU
RSUP H. Adam Malik pada Bulan Agustus 2014 – Juni 2015”.
Penulisan penelitian ini terselesaikan tidak terlepas dari dukungan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr.Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi dukungan melalui ide, saran, petunjuk, dan nasihat kepada Penulis dalam menyelesaikan proposal KTI ini. 3. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes dan dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL sebagai dosen penguji 1 dan dosen penguji 2 Penulis, yang telah banyak memberikan saran – saran kepada Penulis sehingga penulisan KTI ini dapat diselesaikan.
4. Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan doa, moral, dan materil kepada Penulis, teruntuk yang tercinta Ayahanda Tiopan Robert Gultom (Alm), Ibunda Dormian Silalahi, Kakanda Marco Christian Gultom, Norman Hasiholan Gultom, dan adik Laurensius Patar Gultom.
5. Dokter-dokter yang sedang menjalani program pendidikan dokter
spesialis anestesiologi dan terapi intensif yang telah membantu dalam pembuatan proposal KTI ini.
7. Saudara kelompok kecil (dr. Henny O, M. Biomed, Primadona, Putri, Ernest, Grace, Ivone, Kinia, Dwinta, Yohana, Tim 17) atas dukungan semangat dan doa yang tersedia untuk Penulis.
8. Ivonike dan Sherly selaku teman satu dosen pembimbing yang
membantu dan bersama-sama di setiap proses penyelesaian proposal KTI ini.
Akhir kata, semoga KTI ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang Ventilator
Associated Pneumonia.
Medan, 7 Desember 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang ... 1
1. 2 Rumusan Masalah ... 3
1. 3 Tujuan Penelitian ... 3
1. 3. 1 Tujuan Umum ... 3
1. 3. 2 Tujuan Khusus ... 3
1. 4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Ventilasi Mekanik 2. 1. 1 Defenisi ... 5
2. 1. 2 Tipe ventilator ... 6
2. 1. 3 Pola Ventilasi ... 8
2. 1. 4 Efek Fisiologik pada Ventilasi Mekanik ... ... 11
2. 1. 5 Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik ... 14
2. 2. 5 Patogenesis ... 20
2. 2. 6 Diagnosis ... 22
2. 2. 7 Terapi Antibiotik ... 23
2. 2. 8 Pencegahan ... 24
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian ... 25
3. 2 Defenisi Operasional ... 25
BAB 4 METODE PENELITIAN 4. 1 Jenis Penelitian ... 28
4. 2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 28
4. 3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 28
4. 4 Teknik Pengumpulan Data ... 29
4. 5 Pengolahan dan Analisis Data ... 29
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5. 1 Hasil Penelitian 5. 1. 1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30
5. 1. 2 Deskripsi Data Penelitian ... 30
5. 1. 2. 1 Distribusi Skor CPIS pada Pasien VAP ... 30
5. 1. 2. 2 Distribusi Kuman Penyebab VAP ... 31
5. 1. 2. 3 Distribusi Antibiotik Empiris yang diberikan pada pasien VAP ... 32
5. 1. 2. 4 Distribusi Antibiotik Definitif yang diberikan pada Pasien VAP ... 32
5. 1. 2. 5 Distribusi Upaya Pencegahan VAP.... 33
5. 2 Pembahasan 5. 2. 1 Analisis Distribusi Data Penelitian 5. 2. 1. 1 Analisis Distribusi Skor CPIS pada Pasien VAP ... 33
5. 2. 1. 2 Analisis Distribusi Kuman Penyebab VAP ... 34
5. 2. 1. 3 Analisis Distribusi Antibiotik Empiris yang diberikan pada pasien VAP ... 34
5. 2. 1. 4 Analisis Distribusi Antibiotik Definitif yang diberikan pada pasien VAP ... 35
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1 Kesimpulan ... 37 6. 2 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2. 1 Tekanan Akhir-Ekspirasi Positif (PEEP)... 9 2. 2 Indikasi untuk ventilasi atau bantuan mekanis
pada orang dewasa... 14 2. 3 Komplikasi Pemasangan Ventilasi Mekanis... 15 2. 4 Isolasi Patogen pada Ventilator Associated
Pneumonia... 17
2. 5 Faktor Risiko yang Dapat dan Tidak Dapat
Dimodifikasi dari VAP... 18 2. 6 Faktor Risiko yang Berkaitan dengan VAP... 19 2. 7 The Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)... 23 2. 8 Terapi Antibiotik Awal Secara Empirik untuk VAP
pada Pasien Tanpa Faktor Risiko Patogen MDR, Onset Dini dan Semua Derajat Penyakit (Mengacu
ATS/IDSA 2004)... 23 2. 9 Terapi Antibiotik Awal Secara Empirik untuk VAP
untuk Semua Derajat Penyakit pada Pasien Dengan Onset Lanjut atau Terdapat Faktor Risiko Patogen
MDR (Mengacu ATS/IDSA 2004) ... 24 5. 1 Distribusi Skor CPIS pada Pasien VAP ... 31 5. 2 Distribusi Kuman Penyebab VAP ... 31 5. 3 Distribusi Antibiotik Empiris yang diberikan
pada pasien VAP ... 32 5. 4 Distribusi Antibiotik Definitif yang
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2. 1 Patogen penyebab VAP... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 42
Lampiran 2 Alur Penelitian 43
Lampiran 3 Lembar Observasi 44
Lampiran 4 Data Induk 45